Kedatangan Di Tanah Kangguru
1. Sambutan
Hangat Prof. Ismet Fanany
Ternyata style Pak Ismet Fanany memang seperti yang
diceritakan oleh Bapak Shadiq Passadigu (Bupati Tanah Datar). Orangnya ramah,
welcome dan sangat menolong. Sementara itu istrinya, Dr Rebbeca Fannany,
orangnya tenang, anggun, mudah senyum dan berbicara seperlunya.
Pak Ismet
langsung mengajak kami menuju mobilnya- seperti jeep atau land-cruiser. Inhendri
Abbas tampak sangat mengagumi mobil Pak Ismet. Katanya bahwa diperkirakan harga
mobilnya, keluaran pabrik mobil Nissan, hampir satu milliard Rupiah. Kami semua
bergerak menuju mobil yang punya nomor polisi YBO-508, Victoria- the place
tobe. Dari belakang aku lihat Pak Ismet menenteng tas kecil dan juga menghela
koper. Pak Ismet terlihat sibuk dengan barang- barang itu, lebih sibuk dari
pemilik barang/ bagasi itu sendiri. Aku
tahu kedua bagasi itu milik Desi. Aku segera mendekati Desi.
“Dessi…!!!
Jangan biarkan Pak Professor membawa barangmu seperti itu. Pak Ismet itu
Professor hebat disini”. Kataku separoh berbisik pada Dessi. Dan Dessi jadi
sadar, ia bergegas mencegah Pak Ismet untuk membawa bagasinya.
“Maaf
Pak…..tidak usah bawa bawa bagasi saya….biar saya yang membawanya…!!!” Kata
Dessi dengan rasa bersalah. Dan ternyata Ibu Rebbecca ikut pula menjinjing
bagasi kami.
“Ah itu
tidak masalah Dessi. Professor di sini juga bisa menjadi sopir hingga menjadi
tukang angkat” Kata Pak Ismet sambil berseloroh dan aku lihat Ibu Rebbeca ikut
tersenyum mendengar selorohan Pak Ismet. Kami semua mengikuti langkah Pak Ismet
dan Bu Rebbecca yang cukup cepat. Sambil melangkah, mereka bercerita cerita
seputar way of life orang Melbourne
dan pengalaman hidup mereka..
Akhirnya
kami semua sudah duduk dalam mobil yang nyaman itu, dan mobil melaju di atas
jalan raya yang lebar dan mulus. Aku tidak tahu dengan nama- nama daerah yang
kami lalui maka mataku cukup liar membaca segala sesuatu yang terlintas di
depan. Kota Melbourne adalah sebuah kota paling besar di Australia namun terasa
sepi mungkin kami punya pembandingnya kota Jakarta. Jalan raya yang kami lalui
memang sangat bagus pada hal itu bukan jalan toll- jalan bebas hambatan, namun
juga sepi…mobil yang lewat juga jarang.
Kedua sisi
sepanjang jalan sering aku temui diberi
pagar dengan tembok tinggi. Buat apa ya…! Aku berfikir dalam hati mengapa musti
diberi pagar tinggi dan kemudian aku tahu bahwa itu salah satu usaha pemerintah
Australia untuk menyelamatkan hewan Australia seperti kangguru atau koala agar tidak
ada yang tersesat ke jalan raya dan ditabrak oleh mobil dengan kecepatan
tinggi. Setelah berada lama di Australia, apakah Pak Ismet sudah lupa dengan
tanah airnya (?).
“Bapak
Ismet….sering datang ke Indonesia ?” Tanyaku pada Pak Ismet untuk memecah
kebekuan dan mengajak teman- teman lain untuk mulai mengobrol.
“Sering
juga….dalam tahun ini kami datang ke Indonesia sebanyak 3 kali. Saya ke
Indonesia untuk urusan seminar, membuat kerja sama pendidikan dengan suatu
sekolah atau MoU dengan suatu sekolah atau perguruan tinggi, ya MoU tentang
pendidikan dan juga untuk melakukan suatu riset. Hitung- hitung juga untuk bisa
pulang kampung”. Kata pak Ismet dengan bersemangat.
Sudah
hampir tengah hari dan tentu saatnya untuk waktu makan siang. Maka rencana kami
menuju sebuah mall atau restaurant. Sepanjang jalan aku mendengar tape recorder
Pak Ismet melantunkan lagu-lagu Minang nostalgia. Jadi Pak Ismet pencinta lagu
Minang ya dan bukan mencintai lagu Michael Jackson (?). Aku perhatikan bahwa
koleksi kaset lagu Minang Pak Ismet sangat banyak. Buk Rebecca sendiri
menyimpannya dalam sebuah box plastic yang cukup besar.
“Mengapa
Pak Ismet tidak memutar lagu Australian Country atau lagu- lagu yang popular di
dunia dalam bahasa Inggris ?” Tanyaku karena ada rasa ingin tahu.
“Ya untuk
menyambut kedatangan bapak dan bu (anda semua) ke sini agar tidak terasa
terlalu asing di Australia dan juga untuk mengingatkan saya pada kampung
halaman saya. Juga untuk mengobat rasa rindu- homesickness”. Kata Pak Ismet menjelaskan.
“Saya malah
kalau lagi berada di Padang, saya suka berkunjung ke toko kaset (toko musik)
dan saya paling suka mencari lagu Minang untuk melengkapi koleksi lagu- lagu
Minang saya. Lagu yang sedang saya putar ini mungkin sekarang sudah susah untuk
dijumpai”. Kata Pak Ismet lagi.
2. Mengenal Australia Lebih Dekat
Pertamakali
menginjak kaki di Bandara Sydney dan Melbourne sudah dapat dirasakan tentang ragam budaya dan
gaya hidup negara Australia. Beragam budaya dan gaya hidup Australia
mencerminkan tradisi liberal demokratis dan nilai-nilai, kedekatan geografis
untuk kawasan Asia-Pasifik dan pengaruh sosial dan budaya dari jutaan migran
yang telah menetap di Australia sejak Perang Dunia II. Ya….benar bahwa Australia adalah produk dari
perpaduan unik dari tradisi mapan dan pengaruh baru. Penduduk asli negara
itu, Aborigin dan Torres Strait Islander masyarakat, adalah penjaga dari salah
satu tradisi tertua di dunia budaya melanjutkan. Mereka telah tinggal di
Australia selama selama ribuan tahun dan sisanya orang Australia adalah migran
atau keturunan migran yang tiba di Australia dari sekitar 200 negara sejak
Inggris mendirikan pemukiman Eropa pertama di Sydney Cove pada tahun 1788.
Pada tahun
1945, penduduk Australia adalah sekitar 7 juta orang dan terutama
Anglo-Celtic. Sejak itu, lebih dari 6,5 juta migran, termasuk 675 000
pengungsi, telah menetap di Australia, secara signifikan memperluas profil
sosial dan budaya. Saat ini Australia
memiliki penduduk lebih dari 21 juta orang. Lebih dari 43 persen warga
Australia lahir di luar negeri baik sendiri atau memiliki satu orangtua yang
lahir di luar negeri. Penduduk asli Australia diperkirakan di 483 000,
atau 2,3 persen dari total.
Banyak
orang yang datang ke Australia sejak tahun 1945 termotivasi oleh komitmen
keluarga, atau keinginan untuk lepas dari kemiskinan, perang atau
penganiayaan. Gelombang pertama para migran dan pengungsi kebanyakan
berasal dari Eropa. gelombang berikutnya datang dari kawasan Asia-Pasifik,
Timur Tengah dan Afrika.
Berarti ini adalah hari pertama kami di Melbourne dan hal
pertama yang aku ingin tahu dan tanya langsung adalah tentang Australia dan Melbourne. Ya…..penduduk
Australia dewasa ini ada sekitar 22 juta orang dan penduduk kota Melbourne ada
4 juta orang. Jadi benua Australia adalah ibarat sebuah pulau besar dengan
penduduk yang cukup sepi atau sedikit. Seperlima penduduk Australia hanya ada
di kota Melbourne.
“Saya rasa bahwa total penduduk Australia….ya sebanyak
penduduk Jabodetabek- atau daerah yang meliputi Jakarta Bogor Depok Tanggerang
Bekasi” Timpal Pak Ismet.
“Dan bahwa 40 % penduduk Australia tidak lahir di
Australia. Mereka adalah pendatang/ immigrant dan lahir di negara asal mereka
di Eropa dan juga di Asia”. Kata Pak Ismet melanjutkan.
Dalam mobil itu hanya ibu Rebbeca sendiri yang keturunan
kulit putih/ Amerika Serikat. Sementara itu kami semua dan juga suaminya (Pak
Ismet) sangat asyik ngobrol dalam Bahasa Indonesia dan malah juga dalam bahasa
Minang. Aku piker bahwa Ibu Rebbeca tidak tahu bahasa Minang.
“Ibu Rebecca mengerti bahasa Minang dan juga bahasa Indonesia…kemudian
mengapa Ibu Rebecca mencintai bahasa Indonesia ?” Aku bertanya dengan rasa penasaran.
“Ya saya
sangat mengerti dengan Bahasa Indonesia karena saya dosen Bahasa Indonesia.
Saya juga mengerti Bahasa Minang tetapi saya tidak bisa mengucapkan bahasa
Minang” Kata Bu Rebecca dalam aksen bahasa Indonesia dengan lidah Amerika. Jadi
kedengarannya enak untuk didengar.
“Saya
sekarang mengajar bahasa Indonesia di Universitas Deakin di kota ini /
Melbourne. Pada mulanya saya tidak suka bahasa Indonesia dan saya juga tidak
kenal dengan kota Jakarta. Saya dulu kuliah di Cornel University USA. Saya
memperoleh beasiswa dari program departemen pertahanan Amerika Serikat dan ia
membuka program Bahasa Asia dan saya direkomendasikan untuk belajar Bahasa Indonesia.
Dan di situ saya berjumpa dengan Ismet Fanany”. Kata Rebbeca.
“ Kami
sering bertemu dan juga bertukar pendapat hingga timbul rasa simpati dan saling
menyukai. Selanjutnya kami berkenalan dan tentu ada proses selanjutnya. Kami
memutuskan untuk menikah dan dalam perkawinan kami, saya mempunyai dua orang
anak. Satu laki- laki dan satu perempuan”. Kata Rebbeca lagi.
“Anak saya yang
besar suka tekhnik dan anak yang kecil suka musik. Ia juga sedang mengambil
program Doktor. Jadi mereka punya minat yang berbeda”. Demikian Ibu Rebecca
menjelaskan sejarah singkatnya.
“Pendidikan
mereka tentu harus melebihi pendidikan orang tua mereka. Anak saya yang besar
juga sudah menjadi dosen sekarang”. KataPak Ismet menyela pembicaraan kami. Pak
Ismet dan Ibu Rebbecca menikah pada tahun
1979, berarti pernikahan mereka sudah cukup lama juga.
Mobil Pak
Ismet tetap melaju dan kemudian kecepatannya berkurang hingga bergerak menuju
tempat parkir pada sebuah plaza. Aku melihat pada areal parkir plaza, pada tiap
tonggak terdapat nomor. Itu berguna untuk menandai pada nomor berapa mobil anda
berlokasi. Sekali lagi bahwa Pak Ismet tahu bahwa kami semuanya pasti sudah
merasa sangat kelaparan dan juga merasa sangat mengantuk, karena terbang ke
Australia dari Jakarta berarti menyonsong waktu, malam terasa amat singkat
hingga kami hampir tidak punya waktu buat tidur, Kami terus terang diserang
rasa kantuk yang hebat.
Aku
mengiyakan segala perkataan Pak Ismet. Pak Ismet membawa kami ke dalam sebuah
outlet masakan oriental, tentu saja masakan kesukaan Pak Ismet dan ibu Rebecca.
Plaza yang kami kunjungi terlihat megah. Aku percaya bahwa tentu saja Pak Ismet
ingin memberi sebuah kejutan (big surprise) untuk makan siang di sana buat kami.
Kami mengikuti lankah pak Ismet kemana saja ia pergi, ya ibarat anak kecil ikut
dengan orang tuanya.
Terus
terang bahwa aku juga lapar dan aku memilih makanan yang kira-kira sesuai
dengan seleraku. Aku antri di belakang warga kulit putih. Sementara itu aku
mengintip jenis menu dari balik kaca lemari saji.
“Wah…aku
merasa lapar bangeet. Aku membaca ada masakan yang bermerek Melayu. Itu …itu
aku suka, bumbunya harum”.
“Ada Malay food, tapi di belakang piring saji
itu ada hidangan lain yaitu steamed pork
atau babi rebus pakai bumbu. Astaghfirullah….aku orang Islam, nggak boleh makan
babi. Aku mulai merasa was- was dan mecurigai bahwa ada makanan yang tidak
halal bercampur baur dengan makanan halal”. Aku mencubit pundak Inhendri Abbas
dan selera makanku hilang sama sekali.
“Mau
memesan apa Pak Inhendri ?” Aku bertanya Inhendri. Aku rasa Inhendri mencari
makanan yang juga halal, namun ia harus menambah kosa-kata bahasa Inggrisnya.
Kira- kira Inhendri tahu nggak dengan arti kata pork, ham, beacon, dll yang berarti babi (?).
“Aku suka
masakan Melayu” Kata Inhendri Abbbas.
“Tapi anda harus
lihat di depannya ada steamed pork ?”
Kataku
“Apa itu
steamed pork ?” Inhendri bertanya.
“Steamed pork berarti babi rebus,…lihat
tu….kadang kadang sendok steamed pork
juga jatuh ke piring hidangan Melayu” Aku berbisik dan memberi komentar.
Inhendri juga kehilangan selera makan dan kami memilih hidangan yang paling
berseberangan arah dengan makanan yang haram. Aku memilih sayur- sayuran namun
aku tetap tidak berselera untuk menyantap hidangan karena saraf seleraku pada
otak sudah terganggu oleh konsep makanan tidak halal.
“Aku memilih nasi dan sayur
yang lokasinya terletak jauh dari daging babi. Entah bagaimana aku dan dua
teman lagi tidak bisa menghabiskan makanan. Sementara itu Pak Ismet dan Ibu
Rebecca tenang- tenang saja, mereka mampu makan dengan lahap meskipun mereka
dikelilingi oleh makanan beraroma tidak halal”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them