Bertemu Presiden RI
1. Perjalanan
Seorang Diri
Selama hidup ini baru aku berpergian untuk jarak jauh
seorang diri. Aku sempat berfikir dan berucap sendirian, “Bagaimana kalau sudah
sampai di sana, apa nama transport yang harus aku ambil…..bagaimana kalau aku
tersesat….?”
Meskipun aku tidak muda lagi, namun aku ibarat seorang
anak kecil, anak SD yang belajar memberanikan diri untuk berjalan jauh
sendirian. Aku punya resep aku tidak salah jalan maka harus selalu pasang mata
dan pasang telinga. Pasang mata untuk membaca berbagai tulisan sebagai penanda
lokasi dan juga pasang telinga agar informasi penting tidak aku lewatkan.
Perjalananku dalam di awal Desember ini adalah sebagai
kado terindah di akhir tahun buatku. Sebelumnya dalam bulan September tahun
2012 ini aku alhamdulillah dinyatakan sebagai pemenang pemilihan guru berprestasi
tingkat nasional oleh dewan juri dan kemenangan itu juga sebuah anugerah dan
rahmat terbesar dari Tuhan (Allah Swt). Menang dalam seleksi guru berprestasi
tingkat nasional tentu saja sangat didamba oleh jutaan guru di Indonesia dan
begitu juga dengan aku sendiri. Temanku mengatakan:
“Akan ada
beberapa reward berikutnya yang bakal kita peroleh”.
Beberapa
waktu setelah itu aku menerima SMS atau pesan singkat bahwa aku termasuk salah
seorang yang beruntung- dicalonkan untuk menerima satyalencana pendidikan-
yaitu penghargaan tertinggi dari Presiden R.I. Ternyata bahwa pernyataan itu
benar dan aku pun memenuhi semua persyaratan yang diminta oleh panitia
pemberian satyalencana.
“Penganugerahan satyalencana dilakukan di audiotorium
Sentul- Bogor di awal bulan Desember 2012 ini”.
Aku harus
berpergian dari kota kecil ini (Batusangkar) sendirian. Ini merupakan
perjalanan jauh bagiku seorang diri. Namun untuk perjalanan jauh dalam grup aku
sudah sering. Sebelumnya aku menikmati perjalanan yang agak jauh mengelilingi 3
propinsi (Sumbar, Sumut dan Riau). Setelah itu aku juga pernah berpergian ke
Jakarta dan beberapa kota besar di Sumatera.
Tahun lalu aku juga berpergian ke Singapur dan Malaysia
(negara- negara bagian dalamnya). Kemudian aku juga selama dua minggu menuju
Jakarta dan mengelilingi pulau Jawa dan
sempat bermalam di perkampungan Bahasa Inggris- Pare. Namun dalam semua
perjalan tersebut dalam bentuk grup dan atau tour leader yang membuat seluruh
perjalanan menjadi nyaman.
Mbak Erna- salah seorang panitia satyalencana- mengirim
pesan singkat padaku lagi. Ia juga mengirim surat resmi tentang beberapa
dokumen yang harus aku lengkapi lagi. Aku melengkapi dan mengirim dokumen
tersebut. Selanjutnya aku menunggu tanggal 25 November sebagai hari guru untuk
diundang ke Jakarta. Tanggal 25 November pun dan dan kemudian berlalu namun aku
belum menerima undangan.
“Katanya bahwa aku bakal datang ke Jakarta, namun surat
panggilan/undangan buat ke sana belum datang!”. Aku sering agak sedikin complain.
Suatu hari ada panggilan lewat telepon buatku dari kantor
Dinas Pendidikan Propinsi Sumbar di Padang. Ternyata ada panggilan untuk
kegiatan bimbingan tekhnis di Jakarta. Aku pergi ke Padang untuk mencari tahu
dan menanyakan berbagai persyaratan. Aku sering berfikir:
“Mengapa
aku belum juga menerima undangan dari panitia satyalencana ?”
Maka pada
saat yang sama aku mengirim SMS pada panitia satya lencana. Ya seketika datanglah
balasan bahwa aku harus segera melengkapi persyaratan untuk keberangkatan ke
Jakarta.
“Harap penuhi persyaratan keberangkatan untuk menerima
satyalencana dan para calon sebanyak lima orang akan dipandu oleh Pak Singo
Sukartono”. Demikian pesan SMS dari Mbak erna.
Kalau
begitu aku akan mengikuti dua kegiatan di Jakarta yaitu bimbingan tekhnis dan
juga penerimaan anugerah satyalencana. Tentu saja aku lebih memprioritaskan undangan/
panggilan yang kedua (penyerahan
satyalencana) karena lebih punya gengsi ya…bertemu langsung dengan Pak
Presiden.
2. Aktifitas Yang Overlap
Ada dua kegiatan yang overlap- saling berdempet- yang
harus aku ikuti yaitu kegiatan HGN (Hari Guru Nasional)- penyerahan
satyalencana dan bimbimbingan tekhnis. Salah seorang dewan panitia pada bimtek juga
mengusulkan padaku agar aku mengikuti kegiatan penerimaan satyalencana melalui
peringatan hari guru nasional dan usai itu aku boleh bergabung dengan kegiatan
yang kedua.
Aku berkemas untuk menuju lokasi peringatan hari guru
nasional yang akan berlangsung di Bogor. Ada 5 orang yang diundang dari kelompok
guru berprestasi nasional 2012 yaitu 4 dari pulau Jawa dan 1 dari pulau Sumatra
dan aku adalah satu-satunya guru yang akan diberi anugerah satyalencana dari
pulau Sumatera. Aku harus pergi ke Jakarta dan Bogor sendirian karena tidak
yang lain mendapat undangan. Aku membeli tiket pesawat terbang yang
berangkatnya agak siang.
“Kalau aku
ambil keberangkatan pesawat jam 8.00 pagi, ya…..pukul berapa aku harus
berangkat dari rumah tentu musti sebelum sholat subuh. Wah merepotkan..dan mana
ada mobil umum yang berangkat pagi-pagi buta!!”
Setelah
sholat subuh aku pamitan dan say good-bye
pada istri dan anak-anakku. Mobil executive rental membawaku meluncur menuju
bandara BIM (Bandara Internasional Minangkabau) dan setelah hampir 3 jam aku
sampai di sana. Lagi- lagi aku harus menunggu untuk check in buat terbang ke
Jakarta. Aku musti menunggu kira- kira dua jam buat terbang.
“Waiting is boring- menunggu itu
membosankan”.
Aku
berjalan mondar-mandir untuk mengusir rasa bosan- sekedar menghabiskan waktu.
Aku kemudian melihat satu grup guru- guru yang usianya sekitar 40-an dengan
pakaian seragam yang nyaris sama. Rupanya mereka adalah mahasiswa UT (Universitas Terbuka) yang bermaksud
untuk juga terbang ke Jakarta untuk mengikuti acara wisuda mereka. Aku
bergabung dengan grup mereka agar aku tidak merasa sunyi dan aku berbagi cerita dengan mereka. Selanjutnya kami
bergerak ke dalam terminal buat check in.
Aku ikut bergerak dan antri di belakang para mahasiswa UT tersebut. Aku juga
ikut-ikutan antri yang agak panjang dan lama
“Wow buat
apa aku harus antri di belakang mereka. Aku pergi sendirian bukan dengan grup
mereka”. Aku tertawa sendirian.
Aku menuju
counter yang di sebelahnya buat mengurus tiket dan boarding pass. Alhamdulillah
bangkuku dekat jendela. Aku selalu merasa senang kalau bisa duduk dekat jendela
karena aku bisa melempar pandangan jauh ke bumi. Aku merasa nyaman dengan
suasana pesawat siang ini. Aku lebih banyak memejamkan mata buat rileks. Dan setelah
terbang hampir dua jam aku mendarat di bandara Jakarta. Aku bersiap- siap untuk
pendaratan di bandara Jakarta. Aku mengaktifkan phonecell-ku setelah pesawat
betul- betul berhenti dan sinyat phonecell tidak akan berpengaruh pada Sistem
navigasi. Ada deringan dari phonecell-ku.
“Bang
Jo……aku anjurkan anda berangkat saja dengan taxi ke Bogor”, kata Bopen- adikku-
yang menelpon ku dari Medan dan aku mempertimbangkan sarannya. Itu adalah ide
yang baik, namun aku memilih untuk bisa naik mobil Damri saja menuju Bogor.
Karena mobil ini cukup banyak dan punya
trayek ke berbagai daerah termasuk ke Bogor. Aku bergegas bersama penumpang
lain untuk menuju emperan di seberang
terminal bandara. Aku melihat banyak orang menunggu mobil Damri ke berbagai
tujuan ke seputar Jabodetabek (Jakarta-Bogor- Depok- Tanggerang- Bekasi). Aku ku
memperhatikan dan menunggu mobil Damri buat jurusan Jakarta- Bogor.
Akhirnya
aku melihat mobil yang aku maksud datang, ada dua mobil. Aku bisa menaiki salah
satu mobil untuk tujuan Bogor. Hanya ada bangku cadangan pada bagian belakang.
“Tidak apa-
apa, biarlah aku duduk di bangku cadangan”. Kataku pada kondektur mobil itu.
Aku dibantu oleh kondektur untuk mengangkar koperku ke dalam mobil. Aku
akhirnya bisa duduk di sana dengan rasa cukup nyaman.
Perjalanan
Jakarta- Bogor terasa agak cukup lama, ada sekitar satu jam. Pada mulanya aku
tidak punya teman untuk berbicara. Pada
satu kota kecil ada seorang penumpang yang turun dan aku pindak ke
bangkunya. Aku duduk di sebelah pria
agak tua yang berasal dari Palembang. Aku sempat bertukar pikiran dengan pria
itu hingga mobil mencapai daerah Bogor.
Setelah
agak pegel duduk dalam mobil akhirnya mobil kami memasuki lokasi terminal di daerah Baranang Siang. Nama
daerahnya terasa unik di telingaku ya seperti frase “Berenang Siang”. Aku bersalaman dengan pria- teman sebangku-
yang berasal dari Palembang dan kami saling pamitan. Mataku melotot melihat
hotel, aku fikir bahwa itu adalah hotel yang bakal aku tuju. Nama hotel itu
adalah “Hotel Mirah Santika” dan aku
tidak memperhatikan alamatnya.
“Yang yang
jelas itulah hotel yang bakal aku tuju”. Ucapku sendirian, hotelnya sangat
megah dan gampang dijangkau dari Terminal.
3. Salah Alamat
Aku tidak
buru- buru untuk menuju hotel karena aku merasa lapar. Aku memutuskan untuk
makan siang dulu. Enaknya ya….kalau bisa menyantap nasi sup. Di terminal itu
berjejer banyak warung- warung kecil yang bersih dan cukup rapi. Aku berhenti
pada sebuah kedai/ warung di lorong pinggiran terminal. Aroma masakan di sana
sudah mengusik hidungku dan bikin aku lapar….wooow aku merasa lapar…. Aku memesan
sepiring nasi dengan sup hangat yang cukup
lezat untuk mengusir rasa lapar.
Alhamdulillah,
aku merasa kenyang. Beberapa butir peluh hasil metabolism dalam tubuhku keluar
membasahi punggung dan tengkukku. Aku bangkit untuk menuju hotel yang dimaksud
(hotel yang terlihat di pinggir terminal adalah hotel Mirah Santika).
Aku kemudian menuju hotel itu, tetapi jalan
kesa terasa buntu. Aku bertanya pada seseorang untuk bisa memberiku panduan
buat menuju hotel yang baru saja aku lihat dari kejauhan. Aku mengikuti petunjuknya-
berjalan sambil menyeret koperku dengan langkah yang aku paksakan.
Aku
bertanya lagi pada seorang perempuan yang jalan barengan dengan suaminya. Dia
meminta ku untuk mengikutinya. Aku mengikutinya memasuki sebuah plaza- melintasi
tempat parkir di lantai bawah sambil menenteng koper kainku yang cukup gede.
Nafasku jadi sesak juga.
“Nah bapak
jalan terus pada gang ini kemudian belok kanan”
“Terima
kasih banyak atas kebaikan mbak” Kataku pada perempun baik hati itu. Aku
mengikuti nasehatnya dan akhirnya aku sampai ke gallery hotel lewat pintu
belakang. Di sana ada beberapa petugas hotel.
“Bisa saya
bantu …..”
“Terima
kasih mas, saya memang sengaja menuju hotel anda” Kataku pada salah seorang
receptionist menyambutku dan aku juga berbasa- basi dan juga bertutur bahasa
yang sopan. Aku tidak buru- buru untuk menuju resepsionis. Aku berdiri agak
sejenak hingga rasa penat hilang. Sopan santun sangat penting dalam pergaulan dengan orang baru.
Sopan santun akan membuat kita bisa merasa nyaman. Setelah hilang rasa penatku
maka aku telpon Pak Singo Kuntoro.
“Hallo Pak
Singo….saya sudah berada di lobby hotel…”
“Iya…iya..saya
akan segera turun….., lho Pak Marjohan di mana ?” Tanya Pak Singo.
“Ini saya
duduk di lobby Hotel Mirah Santika” Jawabku. Aku mendengar sahutan Pak singo
dari microfon phonecell namun tidak melihat wajah Pak Singo.
“Maaf,
hotel tempat anda menginap selama di Bogor adalah di Hotel Mirah Sartika di
Jalan Dewi Sartika”. Kata Pak Singo memberikan konfirmasi.
“Jadi saya
salah nhotel….Pak Singo ?”
“Iya hotel
anda adalah Mirah Sartika…bukan Mirah Santika, namanya beda beda sedikit”. Aku
merasa agak malu dan juga risih. Maklum sebagai orang baru pertama kali
berkunjung ke kota Bogor. Rupanya aku kurang cermat dalam membaca nama hotel, apalagi
alamat hotelnya.
“Wah tidak
apa-apa sebab ini akan menjadi pengalaman baik bagiku”. Kataku pada diri
sendiri untuk menghibur diri. Aku bangkit dari duduk dan melakukan konfirmasi
bahwa aku salah alamat.
“Maaf dik,
saya ternyata salah alamat. Hotel yang saya maksud adalah hotel Mirah Sartika
bukan Mirah Santika, jadi ternyata berbeda ya….namun saya tidak tahu kalau
berbeda. Tadi saya melihat hotel tanpa peduli apakah Sartika atau Santika”
Kataku menjelaskan kekeliruanku.
“Wah tidak
apa- apa pak, memang hotel Mirah Santika dan Hotel Mirah Sartika itu satu grup
manajemen”. Respon resepsionos padaku. Aku meminta reseptionis mencarikan taxi
buat buat menuju hotel Mirah Sartika. Dalam bebrapa menit kemudian sebuah taxi-
taxi Blue Bird- datang. Namun sopirnya
memberi keterangan pada ku bahwa ia
adalah sopir taxi khusus mengenal Jakarta saja.
“Maaf pak,
saya sopir taxi khusus rute Bogor- Jakarta, buka rute dalam kota Bogor”
“Tidak
apa-apa mas, saya yakin anda bisa mengantarka saya ke Hotel Mirah Sartika. Ini
alamatnya dan insyaallah nanti kita bisa jumpa alamat ini”.
Sopir taxi
membawaku melewati jalan depan hotel yang sudah terasa macet, maklum mau di
akhir pecan. Orang- orang banyak menuju Bogor. Sopir taxi mulai kebingungan
untuk mencari alamat. Aku tadi berfikir kalau dia hanya separoh bingung dan
kalau aku memang mutlak tidak kenal peta kota Bogor sama sekali.
Mobil
melaju dengan susah untuk melewati jebakan kemacetan. Baik aku maupun sopir
taxi sama- sama stress karenamobil selalu terjebak dalam kemacetan jalan yang
sempit. Baru beberapa meter bergerak ternyata sopir taxi sudah mengeluh karena
iabetul- betul tidak mengenal lokasi hotel yang aku maksud. Aku meminta sopir
taxi untuk berhenti beberapa kali untuk mencari info tentang lokasi hotel dari
penduduk logal.
Sopir taxi
melaju lurus…kadang- kadang belok kiri dan kanan sesuai petunjuk yang kami
peroleh dari penduduk local tentang alamat Hotel Mirah Sartika yang letaknya di
Jalan Dewi Sartika Bogor. Namun jalan Dewi Sartika belum bersua, karena bukan
jalan protkol, hanya sebuah jalan biasa. Akhir aku dan juga merasa lelah dan
bosan.
“Bapak
turun saja di sini dan coba naik ojek”. Pinta sopir taxi padaku dengan wajah
stess.
“Jangan
begitu mas.., saya tidak kenal daerah Bogor, saya orang baru di sini…saya
diundang untuk berjumpa Pak Presiden besok. Kalau saya nanti hilang di Bogor
tentu orang-orang di Propinsiku bakal ribut dan bakal mencari taxi mas”.
Demikian kataku sedikit bercanda dan sopir taxi melanjutkan perjalanan menuju
hotel Mirah Sartika. Dan kami bertanya sekali lagi pada seorang kuli bangunan.
“Permisi…..bapak
tahu lokasi Hotel Mirah Sartika..?”
“Ya…tidak
jauh dari sini…terus sedikit lagi …kemudian belok kiri…belok kiri lagi…persis
di belakang SMP 1 Bogor” Kata kuli bangunan tersebut menjelaskan. Aku merasa
sangat gembira dengan keterangannya. Benar bahwa hotel tersebut ternyata berlokasi di belakang Hotel
Salak dekat SMPN 1Bogor.Taxi kami akhirnya berhenti di depan hotel yang kami
maksud.
Welcome di
Hotel Mirah Sartika. Ternyata tidak jauh namun karena kami tidak tahu medan
atau lokasi yang muter- muter. Taxi segera berhenti dan di sana sudah ada
temanku yang lain bersama Pak Singo yang juga diundang buat menerima anugerah
satyalencana.
4. Hari Guru Nasional
Keberadaanku selama dua hari di Bogor terasa sangat
rileks. Kami tidak punya kegiatan apa- apa hanya sekedar memenuhi undangan dan
saling bertemu dengan orang- orang yang juga diundang. Kami menginap di hotel
Mirah Sartika dan kami ada berlima orang- berasal dari tempat yang berbeda, yaitu:
1.
Isdarmoko, Kepala SMA
berprestasi asal SMAN 1 Bantul D.I Yogyakarta
2.
Aku/ Marjohan, Guru SMA
berprestasi, asal SMAN 3 Batusangkar Sumbar
3.
Riadi Nugroho, Pengawas SMK berprestasi, asal
Kab. Pati Jateng
4.
Ejon Sujana, Guru SMK
berprestasi, asal SMKN 1 Cimahi Jabar
5.
Ahmad Ishom, Kepala SMK
berprestasi, asal SMKN 6 Semarang, Jateng
Kegiatan
kami selama di Bogor hanya untuk
persiapan upacara HGN (hari guru nasional) yang bakal dipimpin oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhiyono (SBY) di Audiotorium Sentul tanggal 4 Desember 2012. Tentu
saja kegiatan gladi bersih- persiapan buat upacara- yang mana kami berlima berada
dalamnya. Kami merasa sangat rileks.
Selesai
sholat subuh dan juga sarapan pagi, kami berlima pergi jalan-jalan tanpa arah
yang jelas dalam kota Bogor. Kami mengambil jalur menuju kompleks istana
Presiden Bogor. Kompleks istana tersebut sangat luas. Dalam pekarangannya berkeliaran
banyak rusa yang konon sudah beranak
pinak sejak zaman kolonial Belanda- ratusan tahun lalu. Sekali- sekali aku mengarahkan
kameraku ke arah latar istana dan juga rusa-rusa yang berkeliaran. Aku sengaja
mengambil foto buat memori- kenangan manis bila aku kembali ke kampungku di
Batusangkar.
Salah
seorang teman mengajak kami untuk mampir ke dalam kompleks istana. Namun tentu
saja tidak gampang untuk masuk- aku sendiri jugamerasa tidak siap untuk masuk,
karena pakaian kami tidak rapid an juga memakai sandal jepit. Namun aku harus
ikut suara terbanyak.
Kami harus
mendapatkan izin dari penjaga terlebih dahulu. Teman yang kami tunjuk sebagai
ketua dadakan menuju penjaga istana. Ia melakukan pendekatan dan tampaknya
cukup berhasil.
“Lho, tiga
di antara kami masih memakai sandal hotel dan tentu tidak etis buat masuk
komplek istana”. Aku juga merasa sedikit gelisah. Ahmad Ishom sebagai ketua kelompok
kami segera datang.
“Oke teman-
teman, kita semua diizinkan untuk mampir
namun karena tidak berpenampilan rapi maka
kita hanya diizinkan berada di pinggir pekarangan dan salah seorang
petugas penjaga akan memandu kita”.
Demikian penjelasan Ahmad Ishom.
Kami pun melangkah
ke dalam kompleks dengan perasaan riang dan setiap orang kemudian mulai
mempersiapkan kamera untuk mengambil momen- momen yang menarik. Perjalan
dadakan pagi itu kami lanjutkan menuju
pasar tradisionil kota Bogor. Kami naik angkot dan angkot kami menelusuri
jalan- jalan sempit kota Bogor. Persis selama jam sibuk dengan pengguna jalan yang sangat padat. Angkot kami terasa susah
untuk bergerak. Kemudian kami memutuskan untuk turun dan hanya mampir pada
sebuah kompleks pertokoan tradisionil. Di sana kami hanya sekedar lihat sana
dan lihat sini dan setelah itu kami memutuskan untuk kembali ke hotel.
Siang itu
Pak Singo Kuntoro, sang pemandu, sudah membuat agenda kegiatan buat kami dalam mengikuti kegiatan gladi bersih. Sebelum
berangkat menuju sentul aku menyempatkan diri buat sholat zuhur dan aku
melakukan sholat jamak dengan ashar- aku tidak bisa memprediksi waktu dan
kegiatan waktu sore. Aku yakin nanti tidak akan bisa mencari waktu dan tempat
buat sholat ashar dan lagi pula aku juga seorang musaffir selama berada di
Bogor dan Jakarta.
Kami sampai
di kota Sentul. Aku baru tahu dengan kepanjangan huruf AICC yaitu Audiotorium
Internasional Conference Centre. Gedungnya sangat megah dan luas. Lagi- lagi
kami mengabadikan pemandangan sekitar audiotorium dengan kamera. Kemudian aku
lihat satu persatu peserta pengikut gladi bersih berdatangan ke dalam ruangan.
Mereka adalah orang-orang yang terlibat dalam kegiatan seni, tari, lagu dan
music. Bagi kami dan peserta penerima penghargaan/ satyalencana hanya dilatih
tentang cara berjalan dan cara menuju panggung, juga harus tahu di mana posisi
tempat duduk.
“Tidak usah
begitu khawatir karena besok kursi- kursi akan diberi nomor dan nama peserta”. Kata
Pak Singo. Aku membawa fikiran seperti saat aku berada di kota Batusangkar,
sebuah kota kecil.
“Wah..mungkin
acara gladi bersih ini hanya untuk dua atau tiga jam saja”. Fikirku sendirian. Namun setelah
aku renungkan bahwa ternyata acaranya bisa
berlangsung sampai malam. Sementara itu aku telah punya janji dengan grupnya
Cindy- dan janjiku bakal mungkir dengan mereka- para alumni SMAN 3 Batusangkar
yang telah menjadi mahasiswa di kota Bogor. Aku harus membatalkan janji untuk
berjumpa dengan alumni.
“Maaf….maaf,
Mr Jo tidak punya waktu buat reuni dengan ananda sekalian, karena acara gladi
bersih sangat lama”. Aku sangat tahu bahwa tentu saja eks murid-murid sangat
kecewa dengan keputusanku. Pada hal kemaren kami sudah buat rendesvous/ janji
dan aku sudah menyisihkan dana buat mentraktir 30 orang alumni buat minum-minum
pada café yang berdekatan dengan taman. Ya apa yang mau dikata, itu yang
terbaik. Dari pada mereka terlanjur datang dan aku tidak bisa menghadiri tentu
semua bakal lebih kecewa lagi.
Keesokan
harinya kami bangun, sholat subuh dan sarapan pagi lebih cepat. Pak Singo
Kuntoro mengantarkan kami dengan mobil yang disediakan panitiamenuju gedung
AICC Sentul. Saat itu sekitar jam 6.00 dan terasa masih sangat pagi, ya kami
sudah sampai di sana. Kami berlima memakai jas stelan lengkap dengan peci
nasional. Peserta atau undangan yang lain memakai seragam Korpri.
Aku lihat
bahwa ruangan auditorium masih dinyakan
tertutup dan masih diselidiki untuk mengetahui apakah gedung steril dari ancaman
atau belum. Soalnya ruangan bakal dihadiri oleh Presiden dan petinggi negara
lainnya.
Para utusan
dan undangan PGRI dari seluruh pelosok Indonesia pun berdatangan. Umumnya yang
mula-mula dicari oleh mereka yang datang adalah toilet. Aku sendiri dari hotel
sudah wanti- wanti dan separoh berpuasa agar aku tidak begitu berurusan dengan
toilet. Tidak hanya di sini malah juga sebelumnya bahwakalau aku bepergian
untuk jarak tempuh yang jauh, sebelum aku tahu apakah ada tempat isirahat
termasuk toilet, maka aku tidak makan dan minum sebelumnya. Setelah aku melihat
ada tempat isirahat dan toilet maka aku baru berani untuk menyerbu restoran
buat makan dan minum.
Akhirnya
kami semua boleh memasuki ruangan audiotorium.memang ada pemeriksaan berlapis
dan ketat dari pihak security. Aku
juga diperiksa dengan metal detector
dan malah juga hape dan kameraku minta diaktifkan untuk memastikan apakah aman
atau tidak. Ternyata setelah memasuki ruangan kami harus menunggu sekitar 3 jam
lagi untuk bisa sampai pada acara puncak, yaitu jam 10.00 WIB pagi.
Di depan
audiotorium sudah terpajang tulisan- tulisan dan dekorasi yang apik dengan
lampu warna warni. Para penghibur dan artis sudah mengambil posisi mereka
dengan rapid an anggunnya. Mereka dibalut dalam pakaian seni yang sangat
menarik.
Akumelihat
sebuah nama-juga meliputi namaku- dan
aku duduk pada deretan paling depan. Aku dan juga teman- teman yang lain
memutuskan untuk mengambil foto- foto buat sweet memory lagi. Kami juga bertukar cerita dan sekaligus menikmati suguhan kesenian sambil menunggu kedatangan rombongan Presiden
SBY. Suguhan lagu dan tari sangat memikat hati kami. Aku tahu bahwa acara hari itu disebar-luaskan (live) oleh beberapa stasiun televise ke seluruh
pelosok Indonesia.
Tepat pukul
10.00 Wib, Presiden dan romobongan memasuki ruangan audiotorium lewat pintu
belakang. Itu berarti bahwa acara puncak HGN (Hari Guru Nasional) segera
dimulai. Aku dan 14 orang penerima satya lencana merasa sebagai orang yang
paling berbahagia di dunia karena kami nanti bakal tampil di pentas kehormatan untuk
menerima anugerah.
“Aku tahu
bahwa wajahku juga sedang dilihat/ ditonton oleh banyak orang, teman-teman dan
keluargaku di Sumatra. Makanya sekali-sekali hapeku bergetar pertanda ada yang
mengirim SMS, mungkin mereka juga sedang menonton acara HGN dari sana. Dan aku
juga menyempatkan membalas SMS mereka dengan bahasa yang lebih sederhana”.
Menerima
penghargaan satyalencana adalah saat-saat yang paling menyenangkan. Master
Ceremony mempersilahkan kami semua untuk berdiri dan melangkah menuju panggung.
Kami berdiri di atas panggung, semuanya menghadap kepada penonton yang duduk
terbentang di hamparan kursi dan bangku di stadium. Presiden didampingi
beberapa orang rombongannya mulai
bergerak untuk menyematkan medali yang disebut dengan satyalencana pada kami. Berbagai
kamera televisi terfokus ke arah kami semua. Aku juga menoleh ke arah kanan dan memperhatikan bagaimana Pak Presiden
SBY menyematkan satyalencana tersebut pada dada masing- masing penerima
satyalencana.
Akhirnya tiba
giliranku. Pak SBY bergerak dua langkah mendekatiku dan mengambil satyalencana
dari baki kecil dan menyematkan pula ke dada kiriku. Aku menoleh ke wajah Pak
Presiden dan kami saling melempar senyum.
Pak Presiden memang sangat gagah dan berwibawa. Tubuhnya lebih tinggi
dari tubuhku. Rambutnya dipotong dan disisir rapi.
“Selamat atas
prestasi yang telah diberikan buat bangsa, moga moga-moga sukses selalu”, kata
Pak SBY sambil menyalamiku. Ia memberiku
semangat patriotik untuk menjadi guru
yang hebat.
“Terimakasih
Pak Presiden..!!!” Jawabku secara singkat. Fotografer khusus juga telah menjepret
wajah kami. Aku ingin memiliki foto penuh memori ini, kami tidak diizinkan
untuk mengambil foto sendiri. Namun kita bisa memilikinya dengan cara mengirim
surat khusus (meminta foto) pada Pak
Presiden melalui Kepala Biro Pers Media dan Informasi pada Sekretariat Presiden
di Jakarta.
Waktu yang
indah itu segera berlalu. Kami kemudian meninggalkan panggung, lepas dari
terpaan lampu warna-warni dan juga sorotan belasan kamera televisi. Pak Presiden SBY tinggal sendirian di atas
panggung. Pembawa acara mempersilahkan Pak Presiden SBY untuk menyampaikan pidato tentang hari
guru nasional. Pidato Presiden saat itu sangat memotivasi semua guru Indonesia.
Pidatonya mengingatkan bagaimana guru- guru haru menjadi pribadi yang professional
dan itu bisa terwijud lewat penguasaan kompetensi keguruan- yaitu kompetensi professional,
social, paedagogi dan kepribadian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them