Immigran di Australia
Sewaktu bincang- bincang dengan Pak Ismet Fanany aku
betul- betul merasakan betapa Australia merupakan negara yang luas dan jumlah
penduduk relative sedikit. Jumlah penduduk Australia secara keseluruhan mungkin
sebanyak penduduk Jabodetabek atau “Jakarta Bogor Depok Tanggerang dan Bekasi).
Dengan demikian ia masih membutuhkan pendatang atau immigrant. John Duke
(seorang volunteer pada Kantor Dinas Pendidikan Sumatra Barat) membenarkan
statemenku ini.
Para immigrant di Australia pada umumnya sejahtera dan
hidupnya beruntung, sebagai mana halnyaNasrin Zaher, guru Bahasa Indonesia dan
sekaligus guru berprestasi Australia dari Norwood Secondary College- Melbourne.
Aku juga mencari info tentang cerita immigrant yang lain.
Ketika aku
berada di Bandara Melbourne- saat mau transfer ke Sydney- aku sempat
berbincang- bincang dengan seorang Bapak asal (immigrant) Vietnam. Ia berbagi cerita
mengenai pengalamannya sebagai pengungsi dan perubahan sikap Australia mengenai
pengungsi dalam beberapa tahun terakhir. Ia menuturkan pengalamannya sebagai
pengungsi dan perubahan sikap masyarakat Australia mengenai pengungsi.
Ia
mengatakan bahwa salah satu topik yang banyak diperdebatkan di Australia adalah
topik mengenai pengungsi. Di satu pihak, ada yang khawatir bahwa negara ini
menerima terlalu banyak pengungsi. Di pihak lainnya, ada yang mengatakan
penerimaan lebih dari 13 ribu pengungsi oleh Australia setiap tahunnya adalah
sebuah kewajiban internasional yang penting dan menguntungkan bagi Australia
sendiri.
“Saya kira
kita tidak perlu lagi membuktikan, karena sejarah kita sendiri menerima
pengungsi sejak Perang Dunia II adalah buktinya. Kalau kita melihat masyarakat
kita (Australia) sekarang, keanekaragaman, kekayaan, dan keterbukaan masyarakat
kita memberikan harapan besar bagi pengungsi’.
Pria
Vietnam itu sendiri adalah seorang pengungsi.
Keluarganya tiba di Australia sebagai bagian dari gelombang pertama “orang
perahu” sebelum tahun 1980-an. Hang baru
berusia awal Remaja ketika dia dan
keluarganya melarikan diri dari Vietnam, yang saat itu dilanda perang, dengan
menggunakan perahu nelayan ke Malaysia. Walaupun dia tidak ingat banyak
mengenai perjalanannya dengan perahu tersebut, dia masih ingat melihat
kebahagiaan orang-orang dewasa di perahu itu ketika mereka melihat daratan atau
ketika mendapatkan pertolongan dari badan PBB untuk pengungsi, UNHCR, dan
Palang Merah di sebuah kamp pengungsi di Malaysia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them