KUALITAS GURU
Betul….betul,
kami merasa beruntung bisa pergi ke Melbourne dalam acara studi tour sebagai reward dari Pemda buat kami bertiga.
Selain berkunjung ke tempat- tempat pendidikan- perguruan tinggi dan sekolah,
maka bertukar pikiran dengan Prof Dr Ismet Fanany dan Dr Rebecca Fanany juga
menambah wawasan kami tentang pendidikan. Misalnya bagaimana pandangan mereka
berdua tentang penddidikan dan perbedaan kualitas guru Australia dan guru
Indonesia. Hasil diskusi tersebut juga aku perkaya dengan membaca referensi
tambahan dari internet.
“Bagaimana dengan kualitas
guru di Australia ?”
Selama
decade terakhir, peran guru di Australia telah berubah. Guru di Australia diharapkan
dapat mendorong siswa untuk mengasah keterampilan seperti pemikiran kritis,
diatur untuk belajar mandiri, pengetahuan diri, serta belajar seumur hidup. AustralianTeacher Education Association
(ATEA) merupakan asosiasi profesional utama untuk pendidikan guru di
Australia. Misi ATEA adalah untuk
mempromosikan/ meningkatkan kualitas para pendidik (guru) dalam segala bentuk dan
konteks.
Di
Australia, salah satu cara untuk mengubah wajah pendidikan yakni dangan melalui
pendidikan nilai-nilai (pendidikan karakter). Nilai pendidikan di
sekolah-sekolah Australia menjadi aspek kunci dari kebijakan pemerintah.
Kualitas
guru di Australia dapat dilihat dari
keterlibatan mereka dalam suatu pembelajaran- yang mana berperan sebagai fasilitator atau pemandu dan
mendorong anak-anak untuk terlibat dalam forum diskusi. Peran guru di kelas
menjadi satu factor penting dalam pembelajaran bagi siswa. Guru Australia
diharuskan memiliki pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan agar mampu
mendorong peserta didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan nilai-nilai pendidikan.
“Bagaimana
kualitas guru di Indonesia ?”
Keadaan
guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki
profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya. Selain itu, sebagian
guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar
itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang
Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang
berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000
guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di
tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki
pendidikan S1 ke atas.
Di tingkat
pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke
atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya
faktor penentu keberhasilan pendidikan, tetapi pengajaran merupakan titik
sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar
memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung
jawabnya.
“Bagaimana
perbandingan kualitas guru di Australia dengan guru di Indonesia ?”
Mungkin
maksud kita memuji satu negara dan merendahkan negara lain- yaitu negara kita
sendiri. Bahwa pendidik di Australia memiliki cara pengajaran yang baik bila
dibandingkan dengan Indonesia. Karena pendidik di Australia memiliki pandangan
yang bertujuan untuk pengajaran nilai-nilai bagi peserta didiknya. Selain itu
pendidik di Australia juga dituntut harus memiliki pengetahuan, pemahaman, dan
ketrampilan dalam mendorong peserta didik berpikir kritis dan juga mempu
mengembangkan nilai-nilai pengetahuan.
Pendidik
memiliki peran sebagai fasilitator. Sedangkan kualitas guru di Indonesia masih
terbilang cukup rendah. Hal ini dapat terlihat dari tingkat pendidikan
guru-guru di Indonesia. Selain itu pendidik di Indonesia juga dapat dikatakan
kurang professional dalam menjalankan tugasnya (Sariwati, 2010: Masalah-Masalah
Pendidikan Indonesia, www.ubb.ac.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them