Selasa, 12 Februari 2013

Jakarta- Sydney


Jakarta- Sydney

1. Air Port Antar Bangsa
            Bandara Sukarno- Hatta tentu saja merupakan bandara modern dan terbesar di Indonesia. Usai mengambil koper pada bagasi counter, kami segera keluar  untuk menemukan toilet dan musholla buat sholat zuhur- pengganti sholat Jum’at dan melakukan sholat jamak zohor dan ashar. Kami selanjutnya beristirahat dan ingin menikmati makanan siang (lunch) pada gallery restoran. Desi Dahlan yang kami tunjuk sebagai bendahara selama perjalanan segera memesan makanan.
            Aku memesan masakan Padang karena nanti kalau sudah di Australia aku bakalan susah untuk menemui makanan Padang. Sementara itu Pak Elfan mengontak biro perjalanan untuk segera bisa  mengantarkan tiket, passport dan visa kami. Lagi- lagi aku meminta Inhendri Abbas untuk menjepret wajahku melalui kamera phonecell. Seperti biasa bahwa aku segera mengupload foto dan berita dimana saja berada pada wall FB-ku agar teman- teman juga mengikuti kisah perjalananku ke Australia.
            “Wow…hidangan kesukaanku, nasi pake asam pedas ikan tongkol dan juga ada goreng terong dan goreng petai campur cabe muda”. Aku selalu terbiasa untuk memilih hidangan seafood/ ikan laut dari pada goreng  ayam atau daging sapi, karena kadar kolesterol ikan lau lebih rendah dan berarti lebih sehat. Berapa harga satu porsi ?
            “Di restaurant di komplek bandara ini, harga makanan kadang kala bukan menurut porsi atau ukuran piring namun per item. Misalnya harga satu piring nasi, sekeping ayam dan sekeping gulai ikan”. Demikian penjelasan Desi Dahlan. Masakan Padang memang selalu cocok pada lidahku dan juga pada lidah banyak orang. Itulah hebatnya restaurant Padang ada di mana- mana di nusantara ini. Malah juga merambah ke berbagai manca negara, aku berharap bisamenemui restoran Padang di Australia.
            Aku menghabiskan semua makananku, aku tidak terbiasa menyisakan makanan- itu namanya mubazir dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Malah pada berbagai restaurant di Singapura juga ditulis di dindingnya “Love food and hate waste- jangan mubazir makanan”.  Sementara orang- orang kita kalau makan, di restaurant dan juga di tempat pesta, terkesan punya prilaku suka mubazir.
            “Mereka ambil segala lauk pauk dan menumpuk ke atas piring, kemudian hanya memakannya sedikit dan menyisakannya. Pergi dan membiarkan makanan banyak mubazir. Aku bersedih melihat perilaku bangsa kita ini saat makan pada setiap pesta perkawinan…mereka gemar mubazir…menyisakan banyak makanan. Perilaku ini mutlak untuk dibuang”. Aku berfikir bahwa ini termasuk gaya hidup yang dibuat-buat dan menganggap cara demikianlah yang menggambarkan sebagai orang berbudaya- pada hal itu adalah salah besar.  Ada kesan bahwa orang kita merasa gembira kalau ia dikatakan berprilaku boros atau tidak hemat dalam hidup.
            Menunggu selalu terasa membosankan. Aku mengatasi rasa bosa dengan cara berbincang- bincang dengan Desi- temanku dan ia juga seorang guru berprestasi nomor 1 tingkat nasional yang juga mengajar di Batusangkar- aku bertanya mengapa ia memilih karir sebagai guru. Aku tidak mau mengganggu Inhendri yang sering menelpon ke kampungnya, karena anaknya tadi pagi agak rewel saat ia berangkat.  
            “Oh ya, saat di SMA saya juga ingin melanjutkan kuliah ke fakultas kedokteran, namun saat itu belum ada program bidik misi, bea siswa- ya semacam program kuliah dengan biaya murah. Apalagi ayah saya hanya seorang PNS biasa dan ibu saya hanya seorang ibu rumah tangga. Sementara itu di sekolah saya punya guru biologi yang begitu smart dan saya mengidolakannya, akhirnya saya memutuskan diri masuk ke jurusan biologi dan menjadi guru biologi saja, ya itu ceritanya”. Kata Desi Dahlan
            Hurry up….hurry up..!!” Kataku begitu melihat Pak Elfan segera berdiri. Itu sebagai isyarat bahwa tiket, paspor dan visa kami sudah siap diproses. Seorang pria datang, namanya Niman. Niman adalah seorang pegawai dari biro perjalanan dan juga bertugas untuk urusan AC atau arrival check in, kali ini ia bertugas untuk membantu urusan penerbangan kami ke Australia.     
            Terasa lapar lagi, Desi memutuskan untuk pergi mencari toko makanan lagi dan aku menemaninya untuk mencari makanan spesifik dari Indonesia buat Pak Ismet nanti di Australia. Makanan spesifik asli Minang atau Padang tidak ada, kecuali makanan spesifik dari Jawa Barat. Itu oke jugalah dan kami pilih yang punya rasa pedas. Selanjutnya kami bergegas menuju terminal 2 di Cengkareng ini untuk tujuan keberangkatan internasional, kami harus mencari taxi untuk menuju ke sana.
Di terminal 2, Niman memberi masing-masing kami satu tiket, visa dan passport. Sebagai penggantinya kami harus membayar biaya penerbangan Jakarta- Sydney- Melbourne- Sydney dan kembali ke Jakarta sebanyak Rp. 45 Juta. Uang tunai yang dipegang Desi tentu saja sudah menyusut dari dalam dompetnya.   
Kami selalu tidak lupa dengan urusan ibadah dan kami melakukan sholat jamak magrib dan isya pada sebuah praying room (musholla). Jadi aku nanti tidak perlu lagi shalat isya dalam pesawat Qantas. Aku memperhatikan bahwa orang- orang yang sholat pada musholla itu sangat taat, sholatnya khusuk dan pribadi mereka terlihat tenang dan juga wajah mereka bercahaya. Beda dengan suasana di luar musholla, orang banyak yang lalu lalang namun saling tidak mengenal satu sama lain.
Niman menjelaskan pada kami mana yang visa dan mana yang kertas buat mengambil tiket rute Jakarta- Sydney dan Melbourne. Ia juga memberi beberapa penjelasan tambahan dan nasehat- nasehat kecil yang bakalan berguna selama perjalanan kami. Oh ya…kami ingin membeli dollar. Ia kemudian mengantarkan kami ke counter money changer dan ia kemudian say good bye pada kami.
Kami bermaksud menukarkan mata uang Rupiah ke dalam Dollar Australia, namun jumlah mata uang dollar Australia ternyata terbatas. Pegawai money changer mengupayakan bantuan, ia membawa lembaran pecahan ratusan ribu rupiah dan pergi ke counter temannya yang terletak agak jauh. Lama juga kami menunggu pegawai tersebut. Tiba- tiba kami mendengar suara pengumuman dari speaker di terminal ini.
Attention please to all passengers of Qantas Flight  from Jakarta to Sydney to be on board”. Itu berarti bahwa process boarding ke dalam pesawat Qantas internasional mulai bergerak.
Oh my God…..”. Kami mulai jadi gusar, pegawai money changer yang sengaja mau menukarkan mata uang kami dan juga membawa uang kami belum juga muncul.
“Kalau anda tidak memiliki cukup mata uang Australia maka….kembalikan uang kami”. Kami mulai mendesak. Petugas money changer juga tampak panik karena ia juga tidak memiliki mata uang rupiah.
“Oke mbak, kalau anda tidak punya mata uang Dollar Australia dan juga uang kami/ Rupiah, maka kami ambil saja Dollar Amerika sejumlah uang kami….” Aku mengusulkan sebuah alternative maka temanku dan juga pegawai money changer menyetujuinya. Ia menyerahkan sejumlah Dollar Amerika dan kami buru- buru menghitungnya, setelah itu berangkat dari sana.
“Oke…bagus, dari pada kita ketinggalan peswat dan kehilangan uang Rp. 45 Juta. Jangan- jangan gara- gara mengharap uang yang jumlahnya lebih kecil, kami kita kehilangan yang lebih besar yaitu tiket dan biaya perjalanan ke Australia yang cukup mahal buat ukuran kantong kami”. Kata ku pada Inhedri dan Desi sambil berjalan. Kami buru- buru melangkah menuju Gate D.6.
Where is gate D.6…?” Tanyaku pada salah seorang security dan ia menunjukan arah menuju halte keberangkatan. Orang-orang di wilayah sana juga meresponku dalam bahasa Inggris, barangkali mereka menduga mungkin aku warga Singapore atau dari Vietnam. Sebab wajahku juga mirip dengan wajah warga negara tersebut. Setelah berjalan beberapa menit akhirnya kami sampai pada counter pemeriksaan koper dan tas dengan metal detector ya..untuk mendeteksi kalau- kalau ada benda yang mencurigakan dalam tas ku seperti pistol atau granat, ha ..ha ha..ha.
Nafas kami masih tersengal- sengal setelah berjalan kencang dan kami memutuskan untuk duduk pada ruang tunggu. Di sana aku melihat mayoritas warga berkulit putih. Mereka membawa family/ anak anak mereka berlibur- pulang liburan di Indonesia, mungkin di Yogyakarta, Bali dan lombok. Bedanya mereka terlihat sedikit berusia matang sementara anak- anak mereka terlihat masih kecil- kecil. Ya aku tahu bahwa mereka cukup berani untuk menikah dan punya anak setelah merasa cukup mapan di atas usia 30-an, malah mendekati usia 40-an. Kalau warga kita terlihat punya anak dalam usia yang lebih muda- di atas usia 20-an.   
 All passengers of Qantas Flight proceed on board…!!”. Instruksi suara pramugari membuat penumpang begerak menuju pesawat. Tentu saja yang masuk lebih dulu adalah penumpang business class dan setelah itu baru economy class yang dimulai dengan nomor 51. 
Aku menempati bangku nomor 51.F. Aku sedikit kaget, kalau dalam peswat Lion Air dari Padang, semua pramugari terlihat sangat muda dan cantik- cantik. Namun flight attendat pesawat Qantas ini terlihat sudah berumur tua- seperti nenek- nenek saja. Akhirnya pesawat bergerak menuju landasan pacu dan setelah aman membubung menuju langit yang penuh bintang. Pesawat ku terbang menuju arah timur.

2. Kesibukan Dalam Pesawat
Aku tidak bisa berbuat banyak dalam pesawat terbang dari Melbourne menuju Sydney, kecuali hanya menulis. Untuk itu aku membutuhkan lampu di atas kepalaku untuk pencahayaan. Untuk penerbangan malam bila tidak membaca atau menulis, ya lebih enak tidur saja. Pramugari berjalan mondar mandir memeriksa kenyamanan penumpang- walau mereka tidak muda lagi namun mereka memberi pelayanan maksimal bagi semua penumpang.
Ternyata rute penerbangan kami memang menempuh jarak waktu 6 jam antara Jakarta dan Sydney. Apa saja kegiatan selama 6 jam tersebut ? Untuk periode pertama kami diberi leaflet yang berisi tentang food and beverage (makan dan minuman). Tentu saja facilitas makan dan minum di kelas business berbeda dengan kelas economy.
Aku membaca leaflet dengan seksama. Kami diberi pilihan menu yaitu tentang meal atau snack. Pramugari memberi kami comfort kit, arrival document- seperti incoming passenger card dan kemudian beberapa kali pilihan menu.
Aku tidak bisa menghabiskan makanan Australia yang terasa tidak cocok pada lidahku. Aku kemudian menikmati pilihan hiburan melalui layar monitor pada sandaran bangku depan. Di sana ada pilihan hiburan seperti music, film dan game. Malam terasa lama dan kakiku mulai terasa pegal karena kelamaan menjulur- aku ingin untuk berbaring atau duduk di lantai, namun impossible. Tentu saja sebagai warga internasional aku harus mampu beradaptasi untuk bisa duduk nyaman dan tidur pada bangku yang sempit ini.
Aku hanya bisa tidur sesaat saja, karena kemudian tiba lagi waktu buat menikmati pilihan snack yang ke dua. Aku disuguhi yogurt, sunripe, susu dalam kotak kecil dan kue mangkuk, juga secangkir kopi.
“Wah saatnya aku dilayani oleh bule…bule, ha ha ha….!!!” Aku berbisik pada diri sendiri. Aku ingin tahu dimana posisi pesawat terbang pada peta dan aku segera mengamatinya pada layar monitor. Melalui GPS aku melihat pesawat kami terbang dari Jakarta langsung ke arah Australia Barat, kemudian berbelok menuju Australia bagian selatan selama 6 jam. Kecepatan pesawat rata-rata 625 km/jam dan kami berada pada ketinggian 38 ribu kaki dari permukaan bumi.
Aku mencari tahu tentang perbedaan waktu antara Jakarta dan Sydney. Kami bakal mendarat di Sydney jam 02.00 Wib dini hari. Ya saat ini sudah pukul  02.00 dini hari, namun di luar jendela terlihat cahaya terang, saat ini di Sydney menunjukan jam 06.00 pagi.
“Wah kita musti sholat subuh, sudah jam 06.00 di Sydney meski jam 02.00 menurut waktu IndonesiaBarat. Ya kami bertayamum- menempelkan tangan pada debu bangku pesawat dan mengusap pada muka dan tangan hingga siku- dan aku bersandar, memejamkan mata supaya bisa kosentrasi buat melakukan sholat subuh dalam pesawat. Aku berdoa pada Allah Swt …moga-moga shalat subuhku tidak sia- sia dan diterima oleh Allah Yang Maha Agung. Setelah sholat subuh hatiku  terasa tenang….alhamdulillah”.
Aku tadi merasa amat mengantuk dan ingin tidur agak sebentar, namun begitu melihat cahaya pagi dari balik jendela pesawat maka jam biologis dalam otaku segera mengusir rasa kantuk tersebut. Karena hari sudah siang dan sebentar lagi pesawat akan mendarat di bandara internasional Sydney. Flight attendant memberi pengumuman tentang waktu dan proses pendaratan pesawat. Alhamdulillah selamat di benua Australia.
Kami dan semua penumpang harus ke luar pesawat. Kemudian kami bergerak menuju counter immigrasi untuk verifikasi passport dan visa. Semua orang perlu tahu bahwa salah satu yang perlu diperhatikan ketika berkunjung ke Australia adalah aturan “custom”  yang lumayan ketat. Barang-barang seperti bahan makanan segar dan produk turunan susu tidak boleh dibawa masuk negara ini.
Sebelum berkemas, sebaiknya kita baca dulu peraturan custom (cukai) Australia di sini. Barang-barang berbahaya seperti senjata api, bahan peledak, dan obat-obat terlarang jelas tidak boleh dibawa masuk. Namun ada beberapa barang yang sepertinya tidak berbahaya yang masuk dalam daftar terlarang. Tapi nggak usah khawatir berlebihan, asalkan kita “declare” barang-barang bawaan kita ketika melewati pemeriksaan custom, pasti aman-aman saja.
Selanjutnya kami bergerak menuju ruangan claim bagasi. Selanjutnya kami bergerak menuju tempat transfer domestic flight atau transit menuju Melbourne. Namun sebelumnya kami harus menukarkan mata uang Rupiah dan juga Dollar USA ke mata uang Dollar Australia, karena di Jakarta kami mengalami problem penukaran mata uang.
Kami merasa senang dengan pelayanan money changer di Sydney ini, petugasnya muda, cantik, cerdas dan penampilannya menarik. Jadi kalau kita menjadi pelayan publik penampilan kita harus menarik agar orang senang dengan keberadaan kita. Seorang guru adalah juga pelayan publik, kalau begitu penampilannya harus canti dan tampan.  
Phonecell-ku berdering, oh…ternyata penawaran roaming. Namun secara otomatis kartu telkomselku (kartu AS) secara otomatis berubah menjadi Yes Optus. Bila aku mengontak keluarga ke Indonesia maka aku dikenai biaya roaming, satu sms harganya Rp. 24. 000 dan menelpon satu menit harganya Rp. 24.000. Tentu saja aku perlu berhemat untuk mengontak family ke Indonesia.
Aku kemudian memberi tahu Prof. Ismet Fanany lewat SMS bahwa kami sudah berada di Sydney dan 2 jam lagi bakal mendarat di bandara Melbourne. Kami bertiga segera menuju cek-in untuk penerbangan domestic menuju Melbourne, ya lagi- lagi kami harus bertanya tentang di mana lokasi untuk check in.
Don’t worry…kamu semua akan dibawa oleh mobil bandara”. Kata seseorang dan ya betul bahwa kami semua naik mobil bandara dengan lantai otomatis- bisa terangkat/ naik dan turun, untuk mengantarkan kami ke terminal kedatangan. Suasana terminal domestic tidak seramai terminal bandara Padang apalagi bandara Sukarno- Hatta, karena penduduk Australia juga sedikit. Aku kurang mengerti dimana lokasi pesawat yang bakal membawa kami terbang. Kami bertanya pada customer service lagi tentang dimana tempat yang harus kami tuju.     
“Oh ..ya, betul ini tempatnya, anda terbang dengan Qantas Flight 423 dengan boarding time pukul 09.40 waktu Sydney dan tiba di Melbourne pukul 11.35 pagi”. Kata petugas itu. Selama dalam areal bandara kami selalu ngobrol bertiga untuk memecah kebekuan.
“Desi..kalau kamu ngobrol pake Bahasa Inggris, meskipun bahasa kamu broken, namun di telinga bule akan kedengaran sangat indah. Ya ibarat kita mendengar ngobrol dalam bahasa Indonesia yang hancur, juga kedengaran lucu”.
Dalam bis bandara aku juga mengajak Inhendri ngobrol bahasa Indonesia. Ternyata dalam bis juga ada orang Indonesia yang nguping mendengar kami ngobrol. Orang tersebut juga menyapa kami.
“Hallo apa kabar ? Saya warga Malang- Jawa Timur dan menikah dengan orang sini. Dulu aku bekerja sebagai butcher- tukang daging”.  Ternyata ia telah lama bermukim di sana dan menikah dengan wanita Australia. Namun ia masih berstatus WNI karena dengan cara demikian ia mudah berkunjung ke Indonesia, negeri yang sangat cantik di dunia. Selama dalam mobil bandara aku melihat bahwa generasi muda Australia juga suka main hape, Ipad atau BB. Sementara yang tua masih suka membaca novel.

3. Jangan Tersesat Di Airport
            “Jangan sampai tersesat di bandara Australia ya….” Ini adalah kalimat yang pernah diucapkan oleh Ibu Lisda dan Pak Elfan saat mengurus keberangkatan kami menuju benua Kangguru ini. Namun pengalaman- pengalaman kecil memang sering kami temukan.
Turun dari pesawat di bandara Sydney, aku  nggak tahu apa-apa dan berusaha percaya diri agar temanku nggak cemas. Dengan percaya diri (pede) aku ikuti arus orang-orang yang turun satu pesawat dengan kami. Meskipun jalan menuju pemeriksaan imigrasi dan custom lumayan panjang dan lama, namun tanda menuju ke sana juga jelas. Di sepanjang koridor ada tulisan dengan arah panah: Custom. Begitu mendekati pemeriksaan visa, arus terbagi menjadi dua: satu untuk pemegang paspor Australia dan New Zealand, satunya untuk pemegang paspor negara lain. Ada banyak petugas yang mengurusi pemeriksaan paspor ini. Antrian juga berjalan tertib, satu antrian dan selanjutnya menuju konter-konter yang tersedia.
Ketika sampai giliran kami diperiksa paspor dan visanya, ternyata ada masalah. Paspor Indonesia kami (salah seorang teman) tidak bisa dipindai di mesin si petugas. Waduh, aku jadi cemas. Apalagi petugas dengan galaknya (dengan tegas) menyuruh temanku mengisi (lagi) incoming passenger card. Padahal tadinya sudah aku tanyakan bahwa satu grup hanya mengisi satu kartu. Petugas selanjutnya menyuruh ke konter utama. Di sana, alhamdulillah paspor dan visa kami berhasil dipindai, dan kami pun “lolos” ke pemeriksaan selanjutnya: custom.
Sebelum ke pemeriksaan custom, kita harus mengambil bawaan kita yang tadinya ada di bagasi pesawat. Ada banyak ban berjalan, tinggal mencari yang cocok dengan nomor penerbangan kita. Di bandara sini tidak ada porter, jadi harus mengambil sendiri koper-koper kita. Tapi nggak usah khawatir, troli tersedia banyak, gratis, dengan roda yang mulus dan enteng didorong.
Selanjutnya lewat custom. Di sini ada dua pintu, yang ingin ‘declare’ barang bawaan, atau yang tanpa declare (mereka yang nggak bawa apa-apa, atau di incoming passenger card memilih “no” semua). Untuk amannya sih kita memilih “declare” aja dan pasrah diperiksa.
Hari ini kami banyak membawa makanan karena takut di sini bakalan susah mencari makanan Indonesia- makanan halal. Dengan naifnya kami membawa mie instan, kopi, teh, minyak goreng, bumbu instan, dll. Dalam peraturan ditulis bahan makanan dalam kemasan, asal jelas asal usulnya boleh dibawa masuk. Yang sama sekali dilarang adalah bahan makanan segar seperti buah, sayur, hasil masakan sendiri seperti gudeg (duh!), rendang, dll. Membawa tanaman dan bibit tanaman juga dilarang, alasannya untuk melindungi keragaman hayati Australia. Kalau membawa barang-barang yang harus dinyatakan, lebih baik taruh semuanya dalam satu koper, sehingga ketika pemeriksaan gampang, tinggal membuka satu koper saja.
Kami membawa beberapa  koper. Ketika pemeriksaan, satu koper yang berisi makanan dibuka dan diperiksa isinya oleh petugas. Beberapa yang tidak lolos adalah milo, kopi instan 3 in 1 dan camilan makaroni keju yang mengandung produk susu.
Aku sudah dengar bahwa ada banyak cerita seru dari sahabat tentang pemeriksaan custom ini. Ada yang beruntung koper-kopernya dilewatkan alat pemindai saja, tapi ada yang sampai semua kopernya dibuka dan diperiksa. Ada orang yang  kopernya sampai lama diendus-endus anjing pelacak, padahal dia bilang tidak membawa sesuatu yang mencurigakan. Asal jangan menyembunyikan barang apapun dari petugas.
Setelah lolos dari pemeriksaan di bandara dan sampai di Arrival Hall, gampang sekali menuju ke mana saja. Ada beberapa alternatif pilihan transportasi, semuanya nyaman: taksi, bis, dan kereta. Tinggal ikuti saja petunjuk gambar seusai arah panahnya. Pengalaman kami mungkin juga dialami oleh banyak orang yang datang ke Australia (http://www.thetravelingprecils.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

if you have comments on my writings so let me know them

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...