Di Jantung kota Melbourne
1. Pergi Jalan- Jalan
Seperti biasa bahwa Pak Ismet dan Ibu Rebecca memenuhi
rendezvous dengan kami tepat waktu. Jam 8.00 pagi mobil land cruiser Pak Ismet
datang lagi. Kami sudah tahu bahwa mereka sangat disiplin waktu. Kami merasa
malu kalau mereka yang datang duluan maka kami harus turun ke bawah duluan-
lebih awal.
Wah kami
merasa berat hati karena hampir tiap hari menyusahkan mereka berdua- mengantarkan
kami kesana kemari. Namun mereka juga memandang kami sebagai tamu mereka-
utusan dari pemerintah Tanah Datar. Mereka sudah membuat MoU dengan pemerintah
Kabupaten Tanah Datar.
“Moga-moga
mereka berdua selalu berkenan dengan keberadaan kami dan juga bermanfaat bagi
kami serta pengembangan motivasi berprestasi guru guru di daerah kami. Paling
kurang mereka bisa menjadi guru berprestasi seperti kami berdua”.
Hari ini
kami diajak buat sight-seeing ke dalam kota Melbourne. Pak Ismet juga
menawarkan kami buat berkunjung ke Australian Zoo. Kalau bisa pergi ke sana
juga bagus, namun harga tiket masuk 26 AusD per orang atau kurang dari Rp. 300 ribu. Wah
cukup mahal
Bagaimana
kalau pergi ke laut ? Pergi ke pantai di awal musim panas atau di akhir musim
dingin tentu cuaca- air dan angin- masih terasa amat dingin. Apalagi angin yang
bertiup dari selatan adalah angin kutub selatan.
“Kami
sangat bernafsu untuk berfoto-foto dan buat berfoto makan event terbaik adalah
pergi ke jantung kota Melbourne. Kalau boleh kami betul-betul bisa singkah di
rumah pahlawan sejarah- James Cook- penemu benua Australia. Agar kita bisa
berfoto-foto sepuas hati. Kita bisa melihat bagaimana mentalitas orang modern
dalam menghargai sejarah /pahlawan mereka. Juga
rumah- rumah. Ya bagaimana orang Australia membangun gedung dengan
teratur. Tiap rumah ad ataman, pagar dan juga ada ruang buat orang lain”.
“Bila kita
melihat daerah pemukiman yang teratur maka kita akan melihat bahwa tentu orang
di sana juga memiliki pola pemikiran yang juga teratur”. Demikian kata Pak
Ismet sebagai pengantar perjalanan kami.
Sepanjang
jalan dari kawasan pedesaan (suburb) hingga menuju pusat kota Melbourne kami
memang betul-betul menyaksikan semua rumah/ pemukiman penduduk yang tertata
dengan rapi. Bentuk bangunan dan arahnya sama-sama tertata dengan baik dan
punya jarak ke pinggir jalan. Aku melihat bahwa setiap rumah memiliki taman dan
ditumbuhi oleh bungan dan tanaman yang rimbun. Kadang-kadang kami juga melihat
bidang-bidang tanah yang kosong. Bidang kosong itu dinamai dengan zoning. Di
sana memang dilarang membangun rumah, pertokoan, perkebunan apalagi apartemen.
Meskipun
geografi Australia itu luas namun tidak ada orang yang membuang sampah dengan
semau gue atau menjatuhkan sampah lewat jendela mobil. Membuang sampah adalah
menyusahkan orang. Maka sejak dalam keluarga hingga ke sekolah, maka pesan
membuang sampah pada tempatnya sudah menjadi karakter mereka.
Sekali-sekali
aku juga melihat bagaimana orang Australia melakukan usaha sampingan dan mereka
memajang papan merek. Dan aku melihat ada perbedaannya. Kalau di kampungku
mungkin ada iklan seperti “terima jasa potong rumput atau terima jasa cuci
motor”. Namun kalau di Australia selain menawarkan jasa pelayanan, juga
menyebutkan besaran harganya. Misalnya “sedia jasa perbaikan atap dengan biaya
165 AusD hal- hal kecil masuk ke dalam fikiranku.
Prof Ismet
Fanany sambil mengemudi mobil ngobrol tentang banyak hal dari A sampai Z
tentang Australia. Meskipun ia sudah puluhan tahun tidak pulang kampung- di
Desa Koto Panjang dekat Batusangkar Sumatera Barat- namun ia tetap mengupdate
perkembangan kampungnya. Malah ia lebih tahu banya daripada kami yang sudah
lama menetap di Batusangkar.
Obrolan
sepanjang jalan itu merupakan kuliah atau ceramah panjang yang sangat
berkualitas bagiku. Apalagi gratis dari seorang Professor. Obrolannya sangat
signifikan dalam memperkaya wawasanku. Maka aku selalu mendengar obrolannya
dengan Rebbeca, Inhendri Abbas, Dessi dan sekali- sekali juga denganku. Aku
mencatat poin-poin penting lewat phonecell. Aku merasa rugi kalau tidak
mendengar dan mencatatnya dengan seksama.
“Inikan
kuliah gratis dan sangat bermanfaat”.
“Mendidik
untuk mengembangkan fikiran, terlalu banyak teori, namun miskin aplikasi…miskin
action akan memberi dampak dalam menciptakan yang sekedar kaya teori namun tak
tahu untuk berinovasi. Bangsa Indonesia bukan kekurangan ilmu dan juga bukan
kekurangan dana. Dana malah bisa berlebih, istano Pagaruyung yang terbakar
petir bisa dibangun lebih megah dalam waktu yang singkat- namun yang kurang itu
adalah komitmen dan aplikasinya (spesifik action)”.
Kalau
berfikir bahwa bangsa kita tidak bisa seperti Australia atau negara lain.
Daerah Sleman di Yogyakarta, sebagai contoh, berhasil menjadi daerah yang
bersih, karena mereka mampu menghasilkan suatu solusi atas masalah sampah dan
melaksanakan/ menerapkan solusinya, mereka melakukan komitmen. Jadi bukan hanya
sekedar rapat, cari solusi dan melupakan komitmen atau hasil keputusan
tersebut.
Kita masih
perlu mendidik bangsa kita sendiri, mengapa ? Karena orang kita masih banyak
yang belum peduli untuk keperluan umum. Ya belum peduli untuk keperluan umum.
Ya belum peduli buat kepentingan umum. Mereka berfikir bagaimana bisa
memperoleh untung buat diri, buat kelompok dan buat keluarga. Ini namanya untuk
kepentingan nepotisme.
Orang kita
banyak yang belum bisa mencerdaskan diri, apalagi untuk mencerdaskan orang
lain. Semangat self- learning perlu
untuk mereka miliki. Tambahan bahwa dikatakan bahwa bangsa kita adalah bangsa
yang suka bergotong royong, ini bisa kita benarkan. Namun semangat gotong
royong belum banyak yang timbul dari dalam diri. Mereka ikut bergotong royong
hanya karena diajak dank arena ada rasa segan. Malah ada orang yang ikut
kegiatan gotong royong hanya sekedar ambil muka.
“Atau dapat
dikatakan bahwa semangat gotong royong kita adalah gotong royong yang
diinstruksikan. Seharusnya kita memiliki rasa/ semangat gotong royong yang
kreatif yang tumbuh dari dalam diri sendiri. Kita akan merasa senang apabila
ada grup pemuda yang puny aide-ide kreatif, kemudian mereka bisa menggerakan
teman- teman dan masyarakat ”. Demikian
kata Pak Ismet Fanany.
Di
sela-sela ngobrol, Prof Ismet Fanany juga berharap agar kami bertiga bisa
membuat seminar dan workshop bila telah berada di Sumatra. Seminar dan workshop
tersebut mungkin berjudul “seminar dan workshop pendidikan karakter tingkat
SMA- SMK dan MA”. Aktivitas itu diharapkan bisa untuk memberi pencerahan dan
perubahan di masa depan, yaitu bagaimana menciptakan warga sekolah yang peduli
dengan karakter hidup bersih, kreatif dan rasa toleran antar sesama. Untuk
mendukung pelaksanaan workshop dan seminar tersebut maka Pak Ismet danIbu
Rebecca bersedia untuk diundang dari Melbourne ke Batusangkar.
Akhirnya
mobil kami melaju dan berbelok menuju pelataran parkir pada lantai bawah mall
plaza Melbourne yang aku kira memang berada di pusat kota Melbourne. Kami turun
dan mengikuti langkah pak Ismet untuk menelusuri pinggir sungai Yara. Sungai
ini membelah mengalir dan membelah kota Melbourne.
Aku baru
tahu bahwa mengapa orang-orang Australia senang berjemur…, ya untuk mengimbangi
suhu dingin dalam musim panas- tiupan angin kutup selatan sangat dingin dan
berjemur bisa membuat tubuh jadi hangat.
Sekali-
sekali aku melihat sebuah kapal kecil berlayar dalam sungai. Kapal tersebut
bekerja untuk memungut sampah sampah, yang jumlahnya tidak banyak, hanyut di
permukaan sungai. Aku berpikir bahwa sungai- sungai di Indonesia juga perlu
memiliki kapal atau perahu untuk pengumpul sampah,dengan demikian aku bermimpi
bisa melihat sungai dalam kota Padang, di Jakarta dan kota lain akan selalu
bersih.
“Bila semua
sungai yang mengalir dalam kota jadi bersih maka kita bisa membikin kegiatan
wisata sungai, jadi devisa mengalir terus”.
Benar bahwa
seperti yang dikatakan Prof Ismet Fanany bahwa di tengah kota Melbourne, yang
mengalir dalamnya sungai Yara, masih berdiri dengan megah stasiun kereta api
kuno. Jadi mereka tidak pernah meruntuhkan gedung- gedung tua/ gedung
bersejarah, namun selalu melestarikannya dan juga memugarnya.
Di belakang
stasiun tua tersebut telah berdiri banyak gedung gedung tinggi dan mewah.
Gedung- gedung tersebut berguna sebagai pusat bisnis/ perdagangan, perkantoran
dan termasuk deretan apartemen berharga mahal- hingga jutaan dollar Australia.
Kami
menelusuri jalan seputar sungai Yara. Di sana aku melihat beberapa pengamen,
ada pengamen perempuan muda yang cantik sedang memainkan biola. Di bahagian
lain adalah pengamen keturuhan china yang sedang memainkan melodi china, juga
pengamen seorang pastor atau pendeta berkulit putih dimana di tangannya ada kertas
dengan tulisan Jesus is King. Bagi pejalan yang bersimpati bisa memasukan
dollar sebagai donasi ke dalam kaleng atau kotak kecil di depannya.
Pada
beberapa tonggak pagar jembatan terdapat speaker yang memancarkan bunyi
instrument dengan nada lembut. Wah melodinya bikin kita betah duduk berlama-
lama di pinggir sungai. Burung- burung camar juga betah bermain di pinggir
sungai, mereka tidak takut kalau diusik ya di sana tak satu orang pun yang suka
mengganggu burung. Burung- burungnya amat jinak.
Aku rasa
burung-burung disana memang jinak dan bersahabat. Saat kami berada dalam
restoran beberapa burung pipit terbang menyelinap ke dalam restoran dan hingga
ke atas meja buat mematuk sisa makanan. Mereka pun terbang di sela- sela kepala
manusia. Mereka tidak takut diganggu dan mereka merasakan bahwa manusia di sana
sangat bersahabat dan mencintai lingkungan.
2. Kembali Ke Apartemen
Selepas
tengah hari, aku merasa letih dan aku lihat temanku juga merasa letih. Aku juga
tidak bisa mengambil foto lewat kamera atau phonecell-ku karena baterai
keduanya sudah drop. Aku sempat menonaktifkannya dan kembali mengaktifkan
baterai phonecell dan kamera untuk mengambil foto-foto terindah menjelang
berpisah dengan jantung kota Melbourne. Kami menuju tempat pelataran parkir dan
tentu saja harus menyusuri jalan semula. Kami harus kembali ke apartemen. Wow
aku merasa gembira karena aku bisa beristirahat dan juga tidur siang.
“Wah aku
harus sholat zuhur menjelang tidur siang. Aku memeriksa arah sholat menggunakan
kompas kecil yang aku temukan dalam ranselku. Astaga bearti aku kemaren sholat
menghadap tenggara ya. Maka aku membetulkan arah sholat ke barat lau atau arah
menuju Saudi Arabia dimana terdapat Ka’bah- arah sholat kaum muslimin sedunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them