Rabu, 13 Januari 2016

Menjadi Manusia Yang Hebat



Menjadi Manusia Yang Hebat

            Peradaban zaman sekarang sudah sangat maju. Hal ini terjadi karena banyak warga dunia yang telah mengakses ilmu pengetahuan dan juga karena melek tekhnologi- utamanya tekhnologi informasi. Tekhnologi informasi sangat signifikan dalam membuat terjadinya lompatan kualitas SDM bangsa-bangsa di dunia.
            Kini banyak orang berfikir bagaimana untuk selalu memajukan diri mereka, group dan institusi. Pertumbuhan kualitas SDM telah bergerak dari level kecamatan, kabupaten, propinsi hingga menjadi kualitas nasional. Dan setelah itu ada pula gebrakan untuk bergerak menuju level dunia. Untuk lembaga perguruan tinggi kita telah mendengar istilah world class university- universitas kelas dunia, yang lain adalah world class school, world class business, dll.
Melalui media massa kita juga dapat melihat banyak perusahaan yang sudah sangat bergengsi. Bergengsi karena sudah berada pada level perusahaan kelas dunia atau “world class company”. Contoh-contoh perusahaan tersebut adalah seperti Boeing, Toyota, Exxon, Samsung, Toyota, IBM, General Electric, Hotel Hilton, Carrefour, dll. Perusahaan – perusahaan yang berlevel kelas dunia tersebut selama ini sering menjadi acuan dalam memahat best management practices.
Mengapa dan apa faktor yang membuat perusahaan-perusaan tersebut bisa menjadi perusahaan yang hebat atau  world class company ? Tentu saja karena perusahaan- perusahan ini juga memiliki orang-orang hebat di dalamnya. Mereka selalu berbuat yang gebrakannya juga dalam standard internasional. Dengan demikian perusahaan tersebut bisa menjadi  world class company.
Selanjutnya mengapa orang-orang bisa menjadi “world class citizen- atau orang hebat level internasional ? Jawabanya karena mereka memiliki kinerja yang mereka kelola dengan sistematis dan efektif. Kinerja mereka penuh dengan perencanaan yang matang. Sarat dengan perhitungan yang seksama. Untuk criteria perusahaan kelas dunia ketika dilakukan pengukuran kinerja SDM. Fokus pengukurannya adalah pada dua elemen kunci, yaitu elemen kinerja (performance results) dan elemen perilaku/sikap kerja/budaya kerja.
Untuk kategori personal maka Michael Faraday, Benjamin Franklin, Richard Buckminster dan Karl Marx pada mulanya adalah orang- orang yang hanya dikenal di lingkungan. Namun setelah mereka melakukan serangkaian proses kreatif dan menemui sebuah penemuan tentang elektromagnetik (Michael Farady), teori listrik (Benjamin Franklin), arsitektur (Richard Buckminster) dan filsafat sosialis (Karl Marx) yang cukup bergengsi dan sangat signifikan untuk peradaban maka mereka semua kemudian menjadi orang-orang yang hebat atau  world class people.
Begitu pula dengan Rabindranath Tagore (India), Herman Melville (Novelis dari Amerika), Johann Wolfgang von Goethe (Penulis Jerman) dan William Shakespeare (sastrawan Inggris) juga merupakan orang yang pada mulanya hanya dikenal untuk lingkungan daerahnya. Namun melalui proses otodidak yang hebat atau melalui home schooling telah mampu berkarya sehingga mereka menjadi warga kelas dunia.
Sebetulnya seseorang yang kualitasnya berkaliber nasional dan internasional, saat terlahir ke dunia persis sama kondisinya dengan orang yang berkualitas biasa-biasa saja. Kenapa kemudian mereka bisa berbeda ?. Salah satunya karena mereka berbeda dalam memanfaatkan waktu.
Ya betul bahwa ketika terlahir ke dunia, manusia datang tanpa membawa bekal apapun. Namun semua manusia diberikan modal yang sama yaitu waktu. Allah Swt juga mengingatkan umat manusia dalam hal waktu, Allah bersumpah dengan waktu, seperti yang dapat kita baca pada al-Quran (surat 103:1-3):
“Demi masa (waktu). Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.
Jadi seberuntung-beruntung manusia adalah mereka yang bisa memanfaatkan waktunya untuk berbuat kebaikan dan juga senantiasa saling berbagi nasehat. Secelaka-celakanya manusia adalah mereka yang menyia-nyiakan waktunya untuk berbuat keburukan dan bagi yang suka berbuat keburukan dan pelanggaran di dunia.
Ada apa dengan “waktu”? Bahwa Bill Gate, Presiden Jokowi, Zainuddin MZ (alm), Najwa Shihab, seorang Satpan hingga seorang tukang jual bubur sama-sama mempunyai waktu 24 jam dalam 1 hari. Dan kuantitas di dalam waktu ini tidak bisa ditawar dan tidak bisa dilebihkan. Sehingga ada yang sukses sebagai enterpreneur, ada yang suksesnya jadi presiden, dan ada yang  menjadi motivator spiritual (Da’i kondang), Presenter TV, hingga menjadi seorang Satpam dan tukang jual bubur. Mereka semua sukses dan semua dibutuhkan. Lantas bagaimana dengan nasib para pengangguran dan pengemis ?
Apakah waktu di dalam hidup mereka (para pengangguran dan pengemis ) juga berbeda? Ya tentu saja sama! Pengemis dan pengangguran juga hidup 24 jam dalam sehari dan semalam. Tapi mengapa nasib mereka begitu berbeda ?.
 Back to the original statement kitab suci Al-Quran yang mengupas tentang waktu atau masa: Seberuntung-beruntung manusia adalah mereka yang bisa memanfaatkan waktunya dengan baik untuk berbuat kebaikan. Manusia yang mampu menjadi manusia kelas dunia tentu saja lebih mampu berbuat dengat sangat prima. Orang orang Indonesia juga cukup banyak yang menjadi orang kelas dunia. Amin Rais, Megawati Soekarno Putri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan banyak lagi, juga Salim Said, Syafii Ma’arif dan Azyumardi Azra adalah juga orang Indonesia kelas dunia.
Kita berharap akan banyak bermunculan manusia kelas dunia. Agaknya kita bisa bercermin dari perjalanan hidup orang-orang  yang pada mulanya biasa-biasa saja, mereka bergerak- melakukan proses yang hebab kita bisa menjadi world class level people. Misalnya kita telusuri profil Salim Said, Syafii Maarif dan Azyumadi Azra yang bergerak dari lingkungan lokal hingga bisa menuju pentas dunia.
1) Salim Said
Dia lahir di Pare-pare, Sulawesi Selatan. Salim Said bisa dibilang sebagai kritikus perfilman di Indonesia, ketajamannya dalam mengulas film membuat dirinya tidak disukai oleh para produser. Hingga akhirnya dengan keahliannya tersebut, ia diangkat sebagai Kepala Urusan (desk) Film & Luar Negri majalah Tempo. Jabatannya yang juga pernah ia pegang adalah sebagai ketua dewan kesenian Jakarta. Ia  telah menerbitkan beberapa buku seperti “Profil Dunia Film Indonesia, Pantulan Layar Perak, dan Dari Festival ke Festival”.
Ia menempuh pendidikannya pada SMA, ATNI (1964-1965), Fakultas Psikologi, Fakultas Sosial & Politik UI Jakarta. Lulusan doktor ilmu politik di Ohio State University (Amerika) ini semulanya dikenal sebagai wartawan dan penulis. Ketajaman penanya dalam mengulas film (Indonesia)  menyebabkan dia kurang disukai para produser film. Hingga awal 1980-an ia menjadi Kepala Urusan (desk) Film & Luar Negeri majalah Tempo. Tetap bergiat di bidang film, meski ia juga dikenal sebagai pengamat politik dan militer. Anggota.
Dewan Film Nasional selama 2 periode 1989-1995, disamping sebagai Ketua Bidang Luar Negeri Pantap FFI (1988-1992). Pada 1990 dipilih sebagai ketua Dewan Kesenian Jakarta, dan terpilih lagi pada 1993. Sebelum itu menerbitkan pula buku kumpulan tulisan Profil Dunia Film Indonesia (1989), Pantulan Layar Perak (The Shadow on the Silver Screen) dan Dari Festival ke Festival.
2) Ahmad Syafii Ma'arif
Dia lahir di Minangkabau pada 31 Mei 1935. Ia bersaudara dengan 15 orang yang seayah namun tidak seibu. Sewaktu ia berusia satu setengah tahun, ibunya meninggal hingga ia kemudian dititipkan oleh ayahnya ke rumah bibinya yang bernama Bainah. Tahun 1942, ia dimasukkan ke Sekolah Rakyat di Sumpur Kudus dan kemudian ia melanjutkan ke Madrasah Muallimin di Balai Tengah, Lintau. Saat ia berusia 18 tahun, ia memutuskan untuk merantau ke Jawa, tepatnya ke Yogyakarta. Di sana ia ingin meneruskan sekolahnya ke Madrasah Mualimin di kota itu. Namun keinginan tersebut tidak terwujud dengan alasan bahwa kelas sudah penuh. Malahan ia direkrut menjadi guru pengajar di sekolah itu.
Setelah ayahnya meninggal pada 5 Oktober 1955, kemudian ia tamat dari Muallimin pada 12 Juli 1956, ia memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya, terutama karena masalah biaya. Dalam usia 21 tahun, tidak lama setelah tamat, ia berangkat ke Lombok memenuhi permintaan Konsul Muhammadiyah dari Lombok untuk menjadi guru. Sesampai di Lombok Timur, ia disambut oleh pengurus Muhammadiyah setempat, lalu menuju sebuah kampung di Pohgading tempat ia ditugaskan sebagai guru.
Setelah setahun lamanya mengajar di sebuah sekolah Muhammadiyah di Pohgading, sekitar bulan Maret 1957, dalam usia 22 tahun, ia mengunjungi kampung halamannya, kemudian kembali lagi ke Jawa untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Surakarta. Sesampai di Surakarta, ia masuk ke Universitas Cokroaminoto dan memperoleh gelar sarjana muda pada tahun 1964. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya untuk tingkat doktoral pada Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, IKIP (sekarang Universitas Negeri Yogyakarta) dan tamat pada tahun 1968.Selama kuliah, ia sempat menggeluti beberapa pekerjaan untuk melangsungkan hidupnya. Ia pernah menjadi guru mengaji dan buruh sebelum diterima sebagai pelayan toko kain pada 1958.
Setelah kurang lebih setahun bekerja sebagai pelayan toko, ia membuka dagang kecil-kecilan bersama temannya, kemudian sempat menjadi guru honorer di Baturetno dan Solo. Selain itu, ia juga sempat menjadi redaktur Suara Muhammadiyah dan anggota Persatuan Wartawan Indonesia.
Selanjutnya bekas aktivis Himpunan Mahasiswa Islam ini, terus meneruskan menekuni ilmu sejarah dengan mengikuti Program Master di Departemen Sejarah Universitas Ohio, AS. Sementara gelar doktornya diperoleh dari Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat, Universitas Chicago, AS, dengan disertasi : Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia.
Selama di Chicago inilah, anak bungsu dari empat bersaudara ini, terlibat secara intensif melakukan pengkajian terhadap Al-Quran, dengan bimbingan dari seorang tokoh pembaharu pemikiran Islam, Fazlur Rahman. Di sana pula, ia kerap terlibat diskusi intensif dengan Nurcholish Madjid dan Amien Rais yang sedang mengikuti pendidikan doktornya.Penulis Damiem Demantra membuat sebuah novel tentang masa kecil Ahmad Syafi'i Maarif, yang berjudul “Si Anak Kampung”. Novel ini telah difilmkan dan meraih penghargaan pada America International Film Festival (AIFF).
Setelah meninggalkan posisnya sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, kini ia aktif dalam komunitas Maarif Institute. Di samping itu, guru besar IKIP Yogyakarta ini, juga rajin menulis, di samping menjadi pembicara dalam sejumlah seminar. Sebagian besar tulisannya adalah masalah-masalah Islam, dan dipublikasikan di sejumlah media cetak. Selain itu ia juga menuangkan pikirannya dalam bentuk buku. Bukunya yang sudah terbit antara lain berjudul : Dinamika Islam dan Islam, Mengapa Tidak?, kedua-duanya diterbitkan oleh Shalahuddin Press, 1984. Kemudian Islam dan Masalah Kenegaraan, yang diterbitkan oleh LP3ES, 1985. Atas karya-karyanya, pada tahun 2008 Syafii mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay dari pemerintah Filipina.
3). Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, CBE
Azyumardi Azra lahir di Lubuk Alung, Padang Pariaman, Sumatera Barat, 4 Maret 1955; umur 60 tahun adalah akademisi Muslim asal Indonesia.Ia juga dikenal sebagai cendekiawan muslim. Azyumardi terpilih sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 1998 dan mengakhirinya pada 2006. Pada tahun 2010, dia memperoleh titel Commander of the Order of British Empire, sebuah gelar kehormatan dari Kerajaan Inggris. Dengan gelar ini, maka Azyumardi adalah orang pertama di luar warga negara anggota Persemakmuran yang boleh mengenakan Sir di depan namanya.
Azyumardi memulai karier pendidikan tinggginya sebagai mahasiswa sarjana di Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta pada tahun 1982, kemudian atas bantuan beasiswa Fullbright, ia mendapakan gelar Master of Art (MA) pada Departemen Bahasa dan Budaya Timur Tengah, Columbia University tahun 1988. Ia memenangkan beasiswa Columbia President Fellowship dari kampus yang sama, tapi kali ini Azyumardi pindah ke Departemen Sejarah, dan memperoleh gelar MA pada 1989.
Pada 1992, ia memeroleh gelar Master of Philosophy (MPhil) dari Departemen Sejarah, Columbia University tahun 1990, dan Doctor of Philosophy Degree dengan disertasi berjudul The Transmission of Islamic Reformism to Indonesia: Network of Middle Eastern and Malay-Indonesian ‘Ulama ini the Seventeenth and Eighteenth Centuries. Tahun 2004 disertasi yang sudah direvisi diterbitkan secara simultan di Canberra (Allen Unwin dan AAAS), Honolulu (Hawaii University Press), dan Leiden, Negeri Belanda (KITLV Press).
Kembali ke Jakarta, pada tahun 1993 Azyumardi mendirikan sekaligus menjadi pemimpin redaksi Studia Islamika, sebuah jurnal Indonesia untuk studi Islam. Pada tahun 1994-1995 dia mengunjungi Southeast Asian Studies pada Oxford Centre for Islamic Studies, Oxford University, Inggris, sambil mengajar sebagai dosen pada St. Anthony College.
Azyumardi pernah pula menjadi profesor tamu pada University of Philippines, Philipina dan University Malaya, Malaysia keduanya pada tahun 1997. Selain itu, dia adalah anggota dari Selection Committee of Southeast Asian Regional Exchange Program (SEASREP) yang diorganisir oleh Toyota Foundation dan Japan Center, Tokyo, Jepang antara tahun 1997-1999.
Sejak Desember 2006 menjabat Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Sebelumnya sejak tahun 1998 hingga akhir 2006 Azyumardi Azra adalah Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ia pernah menjadi Wartawan Panji Masyarakat (1979-1985), Dosen Fakultas Adab dan Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1992-sekarang), Guru Besar Sejarah Fakultas Adab IAIN Jakarta, dan Pembantu Rektor I IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1998). Ia juga merupakan orang Asia Tenggara pertama yang di angkat sebagai Professor Fellow di Universitas Melbourne, Australia (2004-2009), dan anggota Dewan Penyantun (Board of Trustees) International Islamic University Islamabad Pakistan (2004-2009). Ia juga masih menjadi salah satu anggota Teman Serikat Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan.
Azyumardi Azra dikenal sebagai Profesor yang ahli sejarah, sosial dan intelektual Islam. Ketika menjadi Rektor pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, ia melakukan terobosan besar terhadap institusi pendidikan tersebut. Pada Mei 2002 IAIN tersebut berubah nama menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini merupakan kelanjutan ide Rektor terdahulu Prof.Dr. Harun Nasution, yang menginginkan lulusan IAIN haruslah orang yang berpikiran rasional, modern, demokratis dan toleran.
Menjadi manusia hebat- manusia kelas dunia- tidak datang dengan mudah namun terbentuk  melalui serangkaian proses yang sangat panjang. Sebagaimana yang dilakoni oleh Salim Said, Azyumardi Azra dan Salim Said sejak usia muda dia sudah gemar membaca, berorganisasi dan menuliskan berbagai pemikirannya. Kemudian pengalaman jelajah yang luas, berinteraksi dengan orang baru dan tempat baru juga menambah kekuatan pribadinya. Proses menjadi warga dunia- world class people- adalah juga melalui pendidikan yang berkualitas untuk master dan program Doktornya. Kemudian sangat aktif menulis artikel dan buku berskala internasional dan juga selalu berbagi pengetahuan dengan masyarakat ilmiah internasional.

Pentingnya Suasana Bahagia Dalam Belajar



Pentingnya Suasana Bahagia Dalam Belajar

            Setiap pagi penulis keluar dari rumah lebih awal dengan tujuan bisa mengantarkan ke dua anak penulis ke sekolah yang berbeda. Yang kecil bersekolah di madrasah dan yang besar bersekolah di SMA. Setiap pagi terlihat suasana anak-anak lain yang juga penuh ceria. Wajah mereka dihiasi oleh senyum- senyum yang asli datang dari lubuk hati mereka. Mereka tentu saja mengawali dan mengisi hari-hari mereka penuh dengan rasa bahagia dan mereka adalah para siswa yang memiliki pribadi yang bahagia.
            Saat pulang mengantarkan anak, penulis masih melihat beberapa remaja sengaja berlambat- lambat untuk pergi ke sekolah mereka. Tentu saja timbul pertanyaan, mengapa mereka sengaja menunda keberangkatannya ke sekolah ? Mengapa wajah mereka kelihatan tanpa ekspresi ? Mungkin mereka kurang tidur, kurang bahagia dan tentu mereka lagi bermasalah di rumah, atau paling kurang bermasalah dengan diri mereka sendiri.
            Anak-anak yang bermasalah dengan dirinya pada umumnya kurang berhasil di sekolah. Mereka terlihat kurang bersemangat dan kehilangan motivasi belajar. Penyebabnya tidak terjadi secara instan, namun mempunyai faktor yang terjadi sejak awal kehidupan. Bisa jadi gara-gara  konsep parenting dari orang tuanya.
            Orang tua yang kurang paham tentang konsep cara menjadi orang tua ideal- cenderung menganggap anak sebagai objek yang siap untuk didikte, diatur, dan diperlakukan dengan semau gue. Orang tua yang cenderung mengadopsi pola komunikasi satu arah, kemudian orang tua yang punya karakter serba monopoli, suka terlalu mencampuri privacy anak dan juga kurang memberi anak rasa bertanggung jawab. Cara-cara begini pada akhirnya akan menciptakan anak yang unhappy dalam hidup mereka.
            Kita semua- terutama guru dan orang tua- perlu mengkondisikan dan membantu perkembangan anak sehingga mereka menjadi siswa dengan pribadi yang bahagia. Siswa dengan pribadi yang bahagia insyaAllah akan tumbuh menjadi generasi yang cerdas dan sukses. Berikut kita akan berdiskusi tentang hal tersebut. Mari kita tumbuhkan pribadi mereka menjadi bahagia !
            Terutama di rumah bahwa tugas seorang orang tua bukanlah hanya sebatas mengurus keperluan serta kebutuhan harian mereka dan mendidik mental/ prilakunya, namun juga juga mampu menjadi penghibur bagi si anak. Terutama saat mereka merasa terluka dan bersedih.
Memiliki anak yang gembira dan riang- gembira tentunya sangat bermanfaat, karena anak tersebut akan tumbuh menjadi individu yang mungkin lebih kreatif dan berkarakter open minded (berfikiran terbuka). Anak yang berkarakter gembira, mampu menguasai suasana hatinya, akan belajar dan bekerja lebih optimal.
Sementara itu kalau ada anak yang dalam usia masih kecil sudah sering mengalami stress, apalagi depressi, tentu sangat tidak baik untuk pertumbuhannya. Makanya orang tua perlu melakukan tiga hal untuk membuat anaknya menjadi individu yang bahagia, yaitu dengan memahami dan mengaplikasikan tiga kata kunci (key word) seperti “mengenal, mencintai, dan meniru”.
Orang tua yang baik harus selalu memberi anak pegalaman hidup melalui pengenalan hal-hal positif buat anak. Mengenal hal-hal yang positif punya dampak dalam memperkaya imajinasi anak. Imajinasi bisa sebagai permulaan dari sebuah kreativitas. Sebuah pemikiran yang kreatifitas mungkin akan menggugah pertumbuhan kognitif anak secara optimal.
Ketika anak tersebut telah “mengenal hal-hal yang baru kita berikan maka akan timbul rasa sukanya. Dalam konteks ini menyukai atau mencintai merupakan mengeksplorasi hal baru sebagai pengalamannya. Setelah anak mengenal dan mencintai “pengalaman baru” maka secara otomatis dirinya akan meniru sebuah hal yang baik untuk ditiru. Konteks peniruan ini  mencakup bentuk latihan dan penerapan.
Sebagai contoh, kita ambil objek yang disenangi anak, seperti key board atau alat musik yang lain-, jika anak telah mengetahuinya maka ia akan banyak bertanya kepada kita tentang key board tersebut. Dengan demikian dari jawaban dan informasi yang ia peroleh, ia menjadi sangat tertarik. Selanjutnya ia akan mencoba untuk meniru bagaimana orang bisa mempraktekanya. Hingga pada akhirnya sang anak memiliki idola yang lebih jago dan popular dalam bidang music. Selanjutnya dia berlatih dan meniru agar bisa sehebat sang idolanya.
Agar anak bisa memiliki pribadi yang bahagia, maka orang tua perlu meningkatkan ketertarikan anak (motivasi) untuk belajar. Memang dalam praktek dalam kehidupan ini bahwa mendidik anak untukm senang belajar cukup sulit. Kadang kita butuh kesabaran yang lebih untuk membuat anak kita mengerti bagaimana pentingnya belajar. Kalau belajar buat anak, terutama anak kecil, maka kita harus bikin kondisi yang menyenangkan dan menghindari tekanan. Belajar yang menyenangkan akan membuat anak lebih mudah menyerap pelajaran.
Malah sekarang ada teori tentang “pailkem”, Hamzah B.Uno dan Nurdin Mohammad (2012) telah menulis tentang “pailkem”- singkatan dari akronim “pembelajaran aktif inovatif lingkungan kreatif efektif menarik”, yaitu salah satu strategi untuk mengoptimalkan pembelajaran di sekolah. Dengan pailkem insyaallah akan bisa terbentuk suasana belajar yang menyenangkan. 
Membuat suasana belajar yang menyenangkan untuk anak diakui memang tidaklah mudah. Dia butuh persuasif (bujukan) dan memberinya kegiatan yang sesuai dengan minat dan kapasitas anak. Dengan demikian anak dapat dengan mudah diajak untuk belajar. Juga lingkungan yang kondusif sangatlah berpengaruh pada niat anak belajar. Jika lingkungan nya dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan rasa penasaran si anak, pasti anak dapat dengan mudah diajak untuk belajar.
Teman-teman bergaul juga berpengaruh pada minat belajar anak. Semangat teman itu ibarat virus yang bisa menular. Dengan teman-teman yang aktif, maka anak akan juga menjadi aktif, hingga ia dapat dengan mudah mulai belajar. Sebaliknya teman-teman yang pasif akan membuat anak juga terserang oleh virus (semangat) yang juga pasif. Dimana akhirnya minat belajar jadi lemah dan hilang.
Selain membuat suasana belajar yang menyenangkan, orang tua juga perlu mengajarkan tentang kedisiplinan. Ya disiplin di dalam kegiatan anak belajar, dan disiplin disini bukan dalam arti kata untuk mengekang si anak. Namun disiplin untuk membuat anak selalu konsistensi dalam belajar. Disiplin dapat dipraktekan dengan bahasa yang tetap menyenangkan, yaitu melalui kalimat atau bahasa yang tidak terkesan merendahkan tetapi selalu memberi semangat dan tetap positif.
Dalam berbuat (beramal) agama kita memperkenalkan istilah pahala atau dosa. Istilah lainnya adalah hadiah dan hukuman (reward or punishment). Sistem hukuman dan hadiah pun dapat di sisipkan diantara kegiatan belajar. Sebab hukuman dan hadiah dapat dijadikan motivasi untuk si anak dalam kegiatan belajar. Tetapi harus diperhatikan juga sistem hadiah dan hukuman ini, sebab kadang kita terlalu banyak memberikan porsi hadiah atau hukuman tersebut. Jika kita terlalu banyak memberikan hadiah, maka si anak cenderung akan menjadi manja lalu jika kita terlalu banyak memberikan hukuman, maka si anak akan merasa takut dan juga merasa tertekan. Ya semua tergantung pada seni mendidik dari orang tua.
Orang tua, begitu juga dengan guru, perlu tahu tentang kiat untuk mengembangkan minat belajar anak- mengembangkan minat membaca. Membaca- dan juga menulis-  merupakan aktifitas yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Kemampuan membaca dan menulis anak memberi kontribusi terhadap prestasi si anak di sekolah. Orang tua umumnya sangat bangga kalau pada kelas rendah – kelas 1 dan 2 SD- anak sudah pandai membaca dengan lancar. Sebagai catatan bahwa orang tua tidak boleh memaksa anak untuk belajar membaca saat usia mereka masih balita. 
Agaknya perlu dikenal faktor yang bisa mendorong minat belajar membaca anak-anaknya. Kebiasaan gemar membaca mereka sebaiknya dikembangkan sejak anak masih berusia balita, bukan. Bukan dalam bentuk memaksa, namun dalam bentuk bermain- karena dunia anak- anak adalah dunia bermain.
Kemampuan membaca buat anak adalah anugerah buat mereka karena anak yang gemar membaca umumnya akan tumbuh menjadi pelajar yang cerdas dan berwawasan luas. Jadi untuk menumbuhkan minat belajar membaca anak, orang tua perlu memulainya dari rumah. Berikut langkah-langkah untuk menumbuhkan minat belajar membaca anak.
a) Perpustakaan mini buat keluarga, tentu saja pembentukan perpustakaan keluarga tidak harus langsung jadi. Menyediakan bacaan buat keluarga yang dimulai dengan beberapa judul buku adalah merupakan langkah awal. Lebih penting terlebih dahulu untuk menarik minat baca anak melalui buku-buku yang berisi banyak gambar menarik dan penuh warna, ya sesuai dengan tingkat usia anak.
b) Membaca bersama dalam keluarga. Teman penulis, Ulla Mo, Eva dan Guini, yang datang dari Swedia mengatakan bahwa di negeri mereka ada kebiasaan membaca dalam keluarga, yaitu ada kegiatan reading time setelah makan malam. Agaknya kita juga bisa mengadopsi kegiatan ini. Orang tua (kita) menyediakan buku dan setelah memilih buku yang tepat, kita menumbuhkan minat membaca pada anak dengan cara sering membacakan buku cerita- kisah petualangan di saat bermain atau di waktu menjelang tidur.
c) Mengikuti pemahaman anak, tentu saja orang tua perlu meluangan waktu secara teratur untuk menemani anak, membaca bersama dan sekaligus melihat/ memonitor pemahaman anak dalam membaca. Membaca berguna untuk mengembangkan daya nalar anak. Biasakan setelah selesai membaca sebuah buku, kita tanyakan pada anak tentang kesimpulan yang diperoleh dari buku tersebut. Kebiasaan ini dapat membantu anak dalam berpikir secara sistematis dan menarik kesimpulan.
Namun menumbuhkan minat belajar membaca anak juga tidak bisa dipaksakan. Beberapa anak memiliki tingkat perkembangan membaca yang lebih lambat dibandingkan dengan anak seusianya. Memaksa anak untuk belajar membaca sangat tidak baik. Anak akan menjadi tertekan karena dituntut melakukan sesuatu yang ia tidak bisa, akibatnya anak menjadi malas-malasan ketika disuruh belajar pada waktu selanjutnya. Atau bahkan dapat membuat anak mengalami gangguan membaca.
Kapan ya anak kita siap untuk belajar membaca ? Tentu saja mereka belajar membaca dengan cara yang menyenangkan. Anak kita agaknya siap untuk mulai belajar membaca kalau ia sudah dapat membedakan kiri dan kanan, maksudnya ia juga agak mampu membedakanan huruf yang mirip seperti huruf ‘p’ dan ‘q’ atau ‘b’ dan ‘d’. Kemudian bila kemampuan motorik yang baik, yaitu setelah ia mampu untuk melempar, menggunting dan menangkap bola. Dan juga punya kemampuan untuk memahami. Anak yang sudah dapat membedakan  bentuk, warna, ukuran, bunyi dan mengingat apa yang ia lihat akan lebih cepat dilatih membaca. Karena dalam belajar membaca anak harus bisa mengenali bentuk-bentuk huruf dan membedakannya. Misalnya saja, anak akan mudah memahami ejaan kata ‘kucing’ jika ia sudah tahu apa itu kucing.
Akhir kata bahwa dalam mengajar anak kita perlu memahami prinsip “memberi dorongan dan bukan mendukung”. Pendidikan memerlukan kesungguhan. Filosofi mendidik bagi negara maju dan juga orang-orang yang berfikiran maju adalah bahwa mendidik bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang anak agar bisa untuk maju. Jadi memberikan “encouragement”. Kita tidak mungkin mengukur prestasi anak atau orang lain menurut ukuran kita. Kita bisa meniru karakter guru-guru di negara maju dalam mendidik yaitu “karakter yang membangun semangat belajar anak, bukan karakter yang merusak atau menghancurkan mental belajar anak”.
Kita tidak mungkin bisa menciptakan generasi yang hebat dengan mendidik penuh dengan ancaman, tekanan, gertakan dan segudang rasa takut. Jadi generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya sebagai generasi maledukasi, yaitu generasi salah didik. Juga anak-anak yang dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: awas nanti ya !!!, dan juga diancam dengan nilai rendah, tinta merah hingga nilai di bawah KKM (kriteria ketuntasan minimal) di sekolah sebagai bentuk praktik mal-edukasi juga.
Jadi idealnya kita- para guru dan orang tua harus selalu mendidik dan mengajar dengan penuh semangat, memberi dorongan, suasana hati gembira dan wajah ceria. Pendek kata kita perlu menumbuhkan jiwa dan pribadi anak menjadi bahagia dalam hidupnya. Karena Melalui pribadi yang bahagia belajar akan menjadi lebih mudah, indah dan menyenangkan.

Merencanakan Studi Perguruan Tinggi Sejak Dini



Merencanakan Studi Perguruan Tinggi Sejak Dini

Saat kecil kita sudah punya cita-cita. Di sekolah ibu dan bapak guru sering menanyakan tentang cita-cita kita. Sekarang saatnya penulis, sebagai guru, juga sering ngobrol dengan siswa tentang pilihan studi dan karirnya di masa depan. Namun pada umumnya mereka bingung dalam memilih cita-citanya. Mereka berkata: “Saya tidak tahu ingin jadi apa” atau “saya tidak tahu bagaimana mencapai cita-citaku kelak.
Berdasarkan pengalaman ini penulis menyimpulkan bahwa sungguh banyak siswa yang memiliki pemahaman tentang masa depan yang sangat minim. Mengapa setelah berusia remaja mereka bingung dengan masa depan atau pilihan karir mereka, pada hal saat sekolah di TK dan SD mereka dengan lantang meneriakan pilihan karir mereka. Orang tua kita juga punya peran dalam menumbuhkan cita-cita kita. Mereka membisikan sekeping cita-cita guna memotivasi semangat belajar kita. Ketika kita sekolah di SD (Sekolah Dasar) orang tua kita punya peran yang banyak dalam memilihkan sesuatu untuk kita, tentu saja mereka membisikan cita-cita yang masuk akal buat kita:
“Moga-moga kamu bisa menjadi seorang tokoh masyarakat, menjadi dokter, polisi, perawat, jadi pilot, juga menjadi pemuka agama, dll”.
Terasa saat di SD orang tua kita juga memilihkan banyak hal buat kita, termasuk memilihkan kebutuhan kita dan juga bentuk cita-cita kita. Namun selepas dari SD, kita mulai dihadapkan pada pilihan untuk melanjutkan studi kita. Walau kemudian, lagi-lagi orang tua masih berperan besar- misalnya memberi pertimbangan- dalam keputusan yang kita ambil.
Usai SD terus kita belajar di SMP, dimana di usia SMP kita juga melakukan sejumlah pilihan dalam studi dan kehidupan. Ketika di SMA, pilihan-pilihan itu semakin banyak. Mulai dari memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan yang akan diambil, lulus sekolah mau kuliah atau bekerja. Dan peran orang tua dalam menentukan pilihan kita sudah berkurang. Termasuk dalam menentukan pilihan kuliah.
Kalau mau kuliah tentu ada sejumlah pilihan. Kita diharapkan bisa memutuskan sendiri. Mulai dari menentukan mengambil program studi D3 atau S1, di universitas mana, program studi atau jurusannya apa, dan ada sederet pilihan lainnya. Sekarang bagi lulusan SLTA/ SMA, terutama remaja, semestinya sudah bisa memutuskan pilihannya sendiri. Karena semua pilihan yang mereka ambil sebenarnya adalah pilihan tentang masa depan mereka.
Dulu saat zamat rekruitmen PNS terasa agak mudah, pilihan kuliah terasa cukup mudah. Orang bisa menunjuk apakah mereka mau berkarir pada bidang kedokteran, perawat, farmasi. Kemudia kalau mereka pilih studi di IPA atau IPS maka mereka akan berkarir di dunia sains atau sosial. Namun sekarang, atau sejak beberapa tahun belakang,  tidak demikian lagi. Fenomena sekarang bahwa pilihan jurusan di perguruan tinggi tidak mutlak menentukan karir. Ada orang yang lulusan fakultas tekhnik atau fakultas hukum ternyata berkarir  dalam bidang perdagangan. Jadinya sekarang pada banyak jenjang pendidikan SMA banyak siswa yang menjadi bingung dan tidak tahu arah untuk karir masa depan, kenapa demikian ?
Mungkin kondisi pendidikan kita yang tidak fokus. Memang benar bahwa ini sering terjadi di Indonesia. Pendidikan tidak banyak membicarakan tentang masa depan, hanya sekedar memberi teori dan PR dan menagih PR keesokan harinya. Juga pendidikan kita mungkin juga miskin tentang motivasi hidup. Mata pelajaran agama hanya 2 jam dalam seminggu dan tidak ada waktu untuk mengupas tentang kisah-kisah hidup Rasul, para sahabat dan ulama cerdas di dunia.
Pelajaran sains kita hanya banyak berkutat pada teori- menghafal rumus-rumus- dan hampir tidak pernah mengupas tentang proses kreatif sang penemu (tokoh sains) mengapa mereka bisa menemukan rumus dan terkenal sebagai ilmuwan. Pelajaran olah raga hanya melatih siswa untuk menguasai gerak dasar dan jarang sekali untuk mempersiapkan menjadi atlit nasional, apa lagi atlit dunia. Dan lain-lain, sehingga saat anak-anak lulus SMA, mereka kaget dan tidak tahu mau ngapain. Itulah bentuk kebingungan anak-anak soal masa depannya.
Belajar dengan motivasi tinggi dapat kita temui pada banyak SMA, apalagi bagi sekolah yang berlabel unggul. Motivasi terkuat mereka untuk belajar dengan sepenuh hati adalah agar bisa jebol di perguruan tinggi favorit yang terletak berjejer di pulau Jawa. Malah untuk menghadapi persaingan yang ketat dan agar bisa menang dalam persaingan dengan menggapai skor yang tinggi maka mereka jugabelajar pada bimbel (bimbingan belajar) yang sekarang sudah menjamur di penjuru tanah air.
Tapi mereka tetap sekedar bisa belajar keras dan bisa meraih skor yang depan. Untuk ke depannya mereka tidak tahu mau kuliah dimana dan mau jadi apa. Rata- rata siswa ingin berkarir di jurusan yang fantastis. Pada umumnya ingin kuliah di Fakultas Kedokteran UI dimana ini hampir tidak mungkin buat menampung banyak siswa yang kualitasnya rendah. Ada juga siswa yang memilih jurusan yang juga secara ikut-ikutan.
Kita bisa menemukan/membaca banyak kasus siswa yang galau dengan karir masa depan. Yaitu banyak mereka yang sudah berpayah-payah mengikuti bimbel dan juga SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) hingga bisa diterima di jurusan yang mereka tuju, tapi malah akhirnya mundur karena merasa tidak cocok dengan pilihan kuliahnya.
Malah ada sebahagian siswa yang sangat ngotot ikut “bimbel” dan ikut lagi SPMB berulang-ulang agar bisa jebol ke fakultas kedokteran dan fakultas favorite lainnya namun juga tak juga lulus. Mengapa mereka memaksa diri, karena bisa jadi peruntungannya atau kapasitasnya tidak di sana (?). Mengapa mereka selalu memaksakan kehendak, tentu saja itu efek dari prilaku yang penuh dengan kebingungan terhadap masa depan studi dan karirnya.
Dalam mengikuti pelajaran, para siswa seolah-olah menganut prinsip “like atau dislike” untuk sejumlah mata pelajaran. Namun mereka harus juga mengikuti pelajaran yang mereka tidak suka. Berbeda dengan pendidikan di luar negeri, seperti di Amerika dimana para siswa boleh memilih mata pelajaran yang mereka suka, sehingga untuk ke depan mereka sudah memahami seperti apa dan dimana karir mereka kelak.
Tentu saja terjadi fenomena “kebingung dengan masa depan”. Mereka tidak tahu kemana mau kuliah dan apa karir mereka kelak. Seharusnya mereka memerlukan bimbingan orang tua.
Kurang fokusnya siswa terhadap masa depan yang akan mereka jalani terjadi karena minimnya wawasan dan pengalaman siswa itu sendiri, peran orang tua sangat dibutuhkan. Memang belum banyak orang tua yang bisa mengarahkan dan membimbing anaknya untuk fokus pada masa depan.
“Bagi saya kemana dan dimana anak mau kuliah saya serahkan padanya. Saya hanya memberi dukungan secara moral, spiritual dan finansial padanya”.
Namun juga ada sebagian orang tua yang kelihatannya cukup peduli. Namun mereka hanya menginginkan masa depan anaknya  sesuai dengan patokannya tanpa melibatkan anak untuk berargumen tentang masa depan mereka. Mereka ingin anaknya kelak sebagaimana yang mereka inginkan, misalnya menjadi dokter, bankir, dan sebagainya. Sekali lagi- sayangnya keinginan anak berdasarkan potensi kurang mereka hiraukan.
Sementara di sisi lain, ada orang tua yang permisif- seperti yang telah kita ungkapkan di atas- pokonya dimana anak/ siswa mau kuliah yan terserah mereka, apa saja boleh. Tipe orang tua seperti ini tidak memberi arahan sama sekali. Sekali lagi bahwa akibatnya anak menjadi kebingungan sendiri. Seharusnya peran orang tua tidak memaksakan diri. Orang tua perlu lebih arif dan lebih cerdas. Mereka harus mengenali potensi anak, setelah itu baru membantu dan memberikan alternatif yang bisa dilakukan anak.
“Mari kita berikan anak- anak kita beberapa alternative pilihan studi, dan biarkan mereka yang memutuskannya. Karena urusan masa depan- apa jurusan dan dimana mau kuliah- adalah tergantung minat dan potensi anak itu sendiri, jadinya anak harus tetap dilibatkan dalam urusan masa depannya”.
Ketika seorang anak sudah beranjak remaja, namun ia belumn juga punya cita-cita atau pilihan karier di masa depan, maka ini adalah warning bagi guru dan orang tua untuk secepatnya memberi arahan masa depan bagi anak-anak/ siswa.  Ini sebagai pertanda bahwa mereka adalah remaja tidak punya cita-cita atau target hidup, dan seharusnya mereka punya cita-cita masa depan.
Bagaimana merancang masa depan buat anak ? Sebenarnya sudah dapat dimulai sejak dari rumah. Orang tua dapat mengarahkan anak tentang masa depannya yaitu dengan pengenalan kepada berbagai pekerjaan yang bisa dijalaninya di masa depan bisa dimulai sejak usia TK atau SD. Mungkin saat libur orang tua dan anak sengaja mengunjungi objek-objek karir seperti pertokoan, properti, plaza, kantor, pabrik, lembaga sains, areal peternakan  hingga bandara. Selama jalan-jalan tersebut mereka perlu melakukan percakapan seputar karir.
Selain itu percakapan tentang karir juga bisa dilakukan dengan membahas biografi para tokoh. Hingga anak mendapatkan tentang karir, bahwa karir itu tidak hanya seputar karir dalam lingkungan PNS namun jauh melampui itu. Menjadi atlit, pengusaha dan seniman adalah juga karir. Kemudian pemantapan atau pematangan baru bisa dilakukan saat anak duduk di bangku SMP dan SMA.
Pada usia SMP dan SMA inilah orang tua harus mulai membicarakan masa depan secara lebih serius. Tentunya dengan gaya berkomunikasi interaktif (dua arah) yang bisa diterima anak. Sebab, anak-anak usia belasan tak bisa diatur dan diajak bicara dengan gaya directive- gaya berkomunikasi satu arah dan banyak mendikte- yang bernada serba mengatur begini dan begitu.
Pendekatan berkomunikasi dengan anak musti secara perlahan dan kesadaran harus timbul dari dalam diri mereka. Orang tua harus bersikap lebih bijaksana dan berusaha agar bisa memberi gambaran tentang masa depan itu dan bagaimana tuntutan buat anak untuk mengejar masa depan, tidak mungkin dengan cara berpangku tangan, bukan ? Kemudian orang tua juga harus mengenal potensi anak. Dengan potensi yang dimilikinya, apa kira-kira yang bisa dilakukan anak untuk menjawab tantangan masa depannya.
Dalam zaman dahulu untuk memilih suatu studi (sekolah) orang punya banyak pertimbangan. Pertimbangan utama adalah soal finansial dan mereka berfikir tentang kesanggupan finansial orang tua. Ujung-ujungnya banyak yang mengambil sekolah kejuruan yang dianggap sebagai pendidikan siap bisa bekerja bila sudah menamatkan jenjang pendidikan SLTA, seperti SMEA, STM atau sekolah kejuruan lainnya.
Anak-anak yang bersekolah di sekolah unggulan, seperti di SMA Unggul, cenderung memilih cita-cita setinggi mungkin. Malah terkesan mereka cenderung memilih juruan yang dianggap keren. Mereka juga tidak begitu mempertimbangkan apakah orang tua cukup mampu secara finansial, apalagi dengan adanyak iming-iming beasiswa yang berlimpah ruah  yang datang dari mana saja- kebenarannya harus dilacak. Malah mereka lebih mendengar sugesti para senior dari pada saran para guru dan juga dari para orang tua. Idealnya sang anak tetap melakukan pertimbangan keuangan untuk memilih kuliah yang kemungkinan butuh dana yang besar.
Memang orang tua akan melakukan apa pun untuk masa depan anak, namun tentu kemampuannya terbatas. Untuk itu beri gambaran padanya. Saat anak merasa mantap dengan keputusannya, disertai pertimbangan yang matang terkait dengan potensinya dan pertimbangan lainnya, juga sudah melibatkan orang tua, maka keputusan ini dapat dianggap sebagai keputusan terbaik. Kini orang tua mesti mengawasi konsistensi anak dalam menjalankan semua rencananya.
Agaknya ada beberapa saran untuk menentukan masa depan buat para siswa yang akan menamatkan sekolah SMA atau SLTA-nya. Sebaiknya mereka focus untuk belajar, misal lewat bimbel atau belajar secara mandiri (otodidak) untuk sekedar menghemat biaya, karena untuk bisa kuliah tidak perlu melalui bimbel segala. Namun juga nikmati suasanaberlibur untuk menambah wawasan sosial. Kadang-kadang jalan kehidupan kita tidak berjalan sesuai rencana. Untuk itu jangan kaku dan terlalu terpaku pada “planning”.  Bisa saja rencana kita keluar dari jalur dan itu adalah wajar dan biasa saja. Yang penting kita tidak perlu mengikuti mimpi atau rencana orang lain. Karena mimpi orang lain adalah milik orang lain. Yang yang terpenting kita harus mengetahui talent atau bakat kita. Untuk itu mari kita pertimbangkan bakat kita sendiri.
Agaknya cita-cita kita yang lebih konkrit adalah saat kita sudah berusia 18 tahun, yaitu di ujung masa remaja kita dan dimana usia dewasa kita datang menyambut. Keputusan kita buat kuliah sudah cukup logika dan masuk akal. Beberapa hal yang kita rasakan dulu mungkin akan berubah. Itu adalah hal yang biasa saja. Lagi- lagi dalam hal ini kita perlu mencari info, mungkin lewat membaca buku/ majalah/ surat kabar atau petunjukm orang lain. Moga- moga ada petunjuk yang bermanfaat bagi kita.
Ada sebuah ungkapan baru yaitu: Habiskan waktu sebelum menghabiskan uang. Ya untuk hal ini kita perlu berinvestasi dalam membaca, membicarakan, dan mencari tahu sebelum kita menyalurkan sejumlah besar uang untuk meraih sebuah gelar, sertifikasi, atau relokasi. Perlu kita sadari bahwa kita tidak perlu selalu mengeluarkan uang untuk menyusun masa depan.
Ada lagi prinsip yang harus kita punya untuk menyiapkan karir masa depan yaitu kita tidak perlu menjadi yang terbaik- ini tentu saja pendapat penulis. Karena sangat sedikit orang yang menjadi terbaik dalam suatu hal. Melakukan yang terbaik bukan berarti harus jadi yang terbaik. Kadang kita mungkin gagal pada percobaan pertama, tapi hidup adalah kata lain dari kesempatan.
Anak-anak muda sekarang perlu tahu dengan prinsip pendakian. Bahwa untuk mendaki sebuah tangga tentu saja dimulai dari injakan paling bawah. Banyak siswa sekarang yang berfikir dengan cara menggampangkan.
Saat terjadi perbincangan antara guru dan siswa di sekolah, salah seorang siswa mengangkat tangannya bahwa dia kelak setelah tamat dari SMA ingin melanjutkan studi ke jurusan Hubungan Internasional, dengan alasan setelah itu ia ingin menjadi seorang Duta Besar, demikian penjelasannya dengan mantap.
Apakah ada orang yang menjadi Duta Besar di usia 20 tahunan ? Tentu saja tidak. Bahwa jabatan Duta Besar adalah kebijakan dari seorang Presiden, dan rata-rata seorang menjadi Duta Besar dalam usia di atas 50 tahun. Makanya setiap remaja, siswa dan mahasiswa perlu selalu menambah ilmu, memperluas wawasan dan juga menajamkan visinya.
Namanya orang tua tentu saja dia tetap membimbing anaknya dalam menempuh kehidupan di dunia ini. Ada seorang teman penulis, sebagai contoh, tidak memperoleh pendidikan tinggi dari universitas. Dia hanya banyak belajar dari alam dan berpendapat bahwa sekarang pintu untuk bekerja di jalur PNS (Pegawai Negeri Sipil) sudah sangat susah. Maka semua orang tetap dimotivasi untuk selalu meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan melalui pendidikan formal dan non formal.
Teman tersebut berpendapat kalau seorang anak tidak mungkin bisa menciptakan lapangan pekerjaan, maka lebih baik kalau ia ingin melajutkan pendidikan ke Perguruan tinggi untuk memilih jurusan yang tamatannya jelas dimana tempat untuk berkarir. Misalnya anak memilih jurusan tekhnik maka tempatnya cukup banyak berlimpah di pelosok negeri, atau memilih jurusan perhotelan dan parawisata maka usaha karirnya juga terlihat jelas. Ia berpendapat untuk tidak memilih jurusan yang abu-abu karena tamat kuliah, menjadi sarjana namun bingung apa yang mau dikerjakan. Kita sebagai guru dan orang tua sangat tepat untuk menganjurkan pada anak-anak kita buat studi lanjutan mereka dan menulis pesan pada dinding kamar mereka dengan frase: Rencanakan studi perguruan tinggimu sedini mungkin.

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...