Inspirasi Sukses Guru Berprestasi
Keberadaan guru tak mungkin diabaikan atas maju mundurnya kualitas pendidikan. Sesungguhnya negeri ini menantikan lahirnya guru berkualitas dan berprestasi dalam profesinya. Lewat buku ini, inspirasi itu bisa didapatkan dari pengalaman langsung guru berprestasi nasional tingkat SMA versi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 2012. Marjohan, kini guru SMAN 3 Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, menyuntikkan semangat dan tekad bagi calon guru/guru untuk tak menjadi guru biasabiasa saja.
Atas permintaan berbagai pihak, buku ini dituliskan guna dipetik sebagai pelajaran dan motivasi. Marjohan sejak kuliah di Universitas Negeri Padang (dulu IKIP Padang) berusaha mengembangkan diri dan karakter. Ia bekerja paruh waktu dengan menjadi pemandu wisata dan memberi les privat bagi anak-anak (halaman 32). Selain itu, ia rajin membaca dan melatih keterampilan menulis. Perlahan, ia memberi target kepada diri sendiri agar membaca minimal 100 halaman setiap hari. Bila liburan, targetnya menamatkan 4–5 judul buku. Banyak membaca akan mengayakan wawasan dan informasi. Ketika menjadi guru, ia berprinsip menjadi guru plus.
Tak menjadi guru yang aktivitasnya hanya monoton. Prinsip belajar sepanjang hayat diresapi. Meskipun bidang studi mengajarnya bahasa Inggris, ia juga belajar secara autodidak guna menguasai bahasa Prancis, Arab, dan Spanyol. Bidang sosial dan kemanusiaan digelutinya. Ia ingin menjadi guru yang memiliki kepintaran berganda, yang menguasai bidang studi, seni berkomunikasi, bahasa asing, serta terampil dalam menulis. Tentu tak lupa menguasai kompetensi pedagogis, profesional, kepribadian, dan sosial.
Di tengah kesibukan mengajar, ia tak alpa membaca buku tentang pedagogi, psikologi, filsafat, biografi, dan kisah-kisah pencerahan. Ia pun produktif menulis di media massa dan menulis buku (halaman 37–42). Kebiasaan membaca dan menulis tentu bermanfaat bagi guru. Diakui atau tidak, guru di negeri ini masih lemah dalam hal tersebut. Hal ini terbukti salah satunya dari mandeknya kenaikan golongan guru yang mensyaratkan karya tulis ilmiah berupa artikel ilmiah populer, makalah, buku, diktat, modul maupun karya penelitian. Membuat karya tulis kerap kali menjadi sandungan.
Karena tak mampu dan kurang mau menulis, guru mentok di golongan IV/a. Terlalu sedikit guru yang menembus golongan IV/b, apalagi golongan IV/d. Selain itu, dengan tekun membaca dan menulis, guru akan mampu memperkaya dan mengembangkan keilmuannya. Untuk dapat menjadi guru berprestasi, pembelajaran kepada siswa tak bisa dialpakan. Bagi Marjohan, menjadi guru dengan hati adalah prinsip. Rasa simpati secara tulus kepada siswa perlu diberikan.
Menurutnya, pendekatan humanisme penting bagi guru. Dalam kegiatan belajar-mengajar, aktivitas fun learning perlu diciptakan, yaitu suasana belajar yang membuat siswa selalu bersemangat dalam melakukan eksplorasi intelektual (halaman 48). Di matanya, tak ada siswa yang nakal, bandel, atau suka mengganggu. Yang ada hanyalah siswa yang mengalami skin hunger atau yang rindu akan belaian kasih sayang. Bila guru melihat seorang siswa dianggap mengganggu, jangan dimarahi, dicerca, dihardik, apalagi diusir.
Guru harus bersahabat dengan siswa, mencintai siswa secara utuh, dan menerima karakter mereka apa adanya. Baginya, kesuksesan perlu diperoleh melalui proses panjang yang diperkuat dengan motivasi diri secara total, bukan setengah- setengah. Aktifkan motivasi dalam diri. Banyak orang lebih mudah dimotivasi orang lain ketimbang memotivasi dirinya sendiri. Terlalu tergantung pada lingkungan untuk memotivasi tentu hal yang tidak baik. Sebab, bila tak ada orang yang memberikan motivasi, kita akan stagnan dan tak berdaya.
Apalagi, banyak orang yang kita jumpai malah mematikan karakter dan semangat. Ia juga menekankan kepemilikan karakter untuk berprestasi yang hebat. Karakter tersebut antara lain bertekad baja, memiliki visi dalam berkarya, tekun dan tabah, selalu berpikir positif, bersemangat dan antusias, memiliki kemampuan relasi antarmanusia, bersikap kreatif, bersikap jujur, pandai berkomunikasi, dan selalu bersikap konsisten. Dalam pesannya, ia mengajak segenap warga sekolah untuk menghargai waktu.
Saat semangat kerja keras dan menghargai waktu mulai langka di sekolah, marilah kita menjadi pionir dengan harapan mampu meningkatkan kualitas diri dan bangsa ini (halaman 156–169). Buku ini perlu dibaca sebagai inspirasi calon guru/guru untuk tak sekadar puas menjadi guru biasa-biasa saja. Jadilah guru berprestasi dan tak letih belajar mengembangkan diri.
Hendra Sugiantoro,
Pegiat Pena Profetik, alumnus Universitas PGRI Yogyakarta
Copyright 2013 Koran Sindo | Developed by netdesain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them