Lima Kekuatan Menunjang Sukses Dalam
Belajar
Oleh: Marjohan, M.Pd
Belajar
Dengan Serius Atau Sekedar Asal?
Menuntut
ilmu dan mendapatkan pengalaman menjadi target remaja, utamanya para siswa dan
juga mahasiswa. Setiap awal tahun akademik banyak mereka yang memburu sekolah
dan perguruan tinggi favorit, karena sekolah dan kampus tersebut punya label
unggul. Para siswa berburu sekolah. Calon
mahasiswa berburu perguruan tinggi. Berharap bisa kuliah di pulau Jawa,
di universitas yang bergengsi di propinsi, atau akademi dan sekolah kedinasan
yang ternama. Kalau mungkin terus studi ke luar negeri.
“Apa
sukses studi itu hanya ada di Eropa, di Jepang, Amerika, Melbourne, di
Yogyakarta atau Bandung?”
“Tentu
saja tidak.” Sukses studi bisa terjadi di mana-mana. Tentu sukses studi juga
bisa terjadi di dekat kita. Cara untuk meraih sukses tergantung pada proses
pribadi yang kita lakukan. Namun ada remaja dalam studi hanya sebatas
ikut-ikutan:
“Orang sekolah maka dia juga sekolah”. Bagaimana eksistensi
remaja yang begini? Terhadap mereka mungkin dapat dipaparkan kalimat plesetan
seperti:
“Sekolah buat pergaulan,
buku rapor sebagai undangan dan uang sekolah sebagai sumbangan.”
Ya gambaran mereka yang demikian kalau mereka
menuntut ilmu secara asal-asalan. Mereka biasanya sering berurusan dengan guru
BK (Bimbingan Konseling) di sekolah.
Ternyata bagi yang sudah
berstatus sebagai mahasiswa, juga banyak yang terjebak bergaya belajar
sebatas ikut-ikutan. Sebahagian
mereka mengikuti proses kuliah tanpa
target. Hanya sebatas “4D” yaitu “
Datang, Duduk, Dengar dan Diam saja” di
dalam kelas. Sementara itu di tempat
kost aktivitas mereka juga tanpa target. Yaitu hanya sebatas melakukan
rutinitas, seperti: makan, minum, menghafal, menghayal, hura-hura, main game, dan sampai begadang tidak
karuan. Padahal sang dosen di kampus
mungkin pernah berkata:
“Anda sebagai seorang mahasiswa telah menjadi kaum intelektual.
Anda punya peran dalam sosial yaitu sebagai “social agent of change” atau agen perubahan sosial di tengah
masyarakat”.
Tapi kalau demikian gaya belajar dan gaya hidup mereka,
apakah pantas disebut sebagai agent of change? Oh tentu saja belum
pantas.
Sekali lagi, bagaimana
perilaku remaja dalam belajar atau dalam kuliah? Ternyata juga bervariasi. Ada
yang rajin dalam mengikuti proses pembelajaran. Semua waktu mereka curahkan
untuk kegiatan akademik.
Ada yang yang hanya sebatas kutu-buku. Mereka hanya
sebatas terbenam dalam tumpukan buku-buku teks-hingga tidak punya kesempatan
untuk bersosialisasi. Mereka menjadi orang-orang yang kurang tertarik dalam
bergaul dan pada akhirnya akan memiliki karakter yang kaku, dingin, dan kurang
peka terhadap orang lain. Walau mereka kelak bisa meraih prestasi yang tinggi
dalam pekerjaan namun mereka tetap akan
menjadi orang yang kaku.
Remaja
juga punya orientasi yang berbeda-beda dalam studi. Ada yang sebatas
berorientasi pada akademik. Ada yang senang berorganisasi, ada yang berkarakter
produktif dan ada yang melakukan studi tanpa target sehingga mreka terjebak
menjadi orang yang selalu bengong.
Yang bergaya study oriented atau academic oriented.
Masa muda habis hanya untuk berkutat dengan buku teks, diktat dan buku-buku
pelajaran, tujuannya agar bisa memperoleh nilai sempurna pada setiap mata
pelajaran. Ada pula yang hanya senang berorganisasi, namun masa bodoh dengan
urusan belajar. Ya ujung-ujungnya jadi gagal dalam bidang akademik.
Selanjutnya ada
yang telah berkarakter produktif. Yaitu bagi mereka yang memiliki agenda
hidup- punya aktifitas yang terjadwal, mulai dari membaca buku, kuliah
(bersekolah), berolahraga, beribadah sampai merencanakan agenda-agenda hidup
lainnya. Namun juga ada yang bengong saja sehingga tidak tahu apa yang mau
dikerjakan. Mereka hanya pandai
menghabiskan waktu dalam box
warnet- duduk terpaku di depan komputer
untuk bermain game atau kecanduan
nonton TV selama ber jam-jam.
Mengatasi
Gejala Demotivasi
Bagi
remaja yang tidak tahu cara mendesain kegiatan tentu akan sulit untuk memulai
sebuah kegiatan yang bermanfaat,
misalnya mengerjakan tugas sekolah, mencuci pakaian, atau membantu orangtua.
Ada gejala penyakit yang sering melanda remaja (pelajar dan mahasiswa), yaitu
banyak tidur, boros (buang buang uang terhadap hal yang tidak perlu), menganggap sepele terhadap tugas-tugas
sekolah, kecanduan talk maniac (gila
ngobrol pake HP), playing game maniac (gila
main game), dan senang hura-hura. Idealnya mereka harus
menyadari kebiasaan negatif ini, karena kebiasaan ini kalau sudah menjadi
rutinitas, maka akan berubah menjadi karakter kita.
Andai
gejala ini terjadi pada diri seseorang, ini memberi indikasi bahwa dia sedang
mengalami demotivasi, yaitu merosotnya motivasi. Keadaan demotivasi juga dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: kondisi finansial yang lemah,
faktor dalam diri dan faktor luar diri yang kurang mendukung.
Untuk faktor luar
diri (eksternal) seperti: keadaan
lingkungan rumah yang hiruk pikuk, tetangga yang lemah SDMnya, teman-teman yang
lemah motivasi, sekolah yang lemah manajemen, dll. (Sahar F Abu Jarour, 2014).
Untuk mengcounter (mencegah)
gejala-gejala demotivasi tersebut (Dian Wibowo Utomo, 2009), ada 4 hal yang
bisa dilakukan, yaitu seperti:
a). Segera membuat
prioritas, membagi waktu secara efektif, mencari
alternatif solusi dan melakukan
silaturahmi kepada sahabat dan orang
orang yang memiliki inspirasai dan
motivasi hidup.
b) Kemudian, bacalah buku-buku dan berbagai
artikel dari perpustakaan dan
internet untuk penambah semangat hidup
atau motivasi.
c) Kalau ingin sukses,
maka cobalah membuat agenda hidup-tentukan target
kegiatan harian, mingguan dan bulanan.
d) Juga perlu melakukan
hijrah (andai lingkungan menjadi penyebab
kemalasan kita), karena faktor lingkungan, seperti teman yang santai
akan
juga membuat kita santai.
Sangat dianjurkan untuk
mencari teman yang smart dalam
hidupnya. Karena motivasi seseorang bisa menular. Motivasi teman yang smart
(yang cerdas) juga akan bisa menular untuk menambah motivasi kita. Namun bukan
berarti kita pilih-pilih teman, semuanya teman teman kita.
Dekatilah teman yang
sukses, wawancarai dia dan petiklah pelajaran yang banyak darinya, bagaimana
mereka belajar. Dan salah satu keterampilan yang terpenting dalam hidup adalah
menganalisa mengapa orang lain sukses dan mengadaptasi strategi menang mereka
(Coline Rose dan Malcom.J. Nicholl, 2003).
Dalam
pelajaran sains di sekolah, kita belajar tentang hukum causal effect atau
pelajaran sebab dan akibat. Hidup kita juga diwarnai oleh hukum sebab akibat.
Hukum sebab akibat tidak hanya ada dalam pelajaran sains, tetapi juga ada dalam
dunia sastra, sebagaimana terungkap dalam pribahasa: siapa yang menanam dia
yang akan menuai (memetik). Tebarlah kebaikan, maka cepat atau lambat maka setiap kebaikan yang kita lakukan akan
membuahkan hasil.
Sebaliknya kejelekan yang
andai kita kerjakan, maka juga akan kembali pada kita. Oleh sebab itu kita
perlu lebih banyak menanam kebaikan.
Barang siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan mendapatkannya. Ya seperti
pepatah dalam bahasa Arab yang berbunyi : man
jadda wa jadda- barang siapa yang bersungguh-sunggu akan berhasil. Untuk
merealisasikan pribahasa “man jadda wa
jadda” agaknya harus diwujudkan dengan konsep total learning atau belajar secara total.
Belajar
Secara Total
Total
learning dapat kita
lakukan dengan maksud untuk
mengembangkan potensi atau kekuatan yang ada pada diri kita. Pembahasan tentang
belajar secara total ini terinspirasi oleh paparan pelatihan motivasi yang
diberikan Setia Furqon (2010), seorang motivator
berusia muda yang selalu memotivasi banyak anak muda, terutama para pelajar dan
mahasiswa. Catatan dan dokumen dari pelatihan tersebut dijadikannya buku yang berjudul “Jangan kuliah kalau gak
sukses”.
Dia mengatakan bahwa untuk
sukses dalam belajar, paling kurang diperlukan lima fondasi dasar yang berguna
untuk memberi kekuatan bagi kita dalam belajar. Kekuatan tersebut meliputi :
kekuatan spiritual, kekuatan emosional, kekuatan finansial, kekuatan
intelektual dan kekuatan aksi. Kelima kekuatan tersebut dalam bahasa Inggrisnya
adalah “spiritual power, emotional power, financial power, intellectual power
and actional power”.
Saya akan merefleksikan
pemikirannya tentang kiat-kiat sukses dalam belajar, dengan judul: Lima Kekuatan
Untuk Menunjang Sukses Dalam Belajar. Pembahasannya adalah sebagai berikut:
1)
Spiritual power
Ini berarti kekuatan
spiritual. Bahwa kesuksesan sejati adalah saat kita merasa dekat dengan sumber
kesuksesan itu sendiri, yaitu Allah Swt-Sang Khalik. Untuk itu ada beberapa
kiat yang dapat kita lakukan agar hidayah (petunjuk) bisa datang. Bahwa
petunjuk hidup itu sendiri harus
dijemput, bukan ditunggu. Kemudian kita harus mencari lingkungan yang kondusif,
karena sangat sulit bagi kita untuk keluar dari lingkaran kemalasan jika
lingkungan itu sendiri mendorong kita untuk jadi pemalas. Untuk mengatasinya,
maka kita harus hijrah, misalnya pindah
kost ke tempat yang mendukung semangat belajar kita. Kalau sulit untuk pindah
kost, maka kita bisa melakukan hijrah melalui perobahan sikap dan pikiran.
Untuk
memperoleh petunjuk buat kehidupan, maka
kita bisa menemukan guru-guru dalam kehidupan. Guru tersebut adalah orang-orang
yang akan memberi kita inspirasi agar bisa bangkit setelah kita terjatuh. Sang
inspirator kita tidak harus jago dalam ngomong, orang tersebut bisa jadi sedikit bicara, namun karya dan
prilakunya membuat kita termotivasi.
Belajar
yang didukung oleh spiritual power,
memandang proses belajar sebagai sebuah ibadah. Kita harus belajar agar kita
menjadi orang yang berilmu, beriman, dan punya martabat. Berharap setelah itu
kita juga bisa memberi manfaat pada orang lain dan lingkungan, paling kurang
kita bisa memberi pencerahan untuk lingkungan.
2)
Emotional power
Kekuatan ini (kekuatan
emosi) juga dapat kita sebut dengan istilah
kecerdasan emosional (EQ). Kecerdasan ini juga sebagai penentu
kesuksesan seseorang. Di dunia ini ada banyak orang-orang cerdas atau jenius
dengan IQ di atas rata-rata namun pekerjaanya selalu pada level bawah. Itu terjadi karena kepribadiannya yang kurang disukai
atau sulit bersosialisasi.
Kecerdasan emosional
seseorang bisa berkembang, karena kecerdasan ini merupakan akumulasi dari
karakter individu (seseorang), dan juga dukungan perlu dari faktor lingkungan.
Sikap atau karakter sangat penting dalam
membentuk kecerdasan emosi seseorang. Apakah seseorang berkarakter ramah, gigih dan ulet- maka itu
adalah contoh dari bentuk kekuatan emosional (emotional power).
Karakter
adalah ibarat sebuah perjalanan yang panjang. Sebagaimana telah dijelaskan
bahwa karakter adalah akumulasi dari bentuk pikiran, ide yang kita ekspresikan
lewat ucapan dan tindakan, kemudian dipoles dengan suasana emosi. Orang lainlah
yang akan melihat kualitas
emosional kita tadi- apakah disana ada
unsur “jujur, peduli, ikhlas, disiplin, dan berani”, atau malah yang terlihat
banyak unsure “suka berkhianat, angkuh, boros, cepat bosan dan malas”.
Emosi
itu sendiri dapat dilatih. Beberapa cara untuk melatihnya adalah melalui pembiasaan
positif seperti : tersenyum dengan tulus, bila berjumpa dengan teman ya
jabatlah tangannya dengan penuh antusias. Kalau ngobrol mari kita biasakan
untuk mendengar orang terlebih dahulu. Kita perlu ingat bahwa tidak bijak untuk
membuat orang tersinggung. Kalau kita sedang ngobrol maka kita usahakan
untuk menatap mata lawan bicara.
Ini sebagai tanda bahwa kita sedang
serius dan ia juga akan merasa dihargai.
Kita juga harus ingat dan tahu dengan nama lawan bicara kita.
Suasana
hati adalah bentuk dari emotional power.
Remaja yang sedang menuntut ilmu pengetahuan mutlak memerlukan emotional power,
yaitu suasana hati yang solid agar mereka mampu meraih mimpi-mimpi tersebut.
3)
Financial power
Financial
power berarti kekuatan
dalam hal keuangan. Bahwa kita seharusnya
memiliki kekuatan keuangan agar bisa sukses dalam studi. Maka banyak
orang menganggap bahwa uang bukanlah hal
yang utama. Mereka malu dikatakan
sebagai orang yang matre (mata duitan).
Paling kurang ada dua karakter orang berdasarkan pendekatan ekonomi atau
keauangan. Ada orang bermental miskin
dan orang bermental kaya.
Karakter orang bermental
miskin adalah mereka yang menginginkan hasil (sesuatu) yang diperoleh secara instan. Mereka lebih suka
membeli banyak barang yang membuat mereka jadi konsumtif. Mereka sulit untuk
berubah, dan senang mengandalkan bantuan orang lain. Mereka juga berkarakter
suka menerima,dan kalau belajar
hanya sebatas untuk mengejar nilai yang bagus.
Sementara itu orang yang
bermental kaya adalah mereka yang karakternya
terbiasa menyukai proses. Dalam shopping ya mereka lebih suka membeli
barang yang produktif. Selanjutnya ia (mereka) bersifat kreatif, mandiri,
senang memberi, dan dalam belajar (kuliah) bertujuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
Kesuksesan dalam belajar
sangat signifikan dengan keberadaan financial
power. Uang atau finsial adalah payung buat kehidupan. Keberadaan uang akan
memudahkan kehidupan, utamanya dalam mencukupi atau menyediakan kebutuhan minimal
kita.
4) Intelectual Power
Kemudian hal lain yang
perlu kita miliki adalah “intelectual
power”. Bahwa kita sendiri sedikit
banyak juga harus memahami tentang keberadaan otak. Otak kita membutuhkan waktu istirahat yang cukup agar
otak bisa beroperasi secara optimal. Maka kita perlu untuk bisa memperoleh
tidur yang bermutu yaitu tidur yang nyenyak, karena sangat berguna untuk kesehatan otak. Salah
satu fungsi otak adalah membantu kita dalam memahami apa yang kita amati dan
yang kita tiru.
Intelektual bermakna
seseorang yang memiliki kecerdasan yang tinggi. Jadi untuk hidup kita perlu
cerdas. Sehingga ada ungkapan “work hard
and think smart- bekerja keras dan berfikir cerdas. Jadinya dalam belajar,
kita juga perlu belajar cerdas- belajar dengan cara menyenangkan, mencari
informasi bagaimana cara menjadi orang yang mandiri dalam belajar dan juga
bercermin pada tokoh sukses tentang rahasia belajar mereka sehingga
mengantarkan mereka menjadi pribadi yang berkualitas.
5) Actional Power
Ini berarti kekuatan
bertindak. Seorang pemuda (siswa atau mahasiswa) yang menjadi atlit sepak bola
menghabiskan puluhan jam untuk membaca buku sepak bola, tentu saja susah
baginya untuk menjadi sepak bola yang sejati. Kecuali kalau ia memang sangat
rajin dalam latihan menendang bola. Karena praktek menendang bola lebih berarti
dari pada hanya membaca buku teori tentang bermain sepak bola.
Dikatakan bahwa orang
Jepang bisa menjadi cerdas karena punya kebiasaan mengamati, meniru dan
memodifikasi. Bangsa Jepang bukanlah bangsa yang mula-mula menemukan kendaraan roda dua dan roda empat. Namun
mereka adalah bangsa yang gigih dalam
meniru-melakukan atau karena memiliki actional power- dan memodifikasi penemuan bangsa
lain. Budaya senang meniru dan senang memodifikasi tersebut telah membuat Jepang sebagai negara produsen
mobil terbesar di dunia. Negara Jepang pada mulanya mengamati dan meniru serta
memodifikasi mobil Ford buatan Amerika dan mobil buatan negara lainnya.
Jepang memodifikasinya hingga bisa menciptakan mobil-mobil yang
cantik, seksi dan hemat bahan bakar.
Jadi
dapat dikatakan bahwa sekarang kita perlu menjadi cerdas. Ya...cerdas dalam
belajar dan juga cerdas dalam hidup.
Untuk bisa cerdas atau berhasil dalam hidup ini maka kita memiliki dan memperdayakan
lima kekuatan yaitu action power,
financial power, spiritual power, intellectual power, dan emotional power.
Dengan demikian pelajar dan mahasiswa yang bakal sukses itu adalah mereka yang
memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosi,
kecerdasan dalam bersikap (beraksi) dan perlu juga dukungan keuangan. Bukan
dalam arti kata kita harus kaya raya (punya banyak uang), namun perlu ada
dukungan uang atau dana buat mendukung sukses studi kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them