8. Menjalani Seleksi Guru Berprestasi Tingkat Nasional
Pelaksanaan seleksi
guru berprestasi tingkat nasional tidak seberat seleksi di tingkat propinsi.
Namun yang terasa berat adalah perasaan atau beban mental. Saat itu bullying aku harus berhadapan dengan utusan-utusan terbaik dari setiap propinsi dan
jumlah mereka lebih besar dibanding saingan saat di Propinsi.
“Aku ibarat
berada di antara bintang-bintang dan aku tidak bisa lagi melihat dan merasakan cahaya diri
sendiri, karena bisa jadi kemilau diri
kalah bersaing dari kemilau atau
pesona teman-teman lain”.
Meskipun kami
ditempatkan di Hotel Millenium dengan iklim yang nyaman namun fikiran tidak
senyaman suasana, karena dalam fikiran terjadi psy-war- perang syaraf atau perang dalam fikiran. Ya bagaimana aku bisa menaklukan soal-soal ujian
test tulis yang jumlah soalnya tidak sebanding dengan alokasi waktu.
“Karena
anda adalah orang-orang pilihan maka tidak mungkin kami memberikan anda
soal-soal yang mudah”. Kata salah seorang dewan juri.
Selama dua hari
kami dihujani oleh test tulis sepanjang hari, otak terasa lelah dan panitia
ujian juga terlihat lelah. Dua hari berikutnya kami harus
mempresentasikan karya ilmiah, dengan kuota 1 (satu) jam perorang. Ini adalah
saat yang menegangkan menghadapi pertanyaan demi pertanyaan dari dewan juri dan
bagaimana kita bisa merespon dan meyakinkan dewan juri dengan logika dan dengan
penuh sopan santun.
Aku juga harus antri, menunggu giliran dan memang cukup membosankan. Jadwal tampilku ternyata jam 09.00 atau 10.00 malam. Namun saat itu
aku tidak berada di tempat karena harus
menunaikan sholat Isya. Jadwal tampilku ditunda
pada pagi berikutnya.
Habis sarapan
pagi maka semua peserta memakai pakaian
PSL- baju putih lengan panjang, memakai jas dan juga dasi. Setiap peserta
mencari informasi tentang apa jenis pertanyaan dan bagaimana karakter dewan
juri.
“Woww jurinya ada yang rada-rada galak. Suasana
presentasi seperti mengikuti kompre
untuk tesis pada kuliah pascasarjana”.
Akhirnya
tibalah jadwal bagiku untuk
mempresentasikan karya ilmiah dengan
media power point. Yang kita perlukan adalah sikap tenang, santai dan penuh
percaya diri. Setelah melalui presentasi ternyata suasana presentasi tidak
menakutkan seperti yang aku bayangkan. Alhamdulillah aku aku tampil cukup prima karena semalaman
tidurku pulas dan aku merasa bugar, hingga bisa merespon semua pertanyaan dewan juri,
malah aku menerima ucapan selamat dari
dewan juri - mogas-moga anda sukses.
“Aku yakin itu hanya ucapan selamat untuk
membesarkan hati setiap peserta”
Selesai
presentasi, sebetulnya suasana fikranku sedikit lega, kecuali aku harus menyiapkan mental untuk mendengar hasil
pengumuman pada hari berikutnya.
Acara setelah kegiatan
presentasi adalah kegiatan di luar Hotel Millenium. Kami semua menuju Hotel Sahid untuk acara makan malam, acara
ramah tamah dan pemberian hadiah dari Bank Mandiri oleh Direktur Bank Mandiri
dan juga oleh Menteri Pendidikan Nasional.
9. Pencerahan dari Bank Mandiri dan Menteri
Seperti biasa, aku
mengikuti uraian pencerahan yang
diberikan para tokoh dengan seksama (tekun), aku tidak lupa untuk menulis/ menyalin ide-ide yang bermanfaat pada buku catatan. Ada
ide-ide pencerahan dari Bapak Anis
Baswedan (Direktur Bank Mandiri).
Bapak Direktur
juga memberi wejangan yang sangat menginspirasi. Ia berpesan agar kita menyiapkan anak-anak menjadi pemenang di era
baru dan bukan menjadi orang yang kalah dengan ilmu, bahasa, agama, pergaulan,
etika, dan lain-lain. Ia bertanya:
“Mengapa sih orang orang Indonesia cukup banyak
bisa diterima di internasional ? Ya itu karena karakter dan integritas mereka
yang baik, dan juga oleh kualitas kompetensi yang mereka milki”.
Usai pencerahan dari direktur Bank Mandiri
diteruskan dengan pencerahan (ceramah)
dari Menteri Pendidikan nasional.
Menteri pendidikan (Prof. Dr. Mohammad
Nuh) telah hadir sebanyak dua kali.
Ceramahnya sangat aku senangi. Bpk menteri mengawali ceramahnya dengan
memaparkan defenisi kata “guru”.
“Guru , yang berasal dari bahasa Sangskerta- gu= darkness
(kegelapan) dan ru= light
(cahaya). Jadi guru adalah cahaya yang menerobos kegelapan, guru adalah orang
yang memberi pencerahan”.
Guru itu
seharusnya adalah orang-orang hebat maka untuk itu mereka perlu menyandang
prestasi dan dedikasi. Seorang guru perlu memiliki cahaya (kecerdasan) dan
energi (kompetensi) untuk menerobos kebodohan. Guru- guru adalah orang yang
selalu menjaga kualitas bangsa, yaitu selalu membangun peradaban. Guru juga
punya peran yaitu sebagai sumber inspirasi bagi kehidupan generasi muda.
Prestasi
seseorang harus diapresiasi (dihargai). Namun yang bisa memberi appresiasi
adalah orang orang yang juga pernah berprestasi (yang yang punya pengalaman
sukses). Sorang yang tidak punya prestasi- tidak memilki pengalaman sukses- ya
susah untuk menghargai prestasi orang.
“Guru itu adalah ibarat mata air (sumur/ sungai)
yang tidak pernah kering. Kehadirannya diperlukan untuk menyuburkan bangsa ini.
Agar guru bisa selalu menjadi sumber air bagi kehidupan, maka guru harus selalu
belajar dan belajar”.
Kadang kadang ada
guru yang mudah menjadi inferiority complex (rendah diri), karena merasa
diri kurang- kurang ilmu, kurang kompeten. Untuk mengatasinya ya dengan menumbuhkanlah
sikap optimis. Peran guru adalah untuk
memberi sentuhan demi sentuhan buat generasi emas Indonesia.
Dunia guru adalah
dunia ilmu, maka ilmu itu punya induk yaitu kesabaran dan kebijakan. Orang yang
berilmu musti penyabar- guru yang berilmu adalah bukan guru yang killer dan
guru pemarah. Tidak mungkin orang yang berilmu itu seorang yang pemarah.
“Maka aneh
ya....sekali lagi, kalau ada guru yang berilmu terkenal sebagai guru
yang pemarah”.
“Perempuan
berilmu sangat dicari-cari dan dicintai oleh orang kaya. Mau tahu ciri-ciri
menantu orang kaya ? Yaitu cantik/ ganteng, pintar (berilmu) dan jelas
turunannya (orang tuanya). Masa orang
kaya punya menantu jelek dan bodoh”. Kata Pak Menteri bercanda.
Usai berceramah menteri pun pamit dan hari sudah beranjak larut malam.
Kami semua bergegas menuju mobil untuk bisa kembali ke Hotel millenium.
10. Jum’at Yang Mendebarkan
Aku rasa bahwa hari Jum’at tanggal 7 september
2012 adalah hari yang mendebarkan karena hari itu akan ada pengumuman pemenang
guru berprestasi. Walau semua peserta terlihat ceria, namun satu atau dua orang
terlihat sedikit gugup. Ada yang berzikir agar diberi Allah rasa tenang dalam
hati.
Pagi-pagi setelah sarapan kami kembali bergegas
menuju mobil untuk menuju Hotel Century. Hari itu kami punya kegiatan yaitu mengikuti kuliah umum yang disampaikan oleh
Bapak Surya Dharma, M.A, Ph.D, dengan topik “tantangan guru tahun 2030”.
Bapak Surya Dharma. Ph.D adalah Direktur pembina
pendidik dan tenaga kependidikan Dikmen. Beliau terinspirasi oleh buku “Education
for 21st Century”.
Ia menyatakan bahwa kualitas pendidikan kita tergantung
pada kualitas dan kepedulian guru, kepala sekolah dan pengawas. Kalau ke tiga
orang ini memiliki kompeten- meskipun gedung jelek- ya akan bisa diperoleh
generasi yang bernas. Apalagi kalau sang anak juga berasal dari rumah/ orang
tua yang juga peduli- memotivasi dan menyediakan fasilitas.
Guru musti bertekad dan berprinsip bahwa “cara
mengajar kita musti berbeda dari cara
mengajar guru dalam generasi sebelumnya”. Kalau guru kita killer, pemarah, membuat siswa stress, ya
kita tidak harus demikin. Kalau guru
kita mengajar selalu monoton maka kita
harus mengajar dengan model yang bervariasi”.
Beliau
menambahkan bahwa dunia sudah berubah dan cara kita bersikap juga berubah.
Bagaimana implikasi dari perubahan dunia ini. Coba lihat bentuk hiburan- sudah
berubah, cara dan alat komunikasi- sudah berubah, cara membayar dengan
transaksi kartu ATM- sudah berubah, maka metode dalam mendidik- juga harus
berubah. Jadi dunia memang berubah.
Dalam berkomunikasi dan mengakses informasi
sekarang anak-anak muda banyak bersandar pada google (ada 620 juta orang),
blogger (126 juta orang), you tube (2 juta orang) dan facebook (260 juta
orang). Malah siswa sekarang tidak perlu banyak tanya pada guru mereka lagi. Mereka bisa berkonsultasi dengan “mbah
google”. Kalau mereka ingin belajar bahasa, fisika, itu bisa lewat you tube.
Jadi paradigma- cara memandang kita- juga harus
berubah. Maka guru, kepala sekolah dan pengawas perlu tahu dan menguasai internet: google, blogger, you tube, facebook
dan fitur yang lain. Dahulu siswa amat
percaya pada ucapan guru mereka. Namun sekarang mereka bisa cari tahu ke
internet.
Siswa-siswa
kita bisa jadi sudah kaya dengan akses informasi, namun mayoritas mereka
masih lemah dalam “problem solving dan critical thinking’. Sementara pendidikan
di negara maju yang membuat negara tersebut bisa jadi maju adalah karena
penduduknya sudah berorientasi pada problem solving dan critical thingking.
Maka ini juga menjadi tantangan bagi
individu guru dan orang tua di rumah.
Beliau menambahkan bahwa dalam zamat teknologi
dan informatika ini, kehadiran internet juga telah mengubah cara kita belajar,
bermain dan bekerja. Di Amerika Serikat kalau ada rapat dinas, maka mereka tidak
memakai undangan lagi, namun sudah dalam bentuk online. Orang- orang di sana
selalu perlu membuka/ mengakses situs (web) on line.
“Tanpa kita
sadari bahwa belajar dan memesan tiket sekarang juga sudah serba online. Maka
kalau boleh Kepala Sekolah jangan hanya terlalu rajin mengurus administrasi
sekolah, namun mereka harus menjadi instructional leadership- ya fokus pada
learning”.
Kepala sekolah
sangat urgen untuk rajin mengunjungi kelas- bukan untuk bikin stress guru dan
siswa- namun mereka perlu tahu bagaimana berinteraksi dan berkomunikasi dengan
warga sekolah. Jadi pembelajaran itu sangat utama. Jangan mengajar berharap anak banyak memorizing
(menghafal) tetapi dorong mereka untuk melakukan critical thingking-
untuk itu bentuk ujiannya harus essay, bukan multiple choice (pilihan
berganda). Guru sendiri juga perlu tahu bentuk mengajar dengan critical
thingking dan problem solving.
Pokok pembelajaran dalam abad 21 adalah tentang
life-skill, content, mata pelajaran utama/ pokok, learning and thingking skill
serta ICT dan literacy. Mari kita didik anak dan siswa kita sesuai zaman. Kalau
kita mengajar anak atau siswa seperti pada zaman kita dahulu, berarti kita
merampas masa depan mereka. Guru tidak hanya mengajar kognitif anak, namun juga
mendidik (membentuk) karakter mereka melalui pemberian model dan menyebarkan
pesan-pesan tentang betapa pentingnya menjadi orang yang baik (orang yang
bijak).
Guru perlu selalu upgrade ilmunya. Upgrade itu
berarti charging. Phone-cell saja juga perlu charging, Hp yang tidak dicharge
bisa low battery. Hidup kita ini
unpredictable- kadang- kadang tidak bisa diprediksi, untuk itu kita selalu
berubah melalui learning dan kalau boleh learning based society.
Sebagai guru- kita mengajar orang-orang baru,
bukan generasi lama. Maka kita juga perlu mengubah cara mengajar kita. Dahulu menempeleng siswa bisa jadi sah-sah
saja, namun sekarang menempeleng siswa bisa berurusan dengan hukum dan
melanggar undang-undang perlindungan anak. Selanjutnya juga dikatakan bahwa Kepala Sekolah perlu menciptakan lingkungan
yang effektif bagi sekolah.
“If you don’t learn- you don’t change, if you
don’t change- you die, so never stop learning. Jangan seperti dinosaurus yang
malas bergerak dan akhirnya mati”.