Rabu, 08 Januari 2014

Orang Indonesia Juara Nyanyi



Orang Indonesia Juara Nyanyi

1. Konjen, Tempat  Yang Nyaman
            Hari terakhir di Australia kami habiskan di kantor Konsulate Jenderal RI di Sydney. Alamatnya adalah di 236 Maroubra Rd, Maroubra NSW 2035, Australia.  Selesai mengikuti kegiatan ramah tamah dengan Pak Nicolas dan juga Pak Akbar Makarti, kami semua menyebar ke sekeliling gedung. Aku merasa senang dan nyaman, seperti di rumah sendiri. Orang orang banyak yang datang dan pergi ke gedung ini.  
            Konsulate Jenderal memang sangat diperlukan. Seorang konsul atau konsul jenderal[1] adalah pemimpin sebuah konsulat  wakil resmi sebuah negara bertindak untuk membantu dan melindungi warga negaranya serta menfasilitasi hubungan perdagangan dan persahabatan (hal ini yang membedakan tugas antara seorang konsul dengan duta besar yang mewakili sebuah negara) yang ditugaskan di luar wilayah metropolitan atau ibu kota sebuah negara di luar negeri dan berkewajiban menjaga kepentingan negara serta rakyatnya yang berada di negara luar negeri tersebut. Kantor tempat konsul bertugas disebut konsulat atau konsulat jenderal, dan umumnya berada di bawah pimpinan sebuah kedutaan besar, yang biasanya terletak di ibu kota negara.
            Aku sempat berbincang- bincang dengan warga Indonesia yang telah lama tinggal di sini. Aku lupa dengan namanya. Ia mengatakan bahwa saat merasa sendiri di perantauan, kangen rumah sudah tentu melanda. Ingat teman-teman di tanah air, rindu keluarga di rumah, kangen masakan ibu dan segudang perasaan lainnya campur aduk di benak pelajar Indonesia di Australia. Untuk mengatasi perasaan ‘homesick’ itu ada banyak cara yang bisa dilakukan. Agar semakin bersemangat menimba ilmu di Negeri Kanguru siswa dapat bergabung dengan kelompok-kelompok kemahasiswaan maupun komunitas Indonesia di Australia. Biasanya kelompok-kelompok ini banyak di jumpai di Universitas atau kampus yang memiliki banyak pelajar dari Indonesia yang menuntut ilmu di beberapa kampus di Australia barat seperti Curtin University, Edith Cowan University, TAFE maupun Murdoch.
Salah satu contohnya adalah Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia-Western Australia[2]. Perhimpunan ini menyatukan ratusan pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di negara bagian Australia paling barat. Mereka memiliki beragam aktifitas seperti Lomba Pidato Bahasa Indonesia, acara olah raga dan kesenian, ramah-tamah dengan penduduk Australia lewat pesta BBQ dan beragam kegiatan lainnya. Apabila Anda adalah pelajar Indonesia di Australia dan ingin bergabung, bisa mengisi formulir berikut ; http://ppia-wa.org/wp-login.php?action=register Dengan bergabung dalam perhimpunan ini, pelajar bisa bergabung, bertukar pikiran, berkegiatan, mempererat persaudaraan, membangun jaringan/networking, dan tentunya dapat bertemu sesama orang Indonesia dan merasa seperti di rumah sendiri.
Selain itu, Konsulat Jenderal Indonesia (seperti di Sydney, Perth dan tempat lain) siap membantu mengakomodir kepentingan warga Indonesia di Australia untuk tinggal secara nyaman. Berbagai informasi mengenai komunitas ini dapat dengan mudah di temui di Konjen RI yang terletak di Pusat Kota. Dengan bergabung bersama komunitas/perhimpunan tersebut dapat menjaga diri dari kegiatan-kegiatan negative yang mungkin dapat mempengaruhi tujuan utama kita untuk belajar di Australia demi masa depan. Komunitas-komunitas tersebut juga sangat welcome untuk menyambut anggota baru dan senang berbagi berbagai informasi penting tentang pengalaman mereka selama belajar, bekerja maupun tinggal di kota-kota Australia.
Di konjen Sydney ini ada cukup berita, apalagi tentang kemajuan bangsa kita di benua Australia ini. Aku merasa surprised saat mengetahui bahwa ternyata saat ada kegiatan pemilihan “Bintang Australia Idol- yang dalam programnya disebut Australia’s Got Talent atau AGT”, ternyata pemenangnya adalah orang kita yang bernama Julius Firdaus. Aku ingin menceritakan tentang pria ini buat teman- teman di Indonesia.

2. Julius Firdaus- Juaranya Australia Idol
            Julius Firdaus adalah asal Indonesia yang memperoleh juara sebagai Australia Idol, yang dalam nama kejuaraannya adalah “Australia’s Got Talent (AGT)”[3]. Media-media Australia menjulukinya gelar “a man with angelic voice’. Di satu sisi sebagai orang Indonesia kita merasa bangga, namun di sisi lain kita menyadari ironi betapa minimnya orang kita yang berpengaruh baik dalam segi entertainment maupun politik disbanding orang-orang background Asia lainnya di Australia.  
            Julius menjadi pioneer dan contoh bahwa orang Indonesia juga bisa turut berintegrasi dengan kultur mainstream entertainment di Australia. Julius datang ke Sydney kira- kira 3-4 tahun yang lalu. Ia adalah pelajar musik pada Australia International Conservatorium of Music di Rozelle.
            Ia datang ke Sydney karena mendapat beasiswa untuk classical singing di bidang opera. Lumayan terhormat karena dari semua murid conservatorium, ia satu satunya yang dapat beasiswa penuh dan satu satunya orang donesia. Kebanyakan pelajarnya datang dari Iran, Irak, Amerika, Perancis, Spanyol, dll. Ia pertama kali menemukan talenta dalam menyanyi saat iamasih kecil. Karena pada kenyataanya ia mendapat scholarship juga sejak dini. Sepertinya memang sudah jalan baginya, waktu kecil ia sudah ikut banyak kompetisi.
            Dalam keluarganya sendiri tak ada yang berdarah musik. Oleh karena itu dulu orang tuanya/ papanya sempat menentang hobbynya. Karena papanya punya bisnis besar, sukses dan papanya ingin agar ia menjadi penerusnya.
            Sebelum mengikuti kegiatan Australia Idol, ia memiliki kegiatan rutinitas sehari-hari. Kebetulan pas tahun kedua ia bikin program dan ia diminta jadi director acara tersebut. Sejak saat itu teman-temannya, rata-rata orang bule, berkata bahwa mereka ingin bekerjasama dan ingin belajar bersama. Maka ia mulai menjadi pengajar musik. Dan saat ia bertemu dengan komunitas Korea, mereka mengajak Julius buat membuka sekolah bareng di Ashfield dan Julius menjadi kepala pengajar hingga sekarang.
            Julius kemudian juga diangkat menjadi pengajar di conservatorium tempat ia belajar. Jadi ia sebagai pelajar dan sekaligus juga menjadi pengajar- semacam assisten professor. Memang hidup ini tidak ada yang terjadi secara instant (secara tiba-tiba. Semua harus dijalani dengan telaten.
            Pengalaman saat mengikuti AGT (atau Australia Idol) tentu saja pada mulanya ia sempat nervous. Apalagi iatahu bahasa Inggrisnya masih ajep-ajep. Namanya saja mengikuti acara Australia’s Got Talent, jadi ia harus tampil selayaknya orang Australia, bukan Indonesia. Jadi perjuanganya tiap saat harus berbicara bahasa Inggris. Sebagai orang Indonesia sebelum mengucapkan sesuatu harus mikir dulu, bahasa Indonesianya apa dan terus diterjemahkan ke bahasa Inggris.
            Bayangkan di dalam gedung ada 2000- 3000 orang dan 4 juri. Semuanya orang besar, salah satunya Geri Halliwell[4]…yang merupakan idolnya Julius sejak ia berumur 14 tahun. Mengetahui bahwa ia bakal nyanyi di depan mereka lalu akan dikomentari tentu membuanya nervous. Julius sangat bersyukur karena acara Australia idol itu hanya dibuka buat citizen Australia dan permanent resident, sementara ia belum- tapi sedang mengurus menjadi permanent resident. Namun ia bisa mengikuti acara tersebut.   
            Julius sering disebut sebagai penyanyi seriosa. Ia tahun bahwa kalau di Indonesia jaman dulu seriosa dimulai pas pada jaman pak Pranajaya[5]- merupakan seorang penyanyi tenor dalam musik seriosa Indonesia. Ia sering disebut sebagai "Bapak Seriosa Indonesia"-  dan banyak penyanyi era 1940- 1950. Sebenarnya seriosa itu diambil dari kata opera namanya seria. Jaman dulu ada istilah operetta, opera buffa dan opera seria.
            Berkat prestasi pada AGT Julius mendapat tawaran kontrak banyak label musik. Ada yang menawarkan untuk pindah ke London dan Amerika Serikat. Tentu saja tidak bisa diambil karena ia sebagai murid beasiswa sudah tanda tangan kontrak sampai selesai. Maka fokusnya untuk sementara hanya belajar dulu. Yang jelas ia tidak mau menjadi orang yang sebagai penonton saja, ia selalu ingin mengambil peran dalam hidup ini.
            Julius punya pesan bagi anak anak Indonesia agar bisa menjadi Go Internasional maka perlu mengubah cara berfikir. Memang itu semua soal mindset, musti dibentuk dari dalam. Kalau di Australia terlihat orang sini melihat apa yang kita bisa….bukan apa yang kamu punya. Sementara itu di Indonesia, sering lihatnya dari apa yang kita punya…bukan apa yang kita bisa. Yah kalau kitamau ingin jadi orang yang lebih internasional, maka jadilah orang yang kepribadian dan etos kerjanya internasional juga.  



[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Konsul
[2] http://www.educationone-indo.com/perkumpulan-mahasiswa-dan-komunitas-indonesia-di-perth-australia/
[3] Oz-Indo, Monthly Indonesian Magazine. Po Box 682. Rosebery -New South Wales
[4] http://www.gerihalliwell.com/
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Pranajaya

Konsulate Jenderal Sydney



Konsulate Jenderal Sydney

1. Hindari Obesitas
Seperti biasa sarapan pagi kami selama di Australia adalah di hotel. Sebelum jam 7 pagi kami sudah turun menuju ruang makan. Kali ini kesehatanku sedikit terganggu gara-gara hari sebelumnya aku kebanyakan mengkonsumsi daging dan juga bumbu. Pagi ini aku hanya mengambil sedikit nasi dan satu butir telur. Aku juga khawatir kalau menjadi obesitas- kegemukan.
Banyak orang mengalami obesitas gara- gara tidak kuat menahan nafsu makan. Untuk mencukupi kebutuhan vitamin dan mineral tubuh maka aku hanya mengambil sayatan jeruk, melon, pine apple dan juga juice apple. Aku coba untuk menikmati semua serba sedikit. Karena semua jenis hidangan adalah buat tamu hotel.
Aku juga mengambil satu gelas cappuchino. Pada mulanya aku tidak mengerti cara menggunakan mesinnya. Ya aku perhatikan bagaimana orang membuat minuman cappuchino. Cappunchinonya tanpa gula- pada umumnya orang Australia mengurangi penggunaan gula. Memang rasanya tidak begitu enak. Dengan demikian aku harus meminumnya sedikit demi sedikit hingga habis.

2. Aktivitas Konjen
            Konjen adalah singkatan dari Konsulate Jenderal. Kegiatan kami hari ini adalah mengunjungi Konjen Indonesia di Sydney. Setelah kunjungan ke sana kami akan pergi ke Paddys market, yaitu sebuah kompleh pasar murah di kota Sydney. Di sana kami akan membeli souvenir tambahan buat teman dan family.
            Hanya dalam waktu sekitar setengah jam saja bis kami berhenti di depan konjen RI Sydney. Kami menunggu sebentar hingga ada aba-aba dari Rachman. Untuk kantor kedutaan RI berlokasi di Canberra- ibu kota Australia.
            Akhirnya kami diperbolehkan masuk ke dalam gedung Konjen. Seperti biasa kami semua melihat sana-sini dan memotret- motret sesuatu yang akan menjadi sweet memory bila sudah berada kembali di Indonesia.
            Kami diberitahu bahwa bapak Duta Besar sedang tidak ada di Sydney. Ia sedang dinas ke Jakarta. Jadinya kami di sini disambut oleh Pak Nicolas yang bertugas sebagai kepala biro kebudayaan dan juga oleh Akbar Makarti, juga sebagai staff di Konjen ini.  
            Orang- orang Indonesia tentu tidak akan merasa asing dengan Konjen RI di Sydney ini. Karena Konjen juga merupakan rumah bagi orang-orang Indonesia yang berada di Sydney. Wilayah kerja Konjen RI Sydney ini meliputi daerah New South Wales, Queensland dan South Australia. Sydney sendiri merupakan ibukota New South Wales.
            Pimpinan New South Wales adalah seorang Premiere, sementara pimpinan tertinggi Australia adalah Prime Minister (Perdana Menteri) dan berkedudukan di Canberra. Juga ada Gubernur Jenderal yang mewakili Kerajaan Inggris, karena Australia adalah negara persemakmuran- commonwealth Inggris.
            Wilayah kerja KBRI yang berkedudukan di Canberra meliputi seluruh negara Australia. KBRI dibantu oleh Konjen. Konjen mengurus hal-hal operasional tentang sosial, budaya dan sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan.
            Dalam ruang lingkup Departemen Luar Negeri, sebetulnya ada istilah Konsulate Biasa, kalau statusnya sudah meningkat maka akan meningkat menjadi Konsulate Jenderal. Beberapa hal yang bisa diurus oleh Konjen RI Sydney adalah seperti urusan ekonomi, sosial budaya, komunikasi dan immigrasi.            
            Saat ini Konjen RI Sydney sedang aktif mempromosikan pelajaran bahasa Indonesia. Itu dilakukan karena minat belajar bahasa Indonesia sedang turun di Sydney. Untuk itu Konjen sedang mengusahakan berdirinya sebuah sekolah yang namanya “Sekolah Satu”. Disini akan diajarkan bahasa Indonesia dan juga budaya Indonesia seperti tari dan lagu.
            Sekolah satu ini murid-muridnya berasal dari orang-orang Indonesia dan juga para immigrant keturunan Indonesia. Namun murid sekolah satu ini cenderung habis karena orang tua mereka lebih cenderung memasukan anak-anak mereka ke sekolah Australia.
            Kementrian luar negeri Indonesia merasa khawatir kalau anak-anak Indonesia dan juga para immigrant Australia keturunan Indonesia yang kulitnya coklat- kulit Indonesia- namun tidak mengerti dengan bahasa dan budaya leluhurnya. Pemerintah Australia juga bersifat futuristic- berfikir ke depan- maka juga mendukung program pembentukan dan pengembangan sekolah satu ini.
            Seluruh sekolah yang diselenggarakan oleh perwakilan pemerintah negara lain selalu dipantau dan diawasi oleh pemerintah Australia. Kalau posisi dan kondisinya sudah meningkat makan diberi grant atau bantuan. Selanjutnya kalau perkembangan lebih pesat lagi maka akan diberi bangunan.
            Konjen Sydney juga mendukung pembentukan sister school antara sekolah Indonesia dengan sekolah di New South Wales. Beberapa sekolah di pulau Jawa dan juga di pulau Bali telah memiliki program sister school dengan sekolah di New South Wales. Dalam program kerjanya mereka sering berkomunikasi melalui teleconference.        
            Selain KBRI dan Konjen, adalagi attase. Attase berada satu kantor dengan KBRI di Canberra dan punya tugas sesuai dengan kebutuhan. Bila Indonesia memiliki urusan yang sangat penting dalam hal pendidikan maka pasti ada attase budaya. Jenis-jenis atase adalah seperti attase budaya, attase pendidikan, attase perdagangan, dan untuk Jeddah- di Arab Saudi- juga ada attase hajji. Attase hajji yakni akan mengurus jemaah haji Indonesia.      
            Dikatakan bahwa selain Konjen, warga Indonesia dan juga warga Australia juga aktif dan aggresif dalam memperkenalkan budaya Indonesia. Mereka misalnya membuat bazaar dan festifal. Misal festival Indonesia multicultural. Ada kelompok yang juga rajin berpromosi, misalnya kelompok Minang Saiyo- sangat rajin melakukan acara kebudayaan dan juga bazaar buat seluruh warga Sydney.  

3. Perkenalan Diri
            Bu Maria memperkenalkan kami semua sebagai guru- tenaga pendidik dan kependidikan- berprestasi Indonesia di tingkat nasional kepada Konjen. Kedatangan kami ke Australia sebagai bentuk reward dari pemerintah Indonesia buat kami. Gunanya adalah agar kami juga bertambah pengalaman internasional.
            Tentu saja kami tidak ingin menjadi kerdil, ibarat katak dalam tempurung. Untuk itu kami juga harus tahu bagaimana orang mengurus lembaga pendidikan mereka hingga kualitasnya diperhitungkan di tingkat internasional. Lewat perjalanan ke beberapa tempat pendidikan I Australia, kami bisa membuat perbandingan tentang manajemen pendidikan.   
            Dalam acara perkenalan tersebut, Pak Nicolas juga menjelaskan bahwa ia bertugas sebagai home staff dan ia memiliki paspor dengan kulit hitam. Ia sendiri lulusan dari Unsrat (Universitas Samratulangi). Lulus dari universitas ini ia ikut melamardan ingin bekerja di Kementrian Luar Negeri. Saat itu ada 12 ribu pelamar yang saling berkompetisi  untuk memperebutkan quota buat 47 orang. Ia akhirnya lulus satu di antara 47 orang tersebut.
            Siapa saja punya berhak untuk berkarir di Kemenlu, dengan syarat bahwapendidikan sarjananya harus pada bidang sosial. Mereka bisa berkarir pada KBRI, apakah pada bidang Konjen, atau attase. Informasi rekruitmen selalu disebarkan ke publik luas. Syaratnya adalah seperti: pendidikan S.1, umur maksimal 30 tahun. Dan untuk S.3 maka umur maksimal adalah 33- 35 tahun.
            “Apakah Australia membutuhkan TKI dari Indonesia ?” Demikian pertanyaan salah seorang teman. Maka Pak Nicolas menjawab bahwa Australia tidak pernah membutuhkan TKI.
Kalau kita menjumpai orang-orang Indonesia sdang bekerja pada sebuah restoran atau menjadi pelayan sebuah toko, seperti yang kami lihat di pasar Paddys.mereka bukanlah TKI, mereka adalah mahasiswa S.2 atau S.3 asal Indonesia yang lagi memperoleh kesempatan kerja sambilan- kerja part time dan mereka dapat izin dari kampunya. Biasanya setiap hari sabtu atau minggu. Itu gunanya untuk meringankan beban finansial mereka.    
            Jumlah warga Indonesia yang ada di Sydney adalah sekitar 20. 000 orang. Pak Nicolas menjelaskan bahwa pemerintah New South Wales memiliki visi yaitu ingin menjadikan pendidikan New South Wales sebagai pendidikan yang terbaik di dunia. Makanya ini terlihat sejak pendidikan rendah. Anak- anak TK misalnya diajarkan bagaimana mereka mampu bercerita- berkomunikasi, mampu menceritakan tentang keluarga mereka. Anak- anak kelas 10 harus sudah mengerti jenis pekerjaan yang mereka inginkan. Cita- cita mereka tidak terlalu muluk- muluk. Dengan demikian banyak siswa kelas 10 yang sudah mampu kerja part time, sehingga pada usia 17 tahun banyak yang sudah mampu tinggal mandiri- jauh dari orang tua mereka, karena mereka sudah punya pendapatan sendiri. Mereka mungkin bekerja di Kentucky fried chicken.
            Sekolah-sekolah Australia juga sangat peduliagar para siswa respek dan toleran pada orang lain. Pada saat orang tua mendaftarkan mereka ke sekolah, maka guru berpesan agar orang tua tidak boleh memiliki anak yang suka bullying pada anak-anak yang lain. Bulying itu maksudnya adalah menggertak atau mengejek teman. Pada anak harus ditanamkan agar mereka saling respek. Anak yang suka bulying bakal dikeluarkan dari sekolah.

Menuju Hotel Baru



Menuju Hotel Baru

1. Mengantuk Berat
Kami semua sudah merasa letih, kami merasa mengantuk cukup berat. Pasti semua kurang tidur. Aku sendiri juga kurang tidur karena tadi aku terbangun jam 2 dini hari dan tidak tidur lagi hingga sekarang. Aku memang ingin pergi ke hotel agar bisa tidur indah.
            Bis kami berhenti di depan Hotel Mercure Sydney yang terletak di George street. Aku nilai ternyata harga hotel ini tentu lebih mahal lagi dari hotel Rydges di Melbourne. Tidak banyak fasilitas yang dapat kami nikmati secara gratis sebagaimana kalau kita tinggal di hotel-hotel Indonesia.
            Harga satu botol air mineral terasa mahal harganya sekitar $ 7. Menggunakan internet akan dikenai biaya $ 10 per jam, wah lebih mahal lagi. Makanya aku jadi khawatir kalau iseng- iseng menggunakan WiFi, soalnya aku khawatir bakal kena charge yang mahal seperti hotel di Melbourne. Fasilitas lain yang juga akan dikenai biaya seperti adaptor listrik bisa disewa, demikian juga dengan movie dan TV.
            Seperti biasa kami rendezvous jam 6 sore. Maka kami semua harus bersiap-siap di ruang lobby. Untuk selanjutnya kami mengikuti langkah Rachman. Tour leader kami ini sudah begitu familiar dengan kota Melbourne dan Sydney. Aku bercanda dengan Rachman bahwa “Pergi ke Melbourne dan Sydney baginya ibarat pergi Pasar Minggu atau Tanah Abang di Jakarta.
            Benar seperti dikatakan Rachman bahwa kota Sydney lebih ramai dari Melbourne dan juga sedikit lebih macet. Kami kini tengah berada dalam kota Sydney dan kami harus buru-buru dan hati-hati setiap kali menyeberang jalan. Keramaian jalan lebih terasa di George Street dan Ultimo Road.
            Kami kemudian melewati wilayah toko harian. Aku melihat bahwa ada juga restoran dengan tulisan “eat in and take away” maksudnya mau beli makanan  bukan makan di tempat atau mau dibawa pulang. Kami melangkah menuju “Restaurantb Eight” miliki orang China.
            Aku berfikir bahwa mengapa susah menemui restoran Indonesia. Kecuali kemaren aku melihat ada “Restaurant  Bali Bagus”. By the way aku kangen berjumpa dengan restoran Padang. Aku rasa faktor bahasa Inggris merupakan bagi pemilik resto kesulitan buat membuka usaha restoran di sini. Di Malaysia dan Singapura restoran Padang juga ada. Karena di sini mereka cukup menggunakan bahasa Melayu yang bahasanya mirip dengan bahasa kita- bahasa Indonesia.     
            Aku memperhatikan bahwa sajian di restoran China di Melbourne dan Sydney tidak jauh berbeda. Variasi hidangan restoran China tidak banyak- cukup sederhana. Begitu tamu datang maka pelayan meletakkan cangkir, mangkok, teapot dan sendok. Semua serba porselen- juga sepasang chopstick atau sumpit. Kemudian para tamu diharapkan untuk membuat teh hangat sendirian dengan cangkir kecil. Kami minum teh tanpa gula. Di restoran Australia gula memang tidak begitu popular.
            Kemudian pelayan menyajikan hidangan pembuka yaitu bubur jagung. Kemudian menyajikan hidangan pokok seperti tumis sayur campur udang, nasi, petis ikan dan juga petis ayam atau bebek atau daging sapi.
            Aku dan Nurhadi menghindari memakan daging ayam, bebek dan daging sapi. Aku tahu daging ini halal, namun kami ragu apakah hewan ini ada disembelih secara Islam ? Kalau tidak secara Islam maka nilai spiritual dagingnya cenderung jadi haram.
            Usai makan maka pelayan akan mengemasi semua piring- piring kotor dan mereka akan menyajikan hidangan penutup- yaitu buah segar. Buah segar diiris seperti sun ripe, melon dan juga buah kiwi. Pelayan di restoran ini semua berusia muda- usia mereka mungkin 20 tahunan. Mereka bergerak dengan cekatan dan jarang tersenyum- ya dengan wajah serius. Pelayan perempuan juga memakai celana panjang. Mereka selalu memperhatikan meja pengunjung, kalau ada gelas yang kosong ya akan dituangi air minum yang baru.   

2. Tidak Boleh Alergi dengan Surat Kabar
            Akhirnya aku bisa menikmati tidur paling nyenyak di Mercure hotel.  Mimpi membawaku terbang tinggi, tapi entah dimana. Aku terbangun setelah aku mendengar “wake up call” lewat intercom pada pukul 5.30 pagi. Seperti biasa aku harus sholat subuh dan aku memastikan dimana arah untuk sholat. Di hotel tidak ada petunjuk arah kiblat. Dengan demikian aku mencari tahu bagaimana jatuh bayang- bayang matahari dan kemudian menentukan arah barat. Maka arah Arab Saudi- tempat berdirinya ka’bah dapat ditentukan, yaitu kira- kira arah barat laut. Maka inilah arah buat menghadap arah sholat.
            Pagi ini aku merasa malas buat mandi, dingiiin. Aku merasa kurang enak badan- merasa sedikit demam dan juga sakit kepala. Kami memutuskan untuk turun ke dining room buat sarapan pagi. Aku menghindari makanan yang banyak bumbu, apalagi daging yang kaya dengan kolesterol. Aku hanya makan sedikit nasi goring dan juga sebutir telur.
            Perasaan kurang enak pada system pencernaakan bisa menjadi sumber datangnya demam. Untuk itu aku mengkonsumsi agak banyak buah- buahan- ya segala jenis melon, buak kiwi dan juga pine apple, serta juga satu gelas juice apple.
            Wah seperti biasa, aku merasa rugi bila tidak membaca koran. Koran kora yang ada di dining room ini gratis untuk dimiliki. Aku memutuskan buat membaca dua koran: the Sydney morning herald dan the China daily.
            Populasi keturunan China cukup banyak di Sydney. Maka mereka juga punya koran yang berguna buat memberi informasi- paling kurang buat mengcover berita seputar orang China. Memang benar bahwa koran China mempunyai fitur tentang “China business dan China life”. Koran ini cukup banyak memberitakan perkembangan bisnis dan ekonomi yang juga berhubungan dengan bisnis dan ekonomi orang China di Indonesia.
            Berbeda dengan koran the Sydney morning herald, yang banyak memberitakan fitur tentang dunia internasional dan Eropa. Surat kabarini adalah surat kabaryang mewakili kepentingan Eropa di Australia.
            Aku perhatikan bahwa industri surat kabar (koran) sangat berkembang di Australia. Koran-surat kabartersebar dari penerbit hingga ke pembaca di sekolah, universitas, perkantoran, restoran, hotel mal-mal dan tempat publik lainnya. Penggantian biaya/ harga surat kabarsudah mencakupi harga tiket di restoran, pesawat, mal- mal, dll. Namun bagaimana dengan semangat membaca surat kabardan distribusi surat kabardi negara kita (?), wah aku ingin kemijakan seperti ini buat ditiru.
            Distribusi surat kabar di Indonesia atau paling kurang di Padang masih sepi. Sirkulasi surat kabar masih dikelola secara konvesional- yaitu masih dari penerbit ke agent. Tentu saja tidak banyak yang membelinya. Coba lihat bahwa mayoritas guru- guru dan pegawai jarang yang membaca koran- berlangganan koran. Kemudian profesi lain seperti polisi, tentara, perawat, pedagang, dll, juga jarang- bahkan tidak ada- yang berlangganan koran. Alhasil mereka hanya memperoleh informasi lewat TV. Celakanya mereka malah juga minim mengkonsumsi berita, kecuali kerajingan mengkonsumsi berita gossip para selebriti.
            Ya bangsa kita baru sebatas merdeka dari buta huruf. Hanya baru sebatas tahu angka- angka dan membaca dongang buat anak- anak- maksudnya sebatas pintar membaca teks- teks singkat.
            Lebih miris lagi, di zaman boom ICT sekarang, para anak- anak tidak punya majalah- mereka tidak mengenal majalah anak- anak seperti majalah Bobo, majalah Kawanku, majalah Sikunjung, dll, sebagaimana majalah saat aku kecil dulu. Selanjutnya para remaja dan orang orang muda, mereka kurang mengenal majalah mereka seperti majalah Gadis, majalah Kartini, majalah Femina, majalah Trubus, majalah Sarinah, dll. Ya mereka lebih memilih jadi generasi penonton. Menonton belasan channel TV selama berjam- jam. Setelah itu ditambah lagi dengan mengkonsumsi digital game. Yang lebih banyak mereka konsumsi adalah sinetron, dan juga status status ringan dari Facebook dan twitter. Ini membuat mereka jadi generasi ekspresif yang spontan, namun perlu mengimbangi dengan menjadi generasi refleksi verbal- banyak berfkir dan menganalisa.
            Apa yang mereka lakukan seperti menonton berbagai channel TV, menonton DVD, membaca status facebook dan twitter tidaklah salah- malah sangat tepat. Namun kita berharap agar mereka juga peduli dengan kebiasaan membaca- bica koran, tabloid, majalah, novel dan dll. Apakah cukup hanya dengan berharap seperti ini ?
            Ternyata tidak, dan tentu melalui action. Terutama para legislative dan para masyarakat perlu mendesak pemerintah untuk membuat peraturan, misalnya para pegawai BUMN, PNS dan pegawai swasta perlu berlangganan koran- membaca koran lewat berlangganan. Bagaimana caranya ?
            Ya seperti yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan GIA (Garuda Indonesia Airways). Siapa saja yang naik pesawat akan memperoleh kora the Jakarta post. Biaya atau harga koran tentu telah tercakup kedalam harga tiket pesawat.    

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...