3. Sholat di
Kaki Sydney Tower
Aku tidak mau membuang-buang waktu
selama berada di Sydney. Aku ingin selalu mencari-cari pengalaman baru dan juga
membuat pengalaman baru. Sebagaimana kemaren dalam acara terakhir di kota
Sydney. Bis wisata men-drop kami di kaki Sydney tower persis disamping Plaza
Meiyer dan di bawah jalur monorail. Mono rail ini sudah lama tidak difungsikan,
kemungkin karena penumpangnya sedikit, jadi tidak efektif buat dimanfaatkan.
Dari kejauhan menara Sydney terlihat
megah dan menjulang tinggi. Namun dari kaki menara ini kami tidak seperti
berada di bawah menara. Ternyata di kaki menara ini adalah komplek plaza modern
yaitu pusat pertokoan tentu saja harga barang- barang cukup mahal di sini.
Kami tidak mungkin bisa berbelanja,
karena harus mengehemat uang. Yang bisa kami lakukan adalah cuci mata. Melihat-
lihat kegiatan toko yang semuanya banting harga. Disana sini aku melihat
tawaran potong harga 20 % off, 50 % off
hingga 60 % off. Maksudnya yaitu: 20 % sikat, 50 % sikat atau 60 %
sikat.
Setelah kami hitung-hitung ke dalam
konversi Rupiah tetap saja harganya terasa cukup mahal. Apalagi kalau kami
bandingkan dengan harga komoditas yang cukup banyak di pasar Tanah Abang. Wah
jauh murah harga komoditas dalam negeri kita. Itulah yang membuat aku sering
berucap: I love you Indonesia.
Kami punya waktu lebih kurang 3 jam
buat cuci mata. Alfi Rokhana salah seorang teman wanita anggota rombongan juga
bergabung dengan grup cowok. Dia kemudian jepret sana sini pada moment yang
menarik matanya.
“Alfi Rokhana, kamu cuma jepret itu
dan jepret ini tanpa ada kamu dalamnya. Itu percuma saja. Itu tidak ada sweet
memory buat orang-orang di kampung kamu. Ayo kamu berdiri disana, biar saya jepret
kamu sepuas-puasnya”.
Tentu saja Alfi Rokhana menjadi amat
senang. Dia aku suruh berdiri dan membuat pose seperti pose berfoto para ABG-
anak baru gede. Kadang-kadang ia mengangkat kedua tangannya, kadang- kadang ia
mengacungkan dua jari membentuk huruf V- atau victory. Kadang-kadang ia berdiri
dan menekuk sebelah kaki.
Kami naik lift dan juga turun lift.
Kami akhirnya mencapai ke lantai atau level 4. Di komplek pertokoan itu ada
hingga level 6 dan setelah itu ada tangga menuju puncak tower dengan ketinggian
lebih dari 300 meter. Dari sana kita akan dapat melihat view kota Sydney yang
amat menakjubkan.
Kami ingin naik lift menuju puncak tower. Namun kami batal karena
terkendala oleh mahalnya bayaran ke sana. Lagi- lagi karena alasan klasik-
cadangan dollar kami sudah menipis hanya tinggal beberapa keeping lagi. Mungkin
kami masih butuh sisa uang dollar buat membeli souvenir kota Sydney buat
orang-orang yang kami cinta di tanah air. Meskipun barang yang bakal kami beli
ada di tanah air, namun yang membuat berbeda adalah karena merek Sydney-nya.
Kami berkeliling-keling dan sempat berjumpa dengan petugas buat masuk
kedalam resto Sydney- menuju Sydney tower. Buat masuk kesana musti melalui
screening door dan metal detector. Petugasnya terlihat ramah dan ujung-ujungnya
lebih enak bagi kami mengajaknya foto bareng. Itu bisa kami jadi sebagai sweet
memory dan bahan cerita di tanah air. Itupun berarti kami sudah sampai di
pinggang menara.
Kami kemudian memutuskan buat jalan-jalan- berkeliling. Imron selalu ngobrol
dengan kami dalam bahasa Jawa yang aku sendiri juga separoh mengerti- suaranya
sedikit lantang hingga memecah kesunyian. Volume suaranya mengalahkan volume
suara pengunjung yang lain yang juga ngobrol dalam bahasa bangsa mereka.
Entah Imron, entah Slamet, mereka mengusulkan agar kami bisa mencari
tempat buat sholat. Soalnya kami belum sholat zhuhur dan sekarang waktu sholat
ashar juga sudah jauh berlalu. Aku merasa amat senang dan juga merasa bersyukur
punya grup yang cukup taat pada Allah Swt. Walau kami jauh di negeri Kangguru,
tidak berjumpa dengan mesjid atau musholla maka sholat wajib selalu dilakukan.
Dingin membuat kami selalu mencari- cari lokasi toilet. Pada salah satu
gang menuju toilet kami melihat balai-balai, wah ada teriakan dari belakang.
“Yuuk kawan- kawan kita sholat di sini saja. Sekarang kan sudah pukul
3.30 sore. Kita belum sholat zuhur dan sholat ashar juga belum. Kita berwudhuk
saja di sini. Kita semua kan orang musyafir”.
Kami kemudian berwudhlu hanya pada wash tube saja. Kami terpaksa membawa
kaki lebih tinggi untuk dibasuh. Kadang- kadang kami separoh rebutan dengan
bule yang mau cuci tangan. Setelah itu kami sholat di atas balai- balai. Kami
hanya sholat sambil duduk. Masing- masing sholat 2 rakaat, kami melakukan jamak
dan qashar waktu zuhur dan ashar.
Bule-bule berjalan lalu lalang di samping kami. Sekali sekali mereka
mengitip kami sholat lewat sudut mata mereka. Aku yakin bahwa mereka berfikir
bahwa kami sedang yoga…karena gerak sholat kami sangat terbatas. Tidak…, ini
tidak yoga, ini adalah sholat dalam keadaan darurat.
Kami masih mempunyai waktu satu jam tersisa. Berdasar kesepakatan bahwa
satu jam lagi bis wisata akan datang buat menjemput kami. Kami semua memutuskan
untuk keluar komplek Sydney tower. Kami berjalan menuju pusat keramaian. Woow
ada lantunan lagu dari penyanyi jalanan. Ternyata benar bahwa pertunjukan musik
gratis oleh seorang anak muda dengan tubuh tinggi sekitar 185 cm dan wajah
tampan. Ia ternyata penyanyi dan pemusik yang berbakat.
Ternyata ia lagi memperkenalkan albumnya. Beberapa orang, terutama para
wanita yang simpati dengan suara dan wajahnya segera membeli kepingan CD nya
yang berisi lagu-lagu atau musik klip ciptaanya. Gadis-gadis lain, mungkin para
siswi Secondary School juga mendekat dan membeli kepingan CD-nya, kemudian
sebagai kenangan juga foto bareng dengannya. Gadis-gadis tersebut mengagumi
suaranya dan juga penampilannya yang tinggi gagah.
Sore semakin gelap. Sopir kami belum juga datang buat menjemput. Aku
masih memperhatikan aktivitas pemusik jalanan tersebut. Sementara teman-
temanku yang lain duduk atau nongkrong di tempat lain buat menunggu bis.
“Ohh, tampaknya pemusik jalanan itu sudah mau tutup. Hari makin larut dan
cuaca berubah lebih dingin. Ia melepaskan kabel-kabel sound system. Kemudian
ada satu CD-nya bersisa. Ia sengaja meninggalkan CD tersebut pada pinggir
trotoar. Mungkin tanggung buat dibawa pulang, tetapi CD-nya masih bagus”. Aku
penasaran dan aku mendekati artis jalanan tersebut. Aku berniat membeli separoh
harga dan aku bertanya:
“Why do you toss that one. Let me buy it ?”
“ No,…just take it” Katanya.
“Oke, good idea” Responku. Ya segera aku pungut CD itu tanpa
memperhatikan orang-orang disekitar kami. Di sore itu ada ratusan orang duduk
dan rileks menikmati suasana sore yang nyaman. Namun di Sydney ini aku tidak
perlu merasa risih atau malu.
Aku jadikan CD itu sebagai souvenir. Kebetulan saat itu dekatku ada Alfi
Rokhana dan aku ingin foto bareng dengan pemusik yang punya nama beken “JMF
atau Jack Man Friday”. Alfi memotret kami, namun kualitasnya tidak begitu
bagus. Aku menghampiri Jack lagi.
“Hi Jack, look the photo quality is not nice. Let’s have re-photo !”
“oke let me take for both of us”.
Aku berikan tabletku padanya dan ia mengatur fitur auto photo direction
dan kami photo barengan. Ya hasilnya bagus sekali. Aku akan mengupload photo
tersebut padaFacebook-ku.
Aku janji akan mengkonek facebooknya dan kami akan berteman. Inilah salah
satu kisah nyata tentang Kackman Friday. Seorang pemuda berbakat musik dan lagu.
Menciptakan lagu dan mengemasnya kedalam CD dan kemudian menjualnya ke pada
publik secara konvensional.
Dalam waktu singkat kami segera berpisah. Jack menyalami aku dan aku
bergabing dengan grup kembali ke bis wista yang sudah datang. Aku melangkah
sambil mengagumi CD yang baru saja aku peroleh. Pada kovernya tertera ada 4
lagu popular yaitu seperti: You and I, Run Away, Take Aim dan Straight and
Narrow. Thanks for your kindness Jackmanfriday, see you in Facebook !!!
Kami merasa sangat bahagia di sore itu namun kami malas ngobrol karena
sudah terlalu kelelahan gara-gara tour yang amat padat. Sebentar kemudian kami
kembali diturunkan di depan hotel Mercure. Ini adalah saat yang terakhir kami
di Sydney. Nanti usai makan malam kami semua berkemas kemas buat cekout dari
hotel dan mau terbang lagi ketanah air.