MELBOURNE
KOTA DENGAN EMPAT MUSIM
Mampir
Lagi Ke Melbourne: Bagai dalam mimpi
Akhirnya
kami semua bangkit dari duduk dan ikut proses boarding. Aku lihat juga ada pesawat lain yang rutenya menuju
Darwin, Perth, Brisbane, Melbourne dan Sydney. Enam bulan lalu aku terbang dari
Jakarta menuju Sydney terus ke Melbourne dan kalau sekarang dari Bali menuju
Melbourne dan baru ke Sydney.
Pesawat Garuda akhirnya
meninggalkan langit pulau Bali selepas senja. Tidak banyak yang dapat aku
kerjakan dalam pesawat, lebih enak tidur. Aku segera memejamkan mata meski
telinga tidak seratus persen bisa kosong agar bisa tertidur. Sekali- sekali aku
membuka mata buat mencolek- colek monitor game di punggung kursi depan. Pramugari
sudah mulai mengedarkan snack dan minuman.
Aku sengaja menahan
selera, seolah-olah jadi malas buat minum juice
sunripe, karena aku juga males sering sering pergi ke toilet. Suhu dingin
ruang pesawat sudah mulai menusuk tulang dan untung aku membawa jaket, kalau
tidak tentu aka bakal diterjang kedinginan.
Aku kapok dengan pengalaman enam bulan lalu, aku lupa bawa jaket dan aku
jadi merasa sengsara.
Aku sempat terlelap,
walau tidak lama namun lumayan untuk menyegarkan tenaga. Sehingga merasa fresh
lagi. Pramugari mendorong kereta buat menyajikan makan dan mungkin ini buat
sarapan, meski belum masuk waktu pagi. Aku juga merasa lapar dan hampir tidak
sabar buat menunggu giliran sarapan. Kami tidak merasa ragu atas kehalalan
makanan. Itulah enaknya kalau kita terbang dengan pesawat Garuda dan para
awaknya juga orang Indonesia yang sangat mengerti betapa pentingnya menyajikan
makanan halal buat penumpang beragama Islam.
Segera setelah sarapan
kamipun disuguhi formulir yang musti kami isi. Formulir ini adalah dokumen yang
harus diserahkan ke petugas immigrasi nanti. Namun kami tidak perlu repot-
repot menulisnya karena Mas Rachman, sebagai tour leader, sudah menyediakan dan sekaligus mengisikan formulir
buat kami. Kami tinggal lagi membubuhkan tanda tangan saja.
Aku memperkirakan masih
tengah malam untuk ukuran waktu di Indonesia. Namun kami terbang menyonsong
arah Timur sehingga siang datang lebih cepat. Oh Tuhan….ya hari sudah terang
dan tentu waktu subuh sudah datang- mungkin juga sudah lewat. Aku duduk
disamping Nurhadi. Aku jadi ingat dengan pelajaran tayamum. Aku segera
melakukan tayamum- menempelkan telapak tangan ke debu pada dinding bangku dan
menyapukannya pada wajah dan kedua belah tangan. Itu sudah cukup buat isyarat
untuk sholat subuh. Aku segera sholat subuh dan tidak peduli pada petugas yang
lalu lalang dan juga bule- biule yang melihatku lewat sudut matanya. Di
sebelahku, Nurhadi, juga melakukan sholat subuh.
Wah ada perasaan lega
dan plong setelah sholat. Cahaya pagi menusuk lewat jendela. Beda waktu
Melbourne dan Bali hanya 2 jam saja. Ya setelah terbang semalaman suntuk
akhirnya pesawat telah berada di langit Melbourne. Aku melihat bumi Melbourne
yang sangat datar. Tidak ada pegunungan kecuali hanya bukit bukit rendah saja.
2. Pemeriksaan Khusus
“Kota Melbourne memang
sepi tetapi terlihat rapi”.
Kami turunan dalam
rombongan dan semua menuju immigrasi. Aku sudah merasa familir dengan tempat
ini karena 6 bulan juga lewat di sini. Wah petugas meminta kami berbaris dalam
rombongan khusus dari penumpang lain. Tidak apa..apa, tentu saja kami patuhi
peraturan mereka.
Kami sekarang dalam
pemeriksa. Kami semua ada 16 orang- 10 orang para guru pilihan dari berbagai
propinsi di Indonesia dan 6 orang pendamping dari kementrian. Semua berdiri di belakang
tas dan bagasi masing- masing. Berarti kami dalam pemeriksaan khusus. Setelah
semua berdiri, kemudian seorang petugas wanita menarik seekor anjing gede dan
anjing tersebut mengendus kaki kami dan juga setiap tas dan bagasi kami. Aku
khawatir kalau kalau anjing tersebut salah cium- jangan jangan kulit kami beraroma
narkotika atau bararoma bumbu ayam. Mana tahu anjingnya sedang lapar dan aku
bisa diperlakukan jadi penjahat…wow jadi ribet.
Tiba tiba anjing
mengendus tas tentengan milik Ibnu Hajar dan setelah itu anjing itu duduk,
seolah olah memberi tahu bahwa tas Ibnu Hajar musti dicurigai. Betul tas
tersebut dipisahkan dan termasuk Ibnu Hajar harus ke luar dari barisan. Ia
diminta untuk membongkar semua isi tasnya. Semua tidak yang mencurigakan
kecuali hanya ada sisa sisa abon daging sapi yang sempat terbawa dalam tas.
“Ohhh, Ibnu Hajar bawa
abon tadi. “ Ibnu Hajar juga jadi grogi namun ia tetap berusaha tenang. Ia
membongkar semua isi tas dihadapan anjing dan petugas immigrasi, membuktikan
ada atau tidaknya barang terlarang. Ternyata tak ada kecuali tercecer sedikit
serpihan “abon daging sapi” yang tertarik untuk dijilati anjing pelacak. Namun
anjing itu tak boleh menjilat dan ditarik agak jauh.
Tasnya sudah steril dan
Ibnu Hajar terlihat jadi lega dan bebas dari rasa tegang lagi. Kami semuajadi
lega, soalnya kalau Ibnu Hajar tersandung semua juga ikut terganggu
perjalanannya. Kami selanjutnya bergerak ke proses pemeriksaan selanjutnya. Setelah selesai memperoleh cap pada buku
passport. Kami terus bergerak ke arah luar hingga kami melihat tulisan “Welcome in
Melbourne Airport”.
Bandar Udara Internasional Melbourne, juga
dikenal sebagai Bandar Udara
Tullamarine[1],
adalah bandara utama yang melayani kota Melbourne dan bandara tersibuk kedua di
Australia. Bandara ini dibuka pada tahun 1970 untuk menggantikan Bandar Udara Essendon di dekatnya. Bandar Udara Melbourne adalah satu-satunya
bandara internasional dari empat bandara yang melayani wilayah metropolitan Melbourne. Bandara ini berada di 23 kilometer (14 mil)
dari pusat kota Melbourne. Bandara ini berada di dalam kota Tullamarine.
Rute
penerbangan Melbourne—Sydney merupakan rute penerbangan yang paling banyak
mengangkut penumpang keempat di dunia dan yang tersibuk kedua di wilayah Asia Pasifik. Bandara ini memiliki penerbangan langsung menuju 33
detinasi di seluruh negara bagian dan teritori di Australia ditambah dengan
sejumlah destinasi di Oseania, Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Utara.
Melbourne merupakan destinasi paling populer di antara lima bandara di tujuh
ibukota negara bagian Australia. Melbourne menjadi hub utama bagi Qantas dan Virgin Australia, sedangkan Jetstar Airways dan Tiger Airways Australia
menggunakan bandara ini sebagai basis utama. Melbourne merupakan bandara
tersibuk untuk kargo ekspor internasional, dan bandara kedua tersibuk untuk
impor internasional. Untuk penerbangan dmestik, Melbourne menjadi kantor pusat
bagi Australian air Express
dan Toll
Priority dan menangani lebih banyak
kargo domestik dibandingkan bandara lain di negaranya. Bandara ini memiliki
empat terminal: Satu terminal internasional, dua terminal domestik, dan satu
terminal domestik bertarif rendah.
Nama kota Tullamarine berasal dari bahasa aborogin.
Aborigin sendiri adalah salah satu suku asli Australia dan berasal dari
Polynesia. Kata lain dari Aborigine adalah juga Bushmen atau orang rimba. Kami
segera masuk bis wisata dan kami disambut oleh pengemudi berwajah China,
namanya Michael.
Segera Michael mengemudi mobil dan mengantarkan kami buat berwisata. Bis
meluncur meninggalkan Bandara Tullamarine melalui jalan toll yang sangat bagus.
Aku melihat semua sisi jalan toll di sini diberi pagar. Itu berguna buat
mengurangi kebisingan agar penduduk yang bermukim dibalik jalan toll tidak
terganggu oleh suara bising dari kendaraan yang lalu lalang.
B. Sekilas
Tentang Kota Melbourne
1.
Geografi dan Sejarah
Melbourne adalah ibu kota
negara bagian Victoria di Australia.
Melbourne merupakan kota terpenting kedua dari segi bisnis dan kedua terbesar
di Australia serta kota terbesar di Victoria. Pada bulan Juni, 2011, Melbourne memiliki
populasi 4.1 juta jiwa. Penduduk Melbourne biasanya disebut sebagai
'Melburnian'. Motto
Melbourne adalah "Vires acquirit eundo" yang berarti
"Kita bertambah kuat sejalan dengan kemajuan kita.
Melbourne
terletak di dekat teluk besar alam, yaitu 'Port Philip Bay'. Pusatnya berada di
muara sungai Yarra, dengan kawasan pinggiran di sekitar teluk ke arah timur dan
barat. Ada 30 kotamadya di Melbourne, termasuk Melbourne City Council
yang merupakan daerah kecil terdiri dari
kota dalam dan distrik bisnis terpenting.
Melbourne
dirikan pada tahun 1835, setelah 47 tahun kolonisasi Inggris di Australia, dan
merupakan ibu kota Australia tahun 1901-1927. Namanya diberikan
oleh Gubernor NSW Sir Richard Bourke untuk menghormati mantan perdana menteri
Inggris, William Lamb, yang Viscount Melbourne kedua.
Melbourne dideklarasi sebagai kota oleh Ratu Britannia Raya Victoria pada tahun
1847, dan menjadi ibu kota
jajahan Victoria pada tahun 1851.
Pada masa 'Victorian gold rush' tahun 1850-an, Melbourne menjadi kota paling
besar dan kaya di seluruh dunia.
Melbourne
sering disebutkan sebagai ibukota budaya dan olahraga Australia. Pada tahun 1906, 'The Return of the
Kelly Gang', film fitur pertama di dunia, diproduksi di Melbourne. Melbourne
juga merupakan pusat Australian rules football, televisi,
tarian, dan musik Australia.
Melbourne sudah empat kali mendapatkan predikat "The World's Most
Liveable Cities" (kota paling nyaman untuk ditinggali) dari The Economist,
yaitu pada 2002
dan 2004.
Pada tahun 2011 dan 2012, Melbourne mendapatkan tingkat pertama dari The
World's Most Liveable Cities. Daerah metropolis Melbourne juga memiliki
jaringan trem listrik terbesar di dunia. Bandar udara utama untuk Melbourne
adalah Bandar Udara Internasional Melbourne.
Bandar Udara Avalon, yang terletak di daerah barat Melbourne, sedang dikembang
sebagai bandar udara kedua.
Melbourne terletak di bagian
tenggara benua Australia dan terletak di sekitar Port Phillip. Daerah pinggiran
Melbourne berkembang mengikuti Yarra River
ke arah Yarra dan Dandenong Ranges sedangkan
di bagian selatan, perkembangannya terbagi ke dua arah disebabkan lokasi
Melbourne sendiri. Ke arah barat terdapat Geelong
yang terletak di Bellarine Peninsula
sedangkan ke arah timur terdapat Frankston berbagai kota yang terletak di
pinggir pantai seperti Rye dan
Sorrento.
Ujung Bellarine dan Mornington Peninsula hanya
dipisahkan sebuah selat
kecil dan di antara kedua tanjung ini tersedia layanan penyeberangan.
2. Penduduk, Olah raga dan Transport
Penduduk Melbourne umumnya adalah
turunan dari pendatang dari Britania Raya, khususnya Inggris
dan Irlandia
yang sudah menetap sejak lama. Namun sejak puluhan dekade terakhir Melbourne
mengalami peningkatan dalam jumlah pendatang. Tiga kelompok pendatang terbesar
adalah dari Yunani,
Italia
dan Vietnam.
Selain itu, ada pula komunitas Tionghoa yang cukup besar di kota ini.
Melbourne dikenal sebagai kota yang
gila olahraga.
Olahraga yang populer di Melbourne termasuk rugbi, kriket, tenis, sepak bola
dan bola basket,
namun yang paling populer adalah Australian Football atau yang akrab
dipanggil footy oleh warga Melbourne. Olahraga footy memang identik
dengan kota ini dan negara bagian Victoria secara umumnya; lebih dari setengah
tim-tim yang bermain di AFL (Liga Australian Football) berasal
dari Melbourne. Menyebut football di Melbourne berarti merujuk kepada
olahraga ini, berbeda dari Sydney
atau Canberra,
di mana kata tersebut merujuk kepada rugbi.
Melbourne banyak menyelenggarakan
kejuaraan olahraga internasional setiap tahunnya, mulai dari Formula 1,
Australia Terbuka (tenis), Melbourne Cup (kejuaraan
pacuan kuda handicap paling bergengsi di dunia) hingga pertandingan
kriket pada bulan Desember yang terkenal. Pada tahun 2003, Melbourne merupakan
salah satu kota yang menjadi tempat penyelenggaraan Piala Dunia Rugbi.
Pada tahun 2006,
Melbourne akan menyelenggarakan Pesta Olahraga
Persemakmuran. Sebelumnya, kota ini pernah menyelenggarakan Olimpiade pada tahun 1956.
Setiap tahunnya kota ini
menyelenggarakan beberapa festival yang cukup terkenal, di antaranya Festival Komedi
Internasional Melbourne dan Festival Film Internasional Melbourne.
Selain itu, Melbourne juga telah melahirkan beberapa artis ternama seperti AC/DC dan Kylie Minogue.
Kebanyakan warga Melbourne
tergantung pada mobil sebagai mode transportasi utama, khususnya di kawasan
luar yang memiliki kebanyakan mobil. Automobil pribadi semakin popular sejak
abad ke-20, mengakibatkan pengembangan luas ke suluruh daerah metropolis
Melbourne. Dewasa ini, Melbourne memiliki sistem jalan dan motorway yang luas,
digunakan ooleh mobil pribadi, taksi, bis dan truk. Jalan raya terbesar ikut
Eastern Freeway, Monash Freeway, West Gate Freeway, termasuk jembatan West
Gate, dan Metropolitan Ring Road. Dua motorway, yaitu EastLink dan CityLink
memungut tol.
Untuk ke kota lain di Australia
dengan kendaraan, Melbourne memiliki jaringan jalan bebas hambatan yang sangat
memadai. Antara Melbourne dan Sydney
dapat melalui Hume Highway yang juga
melalui kota lain seperti Goulburn dan Yass. Untuk ke Adelaide,
tersedia Princes Highway.
Transportasi umum di Melbourne dilayani
oleh kereta api, trem, dan bus. Layanan ini sudah terintegrasi dalam jaringan
bernama PTV sehingga satu karcis Myki dapat digunakan untuk
ketiga layanan tersebut. Stasiun utama kereta api Melbourne adalah Flinders St., dan kerata api antarnegara
berangkat dari Stasiun Southern Cross. Jalur kereta api pertama dibangun antara
kota Melbourne dan Sandhurst pada tahun 1853. Masa ini, jaringan daerah
metropolis ikut 200 stasiun dan 16 jalur yang memusatkan di 'City Loop', bagian
jalur bawah tanah yang mengelilingi pusat kota. Dari stasiun Southern Cross,
ada jalur langsung ke kota Sydney dan Adelaide, serta Geelong, Ballarat,
Bendigo, Bairnsdale dan Seymour dengan V/Line.
Melbourne juga memiliki jaringan
trem listrik terbesar di dunia, dan satu-satunya di Australia yang terdiri dari
beberapa jalur. Pada tahun 2010-11, ada 182.7 juta perjalan naik trem,
sepanjang 250 km ban, 28 jalur dan 1773 halte trem. Kebanyakan jaringan
terletak di median atau tengah jalan, tapi ada bagian kecil yang memiliki jalur
khusus. Trem Melbourne dianggap artifakt budaya yang daya tarik ikonis. Di
lingkaran kota, ada jalur trem gratis yang pakai kereta pusaka.
C. Sight-Seeing
1. Kota dengan empat Musim dalam Satu
Hari
Matahari
bersinar terang, tetapi suhunya bukan panas. Di luar
bis suhunya amat dingin sekarang. Bis kami dilengkapi dengan AC untuk suhu
hangat. Iklim Melbourne atau Victoria ditandai oleh beberapa zona iklim, dari
daerah yang panas dan kering di barat laut hingga padang salju di pegunungan
tinggi di timur laut. Melbourne terkenal dengan cuacanya yang berubah-ubah[2], yang sering disebut
memiliki 'empat musim dalam satu hari'. Pada umumnya, kota ini memiliki iklim
sedang dengan musim panas yang berkisar dari hangat ke terik; musim semi dan
musim gugur yang ringan dengan suhu sedang; serta musim dingin yang sejuk. Suhu
rata-rata 25°C pada musim panas dan 14°C pada musim salju. Curah hujan paling
tinggi dari bulan Mei sampai Oktober. Di sini Anda akan menemukan informasi
seputar suhu udara, curah hujan, dan aktivitas musiman untuk membantu Anda merencanakan
liburan di Melbourne.
Dengan
iklimnya yang beragam, Melbourne biasanya terasa panas dari Desember hingga Februari (musim
panas), menyejuk dari Maret sampai Mei (musim gugur), lebih dingin di bulan
Juni hingga Agustus (musim dingin), dan kembali menghangat dari September
sampai November (musim semi). Suhu udara tertinggi Melbourne biasanya terjadi
di bulan Januari dan Februari, di mana cuaca umumnya kering dan panas dengan
suhu rata-rata berkisar antara 15 – 26°C. Curah hujan rata-rata tahunan untuk
Melbourne sekitar 600 mm. Juni dan Juli adalah bulan-bulan paling dingin, dan
Oktober bulan paling sering hujan. Saran yang dianjurkan adalah bersiaplah
untuk segala cuaca – bawalah payung dan kenakan pakaian berlapis yang dapat
digunakan sewaktu-waktu diperlukan.
Usaha
ekonomi utama masyarakat Melbourne adalah pada bidang peternakan dan pertanian.
Pemerintah Australia sangat melindungi produk pertanian dan peternakan negaranya.
Apa saja produk pertanian dan peternakan dari luar Australia dilarang masuk.
Makanya aku merasa cemas membawa apel. Apel tersebut sudah aku bagi- bagi pada
teman-teman sebelum meninggalkan hotel (check
out) saat masih berada di Jakarta. Kalau kitabersikerasbawa apple atau buah
buahan, ya bakal dirampas oleh immigrasi dan dibuang ke tong sampah, ahhh
rugi..!!
Kami
melewati jalan- jalan toll yang mulus dan dari balik tembok pembatas kami dapat
melihat bentangan tanah pertanian dan juga ada usaha peternakan. Jalan toll di
Australia semuanya gratis- tidak perlu dibayar- jadi tidak ada pos-pos
pemungutan biaya toll. Karena semuanya sudah tercakup ke dalam bentuk
pembayaran pajak. Jadinya pemilik mobil/ kendaraan di Australia membayar pajak
lebih tinggi.
2. Pertanian Australia
Jika kita tidak
ingin kelaparan pada saat populasi penduduk dunia meningkat nanti, hiduplah di
Australia[3]. Saat ini Australia memproduksi hasil pangannya melebihi kebutuhan
penduduknya. Hasil produksi pangan Australia dua
pertiga dieksport ke luar negeri. Hasil produksi pangan yang melimpah tersebut
bukan terjadi begitu saja mengingat jenis tanah Australia tidaklah sesubur
tanah di Indonesia. Australia saat ini adalah termasuk negara pengeksport
terbesar kebutuhan pangan di dunia.
Sejarah pertanian
Australia telah menempuh perjalan panjang sejak tahun 1800 pada saat imigran
pertama datang ke Australia. Keadaan jenis tanah Australia tidak
memungkinkan sepenuhnya untuk mengolahnya sebagai lahan produktif.
Langkanya sumber air merupakan halangan utama bagi petani Australia.
Belum lagi musim kering yang berkepanjangan karena curah hujan yang kurang
perlu pengelolaan tersendiri.
Sistem irigasi secara
perlahan dikenalkan di Australia semenjak akhir abab 18. Petani yang
sebelumnya lebih banyak memelihara domba daripada produk pertanian, mulai bisa
menanam sayuran dan buah-buahan. Dan dengan dibangunnya jalur-jalur kereta api
pada tahun 1850an, produk pertanian mulai bisa diproduksi dalam skala besar.
Sekitar pada awal abab 19 industri perkebunan tebu, buah anggur mulai terdapat
di Australia. Demikian juga produk-produk dari peternakan sapi. Sistem
pengairan memungkinkan produk peternakan tidak saja dari domba.
Produk pertanian
Australia mengalami kenaikan cukup pesat pada awal abad 20 dimana produknya
telah melebihi kebutuhan dalam negeri sehingga dua pertiganya perlu dieksport
ke negara lain. Kelebihan produk pertanian tersebut berkat dukungan pemerintah
pada para petani. Pemerintah juga mengenakan tarif import untuk
mengurangi produk import.
3. Kuliah Gratis Dari Pemandu
Aku
merasa kagum pada pemandu dan sopir karena wawasan mereka yang serba tahu
tentang Melbourne dan benua Australia. Kami mengajukan pertanyaan pada pemandu
dan andai pemandu merasa jawabannya separoh benar maka kami mendengar
penjelasan dari Michael- sang sopir.
Suasana
jalan di kota ini beda dengan di negara kita. Barangkali karena populasi di
negara jauh lebih banyak dan jalan jalan raya jauh lebih ramai, maka terlihat
disana-sini para polisi menjaga ketertiban jalan. Di kota ini jarang sekali
kami melihat polisi. Polisi memonitor kondisi jalan raya melalui CCTV. Jadi
polisi baru terlihat kalau sudah ada accident- maka turunlah polisi, ambulan
dan pemadam kebakaran dalam bentuk satu paket.
Charles
membawa kami berkeliling Melbourne, ya sekedar mengisi acara sight-seeing. Kami
belum menuju hotel, karena kami akan check-in di hotel pukul 13.00 siang. Ada
bebrapa tempat yang bakal kami kunjungi yaitu Victoria market, Captain Cook
Cottage dan Collins Street.
a). Pasar Victoria
Mas
Rachman mengatakan bahwa kami mau melewati jalan menuju Queen Victoria Market.
Kami bakal punya kegiatan lihat-lihat pasar. Pasar Victoriadalah pasar tua dan
harga barang tergolong murah di sana. Queen Victoria Market menyediakan barang
apa saja yang bisa dipikirkan orang. Hampir 1.000 pedagang menjual
barang-barangnya di pasar yang luasnya sekitar tujuh hektar.
Pasar yang buka selama
lima hari dalam seminggu itu (tutup pada hari Senin dan Rabu) mencakup pasar
yang antara lain menjual bahan makanan sehari-hari, seperti berbagai macam
ikan, daging, buah-buahan dan sayur-sayuran, wine, roti tawar, jajanan seperti
sandwich, hotdog, pizza, pakaian, aneka macam suvenir, compact disc dan kaset,
mainan anak-anak, serta binatang peliharaan.
Pasar yang buka mulai
pukul 06.00 itu tutup pada pukul 14.00 (Selasa dan Kamis), pukul 18.00 (Jumat),
pukul 15.00 (Sabtu), dan pukul 16.00 (Minggu). Dan, bisa dijangkau dengan menggunakan bus,
trem, kereta api, atau menggunakan mobil, mengingat pelataran parkirnya cukup
luas. Itu sebabnya di Queen Victoria Market dengan mudah ditemui peternak yang
menjual binatang peliharaan, seperti ayam dan bebek, di sekitar truk bak
terbuka yang diparkir di pelataran parkir Queen Victoria Market.
Aku tidak mau asal
beli, khawatir nanti bagasiku jadi lebih berat dan akan bermasalah di
immigrasi. Aku hanya membeli beberapa souvenir buat teman dan keluarga di
Indonesia. Aku sempat membeli souvenir seperti kaus oblong dan juga peci.
Selebihnya aku hanya jalan-jalan menelusuri keliling komplek pasar dan
mengambil foto-foto buat memori.
Aku jadi tahu bahwa
sumber air bersih di pasar Victoria adalah “reusable water” atau air daur
ulang. Di sana tidak ada aliran sungai untuk memasok air. Jadi semua air hujan
ditampung dalam bak di bawah permukaan pasar dan demikian juga air bekas.
Kemudian diproses- disuling- dan dialirkan lagi.
Aku sempat berjumpa
dengan beberapa pedagang berwajah melayu- barangkali mereka adalah orang
Philipina, Malaysia atau Indonesia. Ohh juga orang Indonesia. Dan aku bertanya
apakah mereka itu TKW (Tenaga Kerja Wanita).
“Bukan pak, kami bukan
TKW..kami adalah mahasiswa S.2 yang lagi kerja samping untuk mencari tambahan
uang dan kami dapat izin dari kampus untuk bekerja part-time”. Demikian kata
salah seorang dari mereka.
B. Captain Cook Cottage
Ini
kunjunganku yang ke dua kali ke taman James Cook. Tahun lalu aku amat tidak
mengenal lokasi ini. Sekarang aku sudah kenal malah masih terngiang bahwa dalam
taman ini ada rumah kecil bersejarah, milik James Cook, yaitu penemu benua
Australia. Rumahnya asli didatangkan dari England. Yaitu rumah James Cook yang
di Inggris dilepaskan batu batanya dan semua material, kemudian dibawaka
Australia dan dibangun kembali- mirip dengan bentuk semula di Inggris. Nah
demikianlah cara orang Australia menghargai tokoh dan sejarah mereka.
Enam
bulan lalu aku cuma sekedar melihat lihat saja dan sangat hati hati agar aku
tidak banyak menyentuh benda benda Australia- karena dikatakan oleh Pak Ismet
bahwa itu termasuk salah satu larangan. Ternyata tidak pula sekaku hal
tersebut.
Kedatangan
kali ini aku merasa lebih rileks. Kami mampir dari gerbang yang lain. Pada
mulanya kami melihat lihat dari luar taman, termasuk melihat ritual falan-gong
yaitu ritual milik keturunan China. Kemudian kami bergerak menuju museum
conservatory dan mengabadikan segala sesuatu dengan kamera kami. Ternyata
conservatory ini hanyalah sebuah rumah kaca dimana aneka warna bunga selalu
dapat tumbuh sepanjang waktu, meski dalam musim dingin dan musim gugur.
C. Collins Street
Collins
Street ini ibarat Jalan Sudirman buat kota Jakarta, yaitu jalan utama yang
sangat sibuk dan tertata sangat menarik. Ya benar aku juga cari tahu tentang
jalan ini dari Wikipedia[4].
Bahwa Collins Street adalah sebuah jalan besar di Melbourne yang terbentang dari timur ke barat.
Ini merupakan jalan penting sebagai
jalan utama tradisional Melbourne dan jalan paling terkenal di kota ini. Jalan ini ini juga sering
dianggap sebagai jalan utama
Australia. Panjang Collins
Street terbentang antara jalan Elizabeth dan jalan King. Ini juga merupakan jalan pusat
bisnis sehingga menjadi jantung keuangan Melbourne dan merupakan rumah
bagi berbagai bank dan perusahaan asuransi di kota ini.
Kami sengaja ke jalan
ini buat mencari restoran untuk makan siang- kami makan di restoran Thailand. Kebetulan
restoran ini cukup dekat dengan penginapan kami di Rydges Hotel.
Kami
diantarkan dulu ke hotel dan setelah jam 6.00 sore kami diminta untuk berjalan
ke restoran Thailand yang dimaksud. Aktu juga buru- buru turun dari lantai 16
di hotel itu dan akhirnya kami semua bisa menemui Restoran Thailand. Aku merasa
nyaman dan cukup percaya bahwa makanan yang bakal kami santap adalah makanan
halal, karena Reira Tour sudah memesan makanan halal buat kami di sana.
D.
Senja di Melbourne
1. Hotel Rydges
Bis kami berhenti di
depan Hotel Rydges. Kami semua turun dan mengambil barang dari lorry dan membua
semua barang ke dalam ruang tunggu hotel. Aku mencari tahu segala sesuatu
tentang Hotel Megah ini. Aku membuat perbandingan
tentang hotel di sini dan di tanah air. Tentu saja menurut pendapatku.
Hotel-hotel yang pernah
aku tempati di Sumatra dan di Jakarta cukup ramai pengunjungi. Hampir tiap
detik taxi datang untuk mengantarkan para tetamu. Ini karena penduduk Indonesia
sangat banyak. Namun tidak demikian di hotel- hotel Australia, terasa agak sepi
juga.
Sebelumnya
aku pernah tinggal di hotel Ibis dan hotel apartemen dan sekarang aku menginap
di Rydges Hotel. Hotel ini terletak 22 km dari pusat kota Melbourne. Semua
kamarnya dilengkapi dengan air conditioner dan heater. Penggunaan lampu juga
cukup hemat, lampu ruangan pada gang akan menyala sesuai sensor dari gelombang
tubuh kita.
Pada
beberapa Hotel di Padang terasa memberi pemanjaan pada tamunya. Dalam kamar
hotel kita bisa menikmati beberapa fasilitas seperti WiFi, sandal, televisi,
air mineral dan persedian the, kopi, gula dan crème. Semua tersedia dan gratis
buat dikonsumsi. Bagi WiFi yang punya password
kita bisa minta password pada petugas
atau front officer. Front officer di sini sangat ramah dan
sangat melayani, contohnya aku kemaren hanya sekedar melangkah mendekat meja
dan front officer sudah langsung mengarahkan wajahnya. Standar pelayanan
internasional selalu dengan moto: look,
smile, greet, serve and thank. Maksudnya setiap tamu yang datang musti
dilihat, diberi senyum, disapa, dilayani dan diberi ucapan terima kasih.
Namun
tidak demikian dengan hotel yang aku tempati- dan agaknya semua hotel di sini. Hotel
Rydges ini memberiku charge $ 12 untuk penggunaan internet, itu untuk
penggunaan 24 jam dan itu setara dengan Rp. 120 ribu. Wah kemahalan kalau dikonversi
ke mata uang kita- itu bisa untuk biaya internet selama satu bulan. Penggunaan
audio visual dan TV musti ada konfirmasi ke pada petugas hotel. Barang kali karena
beberapa hiburan di negara ini ada yang layak atau tidak layak buat dikonsumsi
secara aman- mungkin ada program film buat orang dewasa. Untuk menjadi warga
internasional yang baik, aku berfikir bahwa kita harus bisa beradaptasi dengan way of life orang-orang negara modern.
Rachman,
pemandu kami, segera menemui front desk
officer. Kemudian mendatangi untuk membagi bagi kunci dan beberapa
pengarahan. Aku memperoleh kunci dan teman satu kamarku adalah Isdarmoko,
seorang Kepala Sekolah berprestasi dari Sleman Jogjakarta. Tahun lalu ia juga
teman ku saat menerima anugerah dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada
Hari Guru Nasional di Bogor. Namun Abdul Hajar, peserta dari Makasar,
mengusulkan agar kami satu kamar saja karena karena kami sudah satu kamar sejak
dari Jakarta.
Ya
betul bahwa kami jadi tahu bahwa kami harus membayar untuk pemanfaatan WiFi.
Namun aku menunda penggunaan WiFi karena aku merasa biayanya kemahalan, sebagai
ganti aku memanfaatkan waktu buat menuliskan semua pengalaman pribadi. Di Hotel
ini kalau kami minum air mineral maka harus bayar $.3 atau Rp. 30 ribu. Ada
yang merasa berat maka mereka boleh merebus air minum menggunakan cerek listrik
(tea pot-boiler) yang tersedia pada setiap kamar. Jadinya kami bisa membuat
minuman teh atau kopi buat menghangatkan perut.
2. Shark-Fin Inn
Jam
06.00 sore Rachman menelpon lewat intercome agar kami semua bisa turun ke
lantai dasar. Rachman mengajak kami semua buat makan malam di Shark-Fin Inn.
Sebuah restoran dan juga penginapan milik orang Asia, aku dengar restoran
tersebut milik orang China. Kemudian kami dihidangkan minuman teh ala China dan
hidangan lainnya. Masakan China memiliki banyak sajian sayur- tumis sayur-
seperti tumis jamur, lettuce, lobak, daun bawang. Yang aku perhatikan adalah
tata cara pelayanan hidangan China.
Begitu
kami duduk melingkari meja, pelayan segera datang menyuguhkan hidangan yang
belum disaji- kami diberi satu teko air panas, cangkir, dan teh-malah tidak ada
gula. Menjelang tiba hidangan berikutnya, kami semua menyiapkan minuman teh
sendiri- sendiri. Dan meminumnya pelan- pelan, karena bibir harushati hati agar
tidak kebakar air panas.
Kemudian
dengan gerak yang cekatan, pelayan menyajikan hidangan pembuka yaitu sup
jagung. Ya suka atau tidak suka kami harus menikmatinya. Setelah itu tiba
hidangan utama, yaitu nasi dan lauk-pauk- seperti daging bebek, daging ikan,
dan tumis sayur. Aku separoh ragu memakan daging bebek- karena penyemblihannya
apakah secara Islam. Maka aku hanya makan ikan saja. Lagi- lagi pelayan datang
untuk mengambil piring- piring yang sudah kosong.
Tawa
dan canda kami tidak seheboh saat lapar. Tidak terasa hampir semuanya ludes,
kecuali daging bebek masih bersisa. Sebetulnya kami tidak mau menyisakan
makanan. Pelayan memperhatikan meja kami dan setelah itu kami diberi hidangan
penutup yaitu satu piring besar yang berisi irisan jeruk manis- namanya sunripe orange.
Pada
beberapa restoran lain, sebagai hidangan penutup kami diberi irisan buah kiwi,
irisan sunripe orange dan juga irisan
melon. Aku mengambil porsi sedikit lebih banyak, karena aku khawatir kalau
kekurangan vitamin selama di Australia.
Sajian
makanan di restoran China di Australa berbeda dengan restoran Padang- dimana
semua semua hidangan disajikan dalam satu termen saja dan mejanya lebih luas. Restoran
Australia juga menuntut agar pengunjung berhemat dengan air- di toilet
terpajang tulisan untuk penggunaan air yang efisien. Kita jadi tahu bagaimana
pemerintah dan penduduk Australia dalam melestarikan air.
3. Menelusuri Kota Melbourne
Usai
makan malam kami tidak langsung pulang ke hotel. Kami memutuskan buat jalan
jalan di pusat kota Melbourne di malam hari ini. Lokasinya persis di seputar
daerah China town. Lampion- lampion besar bergantungan di sepanjang
jalan-lorong kampung Cina. Aku berjalan dan mataku jadi liar untuk melihat
pernak pernik yang menggoda mata. Semua adalah pengalaman baru.
Diriku
hampir tenggelam dalam lalu lintas banyak manusia. Pasangan muda-mudi lebih
mendominasi pemandangan.namun aku tidak tahu apakah mereka semua pasangan yang
lagi jatuh cinta. Kalau mereka adik-kakak/ bersaudara maka tidak mungkin mereka
berjalan sambil berpegangan mesra.
Wah
ini kan pengalaman langka, bermalam di kota Melbourne juga langka, apa lagi
bila sudah balik ke Indonesia. Tentu bakal jadi sweet memory. Kami menyempatkan diri berfoto-foto bareng. Aku,
Nurhadi dan Sumarno- sebagai 3 guru yang yang terpilih terbaik se Indonesia
berfoto bareng. Kami berjalan terus…terus di keramaian jalan kota Melbourne.
Aku tidak tahu apa nama jalannya dan juga tidak tahu kemana arahnya. Yang jelas
sayup-sayup kami mendengar alunan musik pengamen.
Pengamennya
berwajah oriental dan alunan melodinya aku sangat kenal. Rasanya itu lagu tanah
air kita. Kalau tidak salah itu lagu keroncong. Ia sangat pintar memainkan lagu
lewat gesekan biolanya. Aku fikir bahwa orang Cina itu hanya tahu dengan melodi
dan tidak tahu darimana asal lagu itu dan apa judul lagunya. Aku coba
mengekspresikan lagu tersebut dan kami sengaja berhenti dekat pengamen itu.
“One…two….three start…!!!!. Ku lihat ibu pertiwi….sedang
berduka hati…..air matanya berlinang …..” Setelah itu aku, Nurhadi dan Sumarno
tertawa riang gembira ke arah pengamen itu.
“
Excuse me, what is the song tittle ?”
Tanyaku dan pengamen itu menggeleng.
“Where does the song come from?”
“I don’t know….may be from Taiwan”. Kata
pengamen itu.
“
That’s not true. The song comes from my
coutry, Indonesia” Kami menjelaskan dengan bangga dan rasa patriotik kami
bangkit.
“How do you learn it ?”
“Just
by instinct”.
Kami juga berfoto
bareng dengan pengamen itu. Kami kemudian menjatuhkan coin dan berlalu. Dari
kejauhan terlihat wajah pengamen itu dengan ekspresi penasaran dan mungkin ia
senang kami ganggu lebih banyak lagi. Wah biarlah, biarlah ia berekspressi buat
orang banyak.
3. Pengemis Berwajah Ganteng
Kami
merasa pegal karena banyak berjalan. Tidak ada bangku buat duduk, maka kami
hanya berhenti di sebuah persimpangan. Hanya beberapa meter saja, di belakang
kami ada seorang pengemis- seorang pemuda dengan wajah ganteng. Di depannya ada
secarik kertas dan mengekspresikan siapa dia: Tolong..saya seorang pemuda,
tidak punya rumah. Ke dua orang tuaku sudah bercerai dan pergi dan tidak pernah
mengurusku lagi. Ia terus merokok sambil mengantuk, aku khawatir kalau ia
tertidur dan rokoknya terjatuh tentu bisa membakar selimut dan kain woll-nya.
Pada akhirnya akan membakar tubuhnya. Moga moga ia tidak demikian.
“Pengemisnya
kok ganteng ya” Celetukku agak berbisik pada teman-teman. Pengemis itu usianya
mungkin sekitar 24 tahun. Aku perhatikan hampir tidak ada warga yang lalu
lalang memperlihatkan wajah simpatik. Di sana mungkin hidup dalam bentuk- siapa
lu, siapa gue. Maksudnya sangat individual.
Beberapa
saat setelah itu aku sempat bertanya lewat Facebook pada teman- pak Dadang-
apakah memang demikian nasib gelandangan di Melbourne. Aku memperoleh jawaban
bahwa gelandangan adalah urusan pemerintah, biasanya kalau ketahuan maka
petugas akan membawa mereka ke panti sosial.
Aku
tidak punya coin dollar Australia. Kalau aku jatuhkan satu lembar pecahan
seratus rupiah Indonesia juga tidak ada artinya bagi pengemis tersebut.
Akhirnya aku kembali melemparkan pandangan ke arah lain. Gerak jalan orang
orang malam begitu cepat. Muda mudi yang berjalan mesra tetap mendominasi
pemandanganku. Ada yang bergandengan dan yang berangkulan cukup erat.
Aku
fikir bahwa kemesraan mereka melebihi kemesraan di depan publik di negaraku-
paling kurang untuk kota Padang, Bukitinggi, Batusangkar, untuk Sumatera Barat.
Anak anak muda di kota Padang belum berani berjalan semesra anak-anak muda di
Melbourne ini. Kemesraan di kota ini merefleksikan juga adanya gaya hidup
free-sex. Gaya mereka berjalan kelewat mesra sedikit banyak juga membuat darah
mudaku berdesir memandang mereka.
4. Sepasang remaja bertengkar
Aku
jadi kaget malam ini. Tiba-tiba sepasang remaja yang jalannya beda dari yang
lain- memperlihatkan ekspresi ngambek, tiba tiba jadi berantem. Mereka hanya
berbicara beberapa kata dalam bahasa yang aku tidak mengerti. Gadis cantik itu
jadih sedih dan marah, ia berlari dan cowoknya mengejar dari belakang. Ia ingin
menyambar lengan gadis itu untuk mencegah aga tidak berlari dan bersikap
seperti demikian.
Aku
fikir bahwa tingkat emosional anak anak muda banyak yang tidak stabil. Untuk
meredakan emosi sebagian mencoba lewat merokok. Namun pada banyak tempat
merokok di larang. Di hotel. Di restoran dan dalam gedung merokok amat di
larang. Sebagai solusi banyak orang sengaja merokok dalam kota. Mereka berdiri dan berhenti dan sengaja buat
merokok. Puntung rokok segera bertebaran di mana- mana dalam kota.
E.
Kamar Hotel
1.
Green Apple Available
Sejak
dari Indonesia aku khawatir kalau aku bakal terserang sariawan. Maka sebelum
berangkat aku membeli beberapa biji apple segar di Batusangkar dan menyimpannya
ke dalam kotak dengan tujuan agar bisa aku konsumsi satu biji perhari di
Australia. Mengkonsumsi buah segar sangat bagus buat pencernaan, apalagi buat
mencegah gangguan percernaan. Kurang mengkonsumsi buah segar dan sayur bisa
membuat kita susah untuk bab (buang air besar).
Namun
seperti yang dijelaskan oleh Rachman (tour
leader) dan juga seperti yang aku lihat pada tulisan peringatan di bandara
Sukarno Hatta, bandara Ngurah Rai dan bandara Melbourne- Tullamarine- bahwa
penumpang pesawat dilarang membawa sayur, buah segar dan beberapa produk
makanan, herbal, minuman ke dalam Australia-ke dalam pesawat.
Salah
satu alasan logika mengapa Australia melarang penumpang membawa barang-barang
tersebut buat masuk ke sini adalah buat melindungi produk makanan dan minuman
benua ini. Dengan demikian perdagangan atau perekonimian ereka tetap jadi
hidup.
Aku
jadi kasihan untuk membuang apple bagus tersebut, maka..ya aku bagi bagi buat
dikonsumsi oleh teman- teman. Kecemasanku akan kekurangan buah segar tidak
terbukti saat aku tinggal di Rydges Hotel ini. Meskipun banyak hal yang musti
serba dibayar- serba dibeli di hotel ini, untuk apple semuanya gratis. Boleh
ambil apple hijau atau apple merah dan malah boleh konsumsi kedua-duanya. Kami
keberatan buat membeli dengan alasan mata uang dollar kami terbatas dan kalau
ada yang tersedia secara gratis- ya kami nikmati sebaik mungkin.
Abdul
Hajjar melirik pada appleku ku. Mungkin ia merasa kurang segar dan tubuhnya
butuh apple. Aku anjurkan ia untuk pergi ke parlour (ruang tunggu) dan di sana
masih banyak tersedia apple merah dan apple hijau, tersedia secara cuma-cuma. Masing
masing teman yang lain juga datang buat mengambil dan membawanya ke dalam kamar
masing- masing.
Kami
sudah berada dalam kamar dan tiba tiba ada telpon. Siapa pula yang menelponku
sampai ke Melbourne segala- fikirku.
“Allo..pak
Marjohan. Ini dari Rachman”
“Iya,
Mas Rachman…,what’s the matter”,balasku
pada Rachman.
“Begini,
air mineral dalam kamar, bila label harga dan itu dibeli- dibayar. Menggunakan
WiFi minta konfirmasi ke petugas hotel dan juga menggunakan TV juga musti
bayar. Namun kopi, teh, crème ada yang tersedia gratis”.
“Ohh..begitu.
Berarti saya harus puasa, karena tidak tahu letak money buat menukar rupiah ke
dollar”.
“Tidak
harus kehausan. Pak Marjohan bisa merebus air kran- airnya cukup layak buat
diminum, coba panasin dengan tea-boiler. Setelah mendidih bisa bikin teh atau
kopi atau krim, dan airnya juga bisa didinginkan. Itu semua gratis juga”.
“Terima
kasih Mas Rachman , yang sudah jadi problem solver bagi kami selama di
Australia”.
“Ah..biasa,
itukan peran saya sebagai tour leader”.
Kata Mas Rachman lagi. Ya kami merasa senang dan kami percaya saja untuk
mengkonsumsi air keran- faucet water-
karena supply air bersih Australia telah memenuhi standar air yang layak buat
diminum.
Aku
tidak tahu kondisi waktu di Melbourne dan ternyata hari sudah menunjukan pukul
23.00 tengah malam. Sebelumnya aku sudah memanfaatkan waktu buat menulis dan
membaca tentang Australia. Suhu dalam kamar terasa dingin dan aku menyukainya.
Namun aku harus memasang kaus kaki untuk menjaga suhu tubuh ya…setelah itu aku
tertidur dalam do’a pada Tuhanku- Allah Azza wajalla.
Aku
tidak merasa tidur di Melbourne, ya rasa tidur di Jakarta atau di Padang saja.
Aku berharap bisamenengar suara azan untuk membangunkan aku- dan buat sholat
subuh setelah itu. Walau dimana saja aku berada- sholat tak pernah aku lupakan,
kan ada keringan buat sholat seperti melakukan qasar atau jamak.Wah itu
impossible, ini kan Australia…!!!
2. Australia, negara Sekuler
Australia
telah mendelakrasikan diri sebagai negara sekuler, yaitu negarayang tudak
mencampuri urusan agama warganya. Pendidikan agama buat anak- anak ya diurus
oleh keluarga melalui komunitas. Ssebagai dampak bahwa gema agama tidak terasa.
Dan mayoritas terlihat orang orang seolah-olah tidak beragama (namunsaat kami
berkunjung ke sekolah Dandenong High School, aku melihat banyak murid- murid
perempuan yang berasal dari anak- anak immigrant memakai penutup kepala sebagai
identitas bahwa mereka adalah anak-anak muslim).
Alhamdulillah
kami merasa beruntung berada dalam satu grup yang masih kental dengan nilai
agama Islamnya. Rasanya kalau kita selalu mengamalkan ajaran agama maka
hubungan kita pada Tuhan dan juga pada manusia terasa dekat. Bila melihat orang
susah, maka hati mudah tersentuh.
Semalam
saat kami berada di jalan di China town, aku perhatikan bahwa pada umumnya
orang-orang tidak peduli atas kesengsaraan seorang pengemis. Tidak ada yang
melirik padanya, entah itu penilaian subjektif aku saja. Kami sebagai orang
yang datang dari Jakarta/ Indonesia merasa kasihan dan berfikir:
“Mengapa
pemuda ini menjadi gelandangan, dimana ibu dan bapaknya ?” Sementara itu aku
perhatikan orang-orang lalu lalang saja dengan langkah-langkah amat cepat dan
hampir tidak punya waktu buat sekedar melirik pada pengemis tersebut. Andai dia
berada di kampungku- menjadi pengemis- ada banyak orang yang akan memberi dia
santunan dan bakal berjatuhan coin-coin rupiah. Itu karena kita punya rasa
belas kasih. Tetapi itu kan secuil peristiwa di Melbourne.
Karena
kurang mengenal agama maka free-sexadalah gaya hidup di sini. Sebagaimana yang
aku lihat terhadap anak anak remaja Australia. Remaja di sini sangat memuja-muja
cinta, juga kebebasan dan termasuk kebebasan sex.
Di
Rydges hotel, tempat kami menginap, aku melihat beberapa pasangan remaja-
mungkin mereka masih kelas 3 SMA atau mungkin mahasiswa- memesan kamar dan
melangkah dengan percaya diri menuju lift. Aku yakin mereka tidak menikah
tetapi mereka tidur bersama tanpa merasa bersalah pada Tuhan.
Kalau
di hotel Indonesia- yang aku tahu- pasangan muda yang mau menginap di hotel
musti memperlihatkan kartu nikah mereka. Kalau mereka tidak punya wah mereka harus
menahan kantuk, atau kembali pulang, atau numpang tidur di pos ronda. Di
Australia ketentuan ini tidak berlaku. Free sex sudah terlalu melangkah ke
dalam kehidupan mereka.
“Tidak…tidak,
andai aku punya anak remaja ingin sekolah ke sini, ya aku belum memberi izin,
karena khwatir mereka juga akan mengadopt pola hidup free sex. Yang lebih aman
mengizinkan anak buat studi di sini ya setelah mereka cukup dewasa untuk
berbuat dan berfikir”.
[1]
http://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_Udara_Internasional_Melbourne
[2]
http://www.australia.com/id/about/key-facts/weather/melbourne-weather.aspx
[3]
http://zonadamai.com/2013/04/19/peranan-australia-dalam-menghadapi-krisis-pangan-di-asia/
[4]
http://en.wikipedia.org/wiki/Collins_Street,_Melbourne