Pulang Ke Indonesia
1. Sweet
Memory Melbourne
Ada pertemuan maka ada perpisahan, ada kedatangan tentu
ada kepergian. Itulah yang terjadi dengan kami bertiga terhadap
kotamelbourne….eh maksudnya terhadap Bapak Ismet dan Ibu Rebecca. Agaknya sore
ini adalah kali terakhir kami duduk dalam mobil jeepnya Pak Ismet. Setelah
selesai melihat- melihat suasana kampus Deakin dan juga makan perpisahan atau
farewell party eating pada sebuah restoran Melayu di dekat kampus Deakin yang
lain, maka kami diatarkan ke apartemen Punt Hill.
Pak Ismet mengatakan bahwa ia dan bu Beki tidak punya
waktu untuk mengantarkan kami ke Airport Melbourne buat menuju transit ke airport
Sydney. Cukup lama Pak Ismet berbincang bincang dengan kami sore tadi. Ia juga
memberi kami arahan tentang beberapahal: cara memesan tiket untuk balik ke
Indonesia, cara mengatur bagasi dari Melbourne melintasi beberapakali transit
hingga bagasi sampai di Jakarta.
Aku sendiri sore tadi tidak banyak ngomong kecuali banyak
mendengar dan mendengar lebih seksama. Kemudian pikiran adalah untuk menunggu
SMS atau telephone dari pak Dadang bahwa ia akan menjemput kami untuk diajak
melihat penguin di Teluk Melbourne atau di Pelabuhan Melbourne.
Usai ngobrol dengan Pak Ismet, kami pamitan dengan mereka
berdua. Kemudian kami juga melunasi pembayaran sewa apartemen. Aku membiarkan
Desi yang mengurus karena ini berguna untuk melatih dan membuat bahasa
Inggrisnnya lebih Lancar. Aku melihat bahwa Bahasa Inggris Desi sudah cukup
bagus. Namun Inhendri Abbas masih punya problem dengan Bahasa Inggrisnya, ia
merasa tertinggal dalam berkomunikasi dan berjanji untuk belajar keras dalam
menguasai bahasa Inggris. Ia juga punya rencana untuk mengajak anaknya ke
rumahku (andai sudah berada di Indonesia) untuk mendalami bahasa Inggris.
Akhirnya kami keatas. Kami juga menunggu kedatangan Pak
Dadang dan Uni Yetti Zainil untuk membawa kami. Sementara itu pikiranku
melayang jauh dan aku merasa sedih juga untuk berpisah dengan kota Melbourne,
karena aku tidak tahu entah kapan kembali ke sini lagi. Aku mencari tahu
sekilas tentang Melbourne dan Australia. Info ini tentu kuharapkan bermanfaat
bagi orang-orang yang ingin pergi ke Australia (http://hertoniraditya.wordpress.com):
Australia adalah
masyarakat yang egaliter. Ini tidak berarti bahwa setiap orang adalah sama
atau semua orang yang memiliki kekayaan yang sama atau properti. Tetapi ini berarti bahwa tidak ada perbedaan kelas
formal atau mengakar kuat di masyarakat Australia, karena ada di beberapa
negara lain. Ini juga berarti bahwa dengan kerja keras dan komitmen, orang
tanpa koneksi tingkat tinggi atau patron yang berpengaruh dapat mewujudkan
ambisi mereka.
Tingkat pengangguran
relatif rendah (pada Desember 2007 itu adalah 4,3 persen) dan pendapatan per
kapita bruto adalah sekitar 39. 000 AusD. Semua orang setara di bawah
hukum di Australia dan semua warga Australia memiliki hak untuk dihormati dan
diperlakukan secara adil. Mengingat sifat beragam Australia masa kini, beberapa
orang mempertanyakan apakah ada yang “khas” di Australia. Ya tentu saja
ada.
Sebagai contoh, beberapa orang melihat orang
Australia sebagai orang egaliter, ada yang menganggap orang Australia sebagai
taat hukum dan bahkan konformis. Lebih dari 75 persen penduduk Australia
hidup dengan gaya hidup kosmopolitan di pusat-pusat perkotaan, terutama di
kota-kota besar di sepanjang pantai. Orang lain melihat Australia sebagai
orang yang hidup di “negeri yang beruntung”
yang mencintai liburan, olah raga
(baik sebagai penonton dan sebagai peserta), Bahkan orang Australia adalah
orang-orang yang suka kerja keras (jam kerja terpanjang di negara maju).
Semua orang di
Australia didorong untuk belajar bahasa Inggris, yang merupakan bahasa nasional
dan pemersatu elemen penting dari masyarakat Australia. Namun, bahasa lain
selain bahasa Inggris juga dihargai. Bahkan, lebih dari 15 persen warga
Australia berbicara bahasa lain selain bahasa Inggris di rumah. Bahasa yang
paling banyak digunakan setelah bahasa Inggris adalah Italia, Yunani, Kanton,
Arab, Vietnam dan Mandarin. Australia berbicara lebih dari 200 bahasa,
termasuk bahasa Pribumi Australia.
Australia mencintai olah
raga mereka, baik bermain dan menontonnya. Kemudian fakta kunci bahwa lebih
dari 6,5 juta migran telah menetap di Australia sejak tahun 1945. Bahasa
Inggris adalah bahasa nasional, tetapi bahasa lain dinilai. Australia
didominasi oleh agama Kristen tetapi orang bebas untuk mempraktekkan agama
apapun yang mereka pilih.
Sekitar 88 persen
warga Australia pergi sedikitnya ke sebuah
peristiwa budaya setiap tahunnya. Lebih dari 11 juta warga
Australia yang berusia 15 tahun atau lebih mengambil bagian dalam olahraga atau
kegiatan fisik lainnya. Australia memiliki salah satu masakan yang paling
beragam di dunia namun tidak memiliki hidangan nasional.
2. Ingin Melihat Penguin
Pukul 5.00 sore waktu
Melbourne mobil Pak Dadang datang. Hari masih terang karena dalam musin panas
siang lebih lama. Malah pukul 8.00 atau
9.00 malam masih terang benderang. Aku
tidak tahu apakah waktu maghrib buat sholat sudah datang, tapi mungkin belum.
Kami tidak mau berlambat- lambat khawatir kalau Pak Dadang kelamaan menunggu.
Segera kami
berangkat dan kami tidak tahu mau kemana akan pergi, namun ia ingin mengajak
kami ke Teluk Melbourne- tempat wisata yang menarik di Australia bagian
selatan. Pak Dadang kurang tahu jalan yang aman dan lebih dekat menuju sana. Ia
dibantu oleh istrinya- Uni Yetti Zaini- untuk mensetting GPS (Geo Position
Stationer) pada phonecellnya dari alamat apartemen menuju teluk Melbourne.
Suara yang keluar dari GPS memandu Pak Dadang dalam menyetir mobil. Aku tidak
banyak ngomong kecuali hanya melemparkan pandangan ke luar jendela.
Namun Pak
Dadang mau singgah sebentar di rumahnya.
Ya kami harus singgah karena kunjungan dan persahabatan tidak lengkap kalau
kami tidak saling berkunjung. Pak Dadang dan Uni Yetti sudah datang ke
apartemen kami yang lama dan sempat memberi kami oleh-oleh berupa KFC (Kentucky
Fried Chicken) dan juga ke apartemen kami yang sekarang. Dalam perjalan kami
bincang- bincang dan aku lebih banyak mendengar pengalaman Pak Dadang.
“Perbedaan
si kaya dan si miskin di tidak begitu
lebar di Melbourne- malah di negara Australia. Malah gaji buruh terdidik bisa lebih
besar dari orang kantoran. Kerja dan aturan kerja di Australia lebih jelas. Di sini tidak ada kebijakan yang bersifat kong-ka-lingkong
(nepotisme). Semua berdasarkan skill dan bakat/ kemampuan. Anak- anak sekolah (mahasiswa) bisa kerja part time bila liburan datang. Iklan tentang kerja
sampingan ada di kampus- kampus. Upah
atau pendapatan mereka bisa mencapai 1.000 Aus perminggu atau 4.000 AusD perbulan”.
Kata Pak Dadang membuka pembicaraannya.
“Pajak
mobil baru atau lama sama saja. SEmua mobil harus sehat tidak memberi polusi. Mobil
tua ya juga ada....tidak boleh berasap. Kalau ada mobil yang sudah berasap maka
akan datang polisi mengambil mobil tersebut dan segera dihancurkan. Jalan raya
disini sangat bersih dan tidak berdebu. Jalan raya divacum dengan mobil vacum cleaner”. Kata Uni
Yetti Zainil menambahkan. Kemudian pak dadang bertanya:
“Apa ada
yang membawa daging….,pisang, .buah- buahan?”
“Ya..ada
..Desi membawa dendeng kering dari kampung”. Kata Desi.
“
Oh…itu dilarang untuk dibawa masuk ke
Australia”.
“Tapi kami
sudah lewat saat dideklare”
“Biasanya
juga declare menggunakan penciuman anjing pelacak. Tidak terdeteksi.....berarti
beruntung. Andai terdeteksi persoalannya akan cukup ribet. Bagaimana dengan
mengisi dokumen kedatangan ? Tanya Pak Dadang.
“ Kami
meniru pengisiannya seperti yang dilakukan oleh Marjohan. Kami memverifikasi
yang jawabannya banyak NO saja’
“Desi
selamat karena ketidak tahuan....” Kata Pak Dadang.
Mobil Pak
Dadang menuju halaman rumahnya dan segera berhenti. Kami masuk ke rumah yang
sederhana untuk ukuran Australia, nan cukup bagus menurut ukuran rumah di
Padang. Rumah tersebut kalau dikontrak ya perbulannya sekitar 1.000 AusD atau
Rp. 10 juta.
Aku bermain
dengan seorang bocah kecil, anak temannya Uni Zainil- warga Malaysia- yang lagi
menyelesaikan program Post-Graduate di Melbourne. Aku dan bocah tersebut
ngobrol dalam bahasa Inggris. Bocah tersebut asyik bereksplorasi dengan
boneka-boneka mobilan- hewan- tanaman yang jumlahnya sangat banyak, juga
adacrayon buat mewarna dan juga film kartoon yang ditayangan dari channel
khusus buat anak. Aku memperhatikan bentuk tong sampah di rumah itu.
“Pemerintah
memberi kita 3 tong sampah dengan 3 warna- colour red (for daily rubbish/kichnen
rubbish), green (for leaves and natural rubbish) dan yellow (for recycle rubbish seperti plastik, kertas
dan logam)”. Kata Uni Yetti Zainil.
“Pembelajaran
di Australia semuanya dibikin mudah, Belajar bahasa Inggris di negeri kita kok
dibikin sulit dari awal.....jadi akhirnya tidak menarik dan anak anak akan jadi
bosan dan cabut” Kata Pak Dadang. Ya tugas kami sebagai guru untuk
mempromosikan bagaimana belajar itu mudah, indah dan tidak beban. Ya itu nama
pembelajaran yang brrsifat Pakem- Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan
Menyenangkan.
Kami tidak
lama di rumah Pak Dadang, kami juga menolak untuk makan di sana. Namun kami
tidak menolak diberi coklat buat dibawa pulang ke Indonesia. Pak Dadang dan
keponakannya (Zaki) bekerja di pabrik coklat milik Jerman. Gajinya lumayan
untuk menghidupi dirinya dan dua anaknya yang sekolah di Melbourne. Sementara
untuk biaya kuliah Uni Yetti Zainil dan akomodasi/ perumahan…itu ditanggung
oleh beasiswa Uni Yetti Zainil.
Aku melihat
banyak hal menarik sepanjang jalan. Seperti rumah- rumah yang banyak
menggunakan batu bata- tanpa diplester dan terlihat tetap cantik. Batu bata
rumah tersebut beda dengan batubata di kampungku. Batu bata Indonesia kalau kena
hujan airnya merembes ke dalam. Aku juga melihat tong sampah di aussi besar-besar.
Kami terus jalan jalan ke Monash University.
“ Di Monash
nanti kitananti bisa berfoto- foto. Di australia....orang tua, anak anak dan
disable (orang cacat) dihormati oleh
pengendara mobil”. Kata Pak Dadang.
Rambu rambu
lalu lintas di kota Melbourne selalu dimodifikasi sejelas mungkin. Misal pada tempat
menyeberang ada gambar kaki melangkah dan juga pakai kata- kata, jadi tidak hanya lambang melulu.
Kami menuju
pom bensin dan terlihat sepi tanpa ada pelayannya, ya prosedur di pom bensin…isi
bensin....ambil sendiri....bayar sendiri....dan diawasi hanya oleh kamera.
Tidak ada orang yang berani berbuat curang, orang Australia umumnya taat dengan
hukum. Semua mobil tercatat, kalau ada sopir yang curang bakal mudah untuk
diusut.
“Sayang
saat ini masih tanggal 20 Desember, ya tanggal 26 Desember ada acara boxing day....atau hari obral barang
dengan harga murah pada semua toko. Pada
hari itu semua kantor, sekolah dan bisnis diliburkan…ya sebagai public boxing day. Melborne cup....adalah
hari pacu kuda....orang orang banyak yang berjudi....saat itu keluar banyak fashion”
Kata Pak Dadang, ia punya banyak tahu tentang seluk beluk Melbourne.
Kami tidak
lama di komplek kampus Monash University, hanya sekedar berfoto- foto. Kemudian
terus melaju. Aku tidak melihat ada
iklan tempat bimbel (bimbingan belajar) di Melbourne karena belajar itu sudah
cukup diurus oleh sekolah dan orang tua saja. Yang banyak aku lihat ya...health fitness centre. Kami menuju pantai
Melbourne...Port Melbourne.
Pemandangan
menakjubkan di senja ini. Orang orang berselancar dan ditarik oleh layang laying.
Pantai- pantai diberi pagar dan jadi tak semua pantai boleh diinjak. Di pinggir jalan menuju pelabuhan teluk
Melbourne aku berhenti di toilet umum. Toilet umum dibersihkan 3 kali sehari in summer dan 2 kali sehari in
winter ya ditulis di pada dinding depan.
Ternyata di Melbourne untuk menandakan orang kaya bukan karena ia punya mobil tapi karena
punya boat.
Kami
melangkah menelusuri dermaga Melbourne Port. Angin selatan bertiup amat dingin
menusuk tulang. Wah kondisi keuangan kami mulai menipis dan aku diterpa oleh bad-mood, namun sekarang hatiku
gembira...gembira seperti seorang bocah. Kami melangkah terus ke ujung
dermaga....di sana ada tmpukan batu....atau batu karang. Ya tempat koloni
penguin....senja itu penguin enggan keluar.
Aku
berhenti ngomong dalam bahasa Inggris, karena aku dengar banyak orang ngomong
dalam bahasa mereka…bahasa Vietnam, ..India …China…Korea…Jepang…Skandinavia.
Aku lihat banyak Jenis Manusia. Wah aku harus bangga ngobrol dalam bahasa
Minang dan juga Bahasa Indonesia.
“I love
bahasa Minang..I love Bahasa Indonesia”. Aku yakin orang- orang juga senang
atau bengong mendengar bahasa kami. Hari mulai gelap…wah penguin enggan keluar…yak
arena orang kelewat banyak mengintip mereka. Aku menyalakan senter kecil dan
hanya bisa melihat kepala dan paruh penguin yang mirip dengan paruh dan kepala
bebek.
Setelah
rasa penasaran kami dengan penguin terobati kami segera balik menuju luar
dermaga dan sebaiknya terus pulang ke apartemen. Kami sangat appreciate pada Pak dadang dan Uni Yetti
Zaini. Mereka punya hati emas...mereka berhati emas untuk mengantari kami
menkmati pelabuhan Melbourne. Kebaikan mereka tak bisa diukur dengan uang.
Malam itu
kami diantar ke apartemen. Perasaan kami haru biru. Masih merasa senang berada
di Melbourne namun ingin segera balik ke Batusangkar agar bisa berjumpa dengan
keluarga dan juga merasa salut dan hormat atas kebaikan Pak Dadang, Uni Yetti
Zainil, Anak-anak mereka dan juga keponakannya. Ya kami berpamita dan
bersalaman dengan jabat tangan yang sangat erat.
Kami
mengucapkan ribuan terima kasi dan malah jutaan terima kasih. Kami berjanji
untuk memberi tahu kalau sudah berada kembali di Jakarta. Mobil mereka segera
meninggalkan apartemen kami, kami saling melambaikan tangan dan sama- sama
berucap “good bye…good bye…terima kasih atas kebaikan mu berdua- Pak dadang dan
Uni yeti Zainil.