Selasa, 12 Februari 2013

Hampir Ketinggalan Pesawat di Melbourne

Pengalaman Terakhir

1. Bagaimana Menggunakan Fasiltas Bandara?
Kami minta bantuan receptionist apartemen Punthill untuk memesan taxi dengan kebarangkan dari hotel jam 06.00 pagi. Pada hal pada jam tersebut kantor receptionist apartement  masih tutup. Buka kantor baru jam 08. 00 pagi.
“No problem” Katanya. Kalau di Indonesia pemesanan taxi per-telefon. Namun di Melbourne sudah serba online. Ia akhirnya memberi kami bukti sudah memesan taxi dan besok pagi persis jam 6.00 taxi sudah datang. Kami kemudian pergi ke kamar apartemen di lantai atas.
Malam itu kami bersiap siap, mem-packing barang barang lagi. Merapikan peralatan dapur dan menyiapkan sedikit makanan buat subuh. Menjelang tidur aku mensetting jam agar terbangun jam 4.00 pagi (dini hari). Agar kami bisa bersiap siap untuk berangkat. Tidak aku saja, Inhedri Abbas- juga memasang setting jam untuk bangun lebih cepat.
Malam itu aku tidak bisa tidur nyenyak. Fikiran separoh bangun dan separoh tidur. Aku khwatir ketiduran dan khawatir tidak mendengar alarm jam buat bangun. Aku tidak tahu apakah dua orang teman ku bisa tidur pulas apa tidak.
Akhirnya aku bangun jam 4.00 pagi  dan segera mandi pakai shower panas. Kemudian sholat subuh- meski aku sendiri tidak tahun pukul berapa subuh masuk untuk kota Melbourne. Kemudian aku dengan teman ku juga bangun- mandi- berpakaian dan sholat.
Cepat saja rasanya waktu merangkak. Sudah lewat jam 5.00 pagi aku dan juga temanku tidak punya selera buat sarapan. Kami memutuskan untuk turun ke lantai dasar untuk menunggu taxi. Kami memeriksa kamar apartemen buat terakhir kali, memeriksa apakah masih ada barang- bsarang kecil kami yang tertinggal- dan yang penting lagi passport, visa dan dompet kami.
Jam 6.00 pagi kurang  lima belas menit. Kami harus keluar. Kunci apartemen kami letakkan di atas meja receptionist. Aku memberi warning buat dua temanku:
“Desi….Inhendri….apakah sudah siap untuk keluar, apakah masih butuh toilet, di luar tidak ada toilet. Kalau kita sudah keluar maka nanti kita tidak bisa masuk lagi ke ruang receptionist”. Setelah memastikan semuanya beres, ya kami menghela bagasi ke luar. Dan siap menunggu kedatangan taxi.
Pagi terasa dingin dan sepi. Jalan raya juga sepi. Beberapa taxi juga lalu lalang, namun belum ada yang mengarah ke depan apartemen punthill. Aku berkata pada teman kalau- kalau  sopir taxi lupa dan tidak tahu dengan nomor HP dan juga alamat kita. Ya kami masih khawatir, namun kemudian sebuah taxi putih masuk menuju kea rah kami.
“Good morning….How are you ?” Sapa sopir taxi berkulit putih.
“Thank you, anda datang sangat tepat waktu dan kami sudah menunggu taxi anda”. Aku membantu sopir memasukan barang- barang ke dalam box belakang taxi dan tak lama setelah itu taxi melaju.
Kami saling bertukar cerita dengan sopir taxi dalam bahasa Inggris. Aku duduk di depan dengan alas an aku sebagai guide dan bahasa Inggrisku sangat bagus disbanding dua temanku yang lain. Sopir tersebut juga dahulunya sebagai immigrant keturunan Eropa- aku lupa nama negaranya, namun bukan England. Setelah beberapa menit kami sampai di Bandar udara Melbourne dan ia mengantarkan kami ke gate bagian transfer menuju Sydney.
“How much we must pay..?”
“79 dollar…” Jawabnya. Oh berarti lebih sedikit dari Rp. 800. Ribu. Kami menyerahkan dollar dan kemudian saling bersalaman dengan akrabnya. Kami mengikuti langkah penumpang lain menuju ruangan counter pelabuhan. Ruangan terminalnya sangat megah. Namun kami merasa bengong kemana mau pergi.
“Beda ya dengan bandara di Padang atau di Jakarta. Di sini tidak terlihat counternya dan juga tidak ada petugas counter” Yang terlihat hanya banyak mesin mungkin itu namanya counter machine. Digunakan untuk memesan tiket dan juga untuk mengabil kertas gulungan buat ditempel pada bagasi.
Kami bertiga juga mencoba untuk menggunakan counter machine. Kami sudah mencoba mengisi formulir lewat layar monitor pada counter machine…wah gagal lagi. Desi melihat sekeliling dan ada seorang muslimah berkulit putih- memakai jilbab.
“Assalamualaikum…..hello….I am new person in Melbourne. I don’t understand how to you use this machine”
“Oke let me help you”. Kata muslimah tersebut. Kami menyerahkan kertas tiket dan ia mengetik lewat layar monitor. Ia punya waktu yang terbatas karena ia harus terbang ke kota lain di Australia. Tetapi okelah untuk selanjutnya kami juga bisa meniru apa yang ia lakukan.
Muslimah di Australia di Australia- wanita berkulit putih yang aku temui di bandara- wahanya terlihat lebih tenang. Cara berbicara dan cara berjalannya terlihat lebih lembut. Kontra dengan penampilan orang lain yang tampil hedon. Barangkali ini hanyalah penilaian aku pribadi- namun temanku Desi dan Inhendri juga melihat fenomena yang sama. Orang Australia sangat beruntung menjadi muslim karena pribadinya tenang dan alam mereka terlihat damai dan juga indah.
“Mister Jo ..aku bisa mengetiknya….ini sudah keluar kertas- kertas. Tetapi buat apa ya “. Tanya Desi. Meskin kami bisa menggunakan counter machine namun masih bengong untuk proses selanjutnya.
Aku melihat kalau- kalau ada petugas bandara. Akhirnya aku melihat seorang pria berkulit putih bertubuh tinggi, gagah dan ramah. Aku tahu bahwa ia bisa membantu kami karena pada kantong baju seragamnya tergantung konkarde.
Good morning.. I am new person in Melbourne, I want to fly to indonrsia but I don’t know how to use counter machine”. Pria itu tersenyum kemudian memandu kami untuk berjalan menemui operator counter yang bisa membantu kami secara manual.
Kami menyerahkan kertas tiket dan menunggu perintah demi perintah dari wanita tersebut. Pelayanannya sangat bagus. Orang canti, rapi, ramah dan cerdas. Kami menerima 3 tiket dan kami menyerahkan bagasi yang besar untuk dibawa ke bagian counter bagasi pesawat. Ia menulis petunjuk selanjutnya- misalnya kemana kami pergi lagi bila sudah beradadi bandara Sydney nanti.  
Thank you for your kindness service….” Kata ku dan kami melangkah menuju gate 13. Kami berjalan dengan langkah agak cepat menuju gate peswat Qantas. Sebetulnya di ruangan itu dilengkapi dengan WiFi, tapi aku tidak begitu memperhatikan. Fikiranku bahwa kami harus bisa terbang dengan pesawat Qantas jam 09.25.

2. Hampir Ditinggal oleh Pesawat di Melbourne
Kami bertiga menunggu pesawat di sebuah gate dan penumpang kulit putih lainnya sudah berdatangan. Aku selalu mengamati nomor peswatku QF 20 lewat monitor. Aku juga ikut mengambil koran koran Australia tanpa harus membayarnya- membayar dengan sukarela. Aku mendengar dengan jelas penunda keberangkatan menuju Sydney. Ada dua kali penundaan mula- mula selama 20 menit, kemudian penundaan selama 45 menit.
Cukup lama juga menunggu penundaan. Untung aku juga bisa menggunakan WiFi buatmengakses FaceBook dan mengupload foto. Aku cukup asyik hingga aku tidak begitu mendengar suara pelayan dari speaker. Yang jelas aku masih melihat ada kode QF 20. Namun tiba tiba kode itu menghilang. Aku panic namun Desi dan Inhendri biasa biasa saja, Mungkin mereka tidak tahu mengapa aku panic:
“Ya aku takut ketinggalan pesawat dan kalau didenda seperti di bandara Sukarno Hatta bisa dikenai registrasi ulang seharga 50 %. Untuk ukuran dollar cukup mahal. Aku segera bertanya pada petugas.
Exuse me…this is my ticket, but I don’t see flight QF 20 on monitor. I must fly to Sydneyand Jakarta”.
Oh…you flight changing……” Aku memberikan tiket dan juga tiket btemanku. Kami memperoleh tiket baru dengan kode QF 22. Dan kami harus pergi ke gate 1 yang lokasi cukup jauh. Aku mengajak Inhendri dan Dessi untuk ke gate. Desi cukup mengerti namun Inhendri tampak agak bengong…, aku tidak bisa menjelaskan lebih banyak kecuali kami menyambar tangkai bagasinya dan menyeretnya menuju gate 1.
“Pak Inhendri mau tinggal di Melbourne…silahkan…mau terbang ayo ikut kami”. Dia juga bangkit dan kami berlarian menuju gate 1 untuk mendapatkan peswat QF 22. Cukup lelah dan nafas juga terengah dibuatnya. Kami bettanya juga pada beberapa orang untuk menuju gate 1. Akhirnya kami sampai. Dan terlihat semua penumpang sudah masuk hanya tinggal beberapa orang lagi dan termasuk kami bertiga.
“Untung kita lihat tadi monitor…untuk kita segera ke sini…..untung kitamasih belum terlambat…..” Ucapku. Pokoknya banyak  rasa beruntung saat itu. Kami dipersilahkan masuk dan duduk pada bangku yang terpisah karena kami bertiga adalah penumpang titipan dari pesawat QF 20 yang tertunda untuk terbang.   
Andai kita ditinggal pesawat di bandara Australia….
Setelah hampir dua jam peswat mendarat di bandara internasional Sydney. Kami mengikuti petunjuk yang diberikan pelayan di terminar airport Melbourne tadi. Kami terus ke gate kedatangan untuk mengambil bagasi namun kami tidak menemukan bagasi kami. Setelah ditanya ke petugas bahwabagasi kami sudah forward menuju bandara Jakarta lewat Qantas yang sama jadi don’t worry…!
“Ya,,,,ketika kita keluar atau  masuk ke suatu negara  kita harus melewati immigrasi. Saat yang paling malas adalah berhadapan dengan para petugas imigrasi yang terkadang memasang muka "sangar atau wajah serius". 
Waktu menuju ke imigrasi kami bertiga berpencar- pencar, Inhendri aku lihat di kiri dan Desi sudah duluan namun ia terlihat jaleng dengan perempuan yang sudah sering pulang pergi ke Australia. Desi saat itu memakai jilbab warna gelap dan Desi badannya tergolong tinggi untuk ukuran rata- rata orang Indonesia. Dari kejauhan aku lihat dan juga wanita yang bareng dia ditahan petugas. Kok bisa begitu ?
“Ketika bagian saya, saya dapat petugas   yang terlihat agak santai,  pas dia melihat muka asli dan foto saya di passport. Dia  bilang muka saya berbeda jauh, ga mirip lagi dengan paspor....saya pikir dia mungkin  becanda, ehhh  ternyata dia memberi  saya lewat dari imigrasi tapi pasport saya di kasih ke petugas yang  lainnya  untuk  menyakinkan  muka  saya bahwa sama dengan muka saya dalam  photo saya di pasport. Saya berfikir bahwa ini karena saya memakai jilbab hitam dan saya dicurigai sebagai teroris wanita yang mungkin bisa meledakkan pesawat….ya ampun” Kata desi menjelaskan.
“Setelah beberapa saat 1 petugas lainnya agak ragu kembal dan mencurigai saya dan perempuan yang juga bareng saya. Petugas menggelah tas dan bagasi saya, menggeledah pakaian saya dan mengintoregasi saya. Saya juga balik marah pada mereka sehingga saya berkata : what are you doing with me…I am not terrorist ?”. Kata Desi agak emosional.
Wah ada ada saja pengalaman ini. Kami akhirnya sampai ke ruang tunggu untuk naik pesawat Qantas tujuan Jakarta. Kali ini orang orang yang banyak berada dalam terminal itu adalah orang orang Indonesia dan juga beberapa bule yang ingin berlibur ke Indonesia seperti ke Bali, Lombok, pulau Jawa, Sumatera dan sebagainya. Bagiku pikiranku sudah melayang jauh ke Indonesia , namun itulah sweet memoryku dan sweet memiry kami yang terakhir, “Good bye Melbourne…Good bye Sydney…Good bye Australia”.  

Ingin Melihat Penguin

Pulang Ke Indonesia

1. Sweet Memory Melbourne
            Ada pertemuan maka ada perpisahan, ada kedatangan tentu ada kepergian. Itulah yang terjadi dengan kami bertiga terhadap kotamelbourne….eh maksudnya terhadap Bapak Ismet dan Ibu Rebecca. Agaknya sore ini adalah kali terakhir kami duduk dalam mobil jeepnya Pak Ismet. Setelah selesai melihat- melihat suasana kampus Deakin dan juga makan perpisahan atau farewell party eating pada sebuah restoran Melayu di dekat kampus Deakin yang lain, maka kami diatarkan ke apartemen Punt Hill.
            Pak Ismet mengatakan bahwa ia dan bu Beki tidak punya waktu untuk mengantarkan kami ke Airport Melbourne buat menuju transit ke airport Sydney. Cukup lama Pak Ismet berbincang bincang dengan kami sore tadi. Ia juga memberi kami arahan tentang beberapahal: cara memesan tiket untuk balik ke Indonesia, cara mengatur bagasi dari Melbourne melintasi beberapakali transit hingga bagasi sampai di Jakarta. 
            Aku sendiri sore tadi tidak banyak ngomong kecuali banyak mendengar dan mendengar lebih seksama. Kemudian pikiran adalah untuk menunggu SMS atau telephone dari pak Dadang bahwa ia akan menjemput kami untuk diajak melihat penguin di Teluk Melbourne atau di Pelabuhan Melbourne.
            Usai ngobrol dengan Pak Ismet, kami pamitan dengan mereka berdua. Kemudian kami juga melunasi pembayaran sewa apartemen. Aku membiarkan Desi yang mengurus karena ini berguna untuk melatih dan membuat bahasa Inggrisnnya lebih Lancar. Aku melihat bahwa Bahasa Inggris Desi sudah cukup bagus. Namun Inhendri Abbas masih punya problem dengan Bahasa Inggrisnya, ia merasa tertinggal dalam berkomunikasi dan berjanji untuk belajar keras dalam menguasai bahasa Inggris. Ia juga punya rencana untuk mengajak anaknya ke rumahku (andai sudah berada di Indonesia) untuk mendalami bahasa Inggris.
            Akhirnya kami keatas. Kami juga menunggu kedatangan Pak Dadang dan Uni Yetti Zainil untuk membawa kami. Sementara itu pikiranku melayang jauh dan aku merasa sedih juga untuk berpisah dengan kota Melbourne, karena aku tidak tahu entah kapan kembali ke sini lagi. Aku mencari tahu sekilas tentang Melbourne dan Australia. Info ini tentu kuharapkan bermanfaat bagi orang-orang yang ingin pergi ke Australia (http://hertoniraditya.wordpress.com):

            Australia adalah masyarakat yang egaliter. Ini tidak berarti bahwa setiap orang adalah sama atau semua orang yang memiliki kekayaan yang sama atau properti. Tetapi ini berarti bahwa tidak ada perbedaan kelas formal atau mengakar kuat di masyarakat Australia, karena ada di beberapa negara lain. Ini juga berarti bahwa dengan kerja keras dan komitmen, orang tanpa koneksi tingkat tinggi atau patron yang berpengaruh dapat mewujudkan ambisi mereka.

Tingkat pengangguran relatif rendah (pada Desember 2007 itu adalah 4,3 persen) dan pendapatan per kapita bruto adalah sekitar 39. 000 AusD. Semua orang setara di bawah hukum di Australia dan semua warga Australia memiliki hak untuk dihormati dan diperlakukan secara adil. Mengingat sifat beragam Australia masa kini, beberapa orang mempertanyakan apakah ada yang “khas” di Australia. Ya tentu saja ada.

Sebagai contoh, beberapa orang melihat orang Australia sebagai orang egaliter, ada yang menganggap orang Australia sebagai taat hukum dan bahkan konformis. Lebih dari 75 persen penduduk Australia hidup dengan gaya hidup kosmopolitan di pusat-pusat perkotaan, terutama di kota-kota besar di sepanjang pantai. Orang lain melihat Australia sebagai orang yang hidup di “negeri yang beruntung”  yang mencintai liburan,  olah raga (baik sebagai penonton dan sebagai peserta), Bahkan orang Australia adalah orang-orang yang suka kerja keras (jam kerja terpanjang di negara maju).

Semua orang di Australia didorong untuk belajar bahasa Inggris, yang merupakan bahasa nasional dan pemersatu elemen penting dari masyarakat Australia. Namun, bahasa lain selain bahasa Inggris juga dihargai. Bahkan, lebih dari 15 persen warga Australia berbicara bahasa lain selain bahasa Inggris di rumah. Bahasa yang paling banyak digunakan setelah bahasa Inggris adalah Italia, Yunani, Kanton, Arab, Vietnam dan Mandarin. Australia berbicara lebih dari 200 bahasa, termasuk bahasa Pribumi Australia.

Australia mencintai olah raga mereka, baik bermain dan menontonnya. Kemudian fakta kunci bahwa lebih dari 6,5 juta migran telah menetap di Australia sejak tahun 1945. Bahasa Inggris adalah bahasa nasional, tetapi bahasa lain dinilai. Australia didominasi oleh agama Kristen tetapi orang bebas untuk mempraktekkan agama apapun yang mereka pilih.

Sekitar 88 persen warga Australia pergi sedikitnya ke sebuah  peristiwa budaya setiap tahunnya. Lebih dari 11 juta warga Australia yang berusia 15 tahun atau lebih mengambil bagian dalam olahraga atau kegiatan fisik lainnya. Australia memiliki salah satu masakan yang paling beragam di dunia namun tidak memiliki hidangan nasional.


2. Ingin Melihat Penguin
            Pukul 5.00 sore  waktu Melbourne mobil Pak Dadang datang. Hari masih terang karena dalam musin panas siang lebih lama. Malah pukul 8.00  atau 9.00  malam masih terang benderang. Aku tidak tahu apakah waktu maghrib buat sholat sudah datang, tapi mungkin belum. Kami tidak mau berlambat- lambat khawatir kalau Pak Dadang kelamaan menunggu.
Segera kami berangkat dan kami tidak tahu mau kemana akan pergi, namun ia ingin mengajak kami ke Teluk Melbourne- tempat wisata yang menarik di Australia bagian selatan. Pak Dadang kurang tahu jalan yang aman dan lebih dekat menuju sana. Ia dibantu oleh istrinya- Uni Yetti Zaini- untuk mensetting GPS (Geo Position Stationer) pada phonecellnya dari alamat apartemen menuju teluk Melbourne. Suara yang keluar dari GPS memandu Pak Dadang dalam menyetir mobil. Aku tidak banyak ngomong kecuali hanya melemparkan pandangan ke luar jendela.    
Namun Pak Dadang  mau singgah sebentar di rumahnya. Ya kami harus singgah karena kunjungan dan persahabatan tidak lengkap kalau kami tidak saling berkunjung. Pak Dadang dan Uni Yetti sudah datang ke apartemen kami yang lama dan sempat memberi kami oleh-oleh berupa KFC (Kentucky Fried Chicken) dan juga ke apartemen kami yang sekarang. Dalam perjalan kami bincang- bincang dan aku lebih banyak mendengar pengalaman Pak Dadang.
“Perbedaan si  kaya dan si miskin di tidak begitu lebar di Melbourne- malah di negara Australia. Malah gaji buruh terdidik bisa lebih besar dari orang kantoran. Kerja dan aturan kerja di  Australia lebih jelas. Di sini  tidak ada kebijakan yang bersifat kong-ka-lingkong (nepotisme). Semua berdasarkan skill dan bakat/ kemampuan.  Anak- anak sekolah (mahasiswa) bisa kerja part time  bila liburan datang. Iklan tentang kerja sampingan  ada di kampus- kampus. Upah atau pendapatan mereka bisa mencapai 1.000 Aus perminggu atau 4.000 AusD perbulan”. Kata Pak Dadang membuka pembicaraannya.
“Pajak mobil baru atau lama sama saja. SEmua mobil harus sehat tidak memberi polusi. Mobil tua ya juga ada....tidak boleh berasap. Kalau ada mobil yang sudah berasap maka akan datang polisi mengambil mobil tersebut dan segera dihancurkan. Jalan raya disini sangat bersih dan tidak berdebu. Jalan raya  divacum dengan mobil vacum cleaner”. Kata Uni Yetti Zainil menambahkan. Kemudian pak dadang bertanya:
“Apa ada yang membawa daging….,pisang, .buah- buahan?”
“Ya..ada ..Desi membawa dendeng kering dari kampung”. Kata Desi.
“ Oh…itu  dilarang untuk dibawa masuk ke Australia”.
“Tapi kami sudah lewat  saat dideklare”
“Biasanya juga declare menggunakan penciuman anjing pelacak. Tidak terdeteksi.....berarti beruntung. Andai terdeteksi persoalannya akan cukup ribet. Bagaimana dengan mengisi dokumen kedatangan ? Tanya Pak Dadang.
“ Kami meniru pengisiannya seperti yang dilakukan oleh Marjohan. Kami memverifikasi yang jawabannya banyak NO saja’
“Desi selamat karena ketidak tahuan....” Kata Pak Dadang.
Mobil Pak Dadang menuju halaman rumahnya dan segera berhenti. Kami masuk ke rumah yang sederhana untuk ukuran Australia, nan cukup bagus menurut ukuran rumah di Padang. Rumah tersebut kalau dikontrak ya perbulannya sekitar 1.000 AusD atau Rp. 10 juta.
Aku bermain dengan seorang bocah kecil, anak temannya Uni Zainil- warga Malaysia- yang lagi menyelesaikan program Post-Graduate di Melbourne. Aku dan bocah tersebut ngobrol dalam bahasa Inggris. Bocah tersebut asyik bereksplorasi dengan boneka-boneka mobilan- hewan- tanaman yang jumlahnya sangat banyak, juga adacrayon buat mewarna dan juga film kartoon yang ditayangan dari channel khusus buat anak. Aku memperhatikan bentuk tong sampah di rumah itu.
“Pemerintah memberi kita 3 tong sampah dengan 3 warna- colour red (for daily rubbish/kichnen rubbish), green (for leaves and natural rubbish) dan yellow  (for recycle rubbish seperti plastik, kertas dan logam)”. Kata Uni Yetti Zainil.
“Pembelajaran di Australia semuanya dibikin mudah, Belajar bahasa Inggris di negeri kita kok dibikin sulit dari awal.....jadi akhirnya tidak menarik dan anak anak akan jadi bosan dan cabut” Kata Pak Dadang. Ya tugas kami sebagai guru untuk mempromosikan bagaimana belajar itu mudah, indah dan tidak beban. Ya itu nama pembelajaran yang brrsifat Pakem- Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan.
Kami tidak lama di rumah Pak Dadang, kami juga menolak untuk makan di sana. Namun kami tidak menolak diberi coklat buat dibawa pulang ke Indonesia. Pak Dadang dan keponakannya (Zaki) bekerja di pabrik coklat milik Jerman. Gajinya lumayan untuk menghidupi dirinya dan dua anaknya yang sekolah di Melbourne. Sementara untuk biaya kuliah Uni Yetti Zainil dan akomodasi/ perumahan…itu ditanggung oleh beasiswa Uni Yetti Zainil.
Aku melihat banyak hal menarik sepanjang jalan. Seperti rumah- rumah yang banyak menggunakan batu bata- tanpa diplester dan terlihat tetap cantik. Batu bata rumah tersebut beda dengan batubata di kampungku. Batu bata Indonesia kalau kena hujan airnya merembes ke dalam. Aku juga melihat tong sampah di aussi besar-besar. Kami terus jalan jalan ke Monash University.
“ Di Monash nanti kitananti bisa berfoto- foto. Di australia....orang tua, anak anak dan disable (orang cacat)  dihormati oleh pengendara mobil”. Kata Pak Dadang.
Rambu rambu lalu lintas di kota Melbourne selalu dimodifikasi  sejelas mungkin. Misal pada tempat menyeberang ada gambar kaki melangkah dan juga  pakai kata- kata,  jadi tidak hanya lambang melulu.
Kami menuju pom bensin dan terlihat sepi tanpa ada pelayannya, ya prosedur di pom bensin…isi bensin....ambil sendiri....bayar sendiri....dan diawasi hanya oleh kamera. Tidak ada orang yang berani berbuat curang, orang Australia umumnya taat dengan hukum. Semua mobil tercatat, kalau ada sopir yang curang bakal mudah untuk diusut.
“Sayang saat ini masih tanggal 20 Desember, ya tanggal 26  Desember  ada acara boxing day....atau hari obral barang  dengan harga murah pada semua toko. Pada hari itu semua kantor, sekolah dan bisnis diliburkan…ya sebagai  public boxing day. Melborne cup....adalah hari pacu kuda....orang orang banyak yang berjudi....saat itu keluar banyak fashion” Kata Pak Dadang, ia punya banyak tahu tentang seluk beluk Melbourne.
Kami tidak lama di komplek kampus Monash University, hanya sekedar berfoto- foto. Kemudian terus melaju. Aku tidak melihat  ada iklan tempat bimbel (bimbingan belajar) di Melbourne karena belajar itu sudah cukup diurus oleh sekolah dan orang tua saja. Yang banyak aku lihat  ya...health fitness centre. Kami menuju pantai Melbourne...Port Melbourne.
Pemandangan menakjubkan di senja ini. Orang orang berselancar dan ditarik oleh layang laying. Pantai- pantai diberi pagar dan jadi tak semua pantai boleh diinjak.  Di pinggir jalan menuju pelabuhan teluk Melbourne aku berhenti di toilet umum. Toilet umum dibersihkan 3 kali sehari in summer dan 2 kali sehari  in winter ya ditulis di pada dinding depan.  Ternyata di Melbourne untuk menandakan  orang kaya bukan karena ia punya mobil tapi karena punya boat.
Kami melangkah menelusuri dermaga Melbourne Port. Angin selatan bertiup amat dingin menusuk tulang. Wah kondisi keuangan kami mulai menipis dan aku diterpa oleh bad-mood, namun sekarang hatiku gembira...gembira seperti seorang bocah. Kami melangkah terus ke ujung dermaga....di sana ada tmpukan batu....atau batu karang. Ya tempat koloni penguin....senja itu penguin enggan keluar.
Aku berhenti ngomong dalam bahasa Inggris, karena aku dengar banyak orang ngomong dalam bahasa mereka…bahasa Vietnam, ..India …China…Korea…Jepang…Skandinavia. Aku lihat banyak Jenis Manusia. Wah aku harus bangga ngobrol dalam bahasa Minang dan juga Bahasa Indonesia.
“I love bahasa Minang..I love Bahasa Indonesia”. Aku yakin orang- orang juga senang atau bengong mendengar bahasa kami. Hari mulai gelap…wah penguin enggan keluar…yak arena orang kelewat banyak mengintip mereka. Aku menyalakan senter kecil dan hanya bisa melihat kepala dan paruh penguin yang mirip dengan paruh dan kepala bebek.
Setelah rasa penasaran kami dengan penguin terobati kami segera balik menuju luar dermaga dan sebaiknya terus pulang ke apartemen. Kami sangat  appreciate pada Pak dadang dan Uni Yetti Zaini. Mereka punya hati emas...mereka berhati emas untuk mengantari kami menkmati pelabuhan Melbourne. Kebaikan mereka tak bisa diukur dengan uang.
Malam itu kami diantar ke apartemen. Perasaan kami haru biru. Masih merasa senang berada di Melbourne namun ingin segera balik ke Batusangkar agar bisa berjumpa dengan keluarga dan juga merasa salut dan hormat atas kebaikan Pak Dadang, Uni Yetti Zainil, Anak-anak mereka dan juga keponakannya. Ya kami berpamita dan bersalaman dengan jabat tangan yang sangat erat.
Kami mengucapkan ribuan terima kasi dan malah jutaan terima kasih. Kami berjanji untuk memberi tahu kalau sudah berada kembali di Jakarta. Mobil mereka segera meninggalkan apartemen kami, kami saling melambaikan tangan dan sama- sama berucap “good bye…good bye…terima kasih atas kebaikan mu berdua- Pak dadang dan Uni yeti Zainil.

Mencegah Siswa Membolos

Mencegah Siswa Membolos
            Membolos dari sekolah sudah menjadi permasalahan pada banyak sekolah. Tidak hanya di kampung kita di Sumatra (dan Indonesia) malah juga di Australia. Siswa yang membolos dari sekolah bisa disebabkan oleh banyak factor seperti rendahnya motivasi belajar, kurangnya pengawasan dan kepedulian orang tua terhadap anak, lebih menariknya aktivitas bermain di luar sekolah disbanding aktivitas dalam sekolah dan kurang menariknya pembelajaran/ iklim sekolah.
            Apapun alasannya siswa yang membolos perlu untuk dicegah dan guru/ sekolah musti proaktif untuk mencegahnya. Karena pendidikan merupakan isu sensitif maka sekolah dan pemerintah negara bagian di Australia berusaha keras untuk memastikan kehadiran murid di sekolah tinggi persentasenya. Untuk mencegah murid bolos, murid-murid ini ditawari hadiah, seperti iPod, voucer untuk belanja di kantin, dan makan siang gratis. Selain itu, sekolah juga akan mengirimkan SMS ke orang tua murid segera setelah absen pagi.
Menurut laporan situs “news.com.au” (http://www.informasipendidikan.com/pendidikan-luar-negeri) bahwa untuk meningkatkan angka kehadiran murid sekolah—di beberapa kawasan hanya 60-70 persen yang hadir—menjadi penting guna meningkatkan performa akademik, khususnya di daerah-daerah yang tingkat sosial ekonominya lebih rendah. “Sekarang kita banyak mendengar alasan-alasan anak-anak tidak sekolah, alasan yang tidak pernah kita dengar 20 tahun lalu,” demikian tulis buletin salah satu sekolah pemerintah.
“Alasan itu antara lain merayakan ulang tahun sendiri atau saudara dekat, absen karena tidur terlalu malam setelah menonton televisi, pergi belanja membeli pakaian, atau anak yang tidak mau sekolah karena tidak mau ikut kegiatan olahraga.” Menurut salah satu buletin sekolah di Sydney Barat, berbagai alasan ini menunjukkan, para orang tua tidak memberikan contoh yang baik kepada anak mereka.
“Anak-anak Australia hanya menghabiskan 15 persen dari waktu mereka seharian di sekolah. Waktu tidur mereka malah lebih panjang dibandingkan kehadiran di sekolah,” tulis buletin Sekolah Menengah Condobolin.  Sebuah buletin dari sekolah di kawasan Sydney Barat menulis bahwa “anak-anak yang tingkat kehadiran di sekolah melebihi 85 persen akan mendapatkan hadiah”. Hadiah diberikan kepada murid dari setiap tingkatan dan mereka yang beruntung akan mendapatkan sebuah iPod. “Semua murid kelas VIII diharapkan menggunakan iming-iming ini untuk meningkatkan pendidikan dan kehadiran sekolah mereka. Mereka yang hadir lebih dari 85 persen di kuartal ini akan diundang menghadiri makan siang bersama dan mendapatkan sertifikat,” demikian bunyi salah satu itemnya.
Pemerintah Federal Australia merasa perlu untuk memberikan dana tambahan kepada sekolah-sekolah sehingga tingkat kehadiran murid bisa naik. Beberapa sekolah menggunakan SMS untuk memberitahu orang tua atau pengasuh bila anak mereka tidak hadir, dan usaha ini berhasil meningkatkan kehadiran sebesar 8 persen. Selain itu, orang tua juga diancam terkena denda bila mereka kedapatan mengizinkan atau membantu anak mereka bolos dari sekolah. Dendanya bisa mencapai 11.000 AusD (atau sekitar Rp 110 juta).

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...