Kesadaran Pelajar Terhadap Keselamatan Diri Dalam Berkendaraan Sangat Kurang
Oleh; Marjohan, M.Pd
SMAN.3 Batusangkar
Fenomena dalam bidang transportasi yang terlihat dewasa ini adalah pekarangan sekolah tidak lagi sekedar menjadi taman bunga, tetapi telah menjadi show room atau arena pajang bagi kendaraan roda dua/ sepeda motor milik pelajar (bagi sekolah anak-anak orang kaya mungkin yang berjejer adalah kendaraan roda empat yang berharga ratusan juta rupiah). Di sana kita bisa menemukan bermacam- macam merek sepeda motor seperti Yamaha, Suzuki, Honda, Kymco, atau nama-nama sepeda motor seperti; Jupiter, Vario, Vegar, Mio, Supra, dan lain-lain. Ini berarti bahwa sepeda motor sudah menjadi kebutuhan mereka dan orang tua sudah menganggap anak cukup matang dan sudah saatnya untuk memiliki sepeda motor. Namun apakah orang tua sudah siap mental kalau anak terjatuh, tabrakan- ditabrak atau menabrak orang dan benda lain, kemudian dibawa ke rumah sakit dan paling akhir dibawa ke kuburan ?
Pada umumnya sepeda motor sebagai sarana transport mulai digunakan oleh pelajar tingkat SMP dan SLTA (SMA, MAN dan SMK). Sayangnya mereka umumnya belum cukup umur untuk menyetir atau mengendarai sepeda motor. Banyak dari mereka yang belum memiliki izin (license) dari kepolisian. Kalau begitu mereka semuanya dapat dikatakan sebagai pengendara sepeda motor illegal. Dan memang cukup banyak pelajar yang memiliki sepeda motor legal, tetapi mereka- sekali lagi- adalah pengendara yang illegal dan berpotensi sebagai pembuat masalah di jalan raya.
Memang pada umumnya korban lalu lintas di jalan raya mayoritas adalah remaja (anak-anak sekolah dan mahasiswa). Rumah-rumah sakit pada saat event tertentu yang berhubungan dengan keramaian umum- seperti tahun baru, pada saat diselenggarakannya concert di kota, saat lebaran, saat tahun ajaran baru- sering menerima pasien ganteng- ganteng dengan anggota tubuh patah, tubuh robek, batok kepala luka atau bocor, sampai kepada tubuh yang sudah menjadi mayat. Sekali- sekali rumah sakit juga menerima pasien cantik, karena pelajar wanita juga sering menjadi korban dalam menggunakan sepeda motor.
Di mata pelajar, sepeda motor itu apakah sebagai sarana transportasi atau sarana untuk bergaya ? Jawabnya adalah sepeda motor di mata pelajar/ remaja adalah sebagai sarana untuk transport dan juga untuk bergaya. Malah sepeda motor juga sebagai sarana untuk game, untuk melakukan road race seperti game dalam play station yang sering mereka mainkan. Dan sekarang dengan kemurahan hati orang tua yang sebahagian tanpa pengawasan sudah membuat anak menjadi lakon- pelaku utama- dalam road race- ngebut- sambil pergi dan pulang sekolah. Yang bisa melaju cepat dengan kecepata 100 m/jam atau lebih itu yang jago. Yang bisa slalome, jalan mangalewa-ngalewa, untuk menghalangi teman dan juga mengganggu pengendara lain itulah yang jago jalanan. Kalau mendapat kecelakaan ya resiko dan tanggung sendiri.
Menjadi pengendara sepeda motor yang standar atau yang ideal sering dipandang kuno. Sepeda motor yang memasang dua buah kaca spion dianggap sebagai sepeda motor orang udik karena kaca spion nya ibarat dua tangan yang sedang mengemis. Menurut pandangan mereka harus diganti dan dibeli yang berukuran kecil. Mengubah bahagian sepeda motor ini disebut dengan istilah modifikasi.
Modifikasi sepeda motor adakalanya bisa memecahkan selaput gendang telinga orang lain dan kalau lepas control dari pandangan polisi lalu lintas, seperti pelajar yang berada di daerah jauh dari jangkauan wibawa polisi, mereka seenak hati memasang knalpot racing dan ngebut sambil mengepulkan suara, menganggu masyarakat sepanjang jalan. Modifikasi negatif lain adalah memasang cahaya lampu yang menyilaukan mata pengenadara lain dan pejalan kaki. Sedangkan modifikasi yang membuat kendaraan lebih ceper akan berpotensi untk terjatuh dan mencederai tubuh sendiri, namun orang tua mereka sudah restu atau tidak mengerti ?
Pengendara yang ideal adalah pengendara yang selalu membawa SIM (Surat Izin Mengemudi) dan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan bermotor), menjaga kebugaran tubuh dalam berkendaraan, memeriksa kendaraan sebelum berangkat dan memakai helm dan memahami serta mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Namun sayang semua ketentuan ini direspon oleh sebahagian pelajar dengan cara basa-basi, atau sekedar mengambil muka saja pada Bapak dan Ibu polisi.
Perhatikanlah setiap pagi atau setiap waktu, bila jalan raya dipadati oleh pengendara remaja. Bila dalam kota, semua orang menjadi pengendara sepeda motor yang santun- pengendara yang standard. Sebagian sudah menjai safety driver. Namun cukup banyak pengendara yang terpaksa santun atau pura-pura santun sekedar menyenangi hati penegak hukum- polisi lalu lintas. Namun lepas dari kontrol polisi, di wilayah jauh dari pasar atau luar kota, maka timbul prilaku pengendara motor remaja yang ugal-ugalan.
Sebahagian pelajar lebih sayang pada model rambut- punk- berdiri ibarat bulu tupai karena diberi jelly, atau model rambut wet look, atau juga karena sisiran rambut, cara pasang selendang dan jilbab (bagi pelajar wanita) sedang lagi apik. Maka mereka merasa risih kalau memakai helm, dan karena wajib memakai helm, maka helm lebih baik dipegang saja- sebagai cara waspada kalau nanti melalui wilayah polisi, cukup ditenggerkan saja sedikit di atas sisiran rambut, jangan sampai sisiran rambut jadi kusut. Karakter memakai helm secara basa basi ini dilakukan oleh penumpang yang berboncengan dan tidak memakai helm secara tidak wajar telah mendatangkan banyak korban. Mereka cendrung berkarakter sama saat melaju kencang atau ngebut.
Kita berterima kasih kepada kepolisian pada beberapa kota yang punya prinsip say no to helmet non standard. Pengendara memakai helm non standard harus disita helm nya, karena helm ini telah berpotensi membuat puluhan kepala pengendara sepeda motor jadi terkoyak dan menghantarkan mereka kepada kematian yang dipercepat.
Entah mengapa nenek moyang kita merancang jalan raya dengan ukuran lebar yang sempit. Barangkali mereka berfikir bahwa pada masa selanjutnya yang akan lewat itu tetap kendaraann tradisionil seperti pedati, dokar, pejalan kaki, sepeda, beca, motor pit dan sekali- sekali lewat bus umum. Di tahun 1960-an, 1970-an dan tahun 1980-an bentuk transportasi umum masih bercorak tradisionil. Pengguna jalan raya masih bisa merasakan kenyamanan di jalan raya. Namun dalam tahun 2000-an bentuk transportasi sudah berubah drastis. Jalan jalan sudah terasa sangat sempit karena yang lewat adalah booming nya mobil dan sepeda motor. Ada ribuan kendaraan roda empat dan roda dua dengan sopir atau pengendara yang kadang-kadang kurang sadar dengan keselamatan nyawa orang lain sudah menggilas ribuan tubuh manusia.
Jalan raya sudah menjadi tempat parade bermacam-macam merek dan jenis kendaraan. Dari mobil baru sampai ke kendaraan tua yang selalu mengepulkan asap untuk merusak paru-paru manusia. Seharusnya semakin padat jalan raya, maka pengemudi- termasuk pengendara pelajar- seharusnya berkendaraan lebih hati-hati dan pelan-pelan. Namun ironisnya sekarang banyak pengendara roda empat dan roda dua yang seolah-olah kurang punya hati nurani lagi. Mereka mengendarai kendaraan cukup kencang dan menganggap jalan-jalan ini ibarat sirkuit balapan, dan nyawa orang lain sebagai taruhannya, seolah-olah nyawa tidak berharga lagi, Hampir setiap hari ada berita tabrakan dan mungkin tiap jam nyawa manusia melayang. Oknumnya apakah sengaja atau tidak sengaja harus dihukum untuk mempertanggung jawabkan prilakunya. Namun karena keberadaan uang maka perdamaian dapat dilakukan dan nyawa seolah-olah sudah bisa dibeli dengan uang. Sebahagian besar korban lalu lintas adalah para pelajar sendiri.
Pengenadara remaja harus memahami tentang safety riding. Sekali lagi bahwa fenomena yang sering terlihat bahwa banyak pengendara sepeda motor yang ugal-ugalan; ngebut, bonceng tiga, mengelewa ngelewa (slalome), mendahului pengendara lain dari sebelah kiri, sehingga mengganggu pengendara lain. Begitu juga banyak pejalan kaki yang terganggu oleh karakter pengenndara remaja, “Minta ampun ambo jo pengendara anak sikolsa kini, alah bajalan di tapi-tapi masih hampia nyo gilliang ambo- sangat disayangkan dengan karakter pengendara remaja, masih nekad melaju sampai ke pinggir jalan”. Memang demikian karakter sebahagian pelajar, kalau tidak kena tabrak ya menabrak orang lain.
Safety riding memang perlu keseriusan untuk disosialissikan di sekolah dan di rumah. Orang tua perlu commit untuk mengizinkan anak mengendara kalau sudah dibelikan kendaraan. Kalau mereka tidak taat peraturan dan cendrung menjadi raja jalanan maka lebih baik mereka tidak dibelikan sepeda motor atau dicabut lagi kepemilikan sepeda motor mereka. Sangat patut bahwa pengendara sepeda motor harus menyayangi keselamatan diri dan menyayangi keselamatan orang lain lewat prilaku bersopan santun di jalanan.
Oleh; Marjohan, M.Pd
SMAN.3 Batusangkar
Fenomena dalam bidang transportasi yang terlihat dewasa ini adalah pekarangan sekolah tidak lagi sekedar menjadi taman bunga, tetapi telah menjadi show room atau arena pajang bagi kendaraan roda dua/ sepeda motor milik pelajar (bagi sekolah anak-anak orang kaya mungkin yang berjejer adalah kendaraan roda empat yang berharga ratusan juta rupiah). Di sana kita bisa menemukan bermacam- macam merek sepeda motor seperti Yamaha, Suzuki, Honda, Kymco, atau nama-nama sepeda motor seperti; Jupiter, Vario, Vegar, Mio, Supra, dan lain-lain. Ini berarti bahwa sepeda motor sudah menjadi kebutuhan mereka dan orang tua sudah menganggap anak cukup matang dan sudah saatnya untuk memiliki sepeda motor. Namun apakah orang tua sudah siap mental kalau anak terjatuh, tabrakan- ditabrak atau menabrak orang dan benda lain, kemudian dibawa ke rumah sakit dan paling akhir dibawa ke kuburan ?
Pada umumnya sepeda motor sebagai sarana transport mulai digunakan oleh pelajar tingkat SMP dan SLTA (SMA, MAN dan SMK). Sayangnya mereka umumnya belum cukup umur untuk menyetir atau mengendarai sepeda motor. Banyak dari mereka yang belum memiliki izin (license) dari kepolisian. Kalau begitu mereka semuanya dapat dikatakan sebagai pengendara sepeda motor illegal. Dan memang cukup banyak pelajar yang memiliki sepeda motor legal, tetapi mereka- sekali lagi- adalah pengendara yang illegal dan berpotensi sebagai pembuat masalah di jalan raya.
Memang pada umumnya korban lalu lintas di jalan raya mayoritas adalah remaja (anak-anak sekolah dan mahasiswa). Rumah-rumah sakit pada saat event tertentu yang berhubungan dengan keramaian umum- seperti tahun baru, pada saat diselenggarakannya concert di kota, saat lebaran, saat tahun ajaran baru- sering menerima pasien ganteng- ganteng dengan anggota tubuh patah, tubuh robek, batok kepala luka atau bocor, sampai kepada tubuh yang sudah menjadi mayat. Sekali- sekali rumah sakit juga menerima pasien cantik, karena pelajar wanita juga sering menjadi korban dalam menggunakan sepeda motor.
Di mata pelajar, sepeda motor itu apakah sebagai sarana transportasi atau sarana untuk bergaya ? Jawabnya adalah sepeda motor di mata pelajar/ remaja adalah sebagai sarana untuk transport dan juga untuk bergaya. Malah sepeda motor juga sebagai sarana untuk game, untuk melakukan road race seperti game dalam play station yang sering mereka mainkan. Dan sekarang dengan kemurahan hati orang tua yang sebahagian tanpa pengawasan sudah membuat anak menjadi lakon- pelaku utama- dalam road race- ngebut- sambil pergi dan pulang sekolah. Yang bisa melaju cepat dengan kecepata 100 m/jam atau lebih itu yang jago. Yang bisa slalome, jalan mangalewa-ngalewa, untuk menghalangi teman dan juga mengganggu pengendara lain itulah yang jago jalanan. Kalau mendapat kecelakaan ya resiko dan tanggung sendiri.
Menjadi pengendara sepeda motor yang standar atau yang ideal sering dipandang kuno. Sepeda motor yang memasang dua buah kaca spion dianggap sebagai sepeda motor orang udik karena kaca spion nya ibarat dua tangan yang sedang mengemis. Menurut pandangan mereka harus diganti dan dibeli yang berukuran kecil. Mengubah bahagian sepeda motor ini disebut dengan istilah modifikasi.
Modifikasi sepeda motor adakalanya bisa memecahkan selaput gendang telinga orang lain dan kalau lepas control dari pandangan polisi lalu lintas, seperti pelajar yang berada di daerah jauh dari jangkauan wibawa polisi, mereka seenak hati memasang knalpot racing dan ngebut sambil mengepulkan suara, menganggu masyarakat sepanjang jalan. Modifikasi negatif lain adalah memasang cahaya lampu yang menyilaukan mata pengenadara lain dan pejalan kaki. Sedangkan modifikasi yang membuat kendaraan lebih ceper akan berpotensi untk terjatuh dan mencederai tubuh sendiri, namun orang tua mereka sudah restu atau tidak mengerti ?
Pengendara yang ideal adalah pengendara yang selalu membawa SIM (Surat Izin Mengemudi) dan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan bermotor), menjaga kebugaran tubuh dalam berkendaraan, memeriksa kendaraan sebelum berangkat dan memakai helm dan memahami serta mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Namun sayang semua ketentuan ini direspon oleh sebahagian pelajar dengan cara basa-basi, atau sekedar mengambil muka saja pada Bapak dan Ibu polisi.
Perhatikanlah setiap pagi atau setiap waktu, bila jalan raya dipadati oleh pengendara remaja. Bila dalam kota, semua orang menjadi pengendara sepeda motor yang santun- pengendara yang standard. Sebagian sudah menjai safety driver. Namun cukup banyak pengendara yang terpaksa santun atau pura-pura santun sekedar menyenangi hati penegak hukum- polisi lalu lintas. Namun lepas dari kontrol polisi, di wilayah jauh dari pasar atau luar kota, maka timbul prilaku pengendara motor remaja yang ugal-ugalan.
Sebahagian pelajar lebih sayang pada model rambut- punk- berdiri ibarat bulu tupai karena diberi jelly, atau model rambut wet look, atau juga karena sisiran rambut, cara pasang selendang dan jilbab (bagi pelajar wanita) sedang lagi apik. Maka mereka merasa risih kalau memakai helm, dan karena wajib memakai helm, maka helm lebih baik dipegang saja- sebagai cara waspada kalau nanti melalui wilayah polisi, cukup ditenggerkan saja sedikit di atas sisiran rambut, jangan sampai sisiran rambut jadi kusut. Karakter memakai helm secara basa basi ini dilakukan oleh penumpang yang berboncengan dan tidak memakai helm secara tidak wajar telah mendatangkan banyak korban. Mereka cendrung berkarakter sama saat melaju kencang atau ngebut.
Kita berterima kasih kepada kepolisian pada beberapa kota yang punya prinsip say no to helmet non standard. Pengendara memakai helm non standard harus disita helm nya, karena helm ini telah berpotensi membuat puluhan kepala pengendara sepeda motor jadi terkoyak dan menghantarkan mereka kepada kematian yang dipercepat.
Entah mengapa nenek moyang kita merancang jalan raya dengan ukuran lebar yang sempit. Barangkali mereka berfikir bahwa pada masa selanjutnya yang akan lewat itu tetap kendaraann tradisionil seperti pedati, dokar, pejalan kaki, sepeda, beca, motor pit dan sekali- sekali lewat bus umum. Di tahun 1960-an, 1970-an dan tahun 1980-an bentuk transportasi umum masih bercorak tradisionil. Pengguna jalan raya masih bisa merasakan kenyamanan di jalan raya. Namun dalam tahun 2000-an bentuk transportasi sudah berubah drastis. Jalan jalan sudah terasa sangat sempit karena yang lewat adalah booming nya mobil dan sepeda motor. Ada ribuan kendaraan roda empat dan roda dua dengan sopir atau pengendara yang kadang-kadang kurang sadar dengan keselamatan nyawa orang lain sudah menggilas ribuan tubuh manusia.
Jalan raya sudah menjadi tempat parade bermacam-macam merek dan jenis kendaraan. Dari mobil baru sampai ke kendaraan tua yang selalu mengepulkan asap untuk merusak paru-paru manusia. Seharusnya semakin padat jalan raya, maka pengemudi- termasuk pengendara pelajar- seharusnya berkendaraan lebih hati-hati dan pelan-pelan. Namun ironisnya sekarang banyak pengendara roda empat dan roda dua yang seolah-olah kurang punya hati nurani lagi. Mereka mengendarai kendaraan cukup kencang dan menganggap jalan-jalan ini ibarat sirkuit balapan, dan nyawa orang lain sebagai taruhannya, seolah-olah nyawa tidak berharga lagi, Hampir setiap hari ada berita tabrakan dan mungkin tiap jam nyawa manusia melayang. Oknumnya apakah sengaja atau tidak sengaja harus dihukum untuk mempertanggung jawabkan prilakunya. Namun karena keberadaan uang maka perdamaian dapat dilakukan dan nyawa seolah-olah sudah bisa dibeli dengan uang. Sebahagian besar korban lalu lintas adalah para pelajar sendiri.
Pengenadara remaja harus memahami tentang safety riding. Sekali lagi bahwa fenomena yang sering terlihat bahwa banyak pengendara sepeda motor yang ugal-ugalan; ngebut, bonceng tiga, mengelewa ngelewa (slalome), mendahului pengendara lain dari sebelah kiri, sehingga mengganggu pengendara lain. Begitu juga banyak pejalan kaki yang terganggu oleh karakter pengenndara remaja, “Minta ampun ambo jo pengendara anak sikolsa kini, alah bajalan di tapi-tapi masih hampia nyo gilliang ambo- sangat disayangkan dengan karakter pengendara remaja, masih nekad melaju sampai ke pinggir jalan”. Memang demikian karakter sebahagian pelajar, kalau tidak kena tabrak ya menabrak orang lain.
Safety riding memang perlu keseriusan untuk disosialissikan di sekolah dan di rumah. Orang tua perlu commit untuk mengizinkan anak mengendara kalau sudah dibelikan kendaraan. Kalau mereka tidak taat peraturan dan cendrung menjadi raja jalanan maka lebih baik mereka tidak dibelikan sepeda motor atau dicabut lagi kepemilikan sepeda motor mereka. Sangat patut bahwa pengendara sepeda motor harus menyayangi keselamatan diri dan menyayangi keselamatan orang lain lewat prilaku bersopan santun di jalanan.
Mau Dapat Dollar Dan Rupiah Daftar Disini Aja:
BalasHapusIndoRp
Buxbin
Klik Rupiah
Ngebux
Azbux
Aws Survey
Belum ada alat Pembayaran Internet Paypal daftar dini aja:
Click Here Paypal
BY :
http://palembang-musi.blogspot.com/
http://all-dowload.blogspot.com/