I am MARJOHAN USMAN, the teacher at Senior High School. I like to meet many people and I like travelling. I love teaching and I love the world of kids. I have email : marjohanusman@yahoo.com
and my youtube channel is: https://www.youtube.com/results?search_query=marjohan+usman
Kami sudah berada di Australia selama beberapa hari. Biasanya kami pergi shopping selalu diantar oleh Pak Ismet.
Karena apartemen kami juga berdekatan dengan mall maka sudah saatnya pergi
shopping kecil- kecilan di sana. Agar tidak tekor (kehabisan jatah uang) tentu
saja kami harus bisa memahami tentang harga- harga di benua kecil ini. Aku juga
mencari tahu tentang “seperti apa biaya hidup di Australia ?”
Berbelanja di
Australia, wah pasti mahal, biaya hidup disana berapa yah? Pertanyaan
beginiadalah sangat sering ditanyakan orang ketika
mau pergi ke Australia. Maka beginilah info yang bisa kita peroleh (http://achmad.glclearningcenter.com):
1). Kalau kita berada di Australia sebaiknya mulai berpikir
sebagai orangAustralia, buang jauh-
jauh nilai kurs ketika berbelanja, jangan samakan harga di Indonesia dengan
Australia, jelas berbeda.
2). Tentang harga barang mahal danmurah adalah relative, ya tergantung pada hal- hal yang dibandingkan. Nah
kalau kita sudah di Australia yang kita
bandingkan tentuadalah harga- harga
yang ada di sini (Australia) pula. Mindset (cara berfikir) ini berguna untuk mempercepat adaptasi kita di
Australia. Kalau semuanya kita konversi ke nilairupiah, wah jadi pusing sendiri kita, kerjaan
kita tentu bakal mengeluh terus.
3). Biaya sekali makan di Australia
(Melbourne dan Sydney) adalah sekitar
7-9 $ AUD. ini adalah harga standar. Kalau ada yang lebih dari itu ya termasuk mahal.
Jam
menunjukan pukul 13.00 siang, perut kami sudah terasa keroncongan dan sudah
saatnya pula buat makan siang. Pak Ismet mengerti dengan apa yang kami rasakan.
Maka diajak untuk pergi ke restaurant Malaysia. Terus terang kami merasa segan
kalau selalu ditraktir oleh Pak Ismet. Maka ya…harus balance, kami juga harus
mentraktirnya.
Aku memilih
makanan yang kira-kira sesuai dengan seleraku dan juga halal. Aku memilih
makanan seperti bakso dan desi juga. Kami kemudian diberi hidangan bakso yang
porsi tiga kali atau 4 kali sebanyak porsi bakso di Indonesia.
“Wow…apa
tidak boleh kami pesan separoh porsi saja ?” Tanya Desi.
“Ohhh…tidak
ada istilah porsi separo di sini…” Jawab Pak Ismet. Okelah kalau begitu. Kami
harus menghabiskan semua porsi baksa hingga merasa sangat kenyang dan apalagi
harganya cukup mahal yaitu sekitar Rp.300 ribu atau 30 Aus $. Kita akan merasa
mubazir kalau menyisakan makanan.
Usai makan
siang, ketua kami- Inhendri Abbas- berdiri dan pergi ke meja kasier buat
membayarnya. Ia membaya semua makanan dengan bayaran total sekitar 80 Aus $
atau hampir Rp. 900 ribu. Kami perlu melakukan penghematan dan untung kami juga
memasak danm bisa makan hemat- makan pagi dan makan malam- di apartemen
sendiri.
Sore ini
kami sudah berada di Punthill apartemen kembali. Hari terlihat masih terang.
Kendaraan masih lalu lalang padahal jam sudah menunjukan pukul 8.00 sore atau
pukul 8.00 malam. Aku tidak tahu apakah ini waktu sholat ashar, magrib atau
isya. Aku mmematok bahwa sebentar lagi masuk waktu maghrib dan meskipun tidak
ada mesjid, namun demikianlah perhitungan kami terhadap waktu.
Malas
berada di apartemen, lebih baik pergi ke luar untuk melihat-lihat, cuci mata
dan juga buat menambah pengalaman. Ya kami memutuskan pergi ke luar. Kami jalan
kaki menuju mall “Knoxcity”, di sana dijual berbagai item termasuk kebutuhan
harian seperti buah-buahan, dlauk pauk dan rempah. Di Melbourne tidak ada
warung maka berbagai barang hanya dijual di mall.
Di luar
terasa dingin. Angin kutub selatan bertiup kuat, dinginnya menyusup ke dalam
tulang kami. Sebelum berangkat aku menghabiskan buah-buahan/ appel karena ini
sangat penting untuk menjaga kesehatan pencernaan. Sebab problem pada
pencernaan bisa membuat kita demam.
Aku kasihan
melihat Inhendri Abbas, tidak punya baju tebal dan ia terpaksa memakai sehelai baju tipis dan ia membawa pakaian yang terbatas. Ia pun
memacu langkah kamisambil melipat
tangannya ke tubuh.
Habis subuh
kami bertiga sudah berada di seputar dapur apartement, ada yang bersih-bersih
piring, memanaskan makanan dan merapikan meja buat sarapan. Pendek kata pagi-
pagi sekali untuk ukuran orang Australia kami sudah sarapan. Kemudian kami
memutuskan buat berbelanja kebutuhan makan, kami sudah kehabihan minyak makan
dan sayur, juga buah-buahan. Kami harus pergi ke mall knoxcity. Mall itu
letaknya hanya berseberangan jalan dengan apartement kami (apartemen punthill).
Kami selalu
bersikap cermat tiap kali berbelanja. Kami harus mengenal harga- mengkonversi
nilai dollar ke dalam rupiah, ini berguna untuk menghitung target keuangan
kami. Kalau kami tekor atau uang habis….ya bagaimana lagi ? Sementara itu kami
masih harus membayar sewa apartemen yang cukup mahal dan juga buat beli tiket
untuk kembali ke Sumatra, juga buat beli cendera mata buat teman dan keluarga.
Betul….betul,
kami merasa beruntung bisa pergi ke Melbourne dalam acara studi tour sebagai reward dari Pemda buat kami bertiga.
Selain berkunjung ke tempat- tempat pendidikan- perguruan tinggi dan sekolah,
maka bertukar pikiran dengan Prof Dr Ismet Fanany dan Dr Rebecca Fanany juga
menambah wawasan kami tentang pendidikan. Misalnya bagaimana pandangan mereka
berdua tentang penddidikan dan perbedaan kualitas guru Australia dan guru
Indonesia. Hasil diskusi tersebut juga aku perkaya dengan membaca referensi
tambahan dari internet.
“Bagaimana dengan kualitas
guru di Australia ?”
Selama
decade terakhir, peran guru di Australia telah berubah. Guru di Australia diharapkan
dapat mendorong siswa untuk mengasah keterampilan seperti pemikiran kritis,
diatur untuk belajar mandiri, pengetahuan diri, serta belajar seumur hidup. AustralianTeacher Education Association
(ATEA) merupakan asosiasi profesional utama untuk pendidikan guru di
Australia. Misi ATEA adalah untuk
mempromosikan/ meningkatkan kualitas para pendidik (guru) dalam segala bentuk dan
konteks.
Di
Australia, salah satu cara untuk mengubah wajah pendidikan yakni dangan melalui
pendidikan nilai-nilai (pendidikan karakter). Nilai pendidikan di
sekolah-sekolah Australia menjadi aspek kunci dari kebijakan pemerintah.
Kualitas
guru di Australia dapat dilihatdari
keterlibatan mereka dalam suatu pembelajaran- yang mana berperan sebagai fasilitator atau pemandu dan
mendorong anak-anak untuk terlibat dalam forum diskusi. Peran guru di kelas
menjadi satu factor penting dalam pembelajaran bagi siswa. Guru Australia
diharuskan memiliki pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan agar mampu
mendorong peserta didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan nilai-nilai pendidikan.
“Bagaimana
kualitas guru di Indonesia ?”
Keadaan
guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki
profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya. Selain itu, sebagian
guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar
itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang
Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang
berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000
guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di
tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki
pendidikan S1 ke atas.
Di tingkat
pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke
atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya
faktor penentu keberhasilan pendidikan, tetapi pengajaran merupakan titik
sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar
memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung
jawabnya.
“Bagaimana
perbandingan kualitas guru di Australia dengan guru di Indonesia ?”
Mungkin
maksud kita memuji satu negara dan merendahkan negara lain- yaitu negara kita
sendiri. Bahwa pendidik di Australia memiliki cara pengajaran yang baik bila
dibandingkan dengan Indonesia. Karena pendidik di Australia memiliki pandangan
yang bertujuan untuk pengajaran nilai-nilai bagi peserta didiknya. Selain itu
pendidik di Australia juga dituntut harus memiliki pengetahuan, pemahaman, dan
ketrampilan dalam mendorong peserta didik berpikir kritis dan juga mempu
mengembangkan nilai-nilai pengetahuan.
Pendidik
memiliki peran sebagai fasilitator. Sedangkan kualitas guru di Indonesia masih
terbilang cukup rendah. Hal ini dapat terlihat dari tingkat pendidikan
guru-guru di Indonesia. Selain itu pendidik di Indonesia juga dapat dikatakan
kurang professional dalam menjalankan tugasnya (Sariwati, 2010: Masalah-Masalah
Pendidikan Indonesia, www.ubb.ac.id)
Sebetulnya tujuan utama kami untuk datang ke Melbourne-
Australia adalah untuk memperoleh pengalaman sebanyak mungkin tentang
pendidikan dan juga tentang kebudayaan. Maka kunjungan kami ke Departemen
Pendidikan Victoria dan ke sekolah atau universitas adalah momen yang sangat
berharga untuk dicatat dengan tinta emas. Kami sangat berterima kasih pada Pak
Ismet dan ibu Rebeccca yang selalu memandu kami dalam menelusuri pengalaman
indah tentang pendidikan di kota ini.
Pak Ismet
danIbu Rebecca datang lagi tepat waktu, pukul 08.00 pagi ke apartemen kami.
Kami segera naik ke dalam mobilnya. Kali ini aku merasa mengantuk namun aku
enggan untuk memejamkan buat tidur walau untuk sekejap. Soalnya aku jauh-jauh
datang ke Melbourne dengan biaya yang sangat mahal, tentu aku merasa rugi kalau
mataku tidak aku manfaatkan buat mengamati hal- hal yang unik dan indah di
Australia dan aku akan mengumpulkan pengalaman hidup sebanyak mungkin.
“Maka sepanjang perjalanan aku melemparkan pandangan ke arah
luar jendela mobil. Tentu ada banyak hal menarik yang dapat ditangkap oleh
mata”.
Bukan maksudku menjelek-jelekan kampung sendiri bahwa
kalau di tanah air traffic light
seolah-olah hanya untuk dipatuhi oleh pengemudi sepeda motor dan juga oleh
kendaraan mobil dan tidak perlu dipatuhi oleh pengendara sepeda. Pengendara
sepeda boleh menerobos jalan raya kapan saja. Namun di Melbourne (di Australia)
pengendera sepeda juga harus mematuhi traffic light- mereka juga harus berhenti
bila lampu merah menyala dan boleh bergerak bila lampu hijau menyala. Berarti
aplikasi lalu-lintas kita perlu memaju disiplin lalu-lintas di Australia.
Sejak kedatangan ku di Melbourne aku sering
bertanya-tanya sendirian tentang mengapa semua transport di Australia hanya
dimonopoli oleh kendaraan mobil dan aku sangat jarang melihat sepeda motor.
Pertanyaanku dijawab oleh Pak Ismet bahwa itu karena sepeda motor lebih sulit
untuk diperoleh. Harga sepeda motor lebih mahal dari pada sebuah mobil bekas
yang masih layak pakai. Untuk diingat bahwa sepeda motor di Australia semua
berukuran besar, karena digunakan untuk menempuh jarak yang jauh.
Saking begitu banyaknya jumlah mobil maka aku sering
melihat usaha pendduduk seperti pencucian mobil pake tangan “hand wash car” dengan biaya 16 Aus $
atau setara dengan Rp. 176.000. Ya setarah dengan harga satu porsi sarapan
pagi.
Kemudian juga aku perhatikan bahwa dalam menunggu
transportasi publik juga harus bersabar. Sarana transportasi publik adalah
mobil umum dan juga tram. Aku juga melihat bahwa pada tiap perempatan jalan ada
traffic light tertulis “stop here on red
arrow”. Jadi selain ada traffic light
juga ada pesan tertulis yang harus dipatuhi.
Mobil kami
kemudian berhenti di pinggir taman kota yang terletak di samping kantor
Department of Education Victoria. Di pinggir taman kami melihat ada bangunan
kecil dari batu bata. Itu adalah rumah bersejarah yaitu rumahnya Captain James
Cook.
James Cook
adalah orang Eropa pertama yang menemukan benua selatan- yaitu benua Australia.
Dengan demikian ia adalah penemu benua Australia. Bahan rumah James Cook
semuanya dibawa dari England. Batubatanya dilepas dan diberi nomor, dibawa
dengan kapal dari England dan kemudian disusun atau dibangun lagi di kota
Melbourne. Bentuk rumah yang aku lihat di sini ya seperti rumahnya saat di
England, nah seperti itulah negara besar dalam menghargai sejarah bangsanya.
Kami semua
keluar mobil dan kami berjalan. Kami tertinggal semua oleh langkah Pak Ismet
dan Ibu Rebecca. Pada hal Pak Ismet sendiri tidak tinggi tubunya. Namun
langkahnya cepat. Ya demikianlah sikap dan cara berjalan orang- orang cerdas.
Kalau suatu bangsa mau maju maka orang-orangnya musti bersikap bersemangat
termasuk dalam berjalan.
Kami menuju
entrance kantor Pendidikan Victoria. Akhirnya kami memasuki sebuah ruang yang
sudah didesain sengaja untuk kami. Pada mulanya aku berfikir kalau-kalau ada
meeting dengan jumlah peserta mungkin 30 atau 40 orang. Maklum sebuah meeting
internasional. Ternyata setelah kami lihat bahwa kami hanya memasuki sebuah
ruangan kecil yang hanya diisi oleh 10 orang dan kami yang datang hanya berlima
saja, yaitu aku, Desi, Inhendri, Pak Ismet dan Bu Rebecca.
2. Seminar Internasional
Seminar internasional ini adalah seminar yang terkecil di
dunia. Karena hanya dihadiri oleh 5 orang saja. Seharusnya peserta seminar
inimusti 20 atau 30 orang. Awalnya Pak Ismet mengusulkan kepada Pemda Tanah
Datar agar bisamengirim utusan ke Melbourne dalam rangka bertukar pengalaman
pendidikan secara internasional. Pada awalnya diperoleh sinyal bahwa memang
akan ada peserta yang datang dalam jumlah yang demikian. Dalam dalam perubahan
karena berbagai efisiensi anggaran maka yang berangkat hanya 5 orang dan pada
keputusan final adalah 3orang, yaitu aku dan 2 orang temanku.
Judul program ini adalah “School management seminar and
workshop” yang diusulkan oleh Prof Ismet Fanany pada Education Dapartement of
Victoria- Australia”. Pada jadwal kegiatan tertulis kepalanya:
“Program for district of West Sumatra Republic of
Indonesia. Venue-nya pada meeting room 1,1, 41 St Andrews Place, East
Melbourne”. Program kegiatan dirancang dari pukul 9.25 pagi sampai pukul 12.30
siang. Kemudian ada beberapa ahli pendidikan sebagai pembicara atau key
speakers. Mereka berasal dari Departement Pendidikan Victoria.
Begitu kami sampai di ruangan DEECD (Departement of Education and
Early Childhood Development) kami langsung diantarkan ke ruangan rapat dan
disambut oleh Ms. Helen Master. Ia kemudian menjelaskan secara sekilas tentang Sistem
pendidikan Victoria.
Ms. Ann Osman dan Ms. Robyn Douglass menyampaikan tentang
standar belanja pokok untuk kebutuhan pendidikan Victoria. Setelah minum the
pagi maka Ms. Min Dardovski menjelaskan tentang manajer dan manajemen sumber
daya sekolah.
Kami diberi tahu tentang tujuan pendidikan nasional
Australia yaitu untuk memberi pemerataan pendidikan dan juga pemerataan dalam
keunggulan. Kemudian seluruh pelajar Australia harus menjadi orang yang sukses,
memiliki rasa percaya diri dan pribadi yang kreatif. Pelajar Australia harus
menjadi warga negara yang aktif dan kaya dengan informasi. Tentang wajib
belajar untuk negara bagian Victoria adalah usia 6- 17 tahun atau wajib belajar
selama 12 tahun, dari tingkat SD hingga SLTA.
Tidak hanya di Indonesia, UN (Ujian Nasional) juga ada di
Australia. UN di Australia hanya untuk mengukur pencapaian prestasi siswa
melalui mata pelajaran secara tematik. Jadi bukan sebagai kriteria untuk ikut
penentu kelulusan siswa dari sekolahnya. Pemberian UN adalah sebagai berikut:
1). UN bagi
kelas 3, 5, 7 dan 9 untuk membaca dan menulis.
2). UN
untuk kelas 6 dan 10 untuk kemampuan membaca sains (membaca ICTdan
kewarganegaraan).
Pelaksanaan
UN dilakukan untuk melihat kemajuan prestasi siswa secara umum, juga untukpemetaan, melihat kualitas pendidikan secara
nasional dan juga secara internasional (UN di negeri kita mungkin baru sebatas
melihat pemetaan kualitas secara regional/ propinsi dan nasional). UN tidak
berpengaruh pada tingkat kelulusan siswa. Oleh sebab itu tidak ada UN pada
kelas 11 dan 12 tingkat SMA. Sementara untuk kelas 11 dan 12,Siswa akan menekuni mata pelajaran yang
mereka minati yang nanti akan mengarahkan mereka pada jurusan yang mereka ambil
di Perguruan Tinggi. Setelah pelaksanaan UN, maka hasilnya juga akan dilaporkan
kepada orang tua siswa.
Rata-rata
populasi kelas tingkat persiapan (Paud dan TK) hanya 19 orang. Untuk tingkat SD
rata-rata populasi kelas 22 orang, tingkat college (SMP dan SMA) adalah juga 22
orang. Beberapa sekolah populasi kelasnya cukup kecil sehingga guru dan sekolah
bisa memberikan pelayanan lebih prima. Yang terlihat jelas bahwa rata-rata
jumlah siswa SD berbanding sama (berbanding lurus) dengan jumlah siswa SMA, ini
berarti bahwa hampir tidak ada siswa yang drop-out.
Usai
mendengarkan presentasi dari staf kurikulum Departemen Pendidikan Nasional
Victoria maka kami berpamitan. Kami segera meninggalkan gedung dan selanjutnya
kami bergegas menuju mobil Pak Ismet dan kebetulan jatah atau kuota parkir
mobilnya juga mau habis. Kalau terlambat akan diberi denda. Memang Australia
adalah juga negara yang penuh denda bagi pelanggaran, dan tidak ada basa-basi-
tidak ada tawar menawar.
Angka
drop-out (putus sekolah/ putus kuliah) di negara kita bisa dilihat sebagai
kelompok golongan yang tinggi. Jumlah siswa SLTP lebih banyak dari jumlah
mahasiswa. Penyebabnya adalahalas an
ekonomi dan keinginan bekerja tamat SLTA. Namun angka drop out yang tinggi
perlu menjadi perhatian kita- sebagai guru.Ada beberapa hal yang bisa kita diskusikan dengan calon mahasiswa untuk
kuliah dan mengatasi angka putus sekolah yang tinggi.
“Pertimbangan
kuliah agar tidak terancam Drop Out (Putus Sekolah)”, dewasa ini, untuk
mendapatkan jaminan masa depan yang lebih baik, maka tidak cukup hanya lulus
dan mendapatkan ijasah dari SMA atau jenjang sederajat lainnya. Menentukan akan
kuliah di perguruan tinggi yang mana dan jurusan yang tepat, bukanlah persoalan
yang sepele. Sering karena ketiadaan informasi dan ketidaktahuan akan minat
atau bakat yang dimiliki, menyebabkan penyesalan di kemudian hari, misalnya
perguruan tinggi yang dipilih ternyata kualitasnya tidak sesuai harapan, tidak
dapat mengikuti materi kuliah dengan baik karena tidak tertarik dibidang yang
telah dipilih, tidak dapat menyelesaikan kuliah dengan baik ataupun di drop
out/DO oleh perguruan tinggi tempat kuliah karena masa studi telah lewat atau
indeks prestasi tidak mencapai standar yang telah ditetapkan.
Maka dari
itu pemilihan tempat kuliah dan jurusan yang tepat sedini mungkin harus mulai
dipertimbangkan. Untuk menentukan tempat kuliah dan jurusan yang tepat adalah:
1). Kenali
minat dan bakat yang dimiliki. Jangan karena teman dekat memilih satu perguruan
tinggi dan jurusan tertentu maka anda ikut-ikutan. Kembangkan minat dan bakat
yang sudah ada disertai dengan rasa suka dan ketertarikan yang kuat pada suatu
jurusan studi akan menjadi pilihan yang tepat.
2).
Tentukan lokasi dimana akan kuliah dan dana yang sudah dianggarkan.
Penentuan lokasi kuliah juga harus menjadi perhatian. Lokasi tempat perguruan
tinggi berada sebaiknya yang mudah diakses, tersedia sarana transportasi yang
memadai.
3). Kenali
Perguruan Tinggi dan jurusan didalamnya. Pada umumnya struktur pendidikan
tinggi terdiri dari 2 jalur pendidikan yaitu pendidikan akademik dan pendidikan
profesional. Pendidikan akademik menghasilkan lulusan dengan gelar S1, S2, dan
S3. Sedangkan Pendidikan jalur profesional menghasilkan lulusan yang memperoleh
sebutan profesional melalui program diploma.
4). Kenali
visi dan misi dari perguruan tinggi tersebut, fasilitas yang disediakan,
kualitas dari pengajar/dosen, dan jurusan yang ditawarkan di perguruan tinggi
tersebut. Kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya sebagai bahan
pertimbangan anda untuk memilih perguruan tinggi dan jurusan yang ditawarkan.
5).
Pelajari jurusan yang dapat mengarahkan anda menuju profesi atau bidang
pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakat anda. Dengan memilih jurusan yang
sesuai minimal langkah pertama menuju masa depan yang anda cita-citakan sudah
dilakukan.
6). Lebih
baik lagi bila perguruan tinggi tersebut memiliki wadah pengembangan karir
untuk membantu menyalurkan lulusannya bekerja di industri yang sesuai. Jangan
sampai anda terjebak di perguruan tinggi yang lulusannya ternyata sangat sulit
mencari pekerjaan atau menganggur tidak bekerja.
Kami sampai
di depan apartement dengan merek Punthill. Apartementnya bertingkat- aku lupa
menghitung jumlah tingkatanya, yang terletak di jalan Burwood nomor 400-408
highway wantima, south Melbourne. Aku merasakan apartement ini ibarat rumahku
sendiri selama tinggal di Melbourne. Di sini aku merasa tenang, kecuali
fikiranku melayang jauh ke keluarga dan anak-anakku di Sumatra- Indonesia.
Apartemennya begitu nyaman- yaistirahat kami terasa
sangat nyaman. Perubahan cuaca ekstim di luar apartemen tidak begitu terasa di
dalam. Aku merasakan bahwa suhu ruang cukup standar. Ruangan apartement di sini
dirancang berbeda dengan bangunan yang ada di kampungku- Sumatera Barat.
Gedungnya tidak punya ventilasi dan memiliki jendela serta pintu yang terbuat
dari kaca sehingga cahaya mata hari masuk ke dalam ruangan lebih bagus.
Apartemen dimana kami tinggal adalah apartement hotel. Ia
apartement yang berfungsi sebagai hotel- dengan dua kamar, ruang keluarga dan
dapur untuk disewakan. Sebagaimana yang aku nyatakan bahwa harga apartement
per-malam adalah 245 Aus $. Pantaslah sewanya mahal karena ruang apartemen
terasa mewah dengan lantai yang dilapisi karpet tebal. Untuk suplai udara
bersih ke dalam ruangan diperoleh melalui AC, kita boleh memilih suhu yang agak
hangat atau agak sejuk.
Aku belajar untuk memahami peraturan yang tertulis dalam
apartemen ini. Katanya bahwa semua apartement di blok itu atau di gedung itu
merupakan wilayah yang bebas dari asap rokok demi kenyamanan dan keselamatan
penghuni apartemen. Sementara itu asbak disediakan di balkon atau di tempat
umum.
Laluan ke dalam apartemen hanya sampai pukul jam 8.00
sore/ malam. Setelah jam tersebut pintu akan terkunci secara otomatis.bagi yang
mau keluar cukup tekan tombol hijau. Sementara bagi yang masuk gunakan kartu
pintu apartemen, ya untuk itu selalu bawa kartu sebagai kunci pintu depan.
Pemilik apartemen juga menyediakan kartu komentar dan ia
ingin memperoleh komentar tentang kualitas apartemen. Beberapa hal yang ditanya
adalah apakah apartemen dipesan melalui internet, sendirian, perusahaan atau
melalui biri perjalanan. Apakah kualitas apartemen itu biasa- biasa saja, bagus
atau malah sangat hebat. Kemudian tentang pelayanan staffnya biasa- biasa saja,
bagus atau sangat excellent.
Setelah beberapa hari berada di apartemen ini dan juga di
ruang terbuka dan pada bagian lainnya di kota Melbourne, aku tidak menemukan
serangga seperti lalat, nyamuk dan kecoa. Juga aku tidak mendengar suara
jangkrik padamalam hari. Pada hal suara jangkrik juga enak untuk didengar.
“Tidak ada fasilitas yang gratis di apartement ini, untuk
menggunakan DVD sewanya 6 dollar, internet harganya 3 dollar per-jam atau 18
dollar per-hari. Yang gratis hanya menggunakan televisi”.