Rabu, 08 Januari 2014

Kamar Hotel



Kamar Hotel
1. Green Apple Available
            Sejak dari Indonesia aku khawatir kalau aku bakal terserang sariawan. Maka sebelum berangkat aku membeli beberapa biji apple segar di Batusangkar dan menyimpannya ke dalam kotak dengan tujuan agar bisa aku konsumsi satu biji perhari di Australia. Mengkonsumsi buah segar sangat bagus buat pencernaan, apalagi buat mencegah gangguan percernaan. Kurang mengkonsumsi buah segar dan sayur bisa membuat kita susah untuk bab (buang air besar).
            Namun seperti yang dijelaskan oleh Rahman (tour leader) dan juga seperti yang aku lihat pada tulisan peringatan di bandara Sukarno Hatta, bandara Ngurah Raid an bandara Melbourne- Tullamarine- bahwa penumpang pesawat dilarang membawa sayur, buah segar dan beberapa produk makanan, herbal, minuman ke dalam Australia-ke dalam pesawat.
            Salah satu alasan logika mengapa Australia melarang penumpang membawa barang-barang tersebut buat masuk ke sini adalah buat melindungi produk makanan dan minuman benua ini. Dengan demikian perdagangan atau perekonimian ereka tetap jadi hidup.
            Aku jadi kasihan untuk membuang apple bagus tersebut, maka..ya aku bagi bagi buat dikonsumsi oleh teman- teman. Kecemasanku akan kekurangan buah segar tidak terbukti saat aku tinggal di Rydges Hotel ini. Meskipun banyak hal yang musti serba dibayar- serba dibeli di hotel ini, untuk apple semuanya gratis. Boleh ambil apple hijau atau apple merah dan malah boleh konsumsi kedua-duanya. Kami keberatan buat membeli dengan alasan mata uang dollar kami terbatas dan kalau ada yang tersedia secara gratis- ya kami nikmati sebaik mungkin.
            Abdul Hajjar melirik pada appleku ku. Mungkin ia merasa kurang segar dan tubuhnya butuh apple. Aku anjurkan ia untuk pergi ke parlour (ruang tunggu) dan di sana masih banyak tersedia apple merah dan apple hijau, tersedia secara cuma-cuma. Masing masing teman yang lain juga datang buat mengambil dan membawanya ke dalam kamar masing- masing.
            Kami sudah berada dalam kamar dan tiba tiba ada telpon. Siapa pula yang menelponku sampai ke Melbourne segala- fikirku.
            “Allo..pak Marjohan. Ini dari Rahman”
            “Iya, Mas rahman…,what’s the matter” Sapaku.
            “Begini, air mineral dalam kamar, bila label harga dan itu dibeli- dibayar. Menggunakan WiFi minta konfirmasi ke petugas hotel dan juga menggunakan TV juga musti bayar. Namun kopi, teh, crème ada yang tersedia gratis”.
            “Ohh..begitu. Berarti saya harus puasa, karena tidak tahu letak money buat menukar rupiah ke dollar”.
            “Tidak harus kehausan. Pak Marjohan bisa merebus air kran- airnya cukup layak buat diminum, coba panasin dengan tea-boiler. Setelah mendidih bisa bikin teh atau kopi atau krim, dan airnya juga bisa didinginkan. Itu semua gratis juga”.
            “Terima kasih Mas Rahman , yang sudah jadi problem solver bagi kami selama di Australia”.
            “Ah..biasa, itukan peran saya sebagai tour leader”. Kata Mas Rahman lagi. Ya kami merasa senang dan kami percaya saja untuk mengkonsumsi air keran- faucet water- karena supply air bersih Australia telah memenuhi standar air yang layak buat diminum.
            Aku tidak tahu kondisi waktu di Melbourne dan ternyata hari sudah menunjukan pukul 23.00 tengah malam. Sebelumnya aku sudah memanfaatkan waktu buat menulis dan membaca tentang Australia. Suhu dalam kamar terasa dingin dan aku menyukainya. Namun aku harus memasang kaus kaki untuk menjaga suhu tubuh ya…setelah itu aku tertidur dalam do’a pada Tuhanku- Allah Azza wajalla.
            Aku tidak merasa tidur di Melbourne, ya rasa tidur di Jakarta atau di Padang saja. Aku berharap bisamenengar suara azan untuk membangunkan aku- dan buat sholat subuh setelah itu. Walau dimana saja aku berada- sholat tak pernah aku lupakan, kan ada keringan buat sholat seperti melakukan qasar atau jamak.Wah itu impossible, ini kan Australia…!!!
             
2. Australia, negara Sekuler
            Australia telah mendelakrasikan diri sebagai negara sekuler, yaitu negarayang tudak mencampuri urusan agama warganya. Pendidikan agama buat anak- anak ya diurus oleh keluarga melalui komunitas. Ssebagai dampak bahwa gema agama tidak terasa. Dan mayoritas terlihat orang orang seolah-olah tidak beragama.
            Alhamdulillah kami merasa beruntung berada dalam satu grup yang masih kental dengan nilai agama Islamnya. Rasanya kalau kita selalu mengamalkan ajaran agama maka hubungan kita pada Tuhan dan juga pada manusia terasa dekat. Bila melihat orang susah, maka hati mudah tersentuh.
            Semalam saat kami berada di jalan di China town, aku perhatikan bahwa pada umumnya orang-orang tidak peduli atas kesengsaraan seorang pengemis. Tidak ada yang melirik padanya, entah itu penilaian subjektif aku saja. Kami sebagai orang yang datang dari Jakarta/ Indonesia merasa kasihan dan berfikir:
            “Mengapa pemuda ini menjadi gelandangan, dimana ibu dan bapaknya ?” Sementara itu aku perhatikan orang-orang lalu lalang saja dengan langkah-langkah amat cepat dan hampir tidak punya waktu buat sekedar melirik pada pengemis tersebut. Andai dia berada di kampungku- menjadi pengemis- adabanyak orang yang akan memberi dia santunan dan bakal berjatuhan coin-coin rupiah. Itu karena kita punya rasa belas kasih. Tetapi itu kan secuil peristiwa di Melbourne.
            Karena kurang mengenal agama maka free-sexadalah gaya hidup di sini. Sebagaimana yang aku lihat terhadap anak anak remaja Australia. Remaja di sini sangat memuja-muja cinta, juga kebebasan dan termasuk kebebasan sex.
            Di Rydges hotel, tempat kami menginap, aku melihat beberapa pasangan remaja- mungkin mereka masih kelas 3 SMA atau mungkin mahasiswa- memesan kamar dan melangkah dengan percaya diri menuju lift. Aku yakin mereka tidak menikah tetapi mereka tidur bersama tanpa merasa bersalah pada Tuhan.
            Kalau di hotel Indonesia- yang aku tahu- pasangan muda yang mau menginap di hotel musti memperlihatkan kartu nikah mereka. Kalau mereka tidak punya wah merekaharus menahan kantuk, atau kembali pulang, atau numpang tidur di pos ronda. Di Australia ketentuan ini tidak berlaku. Free sex sudah terlalu melangkah ke dalam kehidupan mereka.
            “Tidak…tidak, andai aku punya anak remaja ingin sekolah ke sini, ya aku belum memberi izin, karena khwatir mereka juga akan mengadopt pola hidup free sex. Yang lebih aman mengizinkan anak buat studi di sini ya setelah mereka cukup dewasa untuk berbuat dan berfikir”.
    









F. Menuju Dandenong High School

1. Satu dan setengah jam
            Hari ini adalah jadwal kami menuju sekolah- Dandenong high school. Jaraknya kira-kira satu setengah jam dari Rydges hotel. Sekolah ini terletak di suburb dan banyak sekolah berlokasi di suburb. Diperkirakan bahwa jalan menuju sekolah tesebut bisa lancar.
            Aku memilih bangku belakang, terasa lebih nyaman dan lebih rileks dan aku melemparkan pandangan ke luar. Aku melihat lebih banyak arus mobil/ kendaraan masuk menuju kota Melbourne lebih banyak ketimbang keluar kota. Berarti bahwa para pekerja di kotaMelbourne banyak yang tinggal di suburb.
            Aku merasa lapar, dan untung aku tadi pagi saat sarapan menyiapkan roti yang telah aku polesi dengan madu dan aku simpan dalam kotak. Ini cukup menghilang rasa laparku. Diam diam aku menikmati sisa sarapanku. Aku yakin bahwa teman teman di depan juga punya cara tersendiri buat mengusir rasa lapar mereka. Aku membuang pembungkusmakanan ke dalam tong sampah yang sengaja disedikan dalam bis ini.
            Aku berharap agar semua mobil di tanah airku juga dilengkapi dengan tong-tong sampah. Kita tahu bahwa semua sampah yang bertebaran di pinggir jalan di kampung kita itu semua berasal dari sampah yang sengaja dibuang dari kacsa mobil.
            Sebetul makan atau minum dalam mobil musti minta izin pada sopir. Kami semua sudah memperoleh izin dari Michael dan ia sudah memberi tahu pada kami untuk bisa jaga kebersihan. Oke kami tentu sudah tahu itu semua dan itu juga bagian dari gaya hidup guru guru terbaik ini, hhh.
            Sekali sekali bis kami melewati pom bensin. Atau pom BBM. Ada beberapa nama perusahaan BBM yaitu seperti Bp,Seven-Eleven, dan Liberty. Kalau di kampung kita- terutama di Sumatra Barat BBm masih dikelola dan dikuasai oleh Pertamina. Sama dengan di kampung kita bahwa pom bensin juga merupakan rest area. Di sana tersedia toilet, kafe, dan fasilitas ATM untuk warga Australia.

2. Ramah tamah di Sekolah Dandenong
            Setelah berada dalam bis selama kurang dari 2 jam, akhirnya kami sampai dekat Dandenong High School. Lokasinya di suburb atau di kabupaten. Kami menunggu dalam bis dan sementara itu Rahman turun untuk menghubungi pihak humas sekolah Dandenong. Bis akhirnya merapat ke sisi jalan dekat gerbang. Aku melibat ada palang yang menandakan bahwa semua kendaraan dilarang masuk ke halaman sekolah, alasannya adalah bisa merusak lantai pekarangan, aku melihat guru guru sekolah ini datang dengan taxi atau dengan tram yang lokasinya tidak jauh dari sekolah ini. Kami hanya diturunkan dan bis berangkat, karena bis dilarang parkir di sana.
            Kami mengikuti langkah Mas Rahman. Aku khawatir kehilangan moment dan memanfaatkan mengambil foto. Kami agakterlambat memasuki ruangan konferensi. Di sana kami disambut oleh Miss Susan Ogden- Kepala Sekolah Dandenong High School. Kami duduk melingkari meja bundar dengan lantai karpet. Dindingnya dikelilingi oleh pajangan foto-foto event sekolah. Ia sudah menjadi kepala sekolah di sana selama 1 tahun, dan secara keseluruhan ia sudah punya pengalaman sebagai kepala sekolah selama 24 tahun. Di sekolah ini ia dibantu oleh 4 orang wakil.
            Dandenong High School berdiri pada tahun 1919, dan merupakan salah satu sekolah tertua di negara bagian Victoria. Jumlah siswa di sekolah ini sekitar 2000 orang dan sekolah ini adalah sekolah multikultur, siswanya berasal dari berbagai immigrant dan menggunakan berbagai bahasa. Sekolah ini tentu saja sekolah heterogen ada suasana kompetisi yang sehat dengan demikian merupakan siswa dengan motivasi yang tinggi.
            Manajemen sekolah ini sangat baik, sehingga ada 3 sekolah telah bergabung atau merger dengan sekolah ini. Keputusan untuk merger bukan instruksi dari pemerintah tetapi permintaan dari masyarakat- orang tua siswa agar anak- anak merekajuga memperoleh pelayanan pendidikan yang berkualitas. 3 sekolah yang merger juga bisa menerapkan seperti apa bentuk komunitas dan cara belajar yang diharapkan.   

2. Rahasia Manajemen Sekolah
            Sekolah yang sudah merger ini membentuk visi sekolah, kemudian merancang langkah strategis atau special misi buat menuju sukses. Dalam membangun visi mereka melibatkan banyak pihak seperti masyarakat, guru, orang tua dan alumni. Jadi membangun visi tidak menjadi hak mutlak seorang kepala sekolah.
            Kepala sekolah dan masyarakat meminta hadir semua guru dan mereka mengusulkan jenis atau pola mengajar yang sesuai untuk perkembangan kemajuan. Tentu saja banyak orang tua yang memiliki wawasan luas dan mereka memberi sumbang saran tentang bagaimana proses pengajaran yang bisa mengembangkan potensi murid. Kemudian juga meminta kepada guru sepertoi apa pola pengajaran yang bisa membuat guru-guru merasa nyaman.
            Ternyata ruangan tempat kami rapat adalah ruangan kelas. Pantasan aku melihat ada papan tulis, board marker dan juga foto foto aktifitas siswa. Aku juga ingin mengusulkan agar kelas- kelas di sekolah Sumatera juga lebih serius untuk mendesain kelas mereka.
            Pembelajaran di sekolah ini dilakukan dengan usaha yang innovative. Pembelajaran ada yang dilakukan oleh satu guru dan kalau jumlah guru berlebih maka dilakukan dalam team teaching, ada 2 atau 3 orang. Tugas team juga mendesain rencana pengajaran, melakukan dan menilainya- penilaian, misal dalam bentuk assessment dan kemudian menulis laporannya. Team bertanggung jawab atas 50 orang siswa per kelas.  
Tanggung jawab team teaching adalah one heart, tidak yang merasa superior dan yang lain merasa inferior. Pola team teaching yang damai perlu diaplikasi di sekolah kita. Setiap sore, guru mata pelajaran sejenis duduk bareng untuk membahas hasil kinerja mereka.

3. Suasana Kelas Yang Nyaman
            Usai bertukar fikiran dengan Miss Susan Ogden, kami dipersilahkan untuk berkunjung ke kelas. Aku mengikuti langkah seorang guru pemandu menuju sebuah kelas. Saat itu ada kegiatan PBM. Aku melihat suasana kelas yang berbeda. Satu kelas yang satu terhubung dengan kelas yang lain, kemudian aktivitas PBM di kelas sebelah bisa terlihat oleh guru lain.
            “Kenapa satu kelas dengan kelas yang lain hanya dipisah dengan kaca dan apa tidak mengganggu ?”:
            “Ini model pelayanan pendidikan kami. Kelas yang di sini dengan kelas yang di sebelah bisa saling melihat. Agar semangat bisa saling menular. Kalau kelas di sebelah belajar semangat, di sini tidak, maka sebagai guru, saya juga membuat kelas ini juga bersemangat”. Demikian penjelasan salah seorang guru.
            Tadi sebelum memasuki gedung kelas ini kami berjumpa dengan dua orang siswa, memakai jaketseperti jaket polisi, di punggungnya ada tulisan: on duty- atau sedang bertugas. Setelah kami tanya ternyata mereka sedang dapat tugas piket untuk kebersihan. Jadi mereka harus mencari cari sampah dalam perkarangan sekolah dan memungutnya dengan jepitan.
            Ide ini juga bagus untuk diadopsi, bahwa siswa yang piket kelas wilayahnya tidak hanya dalam kelas. Tentu saja ada dua orang perkelas memakai jaket piket dan mencari sampah di seputar perkarangan sekolah.
            Aku ingin mengambil foto. Mengambil foto siswa tentu saja diizinkan asal secara umum. Kemudian kami dipandu ke luar kelas- ke halaman. Kami melihat blok-blok gedung kelas. Ada gedung berwarna biru, berwarna hitam dan gedung dengan dinding batu-bata. Itu semua hanya sekedar membedakan kelompok kelas saja.
            Kami memasuki kelas yang lain dan PBM dipandu oleh team guru, dimana siswa duduk dalam grup. Team guru terlihat cerdas dan sangat kompak, tidak ada yang terlihat cukup dominan. Aku melihat bahwa meja guru hanya kecil saja, dan aku melihat tidak ada guru yang duduk- semua berjalan- beraktivitas dalam memandu siswa.
            Saat itu aku perhatikanm ada dua siswa yang bertugas hanya menyiapkan pertanyaan, ada kelompok yang memahami satu topik, ada kelompok lain yang memahami topik lain, dan juga ada siswayang sedang browsing internet untuk mencari info tambahan. Setelah itu akan ada proses prestasi dan kegiatan tanya jawab. Dan guru telah memiliki lembaran assessment di tangan.
            Aku memfoto setumpuk tugas siswa di atas meja guru. Saat itu adalah pelajaran bahasa Inggeris. Aku melihat coretan- coretan dan catatan revisi dan editing guru atas naskah artikel siswa, jadi guru betul- betul membaca tulisan siswa, tidak sekedar memberi tanda tangan dan memberi kata- kata “very good” saja. Tentu saja siswa merasa senang ya sebagai efek bahwa karya mereka ada dibaca oleh guru.
            Hari itu katanya adalah hari persiapan ekhibisi atau pameran budaya, karena para siswa berasal dari berbagai kultur di dunia. Mereka sedang mempersiapkan pernak pernik negaramereka, ada yang lagi membuat bendera, menulis kalimat dalam bahasa mereka- seperti bahasa Vietnam, Thailand, Indonesia, Croasia, dll. Adajuga yang bingin mempromosikan wisata, kuliner dan tari dari negaramereka. Mereka memajang dan setelah itu kelak akan saling mengunjungi stand masing- masing.
            Kalau sekolah di Jakarta, siswanya bisajadi berasal dari berbagai propinsi. Tentu saja mereka bisa mengadopsi kegiatan ini. Misalnya pada hari sabtu membuat kegiatan pameran daerah.

Senja di Melbourne



Senja di Melbourne

1. Hotel Rydges
Bis kami berhenti di depan Hotel Rydges. Kami semua turun dan mengambil barang dari lorry dan membua semua barang ke dalam ruang tunggu hotel. Aku mencari tahu segala sesuatu tentang Hotel Megah ini.  Aku membuat perbandingan tentang hotel di sini dan di tanah air. Tentu saja menurut pendapatku.
Hotel –hotel yang pernah aku tempati di Sumatra dan di Jakarta cukup ramai pengunjungi. Hampir tiap detik taxi datang untuk mengantarkan para tetamu. Ini karena penduduk Indonesia sangat banyak. Namun tidak demikian di hotel- hotel Australia, terasa agak sepi juga.
            Sebelumnya aku pernah tinggal di hotel Ibis dan hotel apartemen dan sekarang aku menginap di Rydges Hotel. Hotel ini terletak 22 km dari pusat kota Melbourne. Semua kamarnya dilengkapi dengan air conditioner dan heater. Penggunaan lampu juga cukup hemat, lampu ruangan pada gang akan menyala sesuai sensor dari gelombang tubuh kita.  
            Padabeberapa Hotel di Padang terasa memberi pemanjaan pada tamunya. Dalam kamar hotel kita bisa menikmati beberapa fasilitas seperti WiFi, sandal, televisi, air mineral dan persedian the, kopi, gula dan crème. Semua tersedia dan gratis buat dikonsumsi. Bagi WiFi yang punyapassword kita bisa minta password pada petugas atau front officer.
            Namun tidak demikian dengan hotel yang aku tempati- dan agaknya semua hotel di sini. Hotel Rydges ini memberiku charge $ 12 untuk penggunaan internet, itu untuk penggunaan 24 jam dan itu setara dengan Rp. 120 ribu. Wah kemahalan kalau dikonversi ke mata uang kita- itu bisa untuk biaya internet selama satu bulan. Penggunaan audio visual dan TV musti ada konfirmasi ke pada petugas hotel. Barang kali karena beberapa hiburan di negara ini ada yang layak atau tidak layak buat dikonsumsi secara aman- mungkin ada program film buat orang dewasa. Untuk menjadi warga internasional yang baik, aku berfikir bahwa kita harus bisa beradaptasi dengan way of life orang-orang negara modern.
            Rahman, pemandu kami, segera menemui front desk officer. Kemudian mendatangi untuk membagi bagi kunci dan beberapa pengarahan. Aku memperoleh kunci dan teman satu kamarku adalah Isdarmoko, seorang Kepala Sekolah berprestasi dari Sleman Jogjakarta. Tahun lalu ia juga teman ku saat menerima anugerah dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Hari Guru Nasional di Bogor.Namun Abdul Hajar, peserta dari Makasar, mengusulkan agar kami satu kamar, yak arena kami sudah satu kamar sejak dari Jakarta.
            Ya betul bahwa kami jadi tahu bahwa kami harus membayar untuk pemanfaatan WiFi. Namun aku menunda penggunaan WiFi karena aku merasa kemahalan, sebagai ganti aku memanfaatkan waktu buat menuliskan semua pengalaman pribadi. Di Hotel ini kalau kami minum air mineral maka harus bayar $.3 atau Rp. 30 ribu. Ada yang merasa berat maka mereka boleh merebus air minum dengan tea-boiler yang tersedia pada setiap kamar. Jadinya kami bisa membuat minuman the atau kopi buat menghangatkan perut.      

2. Shark-Fin Inn
            Jam 06.00 sore Rahman menelpon lewat intercome agar kami semua bisa turun ke lantai dasar. Rahman mengajak kami semua buat makan malam di Shark-Fin Inn. Sebuah restoran dan juga penginapan milik orang Asia, aku dengar restoran tersebut milik orang China. Kemudian kami dihidangkan minuman teh ala China dan hidangan lainnya. Masakan China memiliki banyak sajian sayur- tumis sayur- seperti tumis jamur, lettuce, lobak, daun bawang. Yang aku perhatikan adalah tata cara pelayanan hidangan China.   
            Begitu kami duduk melingkari meja, pelayan segera datang menyuguhkan hidangan yang belum disaji- kami diberi satu teko air panas, cangkir, dan teh-malah tidak ada gula. Menjelang tiba hidangan berikutnya, kami semua menyiapkan minuman teh sendiri- sendiri. Dan meminumnya pelan- pelan, karena bibir harushati hati agar tidak kebakar air panas.
            Kemudian dengan gerak yang cekatan, pelayan menyajikan hidangan pembuka yaitu sup jagung. Ya suka atau tidak suka kami harusmenikmatinya. Setelah itu tiba hidangan utama, yaitu nasi dan lauk-pauk- seperti daging bebek, daging ikan, dan tumis sayur. Aku separoh ragu memakan daging bebek- karena penyemblihannya apakah secaraIslam. Maka aku hanya makan ikan saja. Lagi- lagi pelayan datang untuk mengambil piring- piring yang sudah kosong.
            Tawa dan canda kami tidak seheboh saat lapar. Tidak terasahampir semuanya ludes, kecuali daging bebek masih bersisa. Sebetulnya kami tidak mau menyisakan makanan. Pelayan memperhatikan meja kami dan setelah itu kami diberi hidangan penutup yaitu satu piring besar yang berisi irisan jeruk manis- namanya sunripe orange..
            Pada beberapa restoran lain, sebagai hidangan penutup kami diberi irisan buah kiwi, irisan sunripe orange dan juga irisan melon. Aku mengambil porsi sedikit lebih banyak, karena aku khawatir kalau kekurangan vitamin selama di Australia.
            Sajian makanan di restoran China di Australa berbeda dengan restoran Padang- dimana semua semua hidangan disajikan dalam satu termen saja dan mejanya lebih luas. Restoran Australia juga menuntut agar pengunjung berhemat dengan air- di toilet terpajang tulisan untuk penggunaan air yang efisien. Kita jadi tahu bagaimana pemerintah dan penduduk Australia dalam melestarikan air.

3. Menelusuri Kota Melbourne
            Usai makan malam kami tidak langsung pulang ke hotel. Kami memutuskan buat jalan jalan di pusat kota Melbourne di malam hari ini. Lokasinya persis di seputar daerah China town. Lampion- lampion besar bergantungan di sepanjang jalan-lorong kampung Cina. Aku berjalan dan mataku jadi liar untuk melihat pernak pernik yang menggoda mata. Semua adalah pengalaman baru.
            Diriku hampir tenggelam dalam lalu lintas banyak manusia. Pasangan muda-mudi lebih mendominasi pemandangan.namun aku tidak tahu apakah mereka semua pasangan yang lagi jatuh cinta. Kalau mereka adik-kakak/ bersaudara maka tidak mungkin mereka berjalan sambil berpegangan mesra.
            Wah ini kan pengalaman langka, bermalam di kota Melbourne juga langka, apa lagi bila sudah balik ke Indonesia. Tentu bakal jadi sweet memory. Kami menyempatkan diri berfoto-foto bareng. Aku, Nurhadi dan Sumarno- sebagai 3 guru yang yang terpilih terbaik se Indonesia berfoto bareng. Kami berjalan terus…terus di keramaian jalan kota Melbourne. Aku tidak tahu apa nama jalannya dan juga tidak tahu kemana arahnya. Yang jelas sayup-sayup kami mendengar alunan musik pengamen.
            Pengamennya berwajah oriental dan alunan melodinya aku sangat kenal. Rasanya itu lagu tanah air kita. Kalau tidak salah itu lagu keroncong. Ia sangat pintar memainkan lagu lewat gesekan biolanya. Aku fikir bahwa orang Cina itu hanya tahu dengan melodi dan tidak tahu darimana asal lagu itu dan apa judul lagunya. Aku coba mengekspresikan lagu tersebut dan kami sengaja berhenti dekat pengamen itu.
            One…two….three start!!!!. Ku lihat ibu pertiwi….sedang berduka hati…..air matanya berlinang …..” Setelah itu aku, Nurhadi dan Sumarno tertawa riang gembira ke arah pengamen itu.
            Excuse me, what is the song tittle ?” Tanyaku dan pengamen itu menggeleng.
            Where does the song come from?”
            I don’t know….may be from Taiwan”. Kata pengamen itu.
            That’s not true. The song comes from my coutry, Indonesia” Kami menjelaskan dengan bangga dan rasa patriotik kami bangkit.
            How do you learn it ?”
“Just by instinct”.
Kami juga berfoto bareng dengan pengamen itu. Kami kemudian menjatuhkan coin dan berlalu. Dari kejauhan terlihat wajah pengamen itu dengan ekspresi penasaran dan mungkin ia senang kami ganggu lebih banyak lagi. Wah biarlah, biarlah ia berekspressi buat orang banyak.

3. Pengemis Berwajah Ganteng
            Kami merasa pegal karena banyak berjalan. Tidak ada bangku buat duduk, maka kami hanya berhenti di sebuah persimpangan. Hanya beberapa meter saja, di belakang kami ada seorang pengemis- seorang pemuda dengan wajah ganteng. Di depannya ada secarik kertas dan mengekspresikan siapa dia: Tolong..saya seorang pemuda, tidak punya rumah. Ke dua orang tuaku sudah bercerai dan pergi dan tidak pernah mengurusku lagi. Ia terus merokok sambil mengantuk, aku khawatir kalau ia tertidur dan rokoknya terjatuh tentu bisa membakar selimut dan kain woll-nya. Pada akhirnya akan membakar tubuhnya. Moga moga ia tidak demikian.
            “Pengemisnya kok ganteng ya” Celetukku agak berbisik pada teman-teman. Pengemis itu usianya mungkin sekitar 24 tahun. Aku perhatikan hampir tidak ada warga yang lalu lalang memperlihatkan wajah simpatik. Di sana mungkin hidup dalam bentuk- siapa lu, siapa gue. Maksudnya sangat individual.
            Beberapa saat setelah itu aku sempat bertanya lewat Facebook pada teman- pak Dadang- apakah memang demikian nasib gelandangan di Melbourne. Aku memperoleh jawaban bahwa gelandangan adalah urusan pemerintah, biasanya kalau ketahuan maka petugas akan membawa mereka ke panti sosial.  
            Aku tidak punya coin dollar Australia. Kalau jatuhkan satu lembar rupiah Indonesia juga tidak ada artinya bagi pengemis tersebut. Akhirnya aku kembali melemparkan pandangan ke arah lain. Gerak jalan orang orang malam begitu cepat. Muda mudi yang berjalan mesra tetap mendominasi pemandanganku. Ada yang bergandengan dan yang berangkulan cukup erat.
            Aku fikir bahwa kemesraan mereka melebihi kemesraan di depan publik di negaraku- paling kurang untuk kota Padang, Bukitinggi, Batusangkar, untuk Sumatera Barat. Anak anak muda di kota Padang belum berani berjalan semesra anak-anak muda di Melbourne ini. Kemesraan di kota ini merefleksikan juga adanya gaya hidup free-sex.

4. Sepasang remaja bertengkar
            Aku jadi kaget malam ini. Tiba-tiba sepasang remaja yang jalannya beda dari yang lain- memperlihatkan ekspresi ngambek, tiba tiba jadi berantem. Mereka hanya berbicara beberapa kata dalam bahasa yang aku tidak mengerti. Gadis cantik itu jadih sedih dan marah, ia berlari dan cowoknya mengejar dari belakang. Ia ingin menyambar lengan gadis itu untuk mencegah aga tidak berlari dan bersikap seperti demikian.
            Aku fikir bahwa tingkat emosional anak anak muda banyak yang tidak stabil. Untuk meredakan emosi sebagian mencoba lewat merokok. Namun pada banyak tempat merokok di larang. Di hotel. Di restoran dan dalam gedung merokok amat di larang. Sebagai solusi banyak orang sengaja merokok dalam kota.  Mereka berdiri dan berhenti dan sengaja buat merokok. Puntung rokok segera bertebaran di mana- mana dalam kota.       

Sight-Seeing



Sight-Seeing

1. Kota dengan empat Musim dalam Satu Hari
            Matahari bersinar terang, tetapi suhunya bukan panas. Di luar bis suhunya amat dingin sekarang. Bis kami dilengkapi dengan AC untuk suhu hangat. Iklim Melbourne atau Victoria ditandai oleh beberapa zona iklim, dari daerah yang panas dan kering di barat laut hingga padang salju di pegunungan tinggi di timur laut. Melbourne terkenal dengan cuacanya yang berubah-ubah[1], yang sering disebut memiliki 'empat musim dalam satu hari'. Pada umumnya, kota ini memiliki iklim sedang dengan musim panas yang berkisar dari hangat ke terik; musim semi dan musim gugur yang ringan dengan suhu sedang; serta musim dingin yang sejuk. Suhu rata-rata 25°C pada musim panas dan 14°C pada musim salju. Curah hujan paling tinggi dari bulan Mei sampai Oktober. Di sini Anda akan menemukan informasi seputar suhu udara, curah hujan, dan aktivitas musiman untuk membantu Anda merencanakan liburan di Melbourne.
Dengan iklimnya yang beragam, Melbourne biasanya terasa panas dari Desember hingga Februari (musim panas), menyejuk dari Maret sampai Mei (musim gugur), lebih dingin di bulan Juni hingga Agustus (musim dingin), dan kembali menghangat dari September sampai November (musim semi). Suhu udara tertinggi Melbourne biasanya terjadi di bulan Januari dan Februari, di mana cuaca umumnya kering dan panas dengan suhu rata-rata berkisar antara 15 – 26°C. Curah hujan rata-rata tahunan untuk Melbourne sekitar 600mm. Juni dan Juli adalah bulan-bulan paling dingin, dan Oktober bulan paling sering hujan. Saran yang dianjurkan adalah bersiaplah untuk segala cuaca – bawalah payung dan kenakan pakaian berlapis yang dapat digunakan sewaktu-waktu diperlukan.
Usaha ekonomi utama masyarakat Melbourne adalah pada bidang peternakan dan pertanian. Pemerintah Australia sangat melindungi produk pertanian dan peternakan negaranya. Apa saja produk pertanian dan peternakan dari luar Australia dilarang masuk. Makanya aku merasa cemas membawa apel. Apel tersebut sudah aku bagi- bagi pada teman-teman sebelum meninggalkan hotel (check out) saat masih berada di Jakarta.
Kami melewati jalan- jalan toll yang mulus dan dari balik tembok pembatas kami dapat melihat bentangan tanah pertanian dan juga ada usaha peternakan. Jalan toll di Australia semuanya gratis- tidak perlu dibayar. Karena semuanya sudah tercakup ke dalam bentuk pembayaran pajak. Jadinya pemilik mobil/ kendaraan di Australia membayar pajak lebih tinggi.

2. Pertanian Australia
Jika kita tidak ingin kelaparan pada saat populasi penduduk dunia meningkat nanti, hiduplah di Australia[2].  Saat ini Australia memproduksi hasil pangannya melebihi kebutuhan penduduknya. Hasil produksi pangan Australia dua pertiga dieksport ke luar negeri. Hasil produksi pangan yang melimpah tersebut bukan terjadi begitu saja mengingat jenis tanah Australia tidaklah sesubur tanah di Indonesia. Australia saat ini adalah termasuk negara pengeksport terbesar kebutuhan pangan di dunia.
Sejarah pertanian Australia telah menempuh perjalan panjang sejak tahun 1800 pada saat imigran pertama datang ke Australia.  Keadaan jenis tanah Australia tidak memungkinkan sepenuhnya untuk mengolahnya sebagai lahan produktif.  Langkanya sumber air merupakan halangan utama bagi petani Australia.  Belum lagi musim kering yang berkepanjangan karena curah hujan yang kurang perlu pengelolaan tersendiri.
Sistem irigasi secara perlahan dikenalkan di Australia semenjak akhir abab 18.  Petani yang sebelumnya lebih banyak memelihara domba daripada produk pertanian, mulai bisa menanam sayuran dan buah-buahan. Dan dengan dibangunnya jalur-jalur kereta api pada tahun 1850an, produk pertanian mulai bisa diproduksi dalam skala besar. Sekitar pada awal abab 19 industri perkebunan tebu, buah anggur mulai terdapat di Australia. Demikian juga produk-produk dari peternakan sapi. Sistem pengairan memungkinkan produk peternakan tidak saja dari domba.
Produk pertanian Australia mengalami kenaikan cukup pesat pada awal abad 20 dimana produknya telah melebihi kebutuhan dalam negeri sehingga dua pertiganya perlu dieksport ke negara lain. Kelebihan produk pertanian tersebut berkat dukungan pemerintah pada para petani.  Pemerintah juga mengenakan tarif import untuk mengurangi produk import.

3. Kuliah Gratis Dari Pemandu
            Aku merasa kagum pada pemandu dan sopir karena wawasan mereka yang serba tahu tentang Melbourne dan benua Australia. Kami mengajukan pertanyaan pada pemandu dan andai pemandu merasa jawabannya separoh benar maka kami mendengar penjelasan dari Michael- sang sopir.
            Suasana jalan di kota ini beda dengan di negara kita. Barangkali karena populasi di negara jauh lebih banyak dan jalan jalan raya jauh lebih ramai, maka terlihat disana-sini para polisi menjaga ketertiban jalan. Di kota ini jarang sekali kami melihat polisi. Polisi memonitor kondisi jalan raya melalui CCTV. Jadi polisi baru terlihat kalau sudah ada accident- maka turunlah polisi, ambulan dan pemadam kebakaran dalam bentuk satu paket.
            Charles membawa kami berkeliling Melbourne, ya sekedar mengisi acara sight-seeing. Kami belum menuju hotel, karena kami akan check-in di hotel pukul 13.00 siang. Ada bebrapa tempat yang bakal kami kunjungi yaitu Victoria market, Captain Cook Cottage dan Colline Street.
a). Pasar Victoria
            Mas Rachman mengatakan bahwa kami mau melewati jalan menuju Queen Victoria Market. Kami bakal punya kegiatan lihat-lihat pasar. Pasar Victoriadalah pasar tua dan harga barang tergolong murah di sana. Queen Victoria Market menyediakan barang apa saja yang bisa dipikirkan orang. Hampir 1.000 pedagang menjual barang-barangnya di pasar yang luasnya sekitar tujuh hektar.
Pasar yang buka selama lima hari dalam seminggu itu (tutup pada hari Senin dan Rabu) mencakup pasar yang antara lain menjual bahan makanan sehari-hari, seperti berbagai macam ikan, daging, buah-buahan dan sayur-sayuran, wine, roti tawar, jajanan seperti sandwich, hotdog, pizza, pakaian, aneka macam suvenir, compact disc dan kaset, mainan anak-anak, serta binatang peliharaan.
Pasar yang buka mulai pukul 06.00 itu tutup pada pukul 14.00 (Selasa dan Kamis), pukul 18.00 (Jumat), pukul 15.00 (Sabtu), dan pukul 16.00 (Minggu).  Dan, bisa dijangkau dengan menggunakan bus, trem, kereta api, atau menggunakan mobil, mengingat pelataran parkirnya cukup luas. Itu sebabnya di Queen Victoria Market dengan mudah ditemui peternak yang menjual binatang peliharaan, seperti ayam dan bebek, di sekitar truk bak terbuka yang diparkir di pelataran parkir Queen Victoria Market.
Aku tidak mau asal beli, khawatir nanti bagasiku jadi lebih berat dan akan bermasalah di immigrasi. Aku hanya membeli beberapa souvenir buat teman dan keluarga di Indonesia. Aku sempat membeli souvenir seperti kaus oblong dan juga peci. Selebihnya aku hanya jalan-jalan menelusuri keliling komplek pasar dan mengambil foto-foto buat memori.
Aku jadi tahu bahwa sumber air bersih di pasar Victoria adalah “reusable water” atau air daur ulang. Di sana tidak ada aliran sungai untuk memasok air. Jadi semua air hujan ditampung dalam bak di bawah permukaan pasar dan demikian juga air bekas. Kemudian diproses- disuling- dan dialirkan lagi.
Aku sempat berjumpa dengan beberapa pedagang berwajah melayu- barangkali mereka adalah orang Philipina, Malaysia atau Indonesia. Ohh juga orang Indonesia. Dan aku bertanya apakah mereka itu TKW (Tenaga Kerja Wanita).
“Bukan pak, kami bukan TKW..kami adalah mahasiswa S.2 yang lagi kerja samping untuk mencari tambahan uang dan kami dapat izin dari kampus untuk bekerja part-time”. Demikian kata salah seorang dari mereka.

B. Captain Cook Cottage
            Ini kunjunganku yang ke dua kali ke taman James Cook. Tahun lalu aku amat tidak mengenal lokasi ini. Sekarang aku sudah kenal malah masih terngiang bahwa dalam taman ini ada rumah kecil bersejarah, milik James Cook, yaitu penemu benua Australia. Rumahnya asli didatangkan dari England. Yaitu rumah James Cook yang di Inggris dilepaskan batu batanya dan semua material, kemudian dibawaka Australia dan dibangun kembali- mirip dengan bentuk semula di Inggris. Nah demikianlah cara orang Australia menghargai tokoh dan sejarah mereka.
            Enam bulan lalu aku cuma sekedar melihat lihat saja dan sangat hati hati agar aku tidak banyak menyentuh benda benda Australia- karena dikatakan oleh Pak Ismet bahwa itu termasuk salah satu larangan. Ternyata tidak pula sekaku hal tersebut.
            Kedatangan kali ini aku merasa lebih rileks. Kami mampir dari gerbang yang lain. Pada mulanya kami melihat lihat dari luar taman, termasuk melihat ritual falan-gong yaitu ritual milik keturunan China. Kemudian kami bergerak menuju museum conservatory dan mengabadikan segala sesuatu dengan kamera kami. Ternyata conservatory ini hanyalah sebuah rumah kaca dimana aneka warna bunga selalu dapat tumbuh sepanjang waktu, meski dalam musim dingin dan musim gugur.  


C. Colline Street
            Colline Street ini ibarat Jalan Sudirman buat kota Jakarta, yaitu jalan utama yang sangat sibuk dan tertata menarik. Kami sengaja ke jalan ini buat mencari restoran untuk makan siang- kami makan di restoran Thailand. Kebetulan restoran ini cukup dekat dengan penginapan kami di Rydges Hotel.
            Kami diantarkan dulu ke hotel dan setelah jam 6.00 sore kami diminta untuk berjalan ke restoran Thailand yang dimaksud. Aktu juga buru- buru turun dari lantai 16 di hotel itu dan akhirnya kami semua bisa menemui Restoran Thailand. Aku merasa nyaman dan cukup percaya bahwa makanan yang bakal kami santap adalah makanan halal, karena Reira Tour sudah memesan makanan halal buat kami di sana


[1] http://www.australia.com/id/about/key-facts/weather/melbourne-weather.aspx
[2] http://zonadamai.com/2013/04/19/peranan-australia-dalam-menghadapi-krisis-pangan-di-asia/

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...