Perkawinan-Choose
Your Love, Love Your Choice
Aku sempat
membaca sebuah artikel yang berjudul “choose your love and love your choice-
pilihlah cintamu dan cintai pilihanmu yang ditulis oleh La Rose belasan tahun
yang lalu. Tulisan ini sangat memberiku inspirasi dalam mencari cinta.
Memilih kekasih buat
calon istri ternyata gampang-gampang susah. Kalau dikejar ya…susah dapatnya,kalau nggak dikejar juga
nggak bakal datang. Yang jelas bahwa akhirnya aku bisa mencintai wanita. Padahal
sebelumnya aku sempat merasa sulit untuk jatuh cinta pada wanita. Aku merasa
kurang tertarik dengan wanita… akibat trauma melihat pertengkaran ayah dan
ibuku yang berkepanjangan.
“Dalam memoriku sempat
terekam bahwa menikah dan perkawinan itu tidak menarik. Karena menikah itu
identik bertengkar dan berselisih paham yang berkepanjangan”. Kemudian aku
berjuang untuk mengubah minset- cara berfikirku.
Pada
mulanya saat aku berada di Palorimbo- Payakumbuh, ada seorang teman sebut saja
namanya Mirna (nama samaran) datang dengan ibunya. Mirna adalah teman satu
kuliah dengan ku di jurusan Bahasa Inggris UNP. Ia berasal dari Payakumbuh,
ketika masih kuliah di Padang aku memang hampir setiap sore mengunjungi rumah kosnya. Tapi aku
belum pernah mengatakan “I Love You” padanya. Jadi aku belum punya ikatan janji
apa-apa dengannya.
Aku
tahu ia adalah adalah anak tunggal dan anak satu-satunya. Saat itu aku mulai
rajin membaca artikel dan mencari tahu tentang karakter wanita. Kalau dia adalah
satu satunya anak wanita dalam keluarganya. Dengan demikian andai aku menikah
denganya maka kami diharapkan untuk
segera punya banyak anak- berusaha untuk bisa membuat dia berkembang biak. Andai
aku nggak bisa memberinya anak, tentu aku bakal merasa stress. Lagi pula anak
tunggal memiliki karakter keras, maka itulah alasan ku nggak mengatakan I Love
You padanya. Jadinya aku menolak.
“Tapi itu hanya
penilaian dan kecemasanku sepihak saja, dan dalam kenyataan tidak seperti itu
karakter semua anak tunggal”.
“Mirna
memang sahabat saya bu, dan saya sering berkunjung ke rumah Mirna, namun buat
menikah silahkan Mirna duluan, soalnya abang saya masih kuliah dan saya belum
mau nikah lebih dahulu dari abang saya” Seperti itulah aku menolak dengan
halus. Dan Alhamdulillah Mirna nggak merasa sedih, ia hanya butuh konfirmasi
dariku-menanyakan kepastianku “ya atau tidak”.
Ternya
ada pria dari Jawa Barat yang telah hadir dalam diri Mirna, ia tengah datang ke
pada Mirna- buat melamarnya. Ternyata benar…. aku dengar setelah itu Mirna
segera menikah.
Tidak masalah kalau aku
tidak diundang. Dan aku juga nggak merasa sedih karena kami baru sebatas teman biasa
dan belum ada rasa rindu atau kangen-kangenan yang tumbuh dalam hati. Saat aku ingin jatuh cinta
aku rajin membaca artikel tentang wanita. Dan aku berprinsip mencari calon
istri seperti ajaran Islam:
“Nikahilah wanita
karena kecantikannya, keturunannya dan karena hartanya, maka utamakan karena
hartanya”. Yang jelas aku mencari wanita yang nggak arogan. Aku mencari wanita yang kecerdasannya bisa
menyamaiku dan ngak boleh lebih cerdas dari ku, nggak juga lebih kaya dariku. Yang penting uangku
berharga di matanya.
Ternyata
juga ada gadis gadis tetangga yang dulu adalah teman masa kanak kanakku. Aku
tahu ia juga tertarik dengan ku. Namun
aku nggak tertarik dengan mereka, ya mereka sudah aku anggap seperti saudara
sendiri.
Aku
rajin berkunjung ke rumah para gadis ya hanya sekedar untuk bertamu atau
bercanda dengan mereka. Saat bertamu dengan mereka, orang tua mereka ada yang
iseng berkata agar aku bisa menikahi anak gadis mereka. Ahhh…hanya sekedar
bercanda dan tentu kami hanya sebatasberteman biasa saja.
Kena
Guna Guna
Ada
seorang perempuan separoh baya dan ia adalah seorang guru SD di Lubuk Alung. Ia mengaku sebagai teman
masa kecil ibuku. Suatu hari ia berkunjung dan bersilaturahmi dengan ibu, dan
ia juga punya tujuan mau mencari calon suami buat anak perempuannya. Ia ingin
mengambilku menjadi menantunya. Aku merasa senang bahwa aku mulai laku. Tetapi
bukan aku suka begitu saja dengan anaknya.
Suatu
hari ia datang lagi dan ia menganjurkan agar aku menikah dengan anaknya. Namun
saat aku ingin melihat foto anaknya, ia nggak membawa foto anaknya. Malah aku
ditawarkan untuk datang ke Lubuk Alung buat melihat dan berkenalan dengan
anaknya. Aku nggak punya mood buat berkenalan dengan anak gadisnya.
Pada
hari lain ibu Yar datang lagi dengan maksud untuk meminangku. Ia mendekati ayah
dan ibuku dan juga membujuk ibu agar mempengaruhiku. Kalau aku sudi menikah
dengan anaknya maka aku akan memperoleh uang jemputan sebanyak puluhan juta
rupiah dan ibu juga akan diberi uang dapur. Mendengar tawaran demikian tentu
ibu senang namun aku tidak. Aku membungkam- tidak memberikan komentar.
Ibu
Yar datang lagi dan ia bertanya pada ibu. Pada mulanya ibu sempat membujukku
agar menikah dengan anaknya dengan catatan bahwa aku akan memperoleh uang
jemputan. Namun aku menolak. Dan ibu mengatakan padanya bahwa aku belum mau
menikah.
Namun ia berkata kalau
aku belum mau menikah cepat juga nggak apa-apa. Bukankah aku dan anaknya bisa
bertunangan dulu. Sebenarnya bukan masalah bertunangan, aku sendiri nggak kenal
siapa anaknya dan aku nggak punya api cinta padanya.
Suatu hari buk Yar datang
lagi dari Lubuk Alung, dan ia ditemani oleh seorang laki-laki, yang
diperkenalkan sebagai paman oleh anaknya. Namanya Ibrahim. Dan ia lama tinggal
di Banten, daerah Jawa Barat. Tetapi aneh Pak Ibrahim datang membawa ayam putih
dan juga monyet. Sehingga aku bertanya:
“Mengapa bapak datang
membawa ayam dan monyet ke sini ?”
“Wah tadi kebetulan
saya dari pasar Lubuk Alung dan berjumpa dengan buk Yard an diajak ke sini, ke
Payakumbuh”. Demikian keterangannya.
Di mataku Pak Ibrahim
adalah orang tua yang ramah, ia duduk disamping, ngobrol dengan sambil membelai
pundakku. Ayahku saja nggak pernah seperti itu. Ia meminta aku menikah dengan
anak perempuan buk Yard an aku menolak dengan halus dan ia bersikap ramah dan
menatap mataku lebih lama.
Saat waktu sholat ashar
masuk aku meninggalkan pak Ibrahim, aku pergi ke mushola Al-Ishlah di Palorimbo
dan pak Ibrahim juga pergi.Namun ayam dan monyetnya tetap di bawa ke mushola
dan diikatkan dekat sumur. Aku mengganggap itu hal biasa bagi seorang petani
dari desa di Lubuk Alung. Aku selesai sholat dan segera pulang, Pak Ibrahim
juga menyusulku dan membawa ayam putih dan monyet pulang. Sore itu juga rasnya
Pak Ibrahim balik ke Lubuk Alung dengan Ibu Yar.
Payakumbuh saat itu tersa agak ingin
aku cepat merasa nggantuk. Ayahku entah dimana dan yang di rumah hanya ibuku
dan adik adikku. Aku tertidur cukup nyenyak malam itu. Namun tiba-tiba aku
terbangun secara mendadak. Saat itu aku perkirakan pukul 02.00 dini hari dan
suasana amat sepi. Suara cecak menggema dan batok kepalaku bagian belakang
terasa berat dan mau meledak rasanya. Aku mau berteriak dan seakan mau jatuh.
Aku
berdiri tetapi aku hanya bisa berjalan membungkuk. Aku melawan rasa berat dalam
kepalaku yang mau pecah itu. Untung jarak sumur dan kamar tidur hanya kira kira
10 langkah di balik kamar. Aku segara mengambil air wudhuk:
“Nawaitu
wudhuk liraf hil hadhasi adgharillahi toalla”. Aku beruduk dan mengihklaskan
diri pada Allah. Aku sucikan wajah, ke dua belah tangan, ku basuh kepala dan
dua daun telinga dan juga aku basuh ke dua belah kakiku. Rasa berat dalam
kepalaku terasa terangkat dan berkurang.
Aku
segera sholat tahajjud dua rakaat, setelah itu aku tambah dua rakaat lagi.
Selesai sholat aku berzikir membaca “Subhanallah, Alhamdulillah, Allahuakbar
dan laillahaillah. Setelah itu aku juga berdoa mohon ampun dan mengikhlaskan
diri pada Allah. Aku bermohon semoga Allah menjauhkan sakit kepalaku.
Alhamdulillah
sakit kepalaku berkurang dan hilang dan aku merasa ringan kembali seperti
semula. Aku selesai sholat dan segera bangkit dan berdiri. Aku teringat dengan
ibuku dan segera melangkah menuju kamar dimana ibuku tertidur sendirian.
“Mak…kepala
awak tadi sakit mau pecah mak, awak ingin berteriak keras keras mak, namun awak
tahan dan awak segera mengambil air udhuk dan sholat tahajjud. Alhamdulillah
sekarang sudah normal kembali. Sakit apa itu namanya mak ?”
“Masya
Allah kamu barusan kena guna guna, untung kamu sadar dan bisa mengontrol diri
dan bisa melakukan sholat tahajjd. Kalau nggak kamu bisa gila, bisa terganggu
fikiran atau nggak sadarkan diri. Ibuku jadi geram:
“Siapa yang sudah
mengganggu jiwamu dan memberi kamu ilmu sihir- guna guna. Biar besok emak pergi
ke kampong untuk mencari tahu”. Keesokan paginya ibuku segera berkemas dan
pergi keLubuk Alung untuk mencari tahu.
Di sore harinya ibuku
pun pulang dan bergegas duduk di dekatku dan memberi tahu bahwa dukun yang
memberi aku guna guna adalah “Si Ibrahim yang datang ke Payakumbuh dengan
membawa monyet dan ayam putih sebagai perantara ilmu sihirnya. Pada mulanya
sihir sempat menyerang fikiranku dan karena aku mendekatkan diri pada Allah-
sholat tahajjut maka ilmu guna guna dari Ibrahim menjadi kurang mempan. Malah
berbalik mencederai fikitran Ibrahim. Ibrahim pun juga jadi kesakitan pada
kepalanya.