Selasa, 12 Februari 2013

Immigran di Australia

Immigran di Australia

            Sewaktu bincang- bincang dengan Pak Ismet Fanany aku betul- betul merasakan betapa Australia merupakan negara yang luas dan jumlah penduduk relative sedikit. Jumlah penduduk Australia secara keseluruhan mungkin sebanyak penduduk Jabodetabek atau “Jakarta Bogor Depok Tanggerang dan Bekasi). Dengan demikian ia masih membutuhkan pendatang atau immigrant. John Duke (seorang volunteer pada Kantor Dinas Pendidikan Sumatra Barat) membenarkan statemenku ini.
            Para immigrant di Australia pada umumnya sejahtera dan hidupnya beruntung, sebagai mana halnyaNasrin Zaher, guru Bahasa Indonesia dan sekaligus guru berprestasi Australia dari Norwood Secondary College- Melbourne. Aku juga mencari info tentang cerita immigrant yang lain.
Ketika aku berada di Bandara Melbourne- saat mau transfer ke Sydney- aku sempat berbincang- bincang dengan seorang Bapak asal (immigrant) Vietnam. Ia berbagi cerita mengenai pengalamannya sebagai pengungsi dan perubahan sikap Australia mengenai pengungsi dalam beberapa tahun terakhir. Ia menuturkan pengalamannya sebagai pengungsi dan perubahan sikap masyarakat Australia mengenai pengungsi.
Ia mengatakan bahwa salah satu topik yang banyak diperdebatkan di Australia adalah topik mengenai pengungsi. Di satu pihak, ada yang khawatir bahwa negara ini menerima terlalu banyak pengungsi. Di pihak lainnya, ada yang mengatakan penerimaan lebih dari 13 ribu pengungsi oleh Australia setiap tahunnya adalah sebuah kewajiban internasional yang penting dan menguntungkan bagi Australia sendiri.
“Saya kira kita tidak perlu lagi membuktikan, karena sejarah kita sendiri menerima pengungsi sejak Perang Dunia II adalah buktinya. Kalau kita melihat masyarakat kita (Australia) sekarang, keanekaragaman, kekayaan, dan keterbukaan masyarakat kita memberikan harapan besar bagi pengungsi’.
Pria Vietnam itu sendiri  adalah seorang pengungsi. Keluarganya tiba di Australia sebagai bagian dari gelombang pertama “orang perahu”  sebelum tahun 1980-an. Hang baru berusia awal Remaja  ketika dia dan keluarganya melarikan diri dari Vietnam, yang saat itu dilanda perang, dengan menggunakan perahu nelayan ke Malaysia. Walaupun dia tidak ingat banyak mengenai perjalanannya dengan perahu tersebut, dia masih ingat melihat kebahagiaan orang-orang dewasa di perahu itu ketika mereka melihat daratan atau ketika mendapatkan pertolongan dari badan PBB untuk pengungsi, UNHCR, dan Palang Merah di sebuah kamp pengungsi di Malaysia.

SMA di Australia

Norwood Secondary College

            Kami sudah terbiasa dengan suasana apartemen punthill knoxcity. Kami bisa tidur nyenyak, nonton TV, masak bareng atau pergi ngobrol dengan Barry dan Judy May- pemilik apartemen. Kemaren kami harus merapikan dapur kembali sebagaimana tempat itu bersih pada awal masuk. Setelah itu kami turun ke lantai dasar, sekalian membawa semua barang- barang buat pindah ke apartemen lain. Dan belum sempat kami duduk pada parlour, Judy sudah menyodorkan sehelai kertas berisi tagihan.
“Pay 3 dollar for your internet !!!”  
“Of course Judy….no worried, malah kami mau nambah quota internet namun internet anda tidak jalan”. Kami melunasi semua masalah keuangan apartemen. Beberapa menit kemudian Pak Ismet datang dan kami kembali menyusun barang- barang ke dalam jeep.
Pagi ini kami mengunjungi sebuah secondary school. Di sekolah tersebut ada guru Bahasa Indonesia yang terbaik di Australia. Namanya Nasrin Zaher. Salah seorang guru di sana telah memberi respon dan minta maaf, sebab bila kami sampai di sana akan dijumpai suasana sekolah yang berantakan. Ya karena sedang beres- beres untuk memasuki liburan Natal. Orang disana menyambul liburan Natal secara besar- besaran ibarat kita di Indonesia menyambut hari Lebaran.
“Bulan Desember adalah bulan yang sibuk. Nanti kalau kita sampai di sana tidak boleh mengambil foto, kecuali minta izin. Mengambil foto siswa juga tidak boleh harus minta izin pada orang tua mereka. Ini berguna bagi mereka untuk mengantisipasi kejahatan internet- kejahatan Face Book. Paling kurang ada izin dari pihak sekolah”. Kata Pak Ismet memberi warning pada kami.
Mendekati lokasi sekolah kami mengontak pihak guru lagi ya..untuk memberi kabar bahwa kami sudah berada di sana. Kami menunggu untuk dipekenankan buat masuk ke komplek sekolah. Ya…akhirnya kami diperkenankan untuk masuk dan disambut oleh staff Norwood Secondary College.
Kami berlima akan melihat-lihat dan juga melakukan Tanya jawab tentang pembelajaran pada sekolah ini. Sekolah merupakan sebuah dunia- yaitu dunia besar yang terlihat dalam sebuah miniature.
“Dimana-mana di dunia ini semua anak, semua siswa sama saja. Mereka senang berteriak- teriak, senang mencoret coret. Bagi orang dewasa yang tidak mengerti perkembangan anak akan buru- buru berkomentar bahwa anak tersebut anak nakal. Namun kondisi positif siswamusti dikondisikan dan dibangun melaluisekolah. Karakter tersebut adalah seperti karakter cinta kebersihan, tidak membuang sampah sembarang, saling menghormati, peduli pada sesama. Ya sekali lagi bahwakarakter yang demikian memang dibina melalui sekolah”.
“Guru musti menjadi model terlebih dahulu, berbahasa yang santun pada siswa, juga peduli dengan prilaku hidup bersih dan tidak merokok di areal sekolah”.    
 Komplek sekolah ini dari depan terlihat kecil dan sempit,namun setelah kami menelusuri ke dalam maka …di belakang terlihat bangunannya memanjang dan juga luas. Semua ruangan kelas dikelilingi kaca. Itu karena Australia cuaca dan suhu sering ekstrim jadi dengan demikian suhu bisa diatur.
Ruang kelas di Indonesia tidak perlu demikian, tidak perlu ditiru karena bisa bikin lebih panas. Namun yang perlu diadopsi mungkin tentang pola pelayanan dan pengelolaan sekolahnya.  Aku pergi ke dalam toilet ya..sangat bersih. Hal- hal kecil yang belum menjadi perhatian kita di Sumatra adalah mengenai mkebersihan toilet.
Meskipun toilet itu tempat pembuangan sampah biologi kita namun ia tidak semestinya dibiarkan jelek, diabaikan dan tidak mendapat prioritas utama. Toilet harus bersih, terang dan juga perlu diberi aroma harum.
“Seharusnya pengelola sekolah mewujudkan sebuah sekolah bisa bersih dan menjadi tempat yang menyenangkan agar para siswa juga memikirkan untuk memiliki tempat yang bersih- rumah dan kamar yang bersih”.
Untung selama berada di Melbourne belum ada turun hujan, sehingga perjalanan kami kemana-mana terasa lebih nyaman. Kami juga bisa bertemu dengan Nasrin Zaher yang terpilih sebagai teacher of the year untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kami juga pergi ke ruang kerjanya dan benar bahwa ia adalah guru Bahasa Indonesiasebab aku menemukan ada dua buah kamur Indonesia- English. Aku sempat mewawancarai Nasrin Zaher:
“Nama saya Nasrin Zaher, saya guru dari Melbourne Australia. Asli saya dari Afganistan. Saya lahir di Afganistan dan sudah 19 tahun tinggal di Australia. Saya suka Bahasa Indonesia, orang Indonesia dan makanan Indonesia. Saya beruntung dalam bulan Januari sampai Februari bisa pergi ke Jakarta dan juga ke Bali”.
“Cara saya belajar bahasa Indonesia adalah saya selalu berbicara bersama teman dari Indonesia dalam bahasa Indonesia. Saya juga mempelajari budaya dari Indonesia”. Demikian sambung Nasrine.   
Nasrine tentu saja sudah jadi warga Australia dan kini umurnya 31 tahun. Ia memiliki pribadi yang mempesona. Ia banyak senyum- ramah, tutur bahasanya sopan dan lembut, ia mampu memberikan pelayanan informasi padakami. Aku yakin bahwa siswanya menyukai pribadinya sehingga juga suka belajar bersamanya.
Kadang- kadang aku memisahkan diri dari dari kelompok agar aku bisa mengambil foto- foto tentang Norwood Secondary College. Aku mengambil foto-foto ruangan kelas, ruang labor, gambar- gambar pada dinding. Penempelan gambar atau karya siswa pada dinding merupakan bentuk apprersiasi sekolah atas karya siswa.
Secara umum kami tertarik dengan manajemen sekolah ini. Dalam struktur manajemen sekolah, di sini ada kepala sekolah, wakil dan ada coordinator serta juga walikelas. Namun posisi gurunya tidak boleh jabatan rangkap atau overlap. Sekolah ini berlokasi di Byron street, Ringwood Victoria, 313. Ia memiliki kampus sendiri untuk jenjang pendidikan kelas 7 hingga kelas 12. Jumlah siswa 1050 orang.
Secara umum sekolah ini sangat mengesankan. Penataan kelasnya menarik dan variatif. Bentuk kursi dalam kelas tidak selalu persegi empat pada permukaanya, bisa melengkung. Meja dan kursi tidak harus dari kayu- bisa dari logam atau plastik. Pada dinding kelas ada hiasan/ lukisan yang ditata dan juga memajang karya siswa. Juga ada foto- foto siswa yang meraih prestasi pada bidang akademik dan juga non akademik. Ini bisa memberi efek motivasi pada siswa untuk selalu maju.

Hampir di Tabrak Mobil

HaMPIR DITABRAK MOBIL

            Sore tadi aku mempelajari suasana apartement punthill di Knox city ini. Kami telah tinggal di sini hampir satu minggu dan sudah merasa seperti rumah  sendiri. Aku dan juga teman-teman sudah bisa tertidur nyenyak dan menikmati kenyamanan apartemen.
            Apartemen ini terdiri atas 4 lantai dan kamar kami ada pada nomor 217. Dalam ruangan apartemen seperti yang pernah aku ceritakan terdapat 2 kamar. Kami berbagi kamar, satu untuk Desi- kamar perempuan- dan satu laki buat kamar laki-laki. Sekali lagi bahwa kami merasa nyaman karena sekarang  bisa punya privacy. Namun kami selalu menjaga sopan santun satu sama lain. Ya kesopanan dalam berbahasa dan juga kesopanan dalam berpakaian. Ini berguna untuk menjaga agar tidak ada fitnah terhadap kami bertiga selama dalam perjalanan dan juga menjaga diri sebagai orang Islam.
            Saat Desi memasak di dapur-  kami kami yang laki- laki berada agak jauh dan melakukan aktifitas lain. Ternyata Desi jago masak dan masakannya lebih lezat dari restaurant Melbourne. Mungkin karena masakannya halal sehingga kami bisa makan dengan rasa aman hingga kenyang. Sementara kalau makan di restoran, hati akan berkata “makanannya halal atau haram ?”. Disamping itu memasak makanan sendiri ternyata juga bisa menghemat keuangan kami- dan strategi bertahan hidup di kota yang mahal.
            “Meskipun di mall atau di restoran tersedia aneka cita rasa makan dunia, seperti di restorant think Asia, namun aku kehilangan selera buat menyantap makanan. Kata Pak Ismet bahwa kita harus menguasai fikiran saat makan agar kita bisa makan di restoran internasional- karena disana juga ada yang halal. dan kata Ibu Rebecca bahwa kalau kita ingin maju maka coba memakan hidangan yang baru dan yang berbeda. Termasuk mengkonsumsi makanan selain makanan Indonesia”.
            Wah aku tidak bisa demikian, bukannya aku tidak bisa menyantap makanan tersebut. Namun sebagai orang Islam yang telah mempelajari dan memahami ajaran Al Quran, makan makan halal adalah sangat harus. Aku tidak percaya diri makan disamping hidangan haram. Apalagi di restoran dalam kota Melbourne bertaburan kue-kue haram yang ada kata-kata “pork, pig, ham, bacon dan itu berarti mengandung babi”.
            Bagaimana seleraku tidak hilang- saat berada di restoran kota Melbourne- begitu melihat satu piring makanan halal bersanding di sebelahnya ada satu porsi steamed pork ata satu porsi bacon. Bacon dan pork sangat diharamkan oleh agama Islam. Kita hidup dengan syariat Islam. Makan di restoran yang aku khawatir tentang kehalalannya, aku cenderung hanya memesan juice atau sebotol coca cola saja.
            “Pak Inhendri …..uncle Joe lebih menyukai masakan yang di rumah, maksudnya yang di apartemen. Meskipun dendeng yang dibawa dari Batusangkar ketika dikunyah terasa keras…sekeras batu, namun terasa lebih enak di lidah dan nyaman di hati”
            “Iya..uncle Joe, karena bahan makanan kita adalah halal dan dendeng yang dibawa dari kampung jadi keras karena kelamaan  dalam kulkas”. Kata Desi. Sore ini kami memasak mie pake telor dan juga goring teri yang kami beli dari knoxcity mall kemaren sore.
            Usai makan malam, aku lebih dulu bangkit dari kursi. Aku mengemas piring- piring dan gelas kotor. Aku mencuci semuanya pada was basin di dapur. Kemudian aku rapikan permukaan tempat memasak dan juga kompor setelah suhunya dingin. Aku bersihkan semua sebagaimana tempat tersebut bersih saat pertama kali kami datang.
            Kebiasaan membantu ikut merapikan dapur tentu saja membuat Desi bisa berbahagia. Di rumahku di Batusangkar aku juga melakukan hal-hal demikian, sekaligus untuk memberi model atau suri teladan buat anak-anak ku bahwa seorang pria/ seorang ayah jugaharus cekatan, bisa memasak dan merapikan dapur. Dia harus bisa mengurus diri dan juga mengurus keluarganya.
            Kami punya rencana untuk pindah apartemen besok. Lokasinya dekat ke universitas Deakin dan agar kami gampang pergi ke kampus. Kami harus punya persediaan, apalagi di apartemen baru nanti kami tidak tahu kalau- kalau ada mini market atau mall tempat untuk membeli kebutuhan harian.
            Kami bertiga segera turun menuju ground floor. Rencananya kami ingin membeli beras harus- beras Thailand, aku berharap agar beras Solok dari Sumatera Barat juga bisa dijual di Australia, aku rasa beras ini lebih gurih dari beras Thailand.
            Apartement kami persis berlokasi di persimpangan jalan- avenue atau jalan lebar. Jalan raya makin malam makin terasa agak ramai. Aku menyeberang pada garis penyeberangan saat mobil-mobil berhenti. Kami memilih suasana aman untuk menyeberang walau lampu merah masih menyala bagi kami- para penyeberang. Kami menyeberang sambil berlarian melintasi empat ruas jalan.
            “Ayo..rari Desi….lari Pak Inhendri…..!!!” Seruku.
            “Teeeet…….teeeeeeet”. Kami tidak melihat bahwa ada dua mobil berlari kenjang dan berhenti mendadak disamping kami. Klaksonnya memecah suasana malam.
            “Astahgfirullah…jangan jangan kita tertabrak dan mati di negeri orang….”Kataku merasa cemas. Kami akhirnya mencapai pinggir jalan dengan detak jantung yang kencang. Kami berusaha untuk menenangkan diri dan belajar dari kesalahan.
            “Bukan itu masalahnya….kita yang tidak mempelajari tata cara menyeberang melintasi jalan luas di Melbourne ini. Kita harus tahu cara menyeberang yang baik”. Kata Inhendri Abbas.
            Ya…kami melangkah terus dengan nafas terengah-engah dan sangat takut melintasi trotoar menuju mall knoxcity. Kami tidak bisa membayangkan kalau kami bertiga tertabrak dan andai sopir mobil sedang mabuk. Tentu kami akan menjadi berita di media massa di kampung kami.
            Kami terus memacu langkah mendekati gerbang masuk mall. Di jalan dekat gerbang pada jalan terlihat garis batas dengan cat merah dan tertulis ‘’no smoking beyond this point’ atau dilarang merokok dalam wilayah garis ini.
“Dan wowww..ternyata sudah jam 9.00 malam- masih terlihat senja di musim panas- namun mall sudah tutup. Pintu mall tidak bisa dibuka lagi, berarti tidak terima pengunjung.”
Kami putar haluan menuju pulang. Saat berjalan di trotoar aku melihat mobil- mobil publik menyalakan lampu tanda tidak menerima penumpang lagi dan aku membaca tulisan pada dindingnya “no in service”, maksudnya bahwa bobil tidak melayani trayek lagi, sopir juga butuh istirahat maka ia harus pulang ke rumah.
Kami sampai lagi di perempatan dan bersiap-siap untuk menyeberang namun kami kurang percaya diri untuk menyeberang. Khawatir kalau kami kena serempetan klakson mobil lagi. Untuk jalur kecil kami merasa aman dalam menyeberang. Sekarang kami bertiga sudah berdiri pada tonggak rambu-rambu traffic light. Kami harus mematuhi peraturan lalu lintas sebanyak 100 %. Kami menunggu lampu hijau buat menyeberang.
Mobil- mobil melaju cepat bila lampu hijau menyala buat mereka. Ya ibarat perlombaan mobil saja, start dan langsung ngebut. Wah lampu hijau buat kita kok tidak muncul- muncul. Kami melihat ada petunjuk cara menyeberang pada tiang traffic light. Ada gambar gambar orang dengan cat merah dan cat biru, kemudian diikuti dengan pesan/ peringatan:
Walk in care- berjalan dengan hati hati, bila lampu merah menyala jangan menyeberang. Bila lampu hijau menyala maka cross with care. Bila lampu merah berkedip- kedip maka menyeberang berakhir, jangan menyeberang lagi !”     
“Ya coba sekali lagi, lampu hijau mengapa belum menyala. Mobil mobil sudah berkali berkali berhenti dan berangkat”
“Astaga….ini ada tombol request-nya untuk menyeberang..!”. Kami pun memencel tombol tersebut dan tidak beberapa lama setelah itu memang menyala lampu hijau. Kami sekarang menyeberang dengan rasa aman dan percaya diri.
Sampai di seberang kami terus menuju apartement. Kami semua terlihat begitu ceria- ceria seperti anak anak Sekolah Dasar yang menang dalam ujian. Kami terkekeh- kekeh hingga di gerbang apartement.
“Wah sebuah pengalaman yang sangat manis dari Australia”.

Di Jantung Kota Melbourne

Di Jantung kota Melbourne

1. Pergi Jalan- Jalan
            Seperti biasa bahwa Pak Ismet dan Ibu Rebecca memenuhi rendezvous dengan kami tepat waktu. Jam 8.00 pagi mobil land cruiser Pak Ismet datang lagi. Kami sudah tahu bahwa mereka sangat disiplin waktu. Kami merasa malu kalau mereka yang datang duluan maka kami harus turun ke bawah duluan- lebih awal.
Wah kami merasa berat hati karena hampir tiap hari menyusahkan mereka berdua- mengantarkan kami kesana kemari. Namun mereka juga memandang kami sebagai tamu mereka- utusan dari pemerintah Tanah Datar. Mereka sudah membuat MoU dengan pemerintah Kabupaten Tanah Datar.
“Moga-moga mereka berdua selalu berkenan dengan keberadaan kami dan juga bermanfaat bagi kami serta pengembangan motivasi berprestasi guru guru di daerah kami. Paling kurang mereka bisa menjadi guru berprestasi seperti kami berdua”.
Hari ini kami diajak buat sight-seeing ke dalam kota Melbourne. Pak Ismet juga menawarkan kami buat berkunjung ke Australian Zoo. Kalau bisa pergi ke sana juga bagus, namun harga tiket masuk 26 AusD  per orang atau kurang dari Rp. 300 ribu. Wah cukup mahal
Bagaimana kalau pergi ke laut ? Pergi ke pantai di awal musim panas atau di akhir musim dingin tentu cuaca- air dan angin- masih terasa amat dingin. Apalagi angin yang bertiup dari selatan adalah angin kutub selatan.
“Kami sangat bernafsu untuk berfoto-foto dan buat berfoto makan event terbaik adalah pergi ke jantung kota Melbourne. Kalau boleh kami betul-betul bisa singkah di rumah pahlawan sejarah- James Cook- penemu benua Australia. Agar kita bisa berfoto-foto sepuas hati. Kita bisa melihat bagaimana mentalitas orang modern dalam menghargai sejarah /pahlawan mereka. Juga  rumah- rumah. Ya bagaimana orang Australia membangun gedung dengan teratur. Tiap rumah ad ataman, pagar dan juga ada ruang buat orang lain”.
“Bila kita melihat daerah pemukiman yang teratur maka kita akan melihat bahwa tentu orang di sana juga memiliki pola pemikiran yang juga teratur”. Demikian kata Pak Ismet sebagai pengantar perjalanan kami.
Sepanjang jalan dari kawasan pedesaan (suburb) hingga menuju pusat kota Melbourne kami memang betul-betul menyaksikan semua rumah/ pemukiman penduduk yang tertata dengan rapi. Bentuk bangunan dan arahnya sama-sama tertata dengan baik dan punya jarak ke pinggir jalan. Aku melihat bahwa setiap rumah memiliki taman dan ditumbuhi oleh bungan dan tanaman yang rimbun. Kadang-kadang kami juga melihat bidang-bidang tanah yang kosong. Bidang kosong itu dinamai dengan zoning. Di sana memang dilarang membangun rumah, pertokoan, perkebunan apalagi apartemen.
Meskipun geografi Australia itu luas namun tidak ada orang yang membuang sampah dengan semau gue atau menjatuhkan sampah lewat jendela mobil. Membuang sampah adalah menyusahkan orang. Maka sejak dalam keluarga hingga ke sekolah, maka pesan membuang sampah pada tempatnya sudah menjadi karakter mereka.
Sekali-sekali aku juga melihat bagaimana orang Australia melakukan usaha sampingan dan mereka memajang papan merek. Dan aku melihat ada perbedaannya. Kalau di kampungku mungkin ada iklan seperti “terima jasa potong rumput atau terima jasa cuci motor”. Namun kalau di Australia selain menawarkan jasa pelayanan, juga menyebutkan besaran harganya. Misalnya “sedia jasa perbaikan atap dengan biaya 165 AusD hal- hal kecil masuk ke dalam fikiranku.
Prof Ismet Fanany sambil mengemudi mobil ngobrol tentang banyak hal dari A sampai Z tentang Australia. Meskipun ia sudah puluhan tahun tidak pulang kampung- di Desa Koto Panjang dekat Batusangkar Sumatera Barat- namun ia tetap mengupdate perkembangan kampungnya. Malah ia lebih tahu banya daripada kami yang sudah lama menetap di Batusangkar.
Obrolan sepanjang jalan itu merupakan kuliah atau ceramah panjang yang sangat berkualitas bagiku. Apalagi gratis dari seorang Professor. Obrolannya sangat signifikan dalam memperkaya wawasanku. Maka aku selalu mendengar obrolannya dengan Rebbeca, Inhendri Abbas, Dessi dan sekali- sekali juga denganku. Aku mencatat poin-poin penting lewat phonecell. Aku merasa rugi kalau tidak mendengar dan mencatatnya dengan seksama.
“Inikan kuliah gratis dan sangat bermanfaat”.
“Mendidik untuk mengembangkan fikiran, terlalu banyak teori, namun miskin aplikasi…miskin action akan memberi dampak dalam menciptakan yang sekedar kaya teori namun tak tahu untuk berinovasi. Bangsa Indonesia bukan kekurangan ilmu dan juga bukan kekurangan dana. Dana malah bisa berlebih, istano Pagaruyung yang terbakar petir bisa dibangun lebih megah dalam waktu yang singkat- namun yang kurang itu adalah komitmen dan aplikasinya (spesifik action)”.
Kalau berfikir bahwa bangsa kita tidak bisa seperti Australia atau negara lain. Daerah Sleman di Yogyakarta, sebagai contoh, berhasil menjadi daerah yang bersih, karena mereka mampu menghasilkan suatu solusi atas masalah sampah dan melaksanakan/ menerapkan solusinya, mereka melakukan komitmen. Jadi bukan hanya sekedar rapat, cari solusi dan melupakan komitmen atau hasil keputusan tersebut.
Kita masih perlu mendidik bangsa kita sendiri, mengapa ? Karena orang kita masih banyak yang belum peduli untuk keperluan umum. Ya belum peduli untuk keperluan umum. Ya belum peduli buat kepentingan umum. Mereka berfikir bagaimana bisa memperoleh untung buat diri, buat kelompok dan buat keluarga. Ini namanya untuk kepentingan nepotisme.   
Orang kita banyak yang belum bisa mencerdaskan diri, apalagi untuk mencerdaskan orang lain. Semangat self- learning perlu untuk mereka miliki. Tambahan bahwa dikatakan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang suka bergotong royong, ini bisa kita benarkan. Namun semangat gotong royong belum banyak yang timbul dari dalam diri. Mereka ikut bergotong royong hanya karena diajak dank arena ada rasa segan. Malah ada orang yang ikut kegiatan gotong royong hanya sekedar ambil muka.
“Atau dapat dikatakan bahwa semangat gotong royong kita adalah gotong royong yang diinstruksikan. Seharusnya kita memiliki rasa/ semangat gotong royong yang kreatif yang tumbuh dari dalam diri sendiri. Kita akan merasa senang apabila ada grup pemuda yang puny aide-ide kreatif, kemudian mereka bisa menggerakan teman- teman  dan masyarakat ”. Demikian kata Pak Ismet Fanany.  
Di sela-sela ngobrol, Prof Ismet Fanany juga berharap agar kami bertiga bisa membuat seminar dan workshop bila telah berada di Sumatra. Seminar dan workshop tersebut mungkin berjudul “seminar dan workshop pendidikan karakter tingkat SMA- SMK dan MA”. Aktivitas itu diharapkan bisa untuk memberi pencerahan dan perubahan di masa depan, yaitu bagaimana menciptakan warga sekolah yang peduli dengan karakter hidup bersih, kreatif dan rasa toleran antar sesama. Untuk mendukung pelaksanaan workshop dan seminar tersebut maka Pak Ismet danIbu Rebecca bersedia untuk diundang dari Melbourne ke Batusangkar.
Akhirnya mobil kami melaju dan berbelok menuju pelataran parkir pada lantai bawah mall plaza Melbourne yang aku kira memang berada di pusat kota Melbourne. Kami turun dan mengikuti langkah pak Ismet untuk menelusuri pinggir sungai Yara. Sungai ini membelah mengalir dan membelah kota Melbourne.
Aku baru tahu bahwa mengapa orang-orang Australia senang berjemur…, ya untuk mengimbangi suhu dingin dalam musim panas- tiupan angin kutup selatan sangat dingin dan berjemur bisa membuat tubuh jadi hangat.
Sekali- sekali aku melihat sebuah kapal kecil berlayar dalam sungai. Kapal tersebut bekerja untuk memungut sampah sampah, yang jumlahnya tidak banyak, hanyut di permukaan sungai. Aku berpikir bahwa sungai- sungai di Indonesia juga perlu memiliki kapal atau perahu untuk pengumpul sampah,dengan demikian aku bermimpi bisa melihat sungai dalam kota Padang, di Jakarta dan kota lain akan selalu bersih.
“Bila semua sungai yang mengalir dalam kota jadi bersih maka kita bisa membikin kegiatan wisata sungai, jadi devisa mengalir terus”.
Benar bahwa seperti yang dikatakan Prof Ismet Fanany bahwa di tengah kota Melbourne, yang mengalir dalamnya sungai Yara, masih berdiri dengan megah stasiun kereta api kuno. Jadi mereka tidak pernah meruntuhkan gedung- gedung tua/ gedung bersejarah, namun selalu melestarikannya dan juga memugarnya.
Di belakang stasiun tua tersebut telah berdiri banyak gedung gedung tinggi dan mewah. Gedung- gedung tersebut berguna sebagai pusat bisnis/ perdagangan, perkantoran dan termasuk deretan apartemen berharga mahal- hingga jutaan dollar Australia.
Kami menelusuri jalan seputar sungai Yara. Di sana aku melihat beberapa pengamen, ada pengamen perempuan muda yang cantik sedang memainkan biola. Di bahagian lain adalah pengamen keturuhan china yang sedang memainkan melodi china, juga pengamen seorang pastor atau pendeta berkulit putih dimana di tangannya ada kertas dengan tulisan Jesus is King. Bagi pejalan yang bersimpati bisa memasukan dollar sebagai donasi ke dalam kaleng atau kotak kecil di depannya.
Pada beberapa tonggak pagar jembatan terdapat speaker yang memancarkan bunyi instrument dengan nada lembut. Wah melodinya bikin kita betah duduk berlama- lama di pinggir sungai. Burung- burung camar juga betah bermain di pinggir sungai, mereka tidak takut kalau diusik ya di sana tak satu orang pun yang suka mengganggu burung. Burung- burungnya amat jinak.
Aku rasa burung-burung disana memang jinak dan bersahabat. Saat kami berada dalam restoran beberapa burung pipit terbang menyelinap ke dalam restoran dan hingga ke atas meja buat mematuk sisa makanan. Mereka pun terbang di sela- sela kepala manusia. Mereka tidak takut diganggu dan mereka merasakan bahwa manusia di sana sangat bersahabat dan mencintai lingkungan.

2. Kembali Ke Apartemen
Selepas tengah hari, aku merasa letih dan aku lihat temanku juga merasa letih. Aku juga tidak bisa mengambil foto lewat kamera atau phonecell-ku karena baterai keduanya sudah drop. Aku sempat menonaktifkannya dan kembali mengaktifkan baterai phonecell dan kamera untuk mengambil foto-foto terindah menjelang berpisah dengan jantung kota Melbourne. Kami menuju tempat pelataran parkir dan tentu saja harus menyusuri jalan semula. Kami harus kembali ke apartemen. Wow aku merasa gembira karena aku bisa beristirahat dan juga tidur siang.
“Wah aku harus sholat zuhur menjelang tidur siang. Aku memeriksa arah sholat menggunakan kompas kecil yang aku temukan dalam ranselku. Astaga bearti aku kemaren sholat menghadap tenggara ya. Maka aku membetulkan arah sholat ke barat lau atau arah menuju Saudi Arabia dimana terdapat Ka’bah- arah sholat kaum muslimin sedunia.

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...