I am MARJOHAN USMAN, the teacher at Senior High School. I like to meet many people and I like travelling. I love teaching and I love the world of kids. I have email : marjohanusman@yahoo.com
and my youtube channel is: https://www.youtube.com/results?search_query=marjohan+usman
Sewaktu bincang- bincang dengan Pak Ismet Fanany aku
betul- betul merasakan betapa Australia merupakan negara yang luas dan jumlah
penduduk relative sedikit. Jumlah penduduk Australia secara keseluruhan mungkin
sebanyak penduduk Jabodetabek atau “Jakarta Bogor Depok Tanggerang dan Bekasi).
Dengan demikian ia masih membutuhkan pendatang atau immigrant. John Duke
(seorang volunteer pada Kantor Dinas Pendidikan Sumatra Barat) membenarkan
statemenku ini.
Para immigrant di Australia pada umumnya sejahtera dan
hidupnya beruntung, sebagai mana halnyaNasrin Zaher, guru Bahasa Indonesia dan
sekaligus guru berprestasi Australia dari Norwood Secondary College- Melbourne.
Aku juga mencari info tentang cerita immigrant yang lain.
Ketika aku
berada di Bandara Melbourne- saat mau transfer ke Sydney- aku sempat
berbincang- bincang dengan seorang Bapak asal (immigrant) Vietnam. Ia berbagi cerita
mengenai pengalamannya sebagai pengungsi dan perubahan sikap Australia mengenai
pengungsi dalam beberapa tahun terakhir. Ia menuturkan pengalamannya sebagai
pengungsi dan perubahan sikap masyarakat Australia mengenai pengungsi.
Ia
mengatakan bahwa salah satu topik yang banyak diperdebatkan di Australia adalah
topik mengenai pengungsi. Di satu pihak, ada yang khawatir bahwa negara ini
menerima terlalu banyak pengungsi. Di pihak lainnya, ada yang mengatakan
penerimaan lebih dari 13 ribu pengungsi oleh Australia setiap tahunnya adalah
sebuah kewajiban internasional yang penting dan menguntungkan bagi Australia
sendiri.
“Saya kira
kita tidak perlu lagi membuktikan, karena sejarah kita sendiri menerima
pengungsi sejak Perang Dunia II adalah buktinya. Kalau kita melihat masyarakat
kita (Australia) sekarang, keanekaragaman, kekayaan, dan keterbukaan masyarakat
kita memberikan harapan besar bagi pengungsi’.
Pria
Vietnam itu sendiriadalah seorang pengungsi.
Keluarganya tiba di Australia sebagai bagian dari gelombang pertama “orang
perahu”sebelum tahun 1980-an. Hang baru
berusia awal Remajaketika dia dan
keluarganya melarikan diri dari Vietnam, yang saat itu dilanda perang, dengan
menggunakan perahu nelayan ke Malaysia. Walaupun dia tidak ingat banyak
mengenai perjalanannya dengan perahu tersebut, dia masih ingat melihat
kebahagiaan orang-orang dewasa di perahu itu ketika mereka melihat daratan atau
ketika mendapatkan pertolongan dari badan PBB untuk pengungsi, UNHCR, dan
Palang Merah di sebuah kamp pengungsi di Malaysia.
Kami sudah terbiasa dengan suasana apartemen punthill
knoxcity. Kami bisa tidur nyenyak, nonton TV, masak bareng atau pergi ngobrol
dengan Barry dan Judy May- pemilik apartemen. Kemaren kami harus merapikan
dapur kembali sebagaimana tempat itu bersih pada awal masuk. Setelah itu kami
turun ke lantai dasar, sekalian membawa semua barang- barang buat pindah ke
apartemen lain. Dan belum sempat kami duduk pada parlour, Judy sudah
menyodorkan sehelai kertas berisi tagihan.
“Pay 3
dollar for your internet !!!”
“Of course
Judy….no worried, malah kami mau nambah quota internet namun internet anda
tidak jalan”. Kami melunasi semua masalah keuangan apartemen. Beberapa menit
kemudian Pak Ismet datang dan kami kembali menyusun barang- barang ke dalam
jeep.
Pagi ini
kami mengunjungi sebuah secondary school. Di sekolah tersebut ada guru Bahasa
Indonesia yang terbaik di Australia. Namanya Nasrin Zaher. Salah seorang guru
di sana telah memberi respon dan minta maaf, sebab bila kami sampai di sana
akan dijumpai suasana sekolah yang berantakan. Ya karena sedang beres- beres
untuk memasuki liburan Natal. Orang disana menyambul liburan Natal secara
besar- besaran ibarat kita di Indonesia menyambut hari Lebaran.
“Bulan
Desember adalah bulan yang sibuk. Nanti kalau kita sampai di sana tidak boleh
mengambil foto, kecuali minta izin. Mengambil foto siswa juga tidak boleh harus
minta izin pada orang tua mereka. Ini berguna bagi mereka untuk mengantisipasi
kejahatan internet- kejahatan Face Book. Paling kurang ada izin dari pihak
sekolah”. Kata Pak Ismet memberi warning pada kami.
Mendekati
lokasi sekolah kami mengontak pihak guru lagi ya..untuk memberi kabar bahwa
kami sudah berada di sana. Kami menunggu untuk dipekenankan buat masuk ke
komplek sekolah. Ya…akhirnya kami diperkenankan untuk masuk dan disambut oleh
staff Norwood Secondary College.
Kami
berlima akan melihat-lihat dan juga melakukan Tanya jawab tentang pembelajaran
pada sekolah ini. Sekolah merupakan sebuah dunia- yaitu dunia besar yang
terlihat dalam sebuah miniature.
“Dimana-mana
di dunia ini semua anak, semua siswa sama saja. Mereka senang berteriak-
teriak, senang mencoret coret. Bagi orang dewasa yang tidak mengerti
perkembangan anak akan buru- buru berkomentar bahwa anak tersebut anak nakal.
Namun kondisi positif siswamusti dikondisikan dan dibangun melaluisekolah.
Karakter tersebut adalah seperti karakter cinta kebersihan, tidak membuang
sampah sembarang, saling menghormati, peduli pada sesama. Ya sekali lagi
bahwakarakter yang demikian memang dibina melalui sekolah”.
“Guru musti
menjadi model terlebih dahulu, berbahasa yang santun pada siswa, juga peduli
dengan prilaku hidup bersih dan tidak merokok di areal sekolah”.
Komplek sekolah ini dari depan terlihat kecil
dan sempit,namun setelah kami menelusuri ke dalam maka …di belakang terlihat
bangunannya memanjang dan juga luas. Semua ruangan kelas dikelilingi kaca. Itu
karena Australia cuaca dan suhu sering ekstrim jadi dengan demikian suhu bisa
diatur.
Ruang kelas
di Indonesia tidak perlu demikian, tidak perlu ditiru karena bisa bikin lebih
panas. Namun yang perlu diadopsi mungkin tentang pola pelayanan dan pengelolaan
sekolahnya.Aku pergi ke dalam toilet
ya..sangat bersih. Hal- hal kecil yang belum menjadi perhatian kita di Sumatra
adalah mengenai mkebersihan toilet.
Meskipun
toilet itu tempat pembuangan sampah biologi kita namun ia tidak semestinya
dibiarkan jelek, diabaikan dan tidak mendapat prioritas utama. Toilet harus
bersih, terang dan juga perlu diberi aroma harum.
“Seharusnya
pengelola sekolah mewujudkan sebuah sekolah bisa bersih dan menjadi tempat yang
menyenangkan agar para siswa juga memikirkan untuk memiliki tempat yang bersih-
rumah dan kamar yang bersih”.
Untung
selama berada di Melbourne belum ada turun hujan, sehingga perjalanan kami
kemana-mana terasa lebih nyaman. Kami juga bisa bertemu dengan Nasrin Zaher
yang terpilih sebagai teacher of the year untuk mata pelajaran Bahasa
Indonesia. Kami juga pergi ke ruang kerjanya dan benar bahwa ia adalah guru
Bahasa Indonesiasebab aku menemukan ada dua buah kamur Indonesia- English. Aku
sempat mewawancarai Nasrin Zaher:
“Nama saya
Nasrin Zaher, saya guru dari Melbourne Australia. Asli saya dari Afganistan. Saya
lahir di Afganistan dan sudah 19 tahun tinggal di Australia. Saya suka Bahasa
Indonesia, orang Indonesia dan makanan Indonesia. Saya beruntung dalam bulan
Januari sampai Februari bisa pergi ke Jakarta dan juga ke Bali”.
“Cara saya
belajar bahasa Indonesia adalah saya selalu berbicara bersama teman dari
Indonesia dalam bahasa Indonesia. Saya juga mempelajari budaya dari Indonesia”.
Demikian sambung Nasrine.
Nasrine
tentu saja sudah jadi warga Australia dan kini umurnya 31 tahun. Ia memiliki
pribadi yang mempesona. Ia banyak senyum- ramah, tutur bahasanya sopan dan
lembut, ia mampu memberikan pelayanan informasi padakami. Aku yakin bahwa
siswanya menyukai pribadinya sehingga juga suka belajar bersamanya.
Kadang-
kadang aku memisahkan diri dari dari kelompok agar aku bisa mengambil foto-
foto tentang Norwood Secondary College. Aku mengambil foto-foto ruangan kelas,
ruang labor, gambar- gambar pada dinding. Penempelan gambar atau karya siswa
pada dinding merupakan bentuk apprersiasi sekolah atas karya siswa.
Secara umum
kami tertarik dengan manajemen sekolah ini. Dalam struktur manajemen sekolah,
di sini ada kepala sekolah, wakil dan ada coordinator serta juga walikelas. Namun
posisi gurunya tidak boleh jabatan rangkap atau overlap. Sekolah ini berlokasi
di Byron street, Ringwood Victoria, 313. Ia memiliki kampus sendiri untuk
jenjang pendidikan kelas 7 hingga kelas 12. Jumlah siswa 1050 orang.
Secara umum
sekolah ini sangat mengesankan. Penataan kelasnya menarik dan variatif. Bentuk
kursi dalam kelas tidak selalu persegi empat pada permukaanya, bisa melengkung.
Meja dan kursi tidak harus dari kayu- bisa dari logam atau plastik. Pada
dinding kelas ada hiasan/ lukisan yang ditata dan juga memajang karya siswa.
Juga ada foto- foto siswa yang meraih prestasi pada bidang akademik dan juga
non akademik. Ini bisa memberi efek motivasi pada siswa untuk selalu maju.
Sore tadi aku mempelajari suasana apartement punthill di
Knox city ini. Kami telah tinggal di sini hampir satu minggu dan sudah merasa
seperti rumah sendiri. Aku dan juga
teman-teman sudah bisa tertidur nyenyak dan menikmati kenyamanan apartemen.
Apartemen ini terdiri atas 4 lantai dan kamar kami ada
pada nomor 217. Dalam ruangan apartemen seperti yang pernah aku ceritakan
terdapat 2 kamar. Kami berbagi kamar, satu untuk Desi- kamar perempuan- dan
satu laki buat kamar laki-laki. Sekali lagi bahwa kami merasa nyaman karena
sekarangbisa punya privacy. Namun kami
selalu menjaga sopan santun satu sama lain. Ya kesopanan dalam berbahasa dan
juga kesopanan dalam berpakaian. Ini berguna untuk menjaga agar tidak ada
fitnah terhadap kami bertiga selama dalam perjalanan dan juga menjaga diri
sebagai orang Islam.
Saat Desi memasak di dapur-kami kami yang laki- laki berada agak jauh
dan melakukan aktifitas lain. Ternyata Desi jago masak dan masakannya lebih
lezat dari restaurant Melbourne. Mungkin karena masakannya halal sehingga kami
bisa makan dengan rasa aman hingga kenyang. Sementara kalau makan di restoran,
hati akan berkata “makanannya halal atau haram ?”. Disamping itu memasak
makanan sendiri ternyata juga bisa menghemat keuangan kami- dan strategi
bertahan hidup di kota yang mahal.
“Meskipun di mall atau di restoran tersedia aneka cita
rasa makan dunia, seperti di restorant think Asia, namun aku kehilangan selera
buat menyantap makanan. Kata Pak Ismet bahwa kita harus menguasai fikiran saat
makan agar kita bisa makan di restoran internasional- karena disana juga ada
yang halal. dan kata Ibu Rebecca bahwa kalau kita ingin maju maka coba memakan
hidangan yang baru dan yang berbeda. Termasuk mengkonsumsi makanan selain makanan
Indonesia”.
Wah aku tidak bisa demikian, bukannya aku tidak bisa
menyantap makanan tersebut. Namun sebagai orang Islam yang telah mempelajari
dan memahami ajaran Al Quran, makan makan halal adalah sangat harus. Aku tidak
percaya diri makan disamping hidangan haram. Apalagi di restoran dalam kota
Melbourne bertaburan kue-kue haram yang ada kata-kata “pork, pig, ham, bacon
dan itu berarti mengandung babi”.
Bagaimana seleraku tidak hilang- saat berada di restoran
kota Melbourne- begitu melihat satu piring makanan halal bersanding di
sebelahnya ada satu porsi steamed pork ata satu porsi bacon. Bacon dan pork
sangat diharamkan oleh agama Islam. Kita hidup dengan syariat Islam. Makan di
restoran yang aku khawatir tentang kehalalannya, aku cenderung hanya memesan juice atau sebotol coca cola saja.
“Pak Inhendri …..uncle Joe lebih menyukai masakan yang di
rumah, maksudnya yang di apartemen. Meskipun dendeng yang dibawa dari
Batusangkar ketika dikunyah terasa keras…sekeras batu, namun terasa lebih enak
di lidah dan nyaman di hati”
“Iya..uncle Joe, karena bahan makanan kita adalah halal
dan dendeng yang dibawa dari kampung jadi keras karena kelamaandalam kulkas”. Kata Desi. Sore ini kami
memasak mie pake telor dan juga goring teri yang kami beli dari knoxcity mall
kemaren sore.
Usai makan malam, aku lebih dulu bangkit dari kursi. Aku
mengemas piring- piring dan gelas kotor. Aku mencuci semuanya pada was basin di
dapur. Kemudian aku rapikan permukaan tempat memasak dan juga kompor setelah
suhunya dingin. Aku bersihkan semua sebagaimana tempat tersebut bersih saat
pertama kali kami datang.
Kebiasaan membantu ikut merapikan dapur tentu saja
membuat Desi bisa berbahagia. Di rumahku di Batusangkar aku juga melakukan
hal-hal demikian, sekaligus untuk memberi model atau suri teladan buat
anak-anak ku bahwa seorang pria/ seorang ayah jugaharus cekatan, bisa memasak
dan merapikan dapur. Dia harus bisa mengurus diri dan juga mengurus
keluarganya.
Kami punya rencana untuk pindah apartemen besok. Lokasinya dekat
ke universitas Deakin dan agar kami gampang pergi ke kampus. Kami harus punya
persediaan, apalagi di apartemen baru nanti kami tidak tahu kalau- kalau ada
mini market atau mall tempat untuk membeli kebutuhan harian.
Kami bertiga segera turun menuju ground floor. Rencananya
kami ingin membeli beras harus- beras Thailand, aku berharap agar beras Solok
dari Sumatera Barat juga bisa dijual di Australia, aku rasa beras ini lebih
gurih dari beras Thailand.
Apartement kami persis berlokasi di persimpangan jalan-
avenue atau jalan lebar. Jalan raya makin malam makin terasa agak ramai. Aku
menyeberang pada garis penyeberangan saat mobil-mobil berhenti. Kami memilih
suasana aman untuk menyeberang walau lampu merah masih menyala bagi kami- para
penyeberang. Kami menyeberang sambil berlarian melintasi empat ruas jalan.
“Ayo..rari Desi….lari Pak Inhendri…..!!!” Seruku.
“Teeeet…….teeeeeeet”. Kami tidak melihat bahwa ada dua
mobil berlari kenjang dan berhenti mendadak disamping kami. Klaksonnya memecah
suasana malam.
“Astahgfirullah…jangan jangan kita tertabrak dan mati di
negeri orang….”Kataku merasa cemas. Kami akhirnya mencapai pinggir jalan dengan
detak jantung yang kencang. Kami berusaha untuk menenangkan diri dan belajar
dari kesalahan.
“Bukan itu masalahnya….kita yang tidak mempelajari tata
cara menyeberang melintasi jalan luas di Melbourne ini. Kita harus tahu cara
menyeberang yang baik”. Kata Inhendri Abbas.
Ya…kami melangkah terus dengan nafas terengah-engah dan
sangat takut melintasi trotoar menuju mall knoxcity. Kami tidak bisa
membayangkan kalau kami bertiga tertabrak dan andai sopir mobil sedang mabuk.
Tentu kami akan menjadi berita di media massa di kampung kami.
Kami terus memacu langkah mendekati gerbang masuk mall.
Di jalan dekat gerbang pada jalan terlihat garis batas dengan cat merah dan
tertulis ‘’no smoking beyond this point’ atau dilarang merokok dalam wilayah
garis ini.
“Dan
wowww..ternyata sudah jam 9.00 malam- masih terlihat senja di musim panas-
namun mall sudah tutup. Pintu mall tidak bisa dibuka lagi, berarti tidak terima
pengunjung.”
Kami putar
haluan menuju pulang. Saat berjalan di trotoar aku melihat mobil- mobil publik
menyalakan lampu tanda tidak menerima penumpang lagi dan aku membaca tulisan
pada dindingnya “no in service”, maksudnya bahwa bobil tidak melayani trayek
lagi, sopir juga butuh istirahat maka ia harus pulang ke rumah.
Kami sampai
lagi di perempatan dan bersiap-siap untuk menyeberang namun kami kurang percaya
diri untuk menyeberang. Khawatir kalau kami kena serempetan klakson mobil lagi.
Untuk jalur kecil kami merasa aman dalam menyeberang. Sekarang kami bertiga
sudah berdiri pada tonggak rambu-rambu traffic light. Kami harus mematuhi
peraturan lalu lintas sebanyak 100 %. Kami menunggu lampu hijau buat
menyeberang.
Mobil- mobil
melaju cepat bila lampu hijau menyala buat mereka. Ya ibarat perlombaan mobil
saja, start dan langsung ngebut. Wah lampu hijau buat kita kok tidak muncul-
muncul. Kami melihat ada petunjuk cara menyeberang pada tiang traffic light.
Ada gambar gambar orang dengan cat merah dan cat biru, kemudian diikuti dengan
pesan/ peringatan:
“Walk in care- berjalan dengan hati hati,
bila lampu merah menyala jangan menyeberang. Bila lampu hijau menyala maka cross with care. Bila lampu merah
berkedip- kedip maka menyeberang berakhir, jangan menyeberang lagi !”
“Ya coba
sekali lagi, lampu hijau mengapa belum menyala. Mobil mobil sudah berkali
berkali berhenti dan berangkat”
“Astaga….ini
ada tombol request-nya untuk menyeberang..!”. Kami pun memencel tombol tersebut
dan tidak beberapa lama setelah itu memang menyala lampu hijau. Kami sekarang
menyeberang dengan rasa aman dan percaya diri.
Sampai di
seberang kami terus menuju apartement. Kami semua terlihat begitu ceria- ceria
seperti anak anak Sekolah Dasar yang menang dalam ujian. Kami terkekeh- kekeh
hingga di gerbang apartement.
“Wah sebuah
pengalaman yang sangat manis dari Australia”.
Seperti biasa bahwa Pak Ismet dan Ibu Rebecca memenuhi
rendezvous dengan kami tepat waktu. Jam 8.00 pagi mobil land cruiser Pak Ismet
datang lagi. Kami sudah tahu bahwa mereka sangat disiplin waktu. Kami merasa
malu kalau mereka yang datang duluan maka kami harus turun ke bawah duluan-
lebih awal.
Wah kami
merasa berat hati karena hampir tiap hari menyusahkan mereka berdua- mengantarkan
kami kesana kemari. Namun mereka juga memandang kami sebagai tamu mereka-
utusan dari pemerintah Tanah Datar. Mereka sudah membuat MoU dengan pemerintah
Kabupaten Tanah Datar.
“Moga-moga
mereka berdua selalu berkenan dengan keberadaan kami dan juga bermanfaat bagi
kami serta pengembangan motivasi berprestasi guru guru di daerah kami. Paling
kurang mereka bisa menjadi guru berprestasi seperti kami berdua”.
Hari ini
kami diajak buat sight-seeing ke dalam kota Melbourne. Pak Ismet juga
menawarkan kami buat berkunjung ke Australian Zoo. Kalau bisa pergi ke sana
juga bagus, namun harga tiket masuk 26 AusD per orang atau kurang dari Rp. 300 ribu. Wah
cukup mahal
Bagaimana
kalau pergi ke laut ? Pergi ke pantai di awal musim panas atau di akhir musim
dingin tentu cuaca- air dan angin- masih terasa amat dingin. Apalagi angin yang
bertiup dari selatan adalah angin kutub selatan.
“Kami
sangat bernafsu untuk berfoto-foto dan buat berfoto makan event terbaik adalah
pergi ke jantung kota Melbourne. Kalau boleh kami betul-betul bisa singkah di
rumah pahlawan sejarah- James Cook- penemu benua Australia. Agar kita bisa
berfoto-foto sepuas hati. Kita bisa melihat bagaimana mentalitas orang modern
dalam menghargai sejarah /pahlawan mereka. Jugarumah- rumah. Ya bagaimana orang Australia membangun gedung dengan
teratur. Tiap rumah ad ataman, pagar dan juga ada ruang buat orang lain”.
“Bila kita
melihat daerah pemukiman yang teratur maka kita akan melihat bahwa tentu orang
di sana juga memiliki pola pemikiran yang juga teratur”. Demikian kata Pak
Ismet sebagai pengantar perjalanan kami.
Sepanjang
jalan dari kawasan pedesaan (suburb) hingga menuju pusat kota Melbourne kami
memang betul-betul menyaksikan semua rumah/ pemukiman penduduk yang tertata
dengan rapi. Bentuk bangunan dan arahnya sama-sama tertata dengan baik dan
punya jarak ke pinggir jalan. Aku melihat bahwa setiap rumah memiliki taman dan
ditumbuhi oleh bungan dan tanaman yang rimbun. Kadang-kadang kami juga melihat
bidang-bidang tanah yang kosong. Bidang kosong itu dinamai dengan zoning. Di
sana memang dilarang membangun rumah, pertokoan, perkebunan apalagi apartemen.
Meskipun
geografi Australia itu luas namun tidak ada orang yang membuang sampah dengan
semau gue atau menjatuhkan sampah lewat jendela mobil. Membuang sampah adalah
menyusahkan orang. Maka sejak dalam keluarga hingga ke sekolah, maka pesan
membuang sampah pada tempatnya sudah menjadi karakter mereka.
Sekali-sekali
aku juga melihat bagaimana orang Australia melakukan usaha sampingan dan mereka
memajang papan merek. Dan aku melihat ada perbedaannya. Kalau di kampungku
mungkin ada iklan seperti “terima jasa potong rumput atau terima jasa cuci
motor”. Namun kalau di Australia selain menawarkan jasa pelayanan, juga
menyebutkan besaran harganya. Misalnya “sedia jasa perbaikan atap dengan biaya
165 AusD hal- hal kecil masuk ke dalam fikiranku.
Prof Ismet
Fanany sambil mengemudi mobil ngobrol tentang banyak hal dari A sampai Z
tentang Australia. Meskipun ia sudah puluhan tahun tidak pulang kampung- di
Desa Koto Panjang dekat Batusangkar Sumatera Barat- namun ia tetap mengupdate
perkembangan kampungnya. Malah ia lebih tahu banya daripada kami yang sudah
lama menetap di Batusangkar.
Obrolan
sepanjang jalan itu merupakan kuliah atau ceramah panjang yang sangat
berkualitas bagiku. Apalagi gratis dari seorang Professor. Obrolannya sangat
signifikan dalam memperkaya wawasanku. Maka aku selalu mendengar obrolannya
dengan Rebbeca, Inhendri Abbas, Dessi dan sekali- sekali juga denganku. Aku
mencatat poin-poin penting lewat phonecell. Aku merasa rugi kalau tidak
mendengar dan mencatatnya dengan seksama.
“Inikan
kuliah gratis dan sangat bermanfaat”.
“Mendidik
untuk mengembangkan fikiran, terlalu banyak teori, namun miskin aplikasi…miskin
action akan memberi dampak dalam menciptakan yang sekedar kaya teori namun tak
tahu untuk berinovasi. Bangsa Indonesia bukan kekurangan ilmu dan juga bukan
kekurangan dana. Dana malah bisa berlebih, istano Pagaruyung yang terbakar
petir bisa dibangun lebih megah dalam waktu yang singkat- namun yang kurang itu
adalah komitmen dan aplikasinya (spesifik action)”.
Kalau
berfikir bahwa bangsa kita tidak bisa seperti Australia atau negara lain.
Daerah Sleman di Yogyakarta, sebagai contoh, berhasil menjadi daerah yang
bersih, karena mereka mampu menghasilkan suatu solusi atas masalah sampah dan
melaksanakan/ menerapkan solusinya, mereka melakukan komitmen. Jadi bukan hanya
sekedar rapat, cari solusi dan melupakan komitmen atau hasil keputusan
tersebut.
Kita masih
perlu mendidik bangsa kita sendiri, mengapa ? Karena orang kita masih banyak
yang belum peduli untuk keperluan umum. Ya belum peduli untuk keperluan umum.
Ya belum peduli buat kepentingan umum. Mereka berfikir bagaimana bisa
memperoleh untung buat diri, buat kelompok dan buat keluarga. Ini namanya untuk
kepentingan nepotisme.
Orang kita
banyak yang belum bisa mencerdaskan diri, apalagi untuk mencerdaskan orang
lain. Semangat self- learning perlu
untuk mereka miliki. Tambahan bahwa dikatakan bahwa bangsa kita adalah bangsa
yang suka bergotong royong, ini bisa kita benarkan. Namun semangat gotong
royong belum banyak yang timbul dari dalam diri. Mereka ikut bergotong royong
hanya karena diajak dank arena ada rasa segan. Malah ada orang yang ikut
kegiatan gotong royong hanya sekedar ambil muka.
“Atau dapat
dikatakan bahwa semangat gotong royong kita adalah gotong royong yang
diinstruksikan. Seharusnya kita memiliki rasa/ semangat gotong royong yang
kreatif yang tumbuh dari dalam diri sendiri. Kita akan merasa senang apabila
ada grup pemuda yang puny aide-ide kreatif, kemudian mereka bisa menggerakan
teman- temandan masyarakat ”. Demikian
kata Pak Ismet Fanany.
Di
sela-sela ngobrol, Prof Ismet Fanany juga berharap agar kami bertiga bisa
membuat seminar dan workshop bila telah berada di Sumatra. Seminar dan workshop
tersebut mungkin berjudul “seminar dan workshop pendidikan karakter tingkat
SMA- SMK dan MA”. Aktivitas itu diharapkan bisa untuk memberi pencerahan dan
perubahan di masa depan, yaitu bagaimana menciptakan warga sekolah yang peduli
dengan karakter hidup bersih, kreatif dan rasa toleran antar sesama. Untuk
mendukung pelaksanaan workshop dan seminar tersebut maka Pak Ismet danIbu
Rebecca bersedia untuk diundang dari Melbourne ke Batusangkar.
Akhirnya
mobil kami melaju dan berbelok menuju pelataran parkir pada lantai bawah mall
plaza Melbourne yang aku kira memang berada di pusat kota Melbourne. Kami turun
dan mengikuti langkah pak Ismet untuk menelusuri pinggir sungai Yara. Sungai
ini membelah mengalir dan membelah kota Melbourne.
Aku baru
tahu bahwa mengapa orang-orang Australia senang berjemur…, ya untuk mengimbangi
suhu dingin dalam musim panas- tiupan angin kutup selatan sangat dingin dan
berjemur bisa membuat tubuh jadi hangat.
Sekali-
sekali aku melihat sebuah kapal kecil berlayar dalam sungai. Kapal tersebut
bekerja untuk memungut sampah sampah, yang jumlahnya tidak banyak, hanyut di
permukaan sungai. Aku berpikir bahwa sungai- sungai di Indonesia juga perlu
memiliki kapal atau perahu untuk pengumpul sampah,dengan demikian aku bermimpi
bisa melihat sungai dalam kota Padang, di Jakarta dan kota lain akan selalu
bersih.
“Bila semua
sungai yang mengalir dalam kota jadi bersih maka kita bisa membikin kegiatan
wisata sungai, jadi devisa mengalir terus”.
Benar bahwa
seperti yang dikatakan Prof Ismet Fanany bahwa di tengah kota Melbourne, yang
mengalir dalamnya sungai Yara, masih berdiri dengan megah stasiun kereta api
kuno. Jadi mereka tidak pernah meruntuhkan gedung- gedung tua/ gedung
bersejarah, namun selalu melestarikannya dan juga memugarnya.
Di belakang
stasiun tua tersebut telah berdiri banyak gedung gedung tinggi dan mewah.
Gedung- gedung tersebut berguna sebagai pusat bisnis/ perdagangan, perkantoran
dan termasuk deretan apartemen berharga mahal- hingga jutaan dollar Australia.
Kami
menelusuri jalan seputar sungai Yara. Di sana aku melihat beberapa pengamen,
ada pengamen perempuan muda yang cantik sedang memainkan biola. Di bahagian
lain adalah pengamen keturuhan china yang sedang memainkan melodi china, juga
pengamen seorang pastor atau pendeta berkulit putih dimana di tangannya ada kertas
dengan tulisan Jesus is King. Bagi pejalan yang bersimpati bisa memasukan
dollar sebagai donasi ke dalam kaleng atau kotak kecil di depannya.
Pada
beberapa tonggak pagar jembatan terdapat speaker yang memancarkan bunyi
instrument dengan nada lembut. Wah melodinya bikin kita betah duduk berlama-
lama di pinggir sungai. Burung- burung camar juga betah bermain di pinggir
sungai, mereka tidak takut kalau diusik ya di sana tak satu orang pun yang suka
mengganggu burung. Burung- burungnya amat jinak.
Aku rasa
burung-burung disana memang jinak dan bersahabat. Saat kami berada dalam
restoran beberapa burung pipit terbang menyelinap ke dalam restoran dan hingga
ke atas meja buat mematuk sisa makanan. Mereka pun terbang di sela- sela kepala
manusia. Mereka tidak takut diganggu dan mereka merasakan bahwa manusia di sana
sangat bersahabat dan mencintai lingkungan.
2. Kembali Ke Apartemen
Selepas
tengah hari, aku merasa letih dan aku lihat temanku juga merasa letih. Aku juga
tidak bisa mengambil foto lewat kamera atau phonecell-ku karena baterai
keduanya sudah drop. Aku sempat menonaktifkannya dan kembali mengaktifkan
baterai phonecell dan kamera untuk mengambil foto-foto terindah menjelang
berpisah dengan jantung kota Melbourne. Kami menuju tempat pelataran parkir dan
tentu saja harus menyusuri jalan semula. Kami harus kembali ke apartemen. Wow
aku merasa gembira karena aku bisa beristirahat dan juga tidur siang.
“Wah aku
harus sholat zuhur menjelang tidur siang. Aku memeriksa arah sholat menggunakan
kompas kecil yang aku temukan dalam ranselku. Astaga bearti aku kemaren sholat
menghadap tenggara ya. Maka aku membetulkan arah sholat ke barat lau atau arah
menuju Saudi Arabia dimana terdapat Ka’bah- arah sholat kaum muslimin sedunia.