Selasa, 12 Februari 2013

Label Halal

Label Halal

1. Rumah Makan Halal
Sebagaimana yang aku lihat dan juga seperti yang aku baca dalam situs koran Republika (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam) bahwa banyak rumah makan dan toko daging yang sudah mendapatkan sertifikat halal dari otoritas penerbit halal Australia. Kehidupan di Australia yang multikultural dan bebas -layaknya di Eropa dan Amerika--mengharuskan umat Islam di negeri ini menyelaraskan diri dengan kehidupan setempat. Namun demikian, mereka tetap berpegang teguh pada ajaran-ajaran Islam. Mereka tidak ingin turut dalam kehidupan yang glamor, dunia malam, seks bebas, judi, minuman keras, obat-obatan terlarang, dan perbuatan negatif lainnya.
Dengan keanekaragaman budaya, agama, dan bahasa, umat Islam di Australia yang terus berkembang, harus membentengi akidah umat dengan cara-cara yang sesuai tuntunan Alquran dan hadis Nabi SAW. Salah satu yang sangat penting dan mendesak dilakukan umat Islam setempat adalah mengonsumsi makanan dan minuman halal. Karena jumlah pemeluk non-Muslim mencapai 98 persen, sangat sulit untuk mendapatkan makanan-makanan yang jelas-jelas halal. Untuk itulah, Australian Federation Islamic Council (AFIC) bersama-sama dengan organisasi Islam lainnya, mendirikan lembaga penerbit sertifikasi halal, baik untuk rumah makan (restaurant) maupun rumah pemotongan hewan (abatoir).
“Mohamed el-Mouelhy, ketua Halal Certification Authority Australia mengatakan bahwa Kalau tidak ada lembaga-lembaga penerbitan sertifikasi halal bagi rumah makan dan rumah pemotongan hewan, dikhawatirkan umat Islam akan mengonsumsi makanan yang haram.”
Di Australia, terdapat beberapa lembaga penerbit halal, di antaranya AFIC, Otoritas Sertifikat Halal Australia, Al-Iman Islamic Society, Australian Halal Food Service, Adelaide Mosque Islamic Society of South Australia, Islamic Coordinating Council of Victoria (ICCV), Perth Mosque Incorporated, Islamic Association of Katanning, dan Geraldton.
Beberapa lembaga penerbit sertifikasi halal ini telah diakui oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Indonesia, Malaysia, Singapura, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Termasuk, beberapa rumah pemotongan hewan, seperti ICCV, Adelaide Islamic Mosque Society, Supreme Islamic Council of Halal Meat in Australia, dan Perth Mosque Inc. Lembaga-lembaga inilah yang memberikan sertifikasi halal pada rumah-rumah makan di Australia.
Saat ini, cukup banyak rumah makan yang telah mendapatkan sertifikat halal dari otoritas sertifikat halal Australia itu. Secara keseluruhan, jumlahnya mencapai 265 buah rumah makan, toko daging, dan lainnya.
Di negara bagian Victoria, terdapat 87 buah rumah makan dan toko daging yang sudah mendapatkan sertifikat halal. Di Australia Selatan sebanyak dua buah, Australia Barat sebanyak 16 buah, Tasmania dua buah, New South Wales sebanyak 97 buah, Queensland sebanyak 52 buah, dan Northern Teritory (NT) sebanyak dua buah.
Dengan adanya sertifikasi halal itu, warga Muslim Australia tak merasa khawatir lagi untuk mencari rumah makan di seluruh wilayah Australia. ''Tentu saja, jumlah rumah makan dan toko daging yang sudah mendapatkan sertifikat halal ini belum sebanding, kalau dibandingkan dengan jumlah umat Islam dan luasnya wilayah Australia,'' kata Ahmed Imam, chief executive officer Islamic Cordinating Council of Victoria (ICCV).

2. Kebutuhan Makan Umat Islam
Aku dengar bahwa populasi agama Islam nomor dua terbesar setelah agama Katolik di Australia. Pemeluk Islam khususnya adalah keturunan Indonesia, Malaysia dan juga immigrant dari Timur Tengah, India, Pakistan dan juga Afganistan.  JUmlah mereka juga sudah diperhitungkan maka mereka juga berfikir untuk membentuk kebutuhan memperoleh makanan halal, disamping fasilitas pendidikan buat anak- anak mereka.
“Umat Islam berharap akan makanan halal, setiap tahun jumlahnya terus meningkat. Sehingga, dapat memudahkan umat Islam mengonsumsi makanan halal.” Kebanyakan rumah makan atau toko daging yang sudah mendapatkan sertifikat halal itu  adalah rumah makan milik orang-orang Indonesia, Turki, Libanon, Paksitan, Bangladesh, Sudan, Mesir, dan beberapa negara Timur Tengah lainnya.
Namun kita harus tetap berhati-hati dengan wilayah yang sangat luas, jumlah rumah makan yang sudah mendapatkan sertifikat halal itu sangat tidak sebanding dengan jumlah umat Islam. Di beberapa kota di Australia, seperti Sydney, Canberra, dan Melbourne, seorang Muslim tak bisa sembarangan mengkonsumsi makanan.
Dalam kunjungan kami ke berbagai restoran (diajak oleh Prof. Ismet Fanany) ternyata tidak mudah mencari rumah makan atau toko yang menjual jenis makanan dan minuman yang halal.  Salah satunya, gerai makanan cepat saji McDonald's. Kendati di beberapa kota sudah mendapatkan sertifikasi halal, ternyata di beberapa tempat tak sepenuhnya halal. Di seluruh wilayah Australia banyak McDonald's, namun hanya beberapa yang sudah mendapatkan sertifikasi halal dari otoritas halal Australia.
Kalau terpaksa harus membeli makanan atau kudapan dari toko atau swalayan yang tidak ada tulisan halalnya, kita harus teliti dalam memperhatikan kandungan barang yang terdapat pada kemasan makanan tersebut.
 ''Kira-kira di sana ada tulisan yang mengandung babi dan alkohol atau tidak. Kalau ada, tentu saja kita  tidak akan membelinya, dan kalau tidak ada, barulah kita  mau membelinya''
Kalau aka bandingkan tentang kemungkinan halal mana restoran Malaysia atau restoran Indonesia di kota Melbourne(?). Aku lebih suka dengan restoran Indonesia karena pemeluk Islamnya lebih banyak, dengan demikian restoran mereka lebih banyak halalnya. Namun saat kami memasuki restoran Malaysia, kami masih lagu tentang kehalalannya…apalagi kalau yang mengelola adalah warga mermata sipit- alias China yang kebanyakan sebagai non Muslim.


KEDATANGAN DI TANAH KANGGURU

Kedatangan Di Tanah Kangguru

1. Sambutan Hangat Prof. Ismet Fanany
            Ternyata style Pak Ismet Fanany memang seperti yang diceritakan oleh Bapak Shadiq Passadigu (Bupati Tanah Datar). Orangnya ramah, welcome dan sangat menolong. Sementara itu istrinya, Dr Rebbeca Fannany, orangnya tenang, anggun, mudah senyum dan berbicara seperlunya.
Pak Ismet langsung mengajak kami menuju mobilnya- seperti jeep atau land-cruiser. Inhendri Abbas tampak sangat mengagumi mobil Pak Ismet. Katanya bahwa diperkirakan harga mobilnya, keluaran pabrik mobil Nissan, hampir satu milliard Rupiah. Kami semua bergerak menuju mobil yang punya nomor polisi YBO-508, Victoria- the place tobe. Dari belakang aku lihat Pak Ismet menenteng tas kecil dan juga menghela koper. Pak Ismet terlihat sibuk dengan barang- barang itu, lebih sibuk dari pemilik barang/ bagasi itu sendiri.  Aku tahu kedua bagasi itu milik Desi. Aku segera mendekati Desi.
“Dessi…!!! Jangan biarkan Pak Professor membawa barangmu seperti itu. Pak Ismet itu Professor hebat disini”. Kataku separoh berbisik pada Dessi. Dan Dessi jadi sadar, ia bergegas mencegah Pak Ismet untuk membawa bagasinya.
“Maaf Pak…..tidak usah bawa bawa bagasi saya….biar saya yang membawanya…!!!” Kata Dessi dengan rasa bersalah. Dan ternyata Ibu Rebbecca ikut pula menjinjing bagasi kami.
“Ah itu tidak masalah Dessi. Professor di sini juga bisa menjadi sopir hingga menjadi tukang angkat” Kata Pak Ismet sambil berseloroh dan aku lihat Ibu Rebbeca ikut tersenyum mendengar selorohan Pak Ismet. Kami semua mengikuti langkah Pak Ismet dan Bu Rebbecca yang cukup cepat. Sambil melangkah, mereka bercerita cerita seputar way of life orang Melbourne dan pengalaman hidup mereka..
Akhirnya kami semua sudah duduk dalam mobil yang nyaman itu, dan mobil melaju di atas jalan raya yang lebar dan mulus. Aku tidak tahu dengan nama- nama daerah yang kami lalui maka mataku cukup liar membaca segala sesuatu yang terlintas di depan. Kota Melbourne adalah sebuah kota paling besar di Australia namun terasa sepi mungkin kami punya pembandingnya kota Jakarta. Jalan raya yang kami lalui memang sangat bagus pada hal itu bukan jalan toll- jalan bebas hambatan, namun juga sepi…mobil yang lewat juga jarang.
Kedua sisi sepanjang  jalan sering aku temui diberi pagar dengan tembok tinggi. Buat apa ya…! Aku berfikir dalam hati mengapa musti diberi pagar tinggi dan kemudian aku tahu bahwa itu salah satu usaha pemerintah Australia untuk menyelamatkan hewan Australia seperti kangguru atau koala agar tidak ada yang tersesat ke jalan raya dan ditabrak oleh mobil dengan kecepatan tinggi. Setelah berada lama di Australia, apakah Pak Ismet sudah lupa dengan tanah airnya (?).
“Bapak Ismet….sering datang ke Indonesia ?” Tanyaku pada Pak Ismet untuk memecah kebekuan dan mengajak teman- teman lain untuk mulai mengobrol.
“Sering juga….dalam tahun ini kami datang ke Indonesia sebanyak 3 kali. Saya ke Indonesia untuk urusan seminar, membuat kerja sama pendidikan dengan suatu sekolah atau MoU dengan suatu sekolah atau perguruan tinggi, ya MoU tentang pendidikan dan juga untuk melakukan suatu riset. Hitung- hitung juga untuk bisa pulang kampung”. Kata pak Ismet dengan bersemangat.
Sudah hampir tengah hari dan tentu saatnya untuk waktu makan siang. Maka rencana kami menuju sebuah mall atau restaurant. Sepanjang jalan aku mendengar tape recorder Pak Ismet melantunkan lagu-lagu Minang nostalgia. Jadi Pak Ismet pencinta lagu Minang ya dan bukan mencintai lagu Michael Jackson (?). Aku perhatikan bahwa koleksi kaset lagu Minang Pak Ismet sangat banyak. Buk Rebecca sendiri menyimpannya dalam sebuah box plastic yang cukup besar.
“Mengapa Pak Ismet tidak memutar lagu Australian Country atau lagu- lagu yang popular di dunia dalam bahasa Inggris ?” Tanyaku karena ada rasa ingin tahu.
“Ya untuk menyambut kedatangan bapak dan bu (anda semua) ke sini agar tidak terasa terlalu asing di Australia dan juga untuk mengingatkan saya pada kampung halaman saya. Juga untuk mengobat rasa rindu- homesickness”. Kata Pak Ismet menjelaskan.
“Saya malah kalau lagi berada di Padang, saya suka berkunjung ke toko kaset (toko musik) dan saya paling suka mencari lagu Minang untuk melengkapi koleksi lagu- lagu Minang saya. Lagu yang sedang saya putar ini mungkin sekarang sudah susah untuk dijumpai”. Kata Pak Ismet lagi.

2. Mengenal Australia Lebih Dekat
Pertamakali menginjak kaki di Bandara Sydney dan Melbourne  sudah dapat dirasakan tentang ragam budaya dan gaya hidup negara Australia. Beragam budaya dan gaya hidup Australia mencerminkan tradisi liberal demokratis dan nilai-nilai, kedekatan geografis untuk kawasan Asia-Pasifik dan pengaruh sosial dan budaya dari jutaan migran yang telah menetap di Australia sejak Perang Dunia II.  Ya….benar bahwa Australia adalah produk dari perpaduan unik dari tradisi mapan dan pengaruh baru. Penduduk asli negara itu, Aborigin dan Torres Strait Islander masyarakat, adalah penjaga dari salah satu tradisi tertua di dunia budaya melanjutkan. Mereka telah tinggal di Australia selama selama ribuan tahun dan sisanya orang Australia adalah migran atau keturunan migran yang tiba di Australia dari sekitar 200 negara sejak Inggris mendirikan pemukiman Eropa pertama di Sydney Cove pada tahun 1788.
Pada tahun 1945, penduduk Australia adalah sekitar 7 juta orang dan terutama Anglo-Celtic. Sejak itu, lebih dari 6,5 juta migran, termasuk 675 000 pengungsi, telah menetap di Australia, secara signifikan memperluas profil sosial dan budaya.  Saat ini Australia memiliki penduduk lebih dari 21 juta orang. Lebih dari 43 persen warga Australia lahir di luar negeri baik sendiri atau memiliki satu orangtua yang lahir di luar negeri. Penduduk asli Australia diperkirakan di 483 000, atau 2,3 ​​persen dari total.
Banyak orang yang datang ke Australia sejak tahun 1945 termotivasi oleh komitmen keluarga, atau keinginan untuk lepas dari kemiskinan, perang atau penganiayaan. Gelombang pertama para migran dan pengungsi kebanyakan berasal dari Eropa. gelombang berikutnya datang dari kawasan Asia-Pasifik, Timur Tengah dan Afrika.
            Berarti ini adalah hari pertama kami di Melbourne dan hal pertama yang aku ingin tahu dan tanya langsung adalah tentang  Australia dan Melbourne. Ya…..penduduk Australia dewasa ini ada sekitar 22 juta orang dan penduduk kota Melbourne ada 4 juta orang. Jadi benua Australia adalah ibarat sebuah pulau besar dengan penduduk yang cukup sepi atau sedikit. Seperlima penduduk Australia hanya ada di kota Melbourne.
            “Saya rasa bahwa total penduduk Australia….ya sebanyak penduduk Jabodetabek- atau daerah yang meliputi Jakarta Bogor Depok Tanggerang Bekasi” Timpal Pak Ismet.
            “Dan bahwa 40 % penduduk Australia tidak lahir di Australia. Mereka adalah pendatang/ immigrant dan lahir di negara asal mereka di Eropa dan juga di Asia”. Kata Pak Ismet melanjutkan.
            Dalam mobil itu hanya ibu Rebbeca sendiri yang keturunan kulit putih/ Amerika Serikat. Sementara itu kami semua dan juga suaminya (Pak Ismet) sangat asyik ngobrol dalam Bahasa Indonesia dan malah juga dalam bahasa Minang. Aku piker bahwa Ibu Rebbeca tidak tahu bahasa Minang.  
            “Ibu Rebecca mengerti bahasa Minang dan juga bahasa Indonesia…kemudian mengapa Ibu Rebecca mencintai bahasa Indonesia ?” Aku bertanya dengan rasa penasaran.
“Ya saya sangat mengerti dengan Bahasa Indonesia karena saya dosen Bahasa Indonesia. Saya juga mengerti Bahasa Minang tetapi saya tidak bisa mengucapkan bahasa Minang” Kata Bu Rebecca dalam aksen bahasa Indonesia dengan lidah Amerika. Jadi kedengarannya enak untuk didengar.
“Saya sekarang mengajar bahasa Indonesia di Universitas Deakin di kota ini / Melbourne. Pada mulanya saya tidak suka bahasa Indonesia dan saya juga tidak kenal dengan kota Jakarta. Saya dulu kuliah di Cornel University USA. Saya memperoleh beasiswa dari program departemen pertahanan Amerika Serikat dan ia membuka program Bahasa Asia dan saya direkomendasikan untuk belajar Bahasa Indonesia. Dan di situ saya berjumpa dengan Ismet Fanany”. Kata Rebbeca.
“ Kami sering bertemu dan juga bertukar pendapat hingga timbul rasa simpati dan saling menyukai. Selanjutnya kami berkenalan dan tentu ada proses selanjutnya. Kami memutuskan untuk menikah dan dalam perkawinan kami, saya mempunyai dua orang anak. Satu laki- laki dan satu perempuan”. Kata Rebbeca lagi.
“Anak saya yang besar suka tekhnik dan anak yang kecil suka musik. Ia juga sedang mengambil program Doktor. Jadi mereka punya minat yang berbeda”. Demikian Ibu Rebecca menjelaskan sejarah singkatnya.
“Pendidikan mereka tentu harus melebihi pendidikan orang tua mereka. Anak saya yang besar juga sudah menjadi dosen sekarang”. KataPak Ismet menyela pembicaraan kami. Pak Ismet dan Ibu Rebbecca menikah pada tahun  1979, berarti pernikahan mereka sudah cukup lama juga.
Mobil Pak Ismet tetap melaju dan kemudian kecepatannya berkurang hingga bergerak menuju tempat parkir pada sebuah plaza. Aku melihat pada areal parkir plaza, pada tiap tonggak terdapat nomor. Itu berguna untuk menandai pada nomor berapa mobil anda berlokasi. Sekali lagi bahwa Pak Ismet tahu bahwa kami semuanya pasti sudah merasa sangat kelaparan dan juga merasa sangat mengantuk, karena terbang ke Australia dari Jakarta berarti menyonsong waktu, malam terasa amat singkat hingga kami hampir tidak punya waktu buat tidur, Kami terus terang diserang rasa kantuk yang hebat.
Aku mengiyakan segala perkataan Pak Ismet. Pak Ismet membawa kami ke dalam sebuah outlet masakan oriental, tentu saja masakan kesukaan Pak Ismet dan ibu Rebecca. Plaza yang kami kunjungi terlihat megah. Aku percaya bahwa tentu saja Pak Ismet ingin memberi sebuah kejutan (big surprise) untuk makan siang di sana buat kami. Kami mengikuti lankah pak Ismet kemana saja ia pergi, ya ibarat anak kecil ikut dengan orang tuanya.  
Terus terang bahwa aku juga lapar dan aku memilih makanan yang kira-kira sesuai dengan seleraku. Aku antri di belakang warga kulit putih. Sementara itu aku mengintip jenis menu dari balik kaca lemari saji.
“Wah…aku merasa lapar bangeet. Aku membaca ada masakan yang bermerek Melayu. Itu …itu aku suka, bumbunya harum”.
“Ada Malay food, tapi di belakang piring saji itu ada hidangan lain yaitu steamed pork atau babi rebus pakai bumbu. Astaghfirullah….aku orang Islam, nggak boleh makan babi. Aku mulai merasa was- was dan mecurigai bahwa ada makanan yang tidak halal bercampur baur dengan makanan halal”. Aku mencubit pundak Inhendri Abbas dan selera makanku hilang sama sekali.
“Mau memesan apa Pak Inhendri ?” Aku bertanya Inhendri. Aku rasa Inhendri mencari makanan yang juga halal, namun ia harus menambah kosa-kata bahasa Inggrisnya. Kira- kira Inhendri tahu nggak dengan arti kata pork, ham, beacon, dll yang berarti babi (?).
“Aku suka masakan Melayu” Kata Inhendri Abbbas.
“Tapi anda harus lihat di depannya ada steamed pork ?” Kataku
“Apa itu steamed pork ?” Inhendri bertanya.
Steamed pork berarti babi rebus,…lihat tu….kadang kadang sendok steamed pork juga jatuh ke piring hidangan Melayu” Aku berbisik dan memberi komentar. Inhendri juga kehilangan selera makan dan kami memilih hidangan yang paling berseberangan arah dengan makanan yang haram. Aku memilih sayur- sayuran namun aku tetap tidak berselera untuk menyantap hidangan karena saraf seleraku pada otak sudah terganggu oleh konsep makanan tidak halal.
“Aku memilih nasi dan sayur yang lokasinya terletak jauh dari daging babi. Entah bagaimana aku dan dua teman lagi tidak bisa menghabiskan makanan. Sementara itu Pak Ismet dan Ibu Rebecca tenang- tenang saja, mereka mampu makan dengan lahap meskipun mereka dikelilingi oleh makanan beraroma tidak halal”.     

Sydney- Melbourne


Sydney- Melbourne

1. Sebuah Pengalaman Transit
            Kami masih berada dalam gate 2 di bandara domestic Sydney. Aku merasa senang menuliskan pengalaman pribadi dan kemudian aku juga membaca- baca koran lokal. Sementara itu Desi dan juga Inhendri Abbas melihat lihat foto lewat hape mereka. Penumpang yang bakalan terbang satu pesawat denganku untuk menuju Melbourne sudah mulai berdatangan ke gate 2. Sambil menunggu penerbang berikutnya aku cari info tentang Sydney. Dalam hati aku berfikir:
“Seperti apa tinggal di Australia khususnya Sydney? Hmm seperti apa yah? Yang jelas kehidupan di Sydney ada yang sama dan ada yang beda dengan negara lain”. Beberapa hal tentang kehidupan di Sydney (http://achmad.glclearningcenter.com) yaitu bahwa:
1). Sydney adalah kota busniss dan turis, sehingga banyak festival atau acara disana. Bagi orang- orang yang suka dengan festival, tentu saja Sydney adalah tempatnya.
2). Sebagai kota turis, banyak tempat yang bisa dikunjungi. Sebernarnya tempatnya biasa-biasa saja, cuman di make-up dengan baik kemudian didukung dengan marketing yang gencar sehingga jadi object tujuan turis.
3). Orang Sydney ramah & baik. asal kita berani ngomong aja, mereka mau membantu orang asing.
4). Australia menggunakan Sistem 2 mingguan (fortnightly) untuk aktivitasnya,  misal bayar sewa setiap 2 minggu, gajian juga dibayar setiap 2 minggu.
            “Alhamdulillah suhu udara di Sydney masih seperti suhu di Indonesia. Sebelumnya aku sempat merasakhawatir kalau suhu di sini lebih dingin, karena aku tidak membawa jaket. Desi juga sudah mencari tahu lewat internet bahwa suhu di sini cukup hangat, maklum sudah di permulaan musim panas”.
            Aku melepaskan pandangan ke sekeliling. Dari kejauhan aku memperhatikan keluarga muda Australia dengan dua anak mereka yang masih kecil. Orang tua muda tersebut cukup sabar mengasuh anak- anak mereka yang agressif- pegang ini dan pegang itu. Aku melihat ibu muda Australia tidak pernah membentak anaknya yang mungkin terlihat sedikit usil. Ia tetap bersikap manis, jadi ia tidak mengatakan “jangan….jangan…jangan” atau seribu kata- kata omelan dan larangan.
            Di depanku duduk sepasang suami istri yang usianya sudah tua- kakek nenek. Penampilan mereka tetap modist- memakai celana jean dan sepatu olah raga ala remaja. Mereka selalu berkomunikasi, saling berpegangan jari dan terlihat sangat akrab.
            Kami duduk sudah agak lama di gate 2, namun belum terlihat isyarat/ tanda- tanda keberangkatan. Pada hal aku merasa sudah agak lama menunggu untuk terbang. Aku memutuskan untuk melihat layar monitor di luar gate 2.
            “Kita harus pindah, karena QF 423 tujuan Melbourne pindah ke gate 4. Kita pindah ke sana segera”. Untuk memastikannya aku kembali bertanya pada customer service.
            “Oh..betul….betul, untung aku lihat keluar (lihat monitor) kalau tidak sering melihat kita bisa kehilangan pesawat. Meskipun bahasa Inggrisku bagus namun aku kalau tidak konsentrasi juga kesulitan untuk mendengar pengumuman dari suara flight attendant yang ngomongnya kelewatan cepat. Beda dengan bahasa Inggris yang dibacakan dibandara Padang atau Jakarta, sangat jelas dan bahasanya dieja- eja ”. Wah betul ..kalau kita malu bertanya, bisa jadi sesat di terminal internasional.
            Pramugari peswat Qantas domestic juga terlihat berusia tua- sama halnya dengan pramugari pesawat Qantas internasional rute Jakarta- Sydney. Meskipun mereka terlihat tua namun mereka tetap berpenampilan sangat rapi, cerdas dan cantik.
            Pesawat kami meluncur meninggalkan landasan pacu bandara Sydney, kemudian terbang tinggi ke angkasa. Dari ketinggian aku lihat bahwa ternyata bandara Sydney berada di pinggir pantai. Setelah peswat terbang lebih tinggi aku melihat landscape daratan  kota Sydney. Tidak begitu padat, jalan rayanya juga terlihat sepi oleh transportasi public.
            Bule- bule dalam pesawat domestic terlihat saling kenal satu sama lain dan tidak terlibat begitu individualis layaknya dalam pesawat internasional. Mereka ternyata berprilaku seperti penumpang pesawat domestic kita- saling ngobrol, makan-makan, mendengar music dan juga membaca. Terlihat kaum wanitanya lebih suka membaca dan yang pria lebih suka main game
            Lagi- lagi aku melihat sepasang kakek-nenek yang terlihat begitu mesra. Mereka saling mengenggam jari dan ngobrol dari hati ke hati. Aku tidak tahu kalau- kalau ada kakek-nenek di kampung kita yang juga terlihat romantik. Ternyata cinta perlu dirawat hingga tua- sampai menjadi kakek- nenek.
            Setelah terbang hampir 2 jam, akhirnya pesawat mulai terbang lebih rendah. Awak peswat mengumumkan bahwa kami telah berada dalam wilayah kota Melbourne. Aku melihat pemandangan kota Melbourne, di bawah terlihat banyak bangunan namun juga tidak begitu tinggi. Kota Melbourne menyisakan banyak  tanah kosong yang ditumbuhi pohon- pohon yang tidak begitu lebat.



2. Melbourne, Here We Come..!!!
            Akhirnya pesawat Qantas domestik berhenti dan kami akhirnya harus ke luar pesawat dan Melbourne adalah destinasi akhirku di Australia. Kami pergi ke kounter untuk pengambilan bagasi. Aku membayangkan suasana penyambutan seperti di Cengkareng atau di BIM dengan penyambut yang berjubel di luar. Inhendri sudah mengontak Prof. Ismet Fanany. Melbourne here we come- Melbourne ini kami datang. Ya Melbourne adalah kota destinasi kami. 
            Kami segera keluar terminal di daerah zone 4. Aku tidak mengenal siapa yang bakal menyambut kami atau Prof. Ismet itu seperti siapa ya (?). Selama hidup aku belum pernah jumpa dengan Prof Ismet. Kami belum melihat ada tanda- tanda kedatangan Prof. Ismet. Dalam hati aku berfikir…kalau ternyata Pak Ismet berhalangan atau sakit…siapa yang bakal menunggu kami atau kami mau kemana. Fikiran ini tentu tidak aku ungkapkan pada dua temanku.
            “Hey…kami sudah menunggu sejak tadi, kenapa tidak melihat kami….?” Tanya Prof. Ismet agak heran. Aku merasa bersalah dengan statemennya dan aku tidak ingin dianggap orang yang sombong atau tidak tahu etika pergaulan.
            “Maaf Pak, kami membayangkan suasana penyambutannya seperti di Indonesia, dimana penyambut menunggu di luar. Itu makanya kami ke luar untuk lihat sana dan lihat sini. Ternyata suasana terminal Indonesia jauh berbeda dengan terminal bandara di Australia”. Demikian aku membela ketidak tahuan kami dengan kehadiran Prof Ismet dan istrinya Dr Rebecca. Prof akhirnya memahaminya, ia kemudian menyebut nama kami dan mencocokannya dengan wajah kami.
“Thanks Pak Ismet. mArjohan memang nama saya, yang cantik ini Desi dan yang berwibawa adalah Inhendri Abbas”. Kata ku lagi memberikan konfirmasi pada Pak Ismet dan Dr. Rebbeca.  

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...