Selasa, 12 Februari 2013

PETAMA KALI DI MELBOURNE

Pertama Kali Bermalam di Melbourne
           
1. Harga Akomodasi
Setiap orang yang baru datang ke Australia perlu untuk mengetahui tentang harga di sana. Aku juga cari info tentang bagaimana biaya hidup di Melbourne. Info ini agaknya berguna bagi orang yang berniat untuk tinggal buat belajar dan bekerja di oz (Australia). Beberapa point yang perlu kita pahami bahwa (http://achmad.glclearningcenter.com):
1). Tentu saja biaya hidup (living cost) di kota besar Australia lebih tinggi dari kota kecil, terutama dari biaya akomodasi.
2). Ada beberapa kota besar di Australia, Sydney adalah kota dengan living cost tertinggi, disusul  oleh kota Melbourne, Brisbane, Perth, Adelaide, Canberra dan  Darwin.
3). Untuk mengetahui berapa dollar living cost di Sydney silahkan search  pada google. Karena sudah banyak orang menulis dalam blogger mereka.
4). Sebuah apartment studio di kota Melbourne  dekat kampus UNSW harganya 280AUD per week, di Brisbane, harga segitu sudah bisa dapet rumah/unit dengan 2 bedroom.
Namun sore itu Pak Ismet mengantarkan kami ke sebuah hotel, aku lihat mereknya “Hotel Ibis” dengan warna merah. Hotel ini terletak dekat mall. Pertimbangan Pak Ismet menempatkan kami di sana  adalah agar kami gampang untuk mencari makan- sarapan pagi- ke mall. Pak Ismet juga membantu kami dalam memesan hotel.
            Sedianya Pak Ismet ingin memesan hotel buat satu minggu namun kami ingin tahu dulu tentang berapa sewa kamar hotel itu permalam.  Untung Pak Ismet agak terburu- buru untuk berangkat. Kami senang Pak Ismet bisa berangkat cepat agar kami bisa menawar harga hotel.
            How much we must pay the room for one week ?”. Tanya Desi.
            You must pay  2500 Ausd..…..” Kata petugas hotel
            “Ohh…berarti kami harus membayar Rp. 25 juta dalam waktu satu minggu. Mana mungkin kami punya uang berlebih. Kalau kami ambil maka kami  tidak akan  punya uang/  kesempatan untuk shopping”. Desi mengeluh dalam bahasa Indonesia. Tentu saja petugas front office Hotel Ibis tampak bengong tentang apa yang kami keluhkan.  Akhirnya kami bertiga menjauh dan bernegosiasi.
            “Kita tidak punya uang cukup, harga mata uang kita tidak begitu berarti terhadap kurs Dollar Australia. Bagaimana kalau kita hanya ambil satu kamar saja untuk bertiga mala mini, karena kita tidak ada waktu buat mencari hotel/ penginapan yang lain. Tapi harap jangan sampai tahu Pak Ismet, ya…!!! Karena kita malu kalau ia tahu  kita bertiga satu kamar- laki- laki dengan wanita. Ya kita tidak mengapa- mengapa, hanya sekedar berhemat atas sewa hotel yang mahal. Karena kita guru berprestasi nomor satu Indonesia jadi Pak Ismet berfikir kita ini orang kaya dan kita dicarikan hotel mahal” Demikian kata Inhendri berkomentar.
            “Iya..mr Jo, kita ambil saja satu kamar untuk bertiga untuk malam ini dan mohon mister Jo tidak mengupdate berita kita ini di Facebook. Nanti suamiku di Indonesia tahu dan marah- marah, kita memang tidak melakukan apa- apa” Desi memohon padaku.
            “Wah tentang itu, tentu saya tidak begitu blo-on (bodoh) Desi, ya saya tentu tidak akan beritahu lewat facebook”. Kata ku menguatkan statement mereka. Akhirnya kami bertiga menemui petugas front hotel.
            “Oke…kami ingin memesan satu kamar untuk tiga orang, tiga bednya hanya untuk satu malam ini” Kata Desi pada petugas hotel. Dan selanjutnya kami langsung membayar sewa kamar untuk malam ini. Akhirnya kami menuju kamar dengan ekstra bed dan kami bisa bertiga. Untuk itu kami hanya membayar 140 AusD atau sama dengan harga Rp 1.400.000 malam itu.
            Wah biaya tidur satu malam yang sangat mahal. Hotel bintang lima di Indonesia tidak ada yang semahal ini. Kami lebih baik terus terang tentang perasaan dan pengalaman kami pada Pak Ismet. Maka Inhendri Abbas mengirim SMS dan mengatakan bahwa hotel ini terlalu mahal buat kami. Pak Ismet merespon SMS kami, ia memahami dan ia kemudian menelpon kami dan besok ia akan mencarikan kami hotel apartement. Yaitu apartement dengan dua kamar, jadi satu buat kami/ guru laki- laki dan satu lagi buat Desi.
            Kami memutuskan untuk ke luar malam itu, buat jalan- jalan seputar hotel Ibis malam itu. Kota Melbourne terlihat sepi dan mobil-mobilnya juga tidak berisik. Aku tidak melihat sepeda motor dan orang umumnya menggunakan mobil. Kami menyusuri gedung- gedung yang terlihat sudah tutp semuanya sehingga terasa begitu  sepi. Kalau begitu lebih baik kami mencari- cari tempat untuk mengambil foto. Apalagi kalau ada land- mark dengan tulisan “Melbourne” maka aku berfoto di sana.
Kami berfoto- foto bergantian untuk  membuat sweet memory selama tinggal di Australia. Tiba-tiba ada seorang pria Australia menyapa kami dengan ramah. Pria itu adalah warga keturunan Colombo- Srilanka, kulitnya cerah, agak tinggi (lebih tinggi sedikit dariku) dan usianya saat ini sudah 68 tahun, namun ia masih terlihat segar, sehat dan energik. Sehingga aku memperkirakan usianya seputar 50-an. Ia banyak berbicara tentang kota Melbourne pada kami dan juga mengatakan:
Melbourne is of the best city in the world, sava for new comer, namun karakter orang dimana-mana adalah sama maka kota ini  juga kadang- kadang tidak save kalau bepergian malam hari dengan mobil umum juga perlu waspada. Karena mungkin di sana ada pria- pria mabuk yang bisa mengganggu kita”.
Tak lama kemudian lewatlah sebuah mobil publik, ia menstop mobil itu dan say good bye pada kami. Kami terus melangkah menuju sudut kota. Kami melihat muda-mudi Australia berdatangan untuk memenuhi mall sebagai tempat party akhir pekan- karena saat ini adalah malam minggu. Namun aku lihat suasana tetap tidak begitu ramai.
Desi ingin membeli sebotol air mineral dan kue- kue ringan lainnya. Kami membayangkan suasananya ibarat di Padang atau di Jakarta dimana ada pedagang goreng kaki lima. Wah ternyata yang mau kami cari tidak ada. Melbourne hanyalah sebuah kota yang sepi apalagi pada malam hari. Senja hari saja toko-toko sudah pada tutup dan yang mau beli juga pada sepi.
By the way, enak juga hidup di kampung kita. Kalau perut lapar dan kita tidak ingin makan di rumah, maka kapan saja kita bisa mencari jajan ke luar rumah dengan jenis yang bervariasi dan harga yang terjangkau. Di kampung kita..kita tidak akan kelaparan”. Yang kami cari tidak ada. Kami segera pulang dengan tangan hampa, saat ini betul- betul sudah larut malam dan suhu terasa sangat dingin.
Menjelang tidur kami perlu mencas (charging) alat- alat elektronik kami.     Aku setuju dengan pendapat temanku (Diwarman) bahwa tidak ada yang gratis di Australia. Untuk charging baterai laptop dan phonecell kita musti menyewa alat charging seharga 3 dollar Australia. Kalau aku tahu tentu aku akan membawa dari kampung alat socket tiga lobang untuk keperluan charging selama dalam perjalanan. Kemudian untuk keperluan meng-upload berita pribadi  lewat Facebook atau internet kami membutuhkan sinyal WiFi dan ini pun disewa sebanyak 8 dollar Australia perhari. Wah…memang serba bayar, termasuk hal- hal kecil, sementara di hotel negeriku ini bisa jadi betul-betul gratis.
Malam itu terasa lama, kamar hotel Ibis yang kami tempati bertiga terasa agak sempit. Aku mengambil bed dekat dinding dan bed di sebelahku buat Inhendri, sementara bed untuk Desi agak terpisah sedikit, letaknya dekat Jendela- buat mencaga rasa privacy-nya sebagai perempuan yang bukan muhrim.  
            Malam itu kami persis tidak bisa tertidur. Kami semua menjaga sopan santun- berkata yang sopan dan berpakaian yang sopan sekali. Malah saat aku berada dalam toilet akupun juga hati hati bagaimana kentutku (maaf) tidak kedengaran oleh Desi atau Inhendri dari luar. Karena lelah akhirnya kami tertidur juga pada bed masing- masing, aku dengar dengkur Inhendri agak keras, sebagai tanda ia memang letih dan tertidur pulas. Inhendri juga mengatakan bahwa aku juga mendengkur saat tertidur pulas.    
            Kami bersyukur karena selama berada di Melbourne, Pak Ismet akan melayani kami dengan mobil bagusnya untuk mengunjungi beberapa tempat. Aku masih merasa capek, ya karena kurang tidur sejak kemaren.
            Alhamdulillah, this is very beautiful sleep”. Aku terbangun jam 06.00 pagi waktu Melbourne. Aku langsung sholat subuh. Sholat tidak boleh aku tinggalkan dan aku lupakan, ini ajaran dari guru dan juga dari orang tuaku yang aku selalu ingat. Kita harus menjadi orang yang taat dan dekan Tuhan dimanapun kitaberada.
            Cahaya terang sudah mengintip dari balik gorden jendela. Aku perhatikan bahwa baik pagi, siang, sore maupun malam, suasana terasa sama saja- ya sepi. Jarang sekali terlihat orang yang lalu lalang. Pantaslah di daerah ini juga jarang terjadi kriminal dan musibah - seperti kecelakaan lalu lintas, karena orangnya sepi maka berita  kriminal dan kecelakaan pada televisi juga sepi. Tidak ada good news yang heboh ya seperti pada MetroTV dan TV One di Indonesia. Dimana di negeri kita berlaku good news is bad news. 
            Kami berkemas- kemas, merapikan barang- barang dan memeriksa hal- hal kecil agar tidak ada yang ketinggalan, terutama passport dan dokumen perjalanan lainnya. Aku pastikan tidak ada yang tertinggal. Kami kemudian turun ke lantai dasar  lewat lift buat sarapan pagi. Di sana sudah terlihat Desi dan Inhendri, mereka turun duluan dan mereka bertanya- tanya tentang jenis menu yang tersedia dan juga tentang menu halal.
            Bacon and sausage are not for moslem” Kata Elaine, seorang pelayan atau cheft di ruang itu. Karena ke dua hidangan ini mengandung material dari babi. Aku memilihat assorted fresh fruit. Aku menyukainya dan ini bagus untuk mencegah sariawan pada mulut dan juga gangguan pencernaan pada perutku. Sayatan buah- buahan segar seperti melon, semangka, jeruk dan apple agak besar- besar. Karena banyak makanan yang tidak halal maka aku mencoba untuk sarapan pagi dengan sekeping roti pake selai madu.
            “Aku khawatir kalau bakalan sakit perut, demam atau sariawan selama berada di Australia. Maka cara terbaik untuk sehat adalah dengan mengkonsumsi banyak buah- buahan segar dan juga dengan minum juice”.
            Aku meminum satu gelas orange juice, satu gelas guava juice dan juga sedikit pineapple juice. Ternyata rasa hausku tidak hilang, ya aku harus minum segelas air mineral.”Wuuuuhhh segarnya..!!”.

2. Menyusuri Kota
            Persis jam 09.00pagi waktu Melbourne Pak Ismet datang dengan mobil Jeep Nissannya. Dia selalu datang berdasarkan janjinya dan tentu ia berangkat dari rumahnya lebih awal. Namun aku harus merasa malu karena turun dari kamar hotel ke lantai dasar saja lebih lambat. Aku mengemasi koper dan sisa pakaian yang tertinggal.
            Ya sudah lewat dari jam 09.00 pagi. Desi mengurus sewa hotel. Kami menumpuk barang- barang bagian Jeep Nissan Pak Ismet. Pak Ismet tidak langsung membawa kami ke apartemen baru. Pak Ismet mengajak kami ke pasar tradisionil Melbourne. Aku merasa amat senang dan sebelum berangkat aku sempat berfoto- foto di depan papan nama hotel “Ibis”.
            Aku masih ingat dengan percakapan Pak Ismet bersama kami bertiga. Katanya bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup bagus. Perekonomian dan politik Indonesia juga bagus dan bersifat terbuka, kasus korupsi sudah diungkapkan ke publik lewat media massa.
            “Ya sekarang orang bisa berekspresi dengan bebas. Coba bandingkan pada zaman pemerintahan Presiden Suharno, tidak ada keterbukaan. Ekonomi dikuasai oleh segolongan orang dan juga keluarga Cendana (keluarga Presiden), saat itu orang kalau mengekspressikan pendapatnya maka ia akan  penuh dengan ketakutan tanpa alasan. Sistem ekonomi saat itu  adalah sistem ekonomi tertutup. Sebenarnya pada awal Pak Suharto berkuasa, perekonomian Indonesia cukup bagus. Namun dalam 10 tahun terakhir dari masa kekuasaan Pak Suharto atau Rezim Orde Baru, anak- anaknya ikut mencampuri/ intervensi kebijakan ekonomi pemerintah, maka sejak itu perekonomian Indonesia merosot tajam. Memang benar bahwa seseorang sebelum berkuasa sangat bagus pribadinya, namun setelah berkuasa ya..kualitas pribadinya bisa merosot”. Demikian kata Prof Ismet panjang lebar.
            Selama duduk dalam mobil Pak Ismet, aku memperhatikan bahwa di kota Melbourne memang jarang terlihat sepeda motor. Ya …semua orang menggunakan mobil dan mobil mereka bagus bagus. Sekali sekali terlihat warga yang berjalan kaki. Langkah mereka terkesan sangat cepat dan bersemangat. Saat menyeberang jalan, mereka sangat tertib, tidak ada yang menyerobot, tidak ada yang menyeberang jalan seenaknya. Bagi yang punya mobil mereka tidak mau menyerobot lampu lalu lintas seenaknya saja.
            “Pak Ismet, dimana anda pertama kali bertugas ?” Aku bertanya.
            “Oh sudah melalang buana. Mula- mula kami di Amerika Serikat, terus bekerja di Singapura- Singapore Nastional University, kemudian terus ke Tasmania- di sana kami bekerjajuga cukup lama dan terakhir baru kami bekerja di Deakin University Melbourne. Di sini pun kami sudah 19 tahun pula”. Kata Pak Ismet.    
            Aku selalu jadi penasaran tentang mengapa Melbourne ini, pada hal Melbourne sebagaikota kedua terbesar di Australia. Pagi, siang, sore dan malam, aku lihat suasananya sama saja.
            “Itu karena populasi kota ini memang sedikit dibandingkan kota- kota kita di Indonesia. Penyebab lain adalah karena orang Melbourne tidak suka berkeliaran, maka kesannya ya…memang sepi. Orang- orang saling tersebar sampai jauh dari urban ke suburb. Sementara untuk menjangkau jarak ini orang menggunakan tram dan juga publik bus yang disubsidi oleh pemerintah, karena bus- bus ini juga sering kekurangan penumpang.  
            “Di kota ini juga terdapat perkumpulan Orang Minang (Orang Padang) yaitu seperti kelompok SAS (Sulit AiaSakato) atau Sulit Air Society dan juga IKMS- Ikatan Minang Sakato”.
            Kami kemudian melewati kampus Deakin University. Saat melewati kampus, Pak Ismet juga banyak berbicara tentang kampus ini. Di Kampus Deakin tentu saja terdapat program studi untuk strata 1, strata 2 dan program Doktor.Namun kampus Deakin tidak terletak pada satu lokasi, melainkan tersebar pada empat wilayah. Kini mahasiswa Deakin berjumlah 30 ribu orang. Umumnya mereka berasal dari Australia dan sebahagian berasal dari luar negeri.
Universitas di Australia cukup banyak. Mahasiswa asal Indonesia ada hampir 20.000 belajar di Universitas negara ini.  Pada dasarnya, nama – nama universitas di Australia diambil dari nama kotanya (kurang lebih mirip -mirip dikit dengan di Indonesia). Misalnya Sydney University, Melbourne University, Adelaide University, Perth University, Brisbane University, dan masih banyak lagi. Sementara, ada juga yang tidak menyematkan nama kota / region nya berada, seperti Deakin University, Monash University, Australian Catholic University, dan masih banyak lagi.
Universitas di Australia, rata – rata memiliki akredibilitas yang tinggi. Karena memang mutu pendidikan yang diajarkan disana sangat teruji dan kompeten. Biasanya pulang dari dari sana, mahasiswa menjadi lebih kritis, inovatif, dan kreatif- sebagai hasil dari pola pembelajaran di sana.  Pendidikan di Universitas sendiri terdiri dari 2 tingkat:
1). Undergraduate (sarjana) : mendapat gelar S1 dan Diploma.
2). Postgraduate (pasca-sarjana) : yang terdiri dari Postgraduate Certificate dan Diploma, program master (S2), dan program doktor (S3).
Berikut daftar nama Universitas yang ada di Australia berdasarkan ranking 10 teratas (hasil riset australianuniversities.com.au 2012).
1). Melbourne University / peringkat  1 se- Australia / peringkat 28 se-dunia.
2). Australian National University / peringkat 2 se-Australia / peringkat 37 se-dunia.
3). University of Sydney / peringkat 3 se-Australia / peringkat 62 se-dunia.
4). University of Quensland / peringkat 4 se-Australia / peringkat 65 se-dunia.
5). University of New South Wales / peringkat 5 se-Australia / peringkat 85 se-dunia.
6).Monash University / peringkat 6 se – australia / peringkat 99 se-dunia.
7). University of Adelaide / peringkat 7 se – australia / peringkat 176 se-dunia
8). University of Western Australia / peringkat 8 se – australia / peringkat 190 se-dunia.
9). Macquarie University / peringkat 9 se – australia / peringkat  251 – 275 se-dunia.
10). Queenslad University of Technology / peringkat 10 se – australia / peringkat 251 – 275 se-dunia.
Hampir semua universitas di Australia adalah universitas negeri. Itu berarti memperoleh subsidi dari pemerintah. Jumlah siswa saat masuk SD, sama jumlahnya saat masuk SMP, SLTA dan masuk Perguruan Tinggi, jadi grafiknya berbentuk silinder batang. Maksudnya jumlah pelajar saat masuk sekolah terus ke atas hampir tidak ada yang mengalami drop-out.
Sementara itu di negara kita populasi pelajar hingga mahasiswa masih berbentuk piramida. Populasi siswa SD selalu lebih banyak dari populasi siswaSMP dan SLTA. Yang menjadi mahasiswa hingga program Doktor jumlah menciut.
“Panjang waktu siang saat musim dingindan musim panas berbeda. Namun ini tidak mempengaruhi kondisi jam kerja dan jugajam sekolah. Dalam musim dingin siswa pulang sekolah pada malam hari, karena malam datang lebih cepat. Begitu pula dalam musim panas siswa pulang sekolah tetap siang, karena siang lebih lama”.
Hari Minggu umumnya secara total digunakan buat berlibur. Sebagian besar bisnisatau took tutup. Tetapi sebagian ada juga yang buka, namun setelah pukul 12.00 siang. Ya sama dengan di Indonesia terhadap hari Jumat waktu dulu bagi orang Islam- banyak toko  yang tutup, karena pemiliknya pergi sholat Jumat.
“Melbourne adalah ibu kota Negara Bagian Victoria dan kepala pemerintahannya adalah seorang Premiere. Otonomi daerah Australia hanya ada pada tingkat state- negara bagian atau propinsi. Sementara untuk negara  kita (Indonesia) ,otonomi daerah (otoda) berada pada tingkat kabupaten atau kota madya (Bupati atau Walikota). Maka Bupati dan Walikota bisa menjadi raja- raja kecil. Kalau raja- raja kecilnya yang terpilih adalah orang-orang yang punya wawasan dan berkualitas ya….maka jadi majulah otonomi daerah tersebut.
“Perbedaan yang aku jumpai antara negara Australia dengan negara kita ya…tentu saja sangat banyak. Maaf….kalau orang kitabanyak yang susah untuk mengatur diri dan juga susah buat diatur. Hal kecil lain yang aku perhatikan adalah tentang biaya transport yang cukup tinggi di sana.
3. Sistem Transportasi
Harga BBM (bensin) tiga kali lipat Indonesia. Asusransi dan registrasi mobil (pajak mobil) juga tinggi”.  Harga BBM di Australia berubah ubah setiap saat. Ya seperti berubahnya harga tiket pesawat ada harga komoditas lain-  kadang kadang naik dan kadang kadang turun. Masyarakat telah menganggap ini sebagai suatu yang alami. Sementara perubahan harga BBM di negeri kita sangat mengganggu ekonomi.
“Sedikit saja terjadi pada kenaikan BBM dan harga dasar listrik maka langsung  mempengaruhi harga- harga bahan lain dan malah juga bisa bikin heboh dalam pemberitaan televisi”.                
Aku ingin tahu tentang transport di Australia, aku sering bertanya tentang seperti apa transporatasi di negara ini (?). Beberapa info yang aku peroleh, yaitu sebagai berikut:
1). Sistem penggunaan jalan di Australia adalah sama dengan di Indonesia yaitu menggunakan lajur kiri, ini karena Australia adalah bekas koloni  Inggris sehingga juga menggunakan Sistem yang sama dengan Inggris.
2). Berkendaraan disini sangat nyaman karena  jalanannya lebar dan  bagus, aku  belum pernah melihat  ada jalan yang berlubang,  kecuali memang ada galian (dan juga diberi tanda warning).
3). Jalan raya  terlihat  bersih, bebas dari debu- karena jalan raya dibersihkan dengan cara divakum (sampahnya sedikit). Aku lihat bahwa pada tiap  perempatan atau jalanan yang rame selalu ada  tempat sampah yang bagus.
4). Kendaraan umum (seperti bus, kereta/ tram, ferry) juga sangat baik fasilitasnya. Kebersihannya cukup  terjaga. Perwatannya  baik sekali. Hampir tiap bus ada AC, dimana bisa untuk mendingin suhu dalam summer, dan sebagai  penghangat kalau datang musim winter.
5). Orang- orang Australia  punya karakter suka  tertib, kalau  naik bus mereka suka antri.
6). Di kota kota besar Australia (seperti Sydney, Malbourne, Canberra, dll) tranpor/ jalannya sangat lancer, meskipun ada macet, tapi macetnya cepat selesai, kecuali jika memang ada sesuatu yang besar terjadi.
7). Traffic light disini juga jarang padam, sehingga kemampuan teknis personil polisi untuk mengendalikan traffic secara live/manual jauh berkurang.
8). Berjalan kaki dan naik sepeda juga nyaman,karena  ada jalur khusus untuk sepeda dan pejalan kaki.
9). Peraturan bersepeda di sini mewajibkan pengendara menggunakan peralatan yang memadai, misal menggunakan helm, rem dan lampu.
10). Di Australia, sangat jarang orang mengendarai sepeda motor, kebanyakan menggunakan mobil, aku belum pernah menemukan motor bebek.
11). Mobil di  Melbourne  jarang ada yang ugal-ugalan, salah satu penyebabnya mungkin karena banyaknya speed camera yang dipasang di jalan- jalan, ya begitu terdeteksi overspeed, dalam beberapa hari ke depan akan datang tagihan denda kerumah.
12). Transportnya juga aman, kita bakal tidak bertemu dengan tukang copet di bus / kendaraan umum lainnya (namun tentu saja kita harus waspada).

Label Halal

Label Halal

1. Rumah Makan Halal
Sebagaimana yang aku lihat dan juga seperti yang aku baca dalam situs koran Republika (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam) bahwa banyak rumah makan dan toko daging yang sudah mendapatkan sertifikat halal dari otoritas penerbit halal Australia. Kehidupan di Australia yang multikultural dan bebas -layaknya di Eropa dan Amerika--mengharuskan umat Islam di negeri ini menyelaraskan diri dengan kehidupan setempat. Namun demikian, mereka tetap berpegang teguh pada ajaran-ajaran Islam. Mereka tidak ingin turut dalam kehidupan yang glamor, dunia malam, seks bebas, judi, minuman keras, obat-obatan terlarang, dan perbuatan negatif lainnya.
Dengan keanekaragaman budaya, agama, dan bahasa, umat Islam di Australia yang terus berkembang, harus membentengi akidah umat dengan cara-cara yang sesuai tuntunan Alquran dan hadis Nabi SAW. Salah satu yang sangat penting dan mendesak dilakukan umat Islam setempat adalah mengonsumsi makanan dan minuman halal. Karena jumlah pemeluk non-Muslim mencapai 98 persen, sangat sulit untuk mendapatkan makanan-makanan yang jelas-jelas halal. Untuk itulah, Australian Federation Islamic Council (AFIC) bersama-sama dengan organisasi Islam lainnya, mendirikan lembaga penerbit sertifikasi halal, baik untuk rumah makan (restaurant) maupun rumah pemotongan hewan (abatoir).
“Mohamed el-Mouelhy, ketua Halal Certification Authority Australia mengatakan bahwa Kalau tidak ada lembaga-lembaga penerbitan sertifikasi halal bagi rumah makan dan rumah pemotongan hewan, dikhawatirkan umat Islam akan mengonsumsi makanan yang haram.”
Di Australia, terdapat beberapa lembaga penerbit halal, di antaranya AFIC, Otoritas Sertifikat Halal Australia, Al-Iman Islamic Society, Australian Halal Food Service, Adelaide Mosque Islamic Society of South Australia, Islamic Coordinating Council of Victoria (ICCV), Perth Mosque Incorporated, Islamic Association of Katanning, dan Geraldton.
Beberapa lembaga penerbit sertifikasi halal ini telah diakui oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Indonesia, Malaysia, Singapura, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Termasuk, beberapa rumah pemotongan hewan, seperti ICCV, Adelaide Islamic Mosque Society, Supreme Islamic Council of Halal Meat in Australia, dan Perth Mosque Inc. Lembaga-lembaga inilah yang memberikan sertifikasi halal pada rumah-rumah makan di Australia.
Saat ini, cukup banyak rumah makan yang telah mendapatkan sertifikat halal dari otoritas sertifikat halal Australia itu. Secara keseluruhan, jumlahnya mencapai 265 buah rumah makan, toko daging, dan lainnya.
Di negara bagian Victoria, terdapat 87 buah rumah makan dan toko daging yang sudah mendapatkan sertifikat halal. Di Australia Selatan sebanyak dua buah, Australia Barat sebanyak 16 buah, Tasmania dua buah, New South Wales sebanyak 97 buah, Queensland sebanyak 52 buah, dan Northern Teritory (NT) sebanyak dua buah.
Dengan adanya sertifikasi halal itu, warga Muslim Australia tak merasa khawatir lagi untuk mencari rumah makan di seluruh wilayah Australia. ''Tentu saja, jumlah rumah makan dan toko daging yang sudah mendapatkan sertifikat halal ini belum sebanding, kalau dibandingkan dengan jumlah umat Islam dan luasnya wilayah Australia,'' kata Ahmed Imam, chief executive officer Islamic Cordinating Council of Victoria (ICCV).

2. Kebutuhan Makan Umat Islam
Aku dengar bahwa populasi agama Islam nomor dua terbesar setelah agama Katolik di Australia. Pemeluk Islam khususnya adalah keturunan Indonesia, Malaysia dan juga immigrant dari Timur Tengah, India, Pakistan dan juga Afganistan.  JUmlah mereka juga sudah diperhitungkan maka mereka juga berfikir untuk membentuk kebutuhan memperoleh makanan halal, disamping fasilitas pendidikan buat anak- anak mereka.
“Umat Islam berharap akan makanan halal, setiap tahun jumlahnya terus meningkat. Sehingga, dapat memudahkan umat Islam mengonsumsi makanan halal.” Kebanyakan rumah makan atau toko daging yang sudah mendapatkan sertifikat halal itu  adalah rumah makan milik orang-orang Indonesia, Turki, Libanon, Paksitan, Bangladesh, Sudan, Mesir, dan beberapa negara Timur Tengah lainnya.
Namun kita harus tetap berhati-hati dengan wilayah yang sangat luas, jumlah rumah makan yang sudah mendapatkan sertifikat halal itu sangat tidak sebanding dengan jumlah umat Islam. Di beberapa kota di Australia, seperti Sydney, Canberra, dan Melbourne, seorang Muslim tak bisa sembarangan mengkonsumsi makanan.
Dalam kunjungan kami ke berbagai restoran (diajak oleh Prof. Ismet Fanany) ternyata tidak mudah mencari rumah makan atau toko yang menjual jenis makanan dan minuman yang halal.  Salah satunya, gerai makanan cepat saji McDonald's. Kendati di beberapa kota sudah mendapatkan sertifikasi halal, ternyata di beberapa tempat tak sepenuhnya halal. Di seluruh wilayah Australia banyak McDonald's, namun hanya beberapa yang sudah mendapatkan sertifikasi halal dari otoritas halal Australia.
Kalau terpaksa harus membeli makanan atau kudapan dari toko atau swalayan yang tidak ada tulisan halalnya, kita harus teliti dalam memperhatikan kandungan barang yang terdapat pada kemasan makanan tersebut.
 ''Kira-kira di sana ada tulisan yang mengandung babi dan alkohol atau tidak. Kalau ada, tentu saja kita  tidak akan membelinya, dan kalau tidak ada, barulah kita  mau membelinya''
Kalau aka bandingkan tentang kemungkinan halal mana restoran Malaysia atau restoran Indonesia di kota Melbourne(?). Aku lebih suka dengan restoran Indonesia karena pemeluk Islamnya lebih banyak, dengan demikian restoran mereka lebih banyak halalnya. Namun saat kami memasuki restoran Malaysia, kami masih lagu tentang kehalalannya…apalagi kalau yang mengelola adalah warga mermata sipit- alias China yang kebanyakan sebagai non Muslim.


KEDATANGAN DI TANAH KANGGURU

Kedatangan Di Tanah Kangguru

1. Sambutan Hangat Prof. Ismet Fanany
            Ternyata style Pak Ismet Fanany memang seperti yang diceritakan oleh Bapak Shadiq Passadigu (Bupati Tanah Datar). Orangnya ramah, welcome dan sangat menolong. Sementara itu istrinya, Dr Rebbeca Fannany, orangnya tenang, anggun, mudah senyum dan berbicara seperlunya.
Pak Ismet langsung mengajak kami menuju mobilnya- seperti jeep atau land-cruiser. Inhendri Abbas tampak sangat mengagumi mobil Pak Ismet. Katanya bahwa diperkirakan harga mobilnya, keluaran pabrik mobil Nissan, hampir satu milliard Rupiah. Kami semua bergerak menuju mobil yang punya nomor polisi YBO-508, Victoria- the place tobe. Dari belakang aku lihat Pak Ismet menenteng tas kecil dan juga menghela koper. Pak Ismet terlihat sibuk dengan barang- barang itu, lebih sibuk dari pemilik barang/ bagasi itu sendiri.  Aku tahu kedua bagasi itu milik Desi. Aku segera mendekati Desi.
“Dessi…!!! Jangan biarkan Pak Professor membawa barangmu seperti itu. Pak Ismet itu Professor hebat disini”. Kataku separoh berbisik pada Dessi. Dan Dessi jadi sadar, ia bergegas mencegah Pak Ismet untuk membawa bagasinya.
“Maaf Pak…..tidak usah bawa bawa bagasi saya….biar saya yang membawanya…!!!” Kata Dessi dengan rasa bersalah. Dan ternyata Ibu Rebbecca ikut pula menjinjing bagasi kami.
“Ah itu tidak masalah Dessi. Professor di sini juga bisa menjadi sopir hingga menjadi tukang angkat” Kata Pak Ismet sambil berseloroh dan aku lihat Ibu Rebbeca ikut tersenyum mendengar selorohan Pak Ismet. Kami semua mengikuti langkah Pak Ismet dan Bu Rebbecca yang cukup cepat. Sambil melangkah, mereka bercerita cerita seputar way of life orang Melbourne dan pengalaman hidup mereka..
Akhirnya kami semua sudah duduk dalam mobil yang nyaman itu, dan mobil melaju di atas jalan raya yang lebar dan mulus. Aku tidak tahu dengan nama- nama daerah yang kami lalui maka mataku cukup liar membaca segala sesuatu yang terlintas di depan. Kota Melbourne adalah sebuah kota paling besar di Australia namun terasa sepi mungkin kami punya pembandingnya kota Jakarta. Jalan raya yang kami lalui memang sangat bagus pada hal itu bukan jalan toll- jalan bebas hambatan, namun juga sepi…mobil yang lewat juga jarang.
Kedua sisi sepanjang  jalan sering aku temui diberi pagar dengan tembok tinggi. Buat apa ya…! Aku berfikir dalam hati mengapa musti diberi pagar tinggi dan kemudian aku tahu bahwa itu salah satu usaha pemerintah Australia untuk menyelamatkan hewan Australia seperti kangguru atau koala agar tidak ada yang tersesat ke jalan raya dan ditabrak oleh mobil dengan kecepatan tinggi. Setelah berada lama di Australia, apakah Pak Ismet sudah lupa dengan tanah airnya (?).
“Bapak Ismet….sering datang ke Indonesia ?” Tanyaku pada Pak Ismet untuk memecah kebekuan dan mengajak teman- teman lain untuk mulai mengobrol.
“Sering juga….dalam tahun ini kami datang ke Indonesia sebanyak 3 kali. Saya ke Indonesia untuk urusan seminar, membuat kerja sama pendidikan dengan suatu sekolah atau MoU dengan suatu sekolah atau perguruan tinggi, ya MoU tentang pendidikan dan juga untuk melakukan suatu riset. Hitung- hitung juga untuk bisa pulang kampung”. Kata pak Ismet dengan bersemangat.
Sudah hampir tengah hari dan tentu saatnya untuk waktu makan siang. Maka rencana kami menuju sebuah mall atau restaurant. Sepanjang jalan aku mendengar tape recorder Pak Ismet melantunkan lagu-lagu Minang nostalgia. Jadi Pak Ismet pencinta lagu Minang ya dan bukan mencintai lagu Michael Jackson (?). Aku perhatikan bahwa koleksi kaset lagu Minang Pak Ismet sangat banyak. Buk Rebecca sendiri menyimpannya dalam sebuah box plastic yang cukup besar.
“Mengapa Pak Ismet tidak memutar lagu Australian Country atau lagu- lagu yang popular di dunia dalam bahasa Inggris ?” Tanyaku karena ada rasa ingin tahu.
“Ya untuk menyambut kedatangan bapak dan bu (anda semua) ke sini agar tidak terasa terlalu asing di Australia dan juga untuk mengingatkan saya pada kampung halaman saya. Juga untuk mengobat rasa rindu- homesickness”. Kata Pak Ismet menjelaskan.
“Saya malah kalau lagi berada di Padang, saya suka berkunjung ke toko kaset (toko musik) dan saya paling suka mencari lagu Minang untuk melengkapi koleksi lagu- lagu Minang saya. Lagu yang sedang saya putar ini mungkin sekarang sudah susah untuk dijumpai”. Kata Pak Ismet lagi.

2. Mengenal Australia Lebih Dekat
Pertamakali menginjak kaki di Bandara Sydney dan Melbourne  sudah dapat dirasakan tentang ragam budaya dan gaya hidup negara Australia. Beragam budaya dan gaya hidup Australia mencerminkan tradisi liberal demokratis dan nilai-nilai, kedekatan geografis untuk kawasan Asia-Pasifik dan pengaruh sosial dan budaya dari jutaan migran yang telah menetap di Australia sejak Perang Dunia II.  Ya….benar bahwa Australia adalah produk dari perpaduan unik dari tradisi mapan dan pengaruh baru. Penduduk asli negara itu, Aborigin dan Torres Strait Islander masyarakat, adalah penjaga dari salah satu tradisi tertua di dunia budaya melanjutkan. Mereka telah tinggal di Australia selama selama ribuan tahun dan sisanya orang Australia adalah migran atau keturunan migran yang tiba di Australia dari sekitar 200 negara sejak Inggris mendirikan pemukiman Eropa pertama di Sydney Cove pada tahun 1788.
Pada tahun 1945, penduduk Australia adalah sekitar 7 juta orang dan terutama Anglo-Celtic. Sejak itu, lebih dari 6,5 juta migran, termasuk 675 000 pengungsi, telah menetap di Australia, secara signifikan memperluas profil sosial dan budaya.  Saat ini Australia memiliki penduduk lebih dari 21 juta orang. Lebih dari 43 persen warga Australia lahir di luar negeri baik sendiri atau memiliki satu orangtua yang lahir di luar negeri. Penduduk asli Australia diperkirakan di 483 000, atau 2,3 ​​persen dari total.
Banyak orang yang datang ke Australia sejak tahun 1945 termotivasi oleh komitmen keluarga, atau keinginan untuk lepas dari kemiskinan, perang atau penganiayaan. Gelombang pertama para migran dan pengungsi kebanyakan berasal dari Eropa. gelombang berikutnya datang dari kawasan Asia-Pasifik, Timur Tengah dan Afrika.
            Berarti ini adalah hari pertama kami di Melbourne dan hal pertama yang aku ingin tahu dan tanya langsung adalah tentang  Australia dan Melbourne. Ya…..penduduk Australia dewasa ini ada sekitar 22 juta orang dan penduduk kota Melbourne ada 4 juta orang. Jadi benua Australia adalah ibarat sebuah pulau besar dengan penduduk yang cukup sepi atau sedikit. Seperlima penduduk Australia hanya ada di kota Melbourne.
            “Saya rasa bahwa total penduduk Australia….ya sebanyak penduduk Jabodetabek- atau daerah yang meliputi Jakarta Bogor Depok Tanggerang Bekasi” Timpal Pak Ismet.
            “Dan bahwa 40 % penduduk Australia tidak lahir di Australia. Mereka adalah pendatang/ immigrant dan lahir di negara asal mereka di Eropa dan juga di Asia”. Kata Pak Ismet melanjutkan.
            Dalam mobil itu hanya ibu Rebbeca sendiri yang keturunan kulit putih/ Amerika Serikat. Sementara itu kami semua dan juga suaminya (Pak Ismet) sangat asyik ngobrol dalam Bahasa Indonesia dan malah juga dalam bahasa Minang. Aku piker bahwa Ibu Rebbeca tidak tahu bahasa Minang.  
            “Ibu Rebecca mengerti bahasa Minang dan juga bahasa Indonesia…kemudian mengapa Ibu Rebecca mencintai bahasa Indonesia ?” Aku bertanya dengan rasa penasaran.
“Ya saya sangat mengerti dengan Bahasa Indonesia karena saya dosen Bahasa Indonesia. Saya juga mengerti Bahasa Minang tetapi saya tidak bisa mengucapkan bahasa Minang” Kata Bu Rebecca dalam aksen bahasa Indonesia dengan lidah Amerika. Jadi kedengarannya enak untuk didengar.
“Saya sekarang mengajar bahasa Indonesia di Universitas Deakin di kota ini / Melbourne. Pada mulanya saya tidak suka bahasa Indonesia dan saya juga tidak kenal dengan kota Jakarta. Saya dulu kuliah di Cornel University USA. Saya memperoleh beasiswa dari program departemen pertahanan Amerika Serikat dan ia membuka program Bahasa Asia dan saya direkomendasikan untuk belajar Bahasa Indonesia. Dan di situ saya berjumpa dengan Ismet Fanany”. Kata Rebbeca.
“ Kami sering bertemu dan juga bertukar pendapat hingga timbul rasa simpati dan saling menyukai. Selanjutnya kami berkenalan dan tentu ada proses selanjutnya. Kami memutuskan untuk menikah dan dalam perkawinan kami, saya mempunyai dua orang anak. Satu laki- laki dan satu perempuan”. Kata Rebbeca lagi.
“Anak saya yang besar suka tekhnik dan anak yang kecil suka musik. Ia juga sedang mengambil program Doktor. Jadi mereka punya minat yang berbeda”. Demikian Ibu Rebecca menjelaskan sejarah singkatnya.
“Pendidikan mereka tentu harus melebihi pendidikan orang tua mereka. Anak saya yang besar juga sudah menjadi dosen sekarang”. KataPak Ismet menyela pembicaraan kami. Pak Ismet dan Ibu Rebbecca menikah pada tahun  1979, berarti pernikahan mereka sudah cukup lama juga.
Mobil Pak Ismet tetap melaju dan kemudian kecepatannya berkurang hingga bergerak menuju tempat parkir pada sebuah plaza. Aku melihat pada areal parkir plaza, pada tiap tonggak terdapat nomor. Itu berguna untuk menandai pada nomor berapa mobil anda berlokasi. Sekali lagi bahwa Pak Ismet tahu bahwa kami semuanya pasti sudah merasa sangat kelaparan dan juga merasa sangat mengantuk, karena terbang ke Australia dari Jakarta berarti menyonsong waktu, malam terasa amat singkat hingga kami hampir tidak punya waktu buat tidur, Kami terus terang diserang rasa kantuk yang hebat.
Aku mengiyakan segala perkataan Pak Ismet. Pak Ismet membawa kami ke dalam sebuah outlet masakan oriental, tentu saja masakan kesukaan Pak Ismet dan ibu Rebecca. Plaza yang kami kunjungi terlihat megah. Aku percaya bahwa tentu saja Pak Ismet ingin memberi sebuah kejutan (big surprise) untuk makan siang di sana buat kami. Kami mengikuti lankah pak Ismet kemana saja ia pergi, ya ibarat anak kecil ikut dengan orang tuanya.  
Terus terang bahwa aku juga lapar dan aku memilih makanan yang kira-kira sesuai dengan seleraku. Aku antri di belakang warga kulit putih. Sementara itu aku mengintip jenis menu dari balik kaca lemari saji.
“Wah…aku merasa lapar bangeet. Aku membaca ada masakan yang bermerek Melayu. Itu …itu aku suka, bumbunya harum”.
“Ada Malay food, tapi di belakang piring saji itu ada hidangan lain yaitu steamed pork atau babi rebus pakai bumbu. Astaghfirullah….aku orang Islam, nggak boleh makan babi. Aku mulai merasa was- was dan mecurigai bahwa ada makanan yang tidak halal bercampur baur dengan makanan halal”. Aku mencubit pundak Inhendri Abbas dan selera makanku hilang sama sekali.
“Mau memesan apa Pak Inhendri ?” Aku bertanya Inhendri. Aku rasa Inhendri mencari makanan yang juga halal, namun ia harus menambah kosa-kata bahasa Inggrisnya. Kira- kira Inhendri tahu nggak dengan arti kata pork, ham, beacon, dll yang berarti babi (?).
“Aku suka masakan Melayu” Kata Inhendri Abbbas.
“Tapi anda harus lihat di depannya ada steamed pork ?” Kataku
“Apa itu steamed pork ?” Inhendri bertanya.
Steamed pork berarti babi rebus,…lihat tu….kadang kadang sendok steamed pork juga jatuh ke piring hidangan Melayu” Aku berbisik dan memberi komentar. Inhendri juga kehilangan selera makan dan kami memilih hidangan yang paling berseberangan arah dengan makanan yang haram. Aku memilih sayur- sayuran namun aku tetap tidak berselera untuk menyantap hidangan karena saraf seleraku pada otak sudah terganggu oleh konsep makanan tidak halal.
“Aku memilih nasi dan sayur yang lokasinya terletak jauh dari daging babi. Entah bagaimana aku dan dua teman lagi tidak bisa menghabiskan makanan. Sementara itu Pak Ismet dan Ibu Rebecca tenang- tenang saja, mereka mampu makan dengan lahap meskipun mereka dikelilingi oleh makanan beraroma tidak halal”.     

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...