Selasa, 12 Februari 2013

Berkunjung ke Universitas Deakin

Deakin University

1. Kampus Deakin University
Kali ini kami tidak punya janji dengan Pak Ismet. Pagi ini dia pergi ke dokter gigi, namun kami akan bertemu di kampus Deakin, dimana Pak Ismet bekerja sebagai Dekan pada Fakultas sastra dan Bahasa, sementara Ibu Rebecca sebagai ketua jurusan pada jurusan Bahasa Indonesia dan sekaligus sebagai Ahli Bahasa Indonesia di sini.
Kami melintas dari depan apartement Punthill, apartemen kami yang baru juga bernama punthill dan juga terletak di perempatan jalan. Kami kemudian menyusuri jalan dan palang nama kampus Deakin terlihat dengan jelas dari kejauhan. Kadang- kadang kami berfoto- foto di jalanan untuk membuat foto memori.
Jam 11.00 pagi  kami sudah berada di komplek universitas Deakin dan kami menemukan kantor ibu Dr Rebecca pada sebuah blok di nomor D.3.07. Ibu Rebecca belum sampai di kantornya dan kami diminta oleh seorang dosen yg sedang bekerja di kantor sebelah untuk  menunggu sebentar pada sebuah ruang pustaka kecil. Memang benar bahwa ibu beki datang dan kami diajak untuk melihat- lihat ruangnya.
Deakin Universitas adalah suatu Universitas Publik Australian dengan hampir 40,000 jumlah mahasiswanya  dalam  2010. Universitas ini  menerima lebih dari 600 juta AusD untuk biaya operasional pendidikan dan harga asset  1.3 milyar USD. Universitas ini  menerima lebih dari  35 USD untuk dana  riset dalam tahun  2009 dan mempunyai 835 mahasiswa riset.  Universitas ini  mempunyai kampus di  kota  Geelong, Melbourne, dan Warrnambool, Victoria. Universitas diberi nama  menurut pemimpin Pergerakan Federasi Australian dan Perdana Menteri Australia yang kedua yaitu Deakin Alfred.
2. Jurusan Bahasa Indonesia di Deakin Universitas
            Saat kami di pandu oleh ibu Rebbeca keliling komplek kampus Universitas Deakin, kami juga diajak masuk ke sebuah kelas mirip studio- ya sebuah kelas laboratorium. Kelasnya bisa menampung sekitar lebih dari seratus mahasiswa, dilengkapi oleh media audio visual. Percsakapan mahasiswa dan dosen bisa di rekam.
            Ibu Rebbeca cukup mahir dalam mengoperasikannya dan kami mendengar model percakapan dalam bahasa Indonesia melalui suara penutur Australia. Saat itu ibu Rebbeca juga dibantu oleh dua orang Australia keturunan India dalam mengoperasikan fasilitas audio visual yang lain.
            Kami rasa bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di Universitas Deakin sudah sangat maju. Malah untuk membuat kualitas penguasaan bahasa Indonesia maka Universitas Deakin membuat kegiatan bersama dengan universitas di Indonesia, termasuk dengan UNP (universitas alumni bagiku). Aku pernah mengintip dan mendengar bagaimana bule- bule belajar Bahasa Indonesia di UNP- Universitas Negeri Padang (http://www.ganto.web.id). 
Di Ruang Sidang Jurusan Bahasa Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang (UNP), sembilan orang mahasiswa Universitas Deakin Australia tengah belajar bersama seorang dosen. Saat seorang lelaki berperawakan tinggi dan berkulit putih masuk ke dalam kelas, seorang mahasiswa berkulit putih lainnya tengah berdiri di depan kelas dengan memegang sebuah spidol. Dia berusaha menggambar pancuran dan kotak kecil yang ditulisi Soap. Lalu, Ia bertanya pada rekan-rekannya, “Sedang apa?” Setelah hening sebentar, satu diantara mereka menjawab, “Mandi,”. Ketika gambar yang dibuat mampu ditebak oleh temannya, Ia kembali ke tempat duduk. Seseorang yang lain maju ke depan kelas dan melakukan hal yang sama.
Meskipun berasal dari negara yang berbahasa Inggris, namun tidak terdengar sekalipun kata-kata dalam bahasa asing. Mereka murni berbahasa Indonesia. Selama empat hari dalam seminggu mereka belajar Intensif Bahasa Indonesia bersama dosen-dosen dari Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Mereka adalah Michael Filius; Breanna Funston; Erin Mc’ Lean; Eloise Clarke; Clover Hart; Stephanie Cowdy; Jessica Capkin; Aimee Mc’ Leahlian dan Alexandra Everard. Mahasiswa yang berjumlah sembilan orang ini berlatar belakang studi yang beragam, ada yang berasal dari jurusan kesehatan (Health science), ekonomi (finance) dan lain sebaginya.
Di Australia, mereka berasal dari latar belakang jurusan yang berbeda. Ada yang dari jurusan Kesehatan, Ekonomi, dan sebagainya. Namun, di UNP mereka dipertemukan dalam sebuah kelas mata kuliah Umum Bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh peraturan kampus setempat yang memberi pilihan kepada mahasiswa untuk belajar di Negara asli pemilik bahasa tersebut atau menambah waktu belajar satu tahun lagi untuk  belajar bahasa indonesia yang diajar oleh dosen di sana. “Akhirnya, mereka memilih untuk belajar di sini”.
Tidak hanya belajar Bahasa Indonesia, para bule dari Tanah Kangguru itu juga mempunyai tiga kegiatan lainnya, yaitu; kegiatan budaya sehari-hari di mana mereka harus belajar bagaimana cara membuat janur, menari tarian tradisional dan mengenal batik Indonesia. Selanjutnya, kegiatan studi lapangan dengan mengunjungi tempat-tempat tertentu, seperti; Padang Ekspres, Dinas Pariwisata, Puskesmas dan Home Industri. Setelah berkunjung ke tempat tersebut, mereka juga diharuskan membuat laporan sepanjang 1000 kata dalam bahasa Indonesia.  “Hal ini berlaku untuk semua tempat yang kami kunjungi,” ujar Stephani.
Program ini bernama Kursus Intesif Bahasa Indonesia bagi Mahasiswa Deakin University, sedangkan di Australia sendiri program ini disebut In Country Study Program. Program  ini telah terlaksana selama beberapa tahun belakangan. Tiap tahun, selalu ada mahasiswa dari Deakin University yang belajar bahasa indonesia di UNP. “Dua bulan rasanya mungkin belum cukup untuk mempelajari bahasa Indonesia dan juga budayanya tapi kami harus segera kembali ke australia untuk melanjutkan study,”
Acara perpisahan yang bertemakan malam kesenian tersebut menyajikan atraksi seni dari kesembilan bule itu dengan menampilkan berbagai macam budaya indonesia khusus sumatera barat yang telah dipelajarinya selama kuliah di UNP, seperti tari persambahan minangkabau, berpidato dalam bahasa indonesia, menayangkan video yang berisikan semua kegiatan mereka. Kemudian acara ditutup oleh Rektor  UNP.

3. Akomodasi Buat Mahasiswa Asing
            Saat kami diajak oleh ibu Beki mengelilingi ruangan kampus Deakin, aku menjumpai satu ruangan- kantor- yang mengurus masalah pemondokan atau akomodasi bagi mahasiswa asing.  Aku juga jadi berfikir tentang  seperti apa tempat tinggal/akomodasi di australia? Berikut ada beberapa catatan untuk menjawab hal ini (http://achmad.glclearningcenter.com):
1). Umumnya orang2 pada tinggal di flat/apartment,  karena penduduk  Melbourne sudah padat,  meskipun tidak padat seperti  Jakarta, Dhaka, Kolkata, atau Delhi.
2). Jarang sekali orang yang tinggal di rumah, yang tinggal di rumah biasanya para orang tua yang  sudah lama tinggal di Melbourne.
3). Sistem lantai berbeda dengan indonesia jadi perlu adaptasi, di Australia  jika ada rumah dengan 2 lantai, maka lantai bawah yang sejajar tanah disebut ground floor, dan lantai di atasnya disebut first floor atau level1.Di Indonesia yang bawah disebut lantai 1, yang atas disebut lantai 2.
4). Akomodasi adalah hal yang krusial bagi student, kalau akomodasinya tidak mendukung bagaimana bisa belajar?
5). Pihak kampus juga menyediakan layanan akomodasi bagi student-nya.
6). Secara umum akomodasi untuk single lebih banyak tersedia jika dibandingkan akomodasi untuk family.
7). biaya sewa di oz adalah per week, dan pembayarannya adalah setiap 2 minggu (disebut juga fortnightly).
8). untuk single, biayanya sekitar 180-250AUD perweek.
Ada juga pemondokan yang murah di Australia, namanya “lodge”. Aku tahu dengan istilah ini dari teman satu taxi dengan kami dari Batusangkar menuju Padang (minggu lalu0. Ia mengatakan bahwa ia mengikuti program guru magang (shadowing teacher) di Perth- Australia Barat- ia tinggal pada lodge.
Menurut pengertianku bahwa lodge adalah semacam rumah kost yang harga sewanya lebih murah. Karena sewanya murah maka fasilitas kebutuhan juga terbatas, tidak seperti tinggal di apartemen. Tinggal di lodge ya ibarat tinggal di rumah sederhana, bisa masak sendiri dan hidup lebih bisa berhemat.  

Immigran di Australia

Immigran di Australia

            Sewaktu bincang- bincang dengan Pak Ismet Fanany aku betul- betul merasakan betapa Australia merupakan negara yang luas dan jumlah penduduk relative sedikit. Jumlah penduduk Australia secara keseluruhan mungkin sebanyak penduduk Jabodetabek atau “Jakarta Bogor Depok Tanggerang dan Bekasi). Dengan demikian ia masih membutuhkan pendatang atau immigrant. John Duke (seorang volunteer pada Kantor Dinas Pendidikan Sumatra Barat) membenarkan statemenku ini.
            Para immigrant di Australia pada umumnya sejahtera dan hidupnya beruntung, sebagai mana halnyaNasrin Zaher, guru Bahasa Indonesia dan sekaligus guru berprestasi Australia dari Norwood Secondary College- Melbourne. Aku juga mencari info tentang cerita immigrant yang lain.
Ketika aku berada di Bandara Melbourne- saat mau transfer ke Sydney- aku sempat berbincang- bincang dengan seorang Bapak asal (immigrant) Vietnam. Ia berbagi cerita mengenai pengalamannya sebagai pengungsi dan perubahan sikap Australia mengenai pengungsi dalam beberapa tahun terakhir. Ia menuturkan pengalamannya sebagai pengungsi dan perubahan sikap masyarakat Australia mengenai pengungsi.
Ia mengatakan bahwa salah satu topik yang banyak diperdebatkan di Australia adalah topik mengenai pengungsi. Di satu pihak, ada yang khawatir bahwa negara ini menerima terlalu banyak pengungsi. Di pihak lainnya, ada yang mengatakan penerimaan lebih dari 13 ribu pengungsi oleh Australia setiap tahunnya adalah sebuah kewajiban internasional yang penting dan menguntungkan bagi Australia sendiri.
“Saya kira kita tidak perlu lagi membuktikan, karena sejarah kita sendiri menerima pengungsi sejak Perang Dunia II adalah buktinya. Kalau kita melihat masyarakat kita (Australia) sekarang, keanekaragaman, kekayaan, dan keterbukaan masyarakat kita memberikan harapan besar bagi pengungsi’.
Pria Vietnam itu sendiri  adalah seorang pengungsi. Keluarganya tiba di Australia sebagai bagian dari gelombang pertama “orang perahu”  sebelum tahun 1980-an. Hang baru berusia awal Remaja  ketika dia dan keluarganya melarikan diri dari Vietnam, yang saat itu dilanda perang, dengan menggunakan perahu nelayan ke Malaysia. Walaupun dia tidak ingat banyak mengenai perjalanannya dengan perahu tersebut, dia masih ingat melihat kebahagiaan orang-orang dewasa di perahu itu ketika mereka melihat daratan atau ketika mendapatkan pertolongan dari badan PBB untuk pengungsi, UNHCR, dan Palang Merah di sebuah kamp pengungsi di Malaysia.

SMA di Australia

Norwood Secondary College

            Kami sudah terbiasa dengan suasana apartemen punthill knoxcity. Kami bisa tidur nyenyak, nonton TV, masak bareng atau pergi ngobrol dengan Barry dan Judy May- pemilik apartemen. Kemaren kami harus merapikan dapur kembali sebagaimana tempat itu bersih pada awal masuk. Setelah itu kami turun ke lantai dasar, sekalian membawa semua barang- barang buat pindah ke apartemen lain. Dan belum sempat kami duduk pada parlour, Judy sudah menyodorkan sehelai kertas berisi tagihan.
“Pay 3 dollar for your internet !!!”  
“Of course Judy….no worried, malah kami mau nambah quota internet namun internet anda tidak jalan”. Kami melunasi semua masalah keuangan apartemen. Beberapa menit kemudian Pak Ismet datang dan kami kembali menyusun barang- barang ke dalam jeep.
Pagi ini kami mengunjungi sebuah secondary school. Di sekolah tersebut ada guru Bahasa Indonesia yang terbaik di Australia. Namanya Nasrin Zaher. Salah seorang guru di sana telah memberi respon dan minta maaf, sebab bila kami sampai di sana akan dijumpai suasana sekolah yang berantakan. Ya karena sedang beres- beres untuk memasuki liburan Natal. Orang disana menyambul liburan Natal secara besar- besaran ibarat kita di Indonesia menyambut hari Lebaran.
“Bulan Desember adalah bulan yang sibuk. Nanti kalau kita sampai di sana tidak boleh mengambil foto, kecuali minta izin. Mengambil foto siswa juga tidak boleh harus minta izin pada orang tua mereka. Ini berguna bagi mereka untuk mengantisipasi kejahatan internet- kejahatan Face Book. Paling kurang ada izin dari pihak sekolah”. Kata Pak Ismet memberi warning pada kami.
Mendekati lokasi sekolah kami mengontak pihak guru lagi ya..untuk memberi kabar bahwa kami sudah berada di sana. Kami menunggu untuk dipekenankan buat masuk ke komplek sekolah. Ya…akhirnya kami diperkenankan untuk masuk dan disambut oleh staff Norwood Secondary College.
Kami berlima akan melihat-lihat dan juga melakukan Tanya jawab tentang pembelajaran pada sekolah ini. Sekolah merupakan sebuah dunia- yaitu dunia besar yang terlihat dalam sebuah miniature.
“Dimana-mana di dunia ini semua anak, semua siswa sama saja. Mereka senang berteriak- teriak, senang mencoret coret. Bagi orang dewasa yang tidak mengerti perkembangan anak akan buru- buru berkomentar bahwa anak tersebut anak nakal. Namun kondisi positif siswamusti dikondisikan dan dibangun melaluisekolah. Karakter tersebut adalah seperti karakter cinta kebersihan, tidak membuang sampah sembarang, saling menghormati, peduli pada sesama. Ya sekali lagi bahwakarakter yang demikian memang dibina melalui sekolah”.
“Guru musti menjadi model terlebih dahulu, berbahasa yang santun pada siswa, juga peduli dengan prilaku hidup bersih dan tidak merokok di areal sekolah”.    
 Komplek sekolah ini dari depan terlihat kecil dan sempit,namun setelah kami menelusuri ke dalam maka …di belakang terlihat bangunannya memanjang dan juga luas. Semua ruangan kelas dikelilingi kaca. Itu karena Australia cuaca dan suhu sering ekstrim jadi dengan demikian suhu bisa diatur.
Ruang kelas di Indonesia tidak perlu demikian, tidak perlu ditiru karena bisa bikin lebih panas. Namun yang perlu diadopsi mungkin tentang pola pelayanan dan pengelolaan sekolahnya.  Aku pergi ke dalam toilet ya..sangat bersih. Hal- hal kecil yang belum menjadi perhatian kita di Sumatra adalah mengenai mkebersihan toilet.
Meskipun toilet itu tempat pembuangan sampah biologi kita namun ia tidak semestinya dibiarkan jelek, diabaikan dan tidak mendapat prioritas utama. Toilet harus bersih, terang dan juga perlu diberi aroma harum.
“Seharusnya pengelola sekolah mewujudkan sebuah sekolah bisa bersih dan menjadi tempat yang menyenangkan agar para siswa juga memikirkan untuk memiliki tempat yang bersih- rumah dan kamar yang bersih”.
Untung selama berada di Melbourne belum ada turun hujan, sehingga perjalanan kami kemana-mana terasa lebih nyaman. Kami juga bisa bertemu dengan Nasrin Zaher yang terpilih sebagai teacher of the year untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kami juga pergi ke ruang kerjanya dan benar bahwa ia adalah guru Bahasa Indonesiasebab aku menemukan ada dua buah kamur Indonesia- English. Aku sempat mewawancarai Nasrin Zaher:
“Nama saya Nasrin Zaher, saya guru dari Melbourne Australia. Asli saya dari Afganistan. Saya lahir di Afganistan dan sudah 19 tahun tinggal di Australia. Saya suka Bahasa Indonesia, orang Indonesia dan makanan Indonesia. Saya beruntung dalam bulan Januari sampai Februari bisa pergi ke Jakarta dan juga ke Bali”.
“Cara saya belajar bahasa Indonesia adalah saya selalu berbicara bersama teman dari Indonesia dalam bahasa Indonesia. Saya juga mempelajari budaya dari Indonesia”. Demikian sambung Nasrine.   
Nasrine tentu saja sudah jadi warga Australia dan kini umurnya 31 tahun. Ia memiliki pribadi yang mempesona. Ia banyak senyum- ramah, tutur bahasanya sopan dan lembut, ia mampu memberikan pelayanan informasi padakami. Aku yakin bahwa siswanya menyukai pribadinya sehingga juga suka belajar bersamanya.
Kadang- kadang aku memisahkan diri dari dari kelompok agar aku bisa mengambil foto- foto tentang Norwood Secondary College. Aku mengambil foto-foto ruangan kelas, ruang labor, gambar- gambar pada dinding. Penempelan gambar atau karya siswa pada dinding merupakan bentuk apprersiasi sekolah atas karya siswa.
Secara umum kami tertarik dengan manajemen sekolah ini. Dalam struktur manajemen sekolah, di sini ada kepala sekolah, wakil dan ada coordinator serta juga walikelas. Namun posisi gurunya tidak boleh jabatan rangkap atau overlap. Sekolah ini berlokasi di Byron street, Ringwood Victoria, 313. Ia memiliki kampus sendiri untuk jenjang pendidikan kelas 7 hingga kelas 12. Jumlah siswa 1050 orang.
Secara umum sekolah ini sangat mengesankan. Penataan kelasnya menarik dan variatif. Bentuk kursi dalam kelas tidak selalu persegi empat pada permukaanya, bisa melengkung. Meja dan kursi tidak harus dari kayu- bisa dari logam atau plastik. Pada dinding kelas ada hiasan/ lukisan yang ditata dan juga memajang karya siswa. Juga ada foto- foto siswa yang meraih prestasi pada bidang akademik dan juga non akademik. Ini bisa memberi efek motivasi pada siswa untuk selalu maju.

Hampir di Tabrak Mobil

HaMPIR DITABRAK MOBIL

            Sore tadi aku mempelajari suasana apartement punthill di Knox city ini. Kami telah tinggal di sini hampir satu minggu dan sudah merasa seperti rumah  sendiri. Aku dan juga teman-teman sudah bisa tertidur nyenyak dan menikmati kenyamanan apartemen.
            Apartemen ini terdiri atas 4 lantai dan kamar kami ada pada nomor 217. Dalam ruangan apartemen seperti yang pernah aku ceritakan terdapat 2 kamar. Kami berbagi kamar, satu untuk Desi- kamar perempuan- dan satu laki buat kamar laki-laki. Sekali lagi bahwa kami merasa nyaman karena sekarang  bisa punya privacy. Namun kami selalu menjaga sopan santun satu sama lain. Ya kesopanan dalam berbahasa dan juga kesopanan dalam berpakaian. Ini berguna untuk menjaga agar tidak ada fitnah terhadap kami bertiga selama dalam perjalanan dan juga menjaga diri sebagai orang Islam.
            Saat Desi memasak di dapur-  kami kami yang laki- laki berada agak jauh dan melakukan aktifitas lain. Ternyata Desi jago masak dan masakannya lebih lezat dari restaurant Melbourne. Mungkin karena masakannya halal sehingga kami bisa makan dengan rasa aman hingga kenyang. Sementara kalau makan di restoran, hati akan berkata “makanannya halal atau haram ?”. Disamping itu memasak makanan sendiri ternyata juga bisa menghemat keuangan kami- dan strategi bertahan hidup di kota yang mahal.
            “Meskipun di mall atau di restoran tersedia aneka cita rasa makan dunia, seperti di restorant think Asia, namun aku kehilangan selera buat menyantap makanan. Kata Pak Ismet bahwa kita harus menguasai fikiran saat makan agar kita bisa makan di restoran internasional- karena disana juga ada yang halal. dan kata Ibu Rebecca bahwa kalau kita ingin maju maka coba memakan hidangan yang baru dan yang berbeda. Termasuk mengkonsumsi makanan selain makanan Indonesia”.
            Wah aku tidak bisa demikian, bukannya aku tidak bisa menyantap makanan tersebut. Namun sebagai orang Islam yang telah mempelajari dan memahami ajaran Al Quran, makan makan halal adalah sangat harus. Aku tidak percaya diri makan disamping hidangan haram. Apalagi di restoran dalam kota Melbourne bertaburan kue-kue haram yang ada kata-kata “pork, pig, ham, bacon dan itu berarti mengandung babi”.
            Bagaimana seleraku tidak hilang- saat berada di restoran kota Melbourne- begitu melihat satu piring makanan halal bersanding di sebelahnya ada satu porsi steamed pork ata satu porsi bacon. Bacon dan pork sangat diharamkan oleh agama Islam. Kita hidup dengan syariat Islam. Makan di restoran yang aku khawatir tentang kehalalannya, aku cenderung hanya memesan juice atau sebotol coca cola saja.
            “Pak Inhendri …..uncle Joe lebih menyukai masakan yang di rumah, maksudnya yang di apartemen. Meskipun dendeng yang dibawa dari Batusangkar ketika dikunyah terasa keras…sekeras batu, namun terasa lebih enak di lidah dan nyaman di hati”
            “Iya..uncle Joe, karena bahan makanan kita adalah halal dan dendeng yang dibawa dari kampung jadi keras karena kelamaan  dalam kulkas”. Kata Desi. Sore ini kami memasak mie pake telor dan juga goring teri yang kami beli dari knoxcity mall kemaren sore.
            Usai makan malam, aku lebih dulu bangkit dari kursi. Aku mengemas piring- piring dan gelas kotor. Aku mencuci semuanya pada was basin di dapur. Kemudian aku rapikan permukaan tempat memasak dan juga kompor setelah suhunya dingin. Aku bersihkan semua sebagaimana tempat tersebut bersih saat pertama kali kami datang.
            Kebiasaan membantu ikut merapikan dapur tentu saja membuat Desi bisa berbahagia. Di rumahku di Batusangkar aku juga melakukan hal-hal demikian, sekaligus untuk memberi model atau suri teladan buat anak-anak ku bahwa seorang pria/ seorang ayah jugaharus cekatan, bisa memasak dan merapikan dapur. Dia harus bisa mengurus diri dan juga mengurus keluarganya.
            Kami punya rencana untuk pindah apartemen besok. Lokasinya dekat ke universitas Deakin dan agar kami gampang pergi ke kampus. Kami harus punya persediaan, apalagi di apartemen baru nanti kami tidak tahu kalau- kalau ada mini market atau mall tempat untuk membeli kebutuhan harian.
            Kami bertiga segera turun menuju ground floor. Rencananya kami ingin membeli beras harus- beras Thailand, aku berharap agar beras Solok dari Sumatera Barat juga bisa dijual di Australia, aku rasa beras ini lebih gurih dari beras Thailand.
            Apartement kami persis berlokasi di persimpangan jalan- avenue atau jalan lebar. Jalan raya makin malam makin terasa agak ramai. Aku menyeberang pada garis penyeberangan saat mobil-mobil berhenti. Kami memilih suasana aman untuk menyeberang walau lampu merah masih menyala bagi kami- para penyeberang. Kami menyeberang sambil berlarian melintasi empat ruas jalan.
            “Ayo..rari Desi….lari Pak Inhendri…..!!!” Seruku.
            “Teeeet…….teeeeeeet”. Kami tidak melihat bahwa ada dua mobil berlari kenjang dan berhenti mendadak disamping kami. Klaksonnya memecah suasana malam.
            “Astahgfirullah…jangan jangan kita tertabrak dan mati di negeri orang….”Kataku merasa cemas. Kami akhirnya mencapai pinggir jalan dengan detak jantung yang kencang. Kami berusaha untuk menenangkan diri dan belajar dari kesalahan.
            “Bukan itu masalahnya….kita yang tidak mempelajari tata cara menyeberang melintasi jalan luas di Melbourne ini. Kita harus tahu cara menyeberang yang baik”. Kata Inhendri Abbas.
            Ya…kami melangkah terus dengan nafas terengah-engah dan sangat takut melintasi trotoar menuju mall knoxcity. Kami tidak bisa membayangkan kalau kami bertiga tertabrak dan andai sopir mobil sedang mabuk. Tentu kami akan menjadi berita di media massa di kampung kami.
            Kami terus memacu langkah mendekati gerbang masuk mall. Di jalan dekat gerbang pada jalan terlihat garis batas dengan cat merah dan tertulis ‘’no smoking beyond this point’ atau dilarang merokok dalam wilayah garis ini.
“Dan wowww..ternyata sudah jam 9.00 malam- masih terlihat senja di musim panas- namun mall sudah tutup. Pintu mall tidak bisa dibuka lagi, berarti tidak terima pengunjung.”
Kami putar haluan menuju pulang. Saat berjalan di trotoar aku melihat mobil- mobil publik menyalakan lampu tanda tidak menerima penumpang lagi dan aku membaca tulisan pada dindingnya “no in service”, maksudnya bahwa bobil tidak melayani trayek lagi, sopir juga butuh istirahat maka ia harus pulang ke rumah.
Kami sampai lagi di perempatan dan bersiap-siap untuk menyeberang namun kami kurang percaya diri untuk menyeberang. Khawatir kalau kami kena serempetan klakson mobil lagi. Untuk jalur kecil kami merasa aman dalam menyeberang. Sekarang kami bertiga sudah berdiri pada tonggak rambu-rambu traffic light. Kami harus mematuhi peraturan lalu lintas sebanyak 100 %. Kami menunggu lampu hijau buat menyeberang.
Mobil- mobil melaju cepat bila lampu hijau menyala buat mereka. Ya ibarat perlombaan mobil saja, start dan langsung ngebut. Wah lampu hijau buat kita kok tidak muncul- muncul. Kami melihat ada petunjuk cara menyeberang pada tiang traffic light. Ada gambar gambar orang dengan cat merah dan cat biru, kemudian diikuti dengan pesan/ peringatan:
Walk in care- berjalan dengan hati hati, bila lampu merah menyala jangan menyeberang. Bila lampu hijau menyala maka cross with care. Bila lampu merah berkedip- kedip maka menyeberang berakhir, jangan menyeberang lagi !”     
“Ya coba sekali lagi, lampu hijau mengapa belum menyala. Mobil mobil sudah berkali berkali berhenti dan berangkat”
“Astaga….ini ada tombol request-nya untuk menyeberang..!”. Kami pun memencel tombol tersebut dan tidak beberapa lama setelah itu memang menyala lampu hijau. Kami sekarang menyeberang dengan rasa aman dan percaya diri.
Sampai di seberang kami terus menuju apartement. Kami semua terlihat begitu ceria- ceria seperti anak anak Sekolah Dasar yang menang dalam ujian. Kami terkekeh- kekeh hingga di gerbang apartement.
“Wah sebuah pengalaman yang sangat manis dari Australia”.

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...