Rabu, 14 Juni 2017

Merncari Penerbit buat menerbitkan naskah buku yang berjudul "MAKING EXPERIENCE- Membuat Pengalaman Yang Bervariasi Untuk Memudahkan Masa Depan"



Naskah Buku: MAKING EXPERIENCES
            Umumnya orang tahu bahwa untuk meraih masa depan perlu perjuangan, salah satunya melalui pendidikan. Maka pendidikan berkualitas telah menjadi incaran masyarakat. Para siswa dan orangtua mencari-cari sekolah dan perguruan tinggi yang berkualitas.  
Dukungan para orangtua  untuk membuat putra-putri mereka menjadi cerdas (smart) bisa diacungkan jempol. Mereka mencarikan guru-guru privat atau lembaga bimbel-buat belajar tambahan- agar putra-putri mereka sukses di sekolah dan bisa melanjutkan studi ke perguruan tinggi yang bergengsi, dengan anggapan setelah itu putra-putri mereka bisa sukses di masa depan. Sayangnya orangtua hanya sebatas memotivasi anak untuk cerdas secara akademik, dan kurang menyentuh pengembangan soft-skill mereka, seperti berbagai keterampilan sosial. Hingga putra-putri mereka tidak bisa berbuat banyak hanya dengan pendidikan sekedar cerdas pada kertas, tanpa adanya keterampilan pendukung lainnya.
Begitu juga dengan para siswa dan mahasiswa, umumnya proses pembelajaran mereka hanya  terfokus pada peningkatkan kemampuan akademik. Adalah fenomena sosial bahwa banyak dari mereka yang telah menjadi cerdas- kaya dengan informasi, mampu  mengikuti proses perkuliahan di perguruan tinggi. Namun begitu menjadi sarjana, ilmu pengetahuan yang telah mereka raih ternyata belum mampu membuat mereka kuat. Teori-teori dan pengetahuan yang dipelajari selama ini belum mampu digunakan untuk mewujudkan aktualisasi diri mereka.
Akibatnya sebagian besar dari mereka jadi ikut antri ke dalam daftar para  job-seeker, menjadi pengangguran dari kalangan terdidik. Kesalahan-kesalahan tersebut bisa jadi berpangkal dari mind-set (pola berpikir) yang mereka miliki. Yaitu mereka pergi kuliah hanya untuk mendapatkan pekerjaan. Terhadap mereka dapat dipertanyakan apakah proses pendidikan yang mereka lalui- selama di perguruan tinggi dan sebagaimana pendapat Rhenald Kasali (Guru Besar UI)- membuat mereka menjadi orang yang cerdas namun bermental sopir atau bermental penumpang (?).
Bercermin pada eksistensi negara maju, diketahui  bahwa terbentuknya kualitas seorang anak sangat ditentukan oleh kualitas keluarga, yaitu keberadaan parenting itu sendiri. Diyakini bahwa parenting yang berkualitas akan menghasilkan generasi muda yang bernas dan sukses. Hal tersebut terbentuk dari kesungguhan orangtua dalam menjalankan manajemen keluarga. Di sana- para orangtua- membuat house rule, dan selalu menumbuhkan budaya literasi atau budaya membaca. Karena budaya membaca punya potensi untuk melejitkan kualitas diri seseorang.
Dahulu populasi orang yang pergi kuliah ke perguruan tinggi masih sedikit. Maka dari semua mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi, mereka mampu memperoleh pekerjaan dan malah juga ada yang menciptakan lapangan pekerjaan. Karena kesadaran akan arti dari pendidikan, maka populasi mahasiswa bertambah dari tahun ke tahun. Dan dikatakan bahwa dari 100 % para lulusan perguruan tinggi, maka 80 % dari mereka akan mampu memperoleh pekerjaan, sementara yang 20 % akan menjadi job-seeker atau pengangguran.
Kesadaran orang untuk menuntut ilmu pengetahuan setinggi selalu bertambah setiap tahun. Setelah itu dikatakan bahwa dari 100 % populasi sarjana  yang baru lulusan dari  perguruan tinggi, 20 % mampu meperoleh pekerjaan dan yang 80 % akan menjadi penggangguran- jadi kondisinya sudah terbalik.
Fenomena selanjutnya bahwa dari 100 % dari mereka yang lulus dari perguruan tinggi maka total yang mengganggur semakin membengkak. Kecerdasan akademik,dengan  indek prestasi yang tinggi, hingga predikat cum-laude sekalipun, belum tentu bisa menjamin seseorang untuk memperoleh pekerjaan yang mereka impikan, apalagi untuk menciptakan lahan pekerjaan. Kecuali bagi mereka yang memiliki soft-skill- yaitu pengalaman yang luas dan bervariasi.
            Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang mengupas seputar masalah pendidikan, semangat dan motivasi menuntut ilmu, juga sekilas tentang parenting. Betapa penting orang tua menerapkan peraturan rumah dalam bentuk karakter anak-anak mereka. Akhirnya buku ini sangat tepat diberi judul: Making Experiences- Membuat Pengalaman Yang Luas Dan Bervariasi Untuk Memudahkan Kehidupan.
            Jadinya buku ini sangat layak untuk dibaca oleh para orangtua dan masyarakat, agar mereka mengetahui pernak-pernik seputar pendidikan. Bahwa keberhasilan putra-putri mereka di masa depan tidak hanya  ditentukan oleh nilai akademik yang tinggi, namun juga oleh faktor soft-skill, yaitu pengalaman yang bervariasi dan yang luas, juga karakter-karakter positif lainnya. Buku ini sangat direkomendasikan buat dibaca para siswa dan mahasiswa, dengan harapan mereka bisa memiliki gambaran futuristik. Bahwa untuk bisa eksis di masa depan, mereka selain punya nilai-nilai akademik yang bagus, juga harus memiliki soft-skill- yaitu pengalaman yang luas, kemampuan leadership, kemampuan bersosial dan pribadi yang tangguh.
            Penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah Swt karena buku ini bisa terwujud. Itu semua berkat rahmat-Nya. Kemudian ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberi kontribusinya atas selesainya buku ini. Selanjutnya, terimakasih buat Emi Surya (istri penulis), Muhammad Fachrul Anshar dan Nadhila Azzahra (anak-anak penulis) yang mana waktu kebersamaan buat mereka telah tersita selama penyelesaian naskah buku ini. Tidak ada gading yang tidak rentak, tentu saja buku ini mempunyai beberapa kelemahan dan kekurangan. Untuk itu penulis menunggu saran dan kontribusi perbaikan buku ini dari pihak pembaca melalui emai- marjohanusman@yahoo.com. Moga-moga buku ini bisa memberi manfaat.
                                                                           Batusangkar, Juni/ Ramadhan 1438 H/ Juni 2017
                                                                                                Marjohan Usman     
                                                                                            (HP: 0823 9147 2498)


Daftar Isi
    Kata Pengantar
    Daftar Isi
1. Pengalaman Yang Bervariasi (Soft-Skill) Memudahkan Masa Depan
2. Cerdas Bermental “Sopir” atau “Penumpang?
3. Lima Kekuatan Untuk Menunjang Sukses Dalam Belajar
4. Memahami Proses Kerja Pikiran Kita
5. Beberapa Kebiasaan Yang Membuat Orang Jadi Hebat
6. Percepatan Belajar Dalam Merespon Perubahan Yang Cepat
7. Pentingnya Menjadi Siswa  Yang Smart Book dan Smart Street
8. “Long Life Education” Untuk Menggapai Hidup Berkualitas
9. Banyak Yang Pintar Tapi Sedikit Yang Kreatif
10. Budaya Membaca Untuk Melejitkan Potensi Diri
11. Hidup Butuh Proses dan Bukan Terpaku Pada Teori
12. Keterampilan Dan Keberanian Untuk Kehidupan
13. Melejitkan Kecerdasan Yang Berimbang
14. Kemampuan Akademik Dan Pengalaman Kerja Sebagai Jalan Toll Menuju Masa Depan
15. Bagaimana Cara Mempengaruhi Orang
16. Pengalaman Pendidikan Di Sebuah Sekolah Amerika Serikat
17. Bagaimana Proses Memilih Sebuah Profesi
18. Buatlah Dirimu Tampak “Attraktif” Agar Sukses Segera Datang
19. Prinsip Hidup Yang Positif Untuk Menciptakan Magnetic Personality
20. Membangun Pengalaman Sambil Menuntut Ilmu
21. Sepenggal Pengalaman Mengikuti Program Pertukaran Pelajar Ke Luar Negeri
22. Sukses Berasal Dari Rumah Yang Hebat
23. Menyingkirkan Sejuta  Alasan Buat Maju
24. Peluang Kerja Di Negara Kita Masih Luas
25. Mengkonsumsi Junk-Food  Dengan Bijak
26. Peraturan Tertulis Dalam Manajemen Keluarga
27. Mengapa Anak Laki-Laki Harus Lebih Kuat
28. Orang Asia Timur Dalam Buku John Naisbitt
29. Anak-Anak Keluarga Kurang Mampu Tidak Boleh Tertinggal
30. Parenting Berkualitas Menghasilkan Generasi Bernas
      Daftar Pustaka
      Biografi Penulis

Peluang Kerja Di Negara Kita Masih Luas



Peluang Kerja Di Negara Kita Masih Luas

            Beberapa kali saya berpergian menempuh jalan darat dari Padang menuju Jakarta. Yang saya rasakan bahwa bumi kita-bumi Indonesia- masih luas. Sepanjang jalan di daerah propinsi Jambi, Sumatera Selatan hingga Lampung saya menjumpai hamparan perkebunan rakyat dan juga milik perusahaan dengan pepohonan hijau yang subur. Perumahan penduduk masih sedikit, kecuali di beberapa kota kecamatan. Begitu memasuki propinsi lampung saya menjumpai hamparan sawah dan ladang palawija yang subur. Di daerah Sumatera Selatan saya banyak menjumpai deretan gedung-gedung yang baru saja dibangun- berbentuk ruko namun seolah-olah ditinggalkan. Gedung-gedung tersebut pasti dibangun dengan modal besar dan duit yang banyak, kalau demikian tanah air kita dan warganya sangat kaya dan tentu saja peluang kerja masih berlimpah.
            Memasuki Jakarta saya melihat ratusan, juga mungkin ribuan gedung-gedung megah yang melambangkan kekayaan ibu kota. Namun setelah itu saya menemui beberapa daerah kumuh dengan tumpukan gubuk gubuk/ rumah-rumah  reot yang memberi isyarat bahwa di sana bertebaran problem ekonomi dan sosial.
            Bumi kita sangat kaya- kaya dengan sumber daya alam (SDA)- namun cukup banyak manusianya yang masih hidup sengsara. Yang sengsara tidak hanya bagi mereka yang tinggal di kota-kota besar, namun juga yang tinggal di daerah dimana mereka dikelilingi oleh georafi alam yang cukup kaya SDA-nya. Bagaimana dengan fenomena daerah/ negara yang miskin SDA-nya ?
            Ada beberapa negara kecil yang dewasa ini kerap menjadi incaran buruh migran asal Indonesia yaitu Hongkong, Taiwan, Jepang dan Korea Selatan dan juga mungkin Singapura. Semua negara tadi memiliki jumlah penduduk yang banyak dan padat sehingga pemerintahnya mendirikan gedung-gedung  jangkung untuk bisa menampung penduduknya. Daerah atau negara-negara tadi memiliki SDA yang terbatas namun tidak ada terbetik penderitaan masyarakatnya yag hidup di bawah garis kemiskinan. Daerah tersebut tidak memiliki hamparan sawah atau hamparan ladang gandum, namun tidak ada rakyatya yag menderita kelaparan. Mengapa ini bisa demikian ?
            Saya pernah berpergian lewat jalan darat dari Johor Baru- Malaysia- hingga ke Jantung Singapura. Saya menyaksikan keindahan alam Singapura. Keindahan landmark-nya namun semuanya serba ciptaan manusia, seperti jembatan, patung singa hinga gedung-gedung pencakar langit lainnya. Beda dengan negara kita, Indonesia, yang landmark-nya masih banya berupa penampakan alam- gunung menjulang tinggi, bukit hijau, lembah, bentangan sungai yang berliku, danau-danau cantik yang dipagari pegunungan, hamparan ladang dan sawah seperti hamparan permadani nan luas.
            Saya tidak menyaksikan kekayaan SDA-nya Singapura (sawah, ladang, hutan, danau, dll) seperti yang di tanah air kita. Saya tidak menemukan sungai-sungai yang lebar, danau yang beriak dan hamparan sawah di sana. Namun mengapa tidak ada warganya yang menderita kelaparan dan kemiskinan yang parah ? Ternyata kualitas SDM-nya yang tinggi yang membuat warga Singapura bisa eksis dan terhindar jauh dari kesengsaraan. Kualitas SDM Singapura yang tinggi ditandai dalam posisi HDI (Human Development Index) termasuk kategori terbaik di dunia.
            Saat banyak anak-anak di Indonesia yang berlomba meningkatkan skor akademik mereka agar mampu kuliah di perguruan tinggi yang bergengsi di pulau Jawa. Mereka punya keyakinan bahwa kalau bisa kuliah pada perguruan tinggi yang demikian dan memperoleh skor akademik yang cemerlang maka masa depan akan sangat cerah hingga bisa menggapai lapangan pekerjaan dengan mudah. Apakah seperti itu keyakinan para stakeholder pendidikan di Singapura dan di dunia ?
            Evan Ortlieb (2015) mengatakan bahwa “just graduating from university is no longer enough to get a job. Menjadi mahasiswa di Singapura sudah sangat lumrah. Kalau kebijakan pendidikan di negara kita masih sebatas wajib belajar 9 tahun, yaitu sekedar merampungkan pendidikan dari SD hingga level SLTA. Di negara kecil ini semua orang sudah merasa butuh untuk menyelesaikan pendidikan hingga perguruan tinggi, malah cukup banyak yang menyelesaikan pendidikan master dan juga doktoral. Dan semua perguruan tinggi di sana cukup bergengsi dan berkualitas- world class university level. Jadi menjadi sarjana di sana sudah begitu biasa. Maka sekedar lulus dari universitas saja tidak lagi cukup buat meraih pekerjaan.
            Belajar dan berusaha meraih gelar perguruan tinggi dan kemudian bisa meraih pekerjaan. Generasi dengan keyakinan begini hanya terjadi untuk lebih dari 50 tahun belakang. Namun dengan meningkatnya jenis bidang pekerjaan dewasa ini, maka keyakinan seperti sebelumnya tidak akan ada lagi. Apalagi dengan semakin banyaknya populasi anak muda yang kuliah di perguruan tinggi maka yang terjadi adalah kompetisi untuk memperebutkan kesempatan kerja bagi yang memenuhi kriteria.
            Lulusan strata satu dewasa ini sudah booming, malah termasuk juga lulusan magister. Malah antar perguruan tinggi juga terjadi saling berlomba pengaruh untuk melahirkan lulusan yang berkualitas. Dimana sebelumnya mahasiswa mereka dilengkapi dengan sejumlah skill dan pengalaman agar bisa sukses dan mampu berkompetisi dengan para lulusan perguruan tinggi lainnya di banyak negara. 
            Karena lulusan perguruan tinggi sudah membooming. Di Australia sendiri, misalnya, ada 2/3 populasi lulusan universitas, ada sekitar 66% tidak bisa mendapatkan pekerjaan. Sehingga agar mereka bisa memperoleh pekerjaan maka mereka kuliah lagi setinggi mungkin hingga ke program doktoral dengan harapan bisa menjadi dosen, ahli statistik, ahli ekonomi, ahli perminyakan, menjadi konselor, pekerja sosial, konsultan, dan kerja di bank atau menjadi kepala sekolah.
            Dewasa ini seseorang kalau hanya sebatas lulusan kuliah S.1, ilmunya diaggap baru sebatas level dasar saja. Mereka yang lulus dari program doktoral tentu keterampilan dan ilmu pengetahuannya lebih bagus karena punya kemapuan berpikir, menganalisa, menyelesaikan masalah yang lebih bagus, berkomunikasi dengan efektif, hingga meningkat income-nya.
            Bagaima dengan fenomena lulusan pendidikan di Singapura ? Sama halnya dengan fenomena di Australia. Sandra Davie (2013) mengatakan bahwa kalau hanya lulusan strata 1 tidak begitu penting karena telah begitu lumrah. Sehingga dianjurkan kepada anak-anak muda di Singapura untuk bisa memiliki soft-skill atau pengalaman hidup terlebih dahulu, karena pengalaman atau praktek lapangan jauh lebih berharga dari pada sekedar jago berteori, yaitu teori yang dipelajari di universitas.
            Untuk menghindari pengangguran maka anak-anak muda Singapura terjun praktek di lapangan pekerjaan selama beberapa tahun. Setelah merasa cukup tangguh baru mereka memulai bisnis sendiri:
            You will gain experience and understand yourself better and then be better able to decide what the next step will be- your own a degree, but so what ? You can not eat. If that can not give you a good life, a good job, it is meaningless- kalau kamu punya pengalaman dan memahami diri sendiri itu lebih baik dan juga lebih baik untuk mampu memutuskan langkah kehidupan berikutnya- apa gunanya lulus dari perguruan tinggi kalau ternyata tidak mampu mencari makan, berarti tak ada kehidupan yang lebih baik, pekerjaan yang lebih baik, itu sia sia saja.”
            Benua Eropa luasnya sama dengan Indonesia, namun di Eropa ada banyak negara-negara maju yang ukurannya kecil-kecil. Negara- negara kecil di sana memiliki universitas berkelas dunia dan lulusan yang sangat berkualitas, utamanya di Eropa Barat dan Skandinafia. Namun karena begitu berlimpahnya lulusan perguruan tinggi maka mereka juga galau dalam mencari pekerjaan. Sebagaimana yang juga terjadi di Indonesia, cukup banyak lulusan baru kebingungan hendak mau kemana ijazah yang baru saja diperoleh.
            Lulusan S.1 setelah wisuda mereka kembali mencari tempat magang, bisa jadi cukup lama, hingga mereka merasa cukup kuat buat mandiri dan memulai bisnis sendiri. Salah seorang anak muda bernama Fabian Dolorose, lulusan teknik sipil dari universitas Belanda sempat menjadi kesulitan buat mencari tempat kerja dan tempat magang, karena negara Belanda sudah siap jadi, dan gedung-gedung sudah jarang direnovasi, jadi kurang butuh tenaga teknik sipil. Akhirnya Fabian Dolorose memutuskan buat mencari lahan kerja sebagai kerja kontraktor hingga ke negara paling selatan, yaitu Selandi Baru. Setelah bekerja hampir dua tahun projek selesai. Dia memutuskan pulang kampung, sambil berlimbur. Ia mampir ke Australia, mampir ke pulau Bali dan juga ke Sumatera, dan hingga bertemu saya di Batusangkar, Sumatera Barat.
            Lahan kerja buat teknik sipil dan semua mata kuliah masih terbuka lebar di Indonesia. Gedung-gedung baru dan juga gedung yang lama membutuhkan sentuhan tenaga teknik sipil dan teknik lainnya. Untuk jurusan pertanian, perikanan dan peternakan, maka lahan Indonesia lebih terbuka lebar lagi. Selama ini sektor-sektor tersebut sangat miskin sentuhan. Negara Belanda saja yang luasnya kecil sekali, namun kemajuan peternakanya bisa mensuplai banyak produk susu, hingga memenuhi kebutuhan banyak orang di seluruh dunia.
            Jika berpergian di seluruh permukaan bumi Indonesia, maka kita akan menemui banyak sungai, danau, laut yang semuanya masih berpotensi buat dikembangkan, seperti untuk industri perikanan, transportasi, perkapalan, hingga industri pariwisata. Hamparan alam yang luas dan hijau bisa dikelola secara intensif untuk tujuan swasembada pada berbagai domain lapangan kerja. Sekarang tinggal lagi bagaimana menggenjot SDM-nya, utamanya SDM lulusan perguruan tinggi.
            Untuk anak muda yang tengah menuntut ilmu di perguruan tinggi, mereka perlu tahu bahwa mereka jangan hanya sebatas fokus mencari IPK- nilai akademik yang tinggi. Karena nilai akademik yang tinggi tidak lagi berdampak langsung untuk kehidupan setelah lulus dari perguruan tinggi, kecuali kalau ilmu atau teori mereka ditunjang soft-skill atau pengalaman hidup yang banyak sejak kecil, hingga remaja terus menjadi dewasa.
            Ruth Callaghan (2015) menyatakan agar para mahasiswa- sebagai calon pelamar kerja- harus segera memiliki banyak pengalaman dan juga skill yang dibutuhkan oleh dunia perusahaan. Dunia pekerjaan atau perusahaan mencari para pelamar yang punya latar belakang dan pengalaman kerja yang luas. Bagi yang mau bekerja di sektor pelayanan publik, mereka perlu punya kemampuan dalam pelayanan, pengalaman kerja, leadership, kerja kelompok serta aktivitas volunteering.
            Di atas itu semua, perusahaan mencari pelamar pekerjaan yang menunjukan antusias untuk bekerja dengan langkah cepat. Jadi mereka harus cekatan, gesit, dan punya semangat sebagai customer service kelas dunia. Maka sejak masa kuliah para calon pelamar musti juga mengaktifkan diri dalam kegiatan di luar kelas- ekstrakulikuler.
            Figur pelamar kerja yang lebih diminati misalnya oleh perusahaan Australia, tidak hanya sekedar cerdas kerdas- cerdas dalam bidang akademik, tetapi juga memiliki minat, bakat dan pengalaman yang luas, seperti “ pernah menjadi kapten sebuah club olahraga, pernah berpergian ke berbagai daerah, kalau perlu keliling dunia, pernah mengikuti program pertukaran pelajar antar bangsa, sekali lagi- juga pernah ikut kegiatan volunteering. Karena pelamar dengan kriteria yang demikian dipandang sangat attraktif.
            Demikian paparan di atas tentang strategi untuk merambah dunia pekerjaan. Mengingat negara kita masih luas, masih punya banyak sumber daya alam yang potensial- sangat subur, curah hujan tinggi, pokoknya SDA alam kita yang masih berlimpah. Maka tulisan ini selalu mengundang para pemuda, untuk memperluas pengalaman hidup, wawasan dan juga ilmu-pengetahuan (akademik) dan setelah itu segeralah memulai bisnis mereka.

Menyingkirkan Sejuta Alasan Buat Maju



Menyingkirkan Sejuta  Alasan Buat Maju

            Umumnya orang ingin menjadi maju dan mereka senang untuk dimotivasi. Namun motivasi yang diberikan pada seseorang ada yang bertahan lama dan ada yang bertahan untuk sesaat saja. Motivasi yang diberikan oleh orangtua pada anak atau dari guru buat murid banyak yang mujarab dan juga ada yang kurang mujarab. Banyak orang yang ingin sukses namun ketika mau melangkah mereka buru-buru berargumen dengan seribu alasan.
            “Saya ingin maju tetapi..., saya ingin pandai tetapi..., saya ingin seperti anda tetapi..., tetapi saya nggak punya waktu”. Demikianlah bagaimana banyak orang gemar berlindung dibalik kata “tetapi”. Kata-kata penuh alasan selalu membenamkan banyak orang dalam kemunduran dan ketidak berdayaan. Pada hal untuk bisa sukses dan berjaya kita harus mampu menyingkirkan seribu satu alasan yang telah menjadi kerikil penyandung pada langkah kaki kita.
Benar sekali bahwa untuk bisa maju kita harus menyingkirkan semua alasan yang membelenggu mental dan semangat kita. Alasan yang menumpuk-numpuk ini telah membuat kita untuk memilih jalan yang stagnan- atau jalan di tempat.
Kondisi sosial secara umum bahwa orang yang berasal dari keluarga besar dan mereka didera oleh kemiskinan yang berkepanjangan akan susah untuk sukses. Namun tidak semuanya yang demikian, sebagian mereka juga ada yang mampu untuk melompati kondisi ini. Juga menjadi fenomena bahwa orang-orang yang berasal dari daerah terpencil dan jauh dari sentuhan teknologi akan susah buat menjadi maju. Namun juga sebagian ada yang mampu melompati kondisi ini.
Saya memperoleh wawasan baru setelah membaca artikel yang ditulis oleh Alison Bert. Dia memaparkan tentang perjuangan lima ilmuwan wanita yang merangkak untuk menggapai sukses dalam artikelnya yang berjudul: five women scietist tell their stories of hard-earned success.
Para wanita tersebut berasal dari negara-ngara yang tidak begitu tersohor di dunia, yaitu Vietnam, Sudan dan Nigeria. Mereka membuktikan bahwa sukses bisa datang dari mana saja, tidak harus datang dari Jepang, Eropa, Amerika atau Australia, namun juga bisa dari Vietnam, Sudan dan Nigeria.
Para wanita yang yang diekspos oleh Alison Bert adalah Rabia Sa’id, Mojisola Usikalu dan Mojisola Adeniyi yang berasal dari Nigeria, Nashwa Eassa dari Sudan, dan Dang Thi Oanh dari Vietnam. Mereka semua berasal dari dunia ketiga- alias dari negara yang sedang berkembang. Secara terperinci bahwa mereka tidak berasal dari kota besar. Mereka malah berasal dari daerah pinggiran atau kota kecil, berasal dari keluarga besar, juga ada yang berasal dari keluarga broken home. Dengan keadaan ekonomi pas-pasan dan malah cenderung mendekati garis kemiskinan.
The Elsevier Foundation merupakan yayasan di bidang kemanusiaan dengan tujuan non-profit, dan setiap tahun menyelenggarakan kompetisi untuk menjaring ilmuwan wanita terkemuka di dunia. Yayasan ini lebih mengutamakan untuk menyeleksi  para ilmuwan wanita dari dunia ke tiga, seperti negara- nagara dari Asia dan Afrika. Profil ilmuwan yang terpilih akan diekspos guna memotivasi para wanita lainnya di dunia agar bisa bangkit dan berperan lebih banyak.              
Para wanita pemenang yang telah diseleksi oleh The Elsevier Foundation untuk tahun 2015 yaitu seperti yang telah kita paparkan di atas (Rabia Sa’id, Mojisola Usikalu dan Mojisola Adeniyi yang berasal dari Nigeria, Nashwa Eassa dari Sudan, dan Dang Thi Oanh dari Vietnam). Berikut profil sikat mereka, diharapkan bisa berguna buat menginspirasi kita semua:
1). Dang Thi Oanh, Ph.D (Vietnam)
Sebagaimana banyak orang yang tumbuh dan dibesarkan dalam kesusahan, ini juga dialami oleh Dang Thi Oanh. Ia dibesarkan di sebuah di pedalaman Vietnam. Ia dan orangtuanya hidup dalam rumah yang sangat bersahaja. Atap rumah terbuat dari anyaman daun kelapa dan tanpa ada penerangan listrik. Motivasinya tumbuh oleh semangat belajar yang tinggi, meskipin di malam hari ia belajar hanya dengan penerangan lampu minyak tanah. Buat memasak makanan, keluarganya belum mengenal bahan bakar minyak, apalagi tabung gas, namun menggunakan kayu bakar yang mereka kumpulkan dari hutan di belakang rumahnya.
“Saya harus berjuang agar lolos dari kelaparan dan kemiskinan”. Demikian tekad Dang Thi Oanh, dan sering kesusahan hidup, atau kondisi zona tidak nyaman- uncomfort zone, membuat orang memiliki semangat dan motivasi hidup yang tinggi. Sebaliknya banyak orang yang bearasal dari keluarga sangat berkecukupan- kondisi zona nyaman atau comfort zone- namun memiliki motivasi dan semangat belajar yang rendah. Ya itu karena mereka kurang merasakan adanya tantangan dalam hidup, sebab apa saja yang mereka mau, semua tersedia dalam lingkungan rumah.     
 Dang Thi Oanh dibesarkan di Vietnam Utara dari suku masyarakat Tay. Dia bersaudara 12 orang dan 7 orang yang masih hidup. Dia mengatakan bahwa dalam meraih sukses ada mentor dalam kehidupannya. Mentor itu adalah seseorang yang selalu memberinya semangat dan bimbingan hidup. Maka mentornya Dang Thi Oanh adalah kakak perempuannya yang berprofesi sebagai guru matematika di sebuah SMA. Dang Thi Oanh memperoleh pendidikan dalam bidang teknologi informatika di sebuah universitas di kota Hanoi.
2). Nashwa Eassa, Ph.d
Nashwa Eassa lahir dan dibesarkan di luar kota Khartoum, ibukota Sudan. Ayahnya seorang guru dengan 6 orang anak, dan semuanya lulus perguruan tinggi. Sering cita-cita nyata seseorang lebih terbentuk saat dia bersekolah di tingkat SLTA. Nashwa minatnya dalam bidang sains tumbuh karena rasa ingin tahunya tentang dunia saat belajar di sebuah SLTA. Ia tertarik dengan alam semesta. Di sekolah dia termasuk siswa yang cerdas, namun untuk pilihan karir ia memilih jurusan yang berbeda dari teman-temannya.
‘Dimana-mana di dunia ini semua orang sama saja, terutama di negara berkembang. Kalau seseorang memiliki nilai yang bagus, maka ia akan kuliah dengan memilih jurusan kedokteran atau engineering (teknik). Kalau nilai agak rendah maka mereka memilih bidang sains. Banyak yang memilih kedokteran dan teknik karena memberikan pekerjaan yang lebih baik”, kata Nashwa.
Ia sendiri mendalami bidang fisika dan memperoleh pendidikan master dalam bidang sains untuk bidang fisika material dan nano teknologi dari Universitas Linkoping di Swedia. Kemudian ia meraih pendidikan doktoral dalam bidang dari Universitas Metropolitan Nelson Mandela di Afrika Selatan.
3). Mojisola Usikalu, Ph.D
     Mojisola Usikalu dilahirkan di kota kecil di daerah barat daya Nigeria. Dia seorang anak yatim karena saat berusia 6 tahun ayahnya meninggal dunia. Dia dibesarkan oleh ibunya seorang guru dengan gaji yang sangat kecil, sehingga perlu dukungan keuangan dari saudaranya yang lain.
Mojisola Usikalu menjadi tertarik dalam bidang sains ketika ia belajar di SLTA. Dia bisa meraih sukses dalam bidang akademik ia punya mentor, yaitu gurunya sendiri- seorang guru fisika yang memotivasinya untuk mendalami bidang fisika. Hampir semua orang sukses terjadi karena mereka puya mentor dalam belajar dan bekerja.
“Saya yakin bahwa apa yang ita berikan kepada lingkungan kita adalah apa yang kita peroleh”, kata Mojisola Usikalu. Untuk menopang kuliah dan kehidupan maka ia juga bekerja sambilan, yaitu sebagai tenaga guru honorer.
Angka putus sekolah cukup tinggi di negara-negara yang SDMnya tergolong rendah, demikian pula halnya dengan Nigeria. Sehingga Mojisola Usikalu sering berbagi motivasi (sebagai seorang motivator) terutama buat pelajar perempuan dan juga bagi siswa/ mahasiswa perempuan yang berniat untuk berhenti bersekolah/ kuliah.
“Begitu kita berjumpa dengan seorang tokoh yang sukses, maka nasehat-nasehat yang ia tuangkan sangat berpengaruh untuk membangkitkan kesuksesan kita”, demikian papar Mojisola Usikalu.
4). Rabia Sa’id, Ph.D
   Rabia Sa’id dibesarkan dalam sebuah keluarga yang mengadopsi budaya polygami dan ini dilegalkan di Nigeria. Ayahnya yang berkarir sebagai tentara punya dua orang istri dengan 10 orang anak, namun meninggal 3 orang. Pada mulanya Rabia Sa’id sempat bersekolah di tingkat SLTA saja. Dia kemudian menikah, namun setelah punya 3 orang anak ia terpikir lagi untuk melanjutkan pendidikan. Saat dia jadi mahasiswi baru di sebuah universitas, teman-temannya sudah pada bekerja dan ia hanya berstatus sebagai mahasiswi dan seorang ibu rumah tangga. Dia memotivasi dirinya sehingga dia mampu memperoleh prestasi terbaik di kampus.
Bila ingin sukses maka semua rintangan tentu harus dilalui. Untuk itu motivasi diri yang kuat adalah modal untuk memacu diri. Sekarang Rabia Sa’id menjadi dekan pada Universitas Bayero, di Kano- Sudan.
5). Mojisola Oluwayemisi Adeniyi, Ph.D
            Mojisola Oluwayemisi Adeniyi dibesarkan dalam keluarga di kota kecil Iwo di Nigeria Tenggara. Dia anak kedua dari 8 bersaudara. Dia menyenangi pelajaran sains. Salah seorang guru SMA-nya membuatnya tertarik dengan mata pelajaran fisika.
            Great teacher makes great student. Seorang guru yang baik dan bisa memberi inspirasi akan mempengaruhi masa depan para muridnya. Mojisola Oluwayemisi Adeniyi menemukan guru yang hebat, yang mampu membuat pelajaran fisika menarik dan terasa lebih mudah.
            Dalam memilih cita-cita atau karir buat anak, umumnya orangtua mengarahkan anak agar mereka menjadi dokter saja. Kedua orangtua Mojisola juga demikian, menyarankan dia untuk bisa jadi dokter, karena gajinya lebih banyak. Nilainya terlalu bagus untuk mata pelajaran fisika, sehingga ia memutuskan untuk kuliah pada bidang fisika di Universitas Ibadan. Ia juga memperoleh pendidikan dari Universitas Birmingham Inggris.
            Demikian cuplikan profil lima ilmuwan wanita dalam menggapai karirnya. Bahwa lokasi daerah yang jauh dari ibu kota dan kondisi keluarga, sekalipun dari keluarga kurang berada juga bisa meraih cita-cita mereka. Malah orang yang demikian juga dikatakan sebagai orang yang berasal dari keluarga uncomfort zone- wilayah atau rumah yang kurang nyaman, biasanya memiliki tekad dan motivasi yang jauh lebih tinggi dari orang yang dibesarkan dalam keluarga comfort zone- yaitu keluarga yang berada.   

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...