Selasa, 01 Oktober 2019

Kecakapan Hidup Memudahkan Masa Depan


Kecakapan Hidup Memudahkan Masa Depan
Oleh: Marjohan, M.Pd

Apa Tujuan Menuntut Ilmu?
Soft skill atau kecakapan hidup adalah kemampuan (keterampilan) yang ada dalam diri kita. Kecakapan yang kita maksud adalah kemampuan dalam mengendalikan diri, dapat menerima nasehat orang lain, mampu dalam manajemen waktu, selalu berpiki positif, dll (Warni Tune S dan Intan Abdul Razak, 2016). Sebelum membahas tentang kecakapan hidup, saya akan memaparkan tentang bagaimana konsep pendidikan menurut masyarakat, khususnya menurut para remaja secara umum. 
Buat apa para remaja harus bersekolah dari kecil hingga dewasa dan selamanya? Pada umumnya mereka, terutama para siswa, tahu bahwa belajar itu sangat penting untuk mengubah nasib mereka. Mereka yakin bahwa sekolah berguna untuk membuat mereka jadi cerdas, agar kelak bisa jadi pegawai, bekerja di perusahaan besar  sehingga mudah mendapatkan duit yang banyak. Jadi mereka semua memotivasi diri untuk bersekolah yang benar. Belajar dengan sungguh- sungguh agar bisa memperoleh pekerjaan dengan mudah. Apalagi bila bekerja di tempat yang basah maka hidup akan berubah- menjadi kaya raya.
Sebagai konsekuensi maka sekolah yang puya mutu akan selalu diserbu dan diidolakan. Sekolah ini diyakini akan mampu mengubah nasib mereka. Sekolah bermutu  akan membantu mereka dalam mempersiapkan diri guna bisa jebol ke perguruan tinggi favorit:
  “Kuliah di jurusan favorit dan perguruan tinggi favorit akan bisa membuat aku menjadi orang yang hebat. Lulusan dari perguruan tinggi favorit akan gampang bagiku untuk mendapatkan pekerjaan, punya kedudukan dan punya uang yang banyak”. Demikianlah mimpi-mimpi positif yang memotivasi remaja untuk selalu belajar dengan serius. Mimpi ini dipegang teguh oleh  banyak siswa dan didukung oleh orangtua mereka.
            Bagaimana dengan eksistensi orangtua? Untuk merespon mimpi tersebut, sejak tahap awal pendidikan, mereka merancang konsep-konsep sukses buat pendidikan anak-anak mereka. Sejak dini orangtua selalu rajin merangsang daya fikir atau kognitif anak.
Kebiasaan yang begini sangat bagus karena mereka bisa diberi label sebagai orangtua yang bertanggungjawab terhadap pendidikan. Mereka adalah orangtua yang punya visi dan misi buat masa depan putra- putrinya.
Dari usia dini orangtua betul-betul peduli, mengantarkan anak ke pendidikan PAUD dan TK. Memberi dorongan semangat, pujian, dan tepuk tangan bila mereka mampu mengucapkan doa-doa, menyebutkan angka satu hingga sepuluh, dan melafalkan beberapa patah kata dalam bahasa Inggris. Decak kagum juga akan ditumpahkan bila anak-anak bisa menyanyikan lagu-lagu berbahasa Inggris.
Saat memasuki pendidikan SD, orangtua  akan merancang agenda buat mereka untuk bisa mengikuti serangkaian kursus, seperti “caslistung (membaca-menulis dan berhitung), kursus bahasa Inggris, hingga kursus sukses UN (ujian nasional).  Pokoknya sejak kelas 1 hingga kelas 6 sekolah dasar, waktu mereka akan habis di ruangan les privat.
Selanjutnya  begitu masuk ke pendidikan yang lebih tinggi, di tingkat SMP dan SMA, tentu saja beban materi pelajaran lebih berat, dan lebih sulit. Sebagian orangtua akan mencaritahu tentang cara pembelajaran dan juga penjurusan. Misalnya, bagaimana penjurusan di tingkat SMA. Banyak orangtua berpendapat bahwa jurusan sains lebih favorite karena akan memberi peluang yang luas bagi mereka bila kuliah kelak.
Lagi-lagi para orangtua akan menggiring mereka untuk bisa belajar tambahan. Orangtua memberi sugesti agar mereka menambah ilmu ke rumah guru, mendatangkan guru-guru privat atau mendaftarkan mereka pada lembaga bimbel (bimbingan belajar).
            Begitulah gambaran hari-hari anak dan remaja dihabiskan. Mereka disibukkan dan dimotivasi untuk persiapan menuju  masa depan. Adakalanya mereka didesak buat belajar tambahan bukan karena kemauan sendiri, namun untuk memperturutkan ambisi orangtua. Banyak siswa sekarang yang secara tidak langsung telah dipersiapkan menjadi manusia karbitan.
            Para siswa yang menjadi cerdas secara karbitan terbentuk karena mereka digegas menjadi siswa yang cepat mekar, mereka pun cepat matang dan akhirnya cepat menjadi layu (Dewi Utama Faizah, 2009). Para siswa yang digegas untuk cepat matang atau pintar, hidupnya diprogram secara instan sehingga karakter yang terbentuk adalah karakter karbitan. Maksudnya mereka punya karakter “tidak sabaran” yang ingin cepat-cepat untuk bisa sukses.  
            Juga merupakan sebuah fenomena bahwa ranah pendidikan telah menjadi lahan bisnis. Kita dengan mudah menemukan banyak tawaran belajar  dengan paket program instant, program cepat pintar yang sering diberi label “smart.” Membaca tawaran ini membuat banyak remaja jadi tergiur. Mereka menyerbu biro yang menerbitkan tawaran tersebut. Mereka mungkin memilih paket cepat pintar berbahasa Inggris  agar segara bisa “bercas-cis-cus”.
Budaya instan bermakna budaya yang bersifat serba terburu-buru. Benar bahwa dalam budaya ini ditawarkan resep segala sesuatu diwujudkan serba cepat, mudah dan dadakan. Contoh, untuk program belajar bahasa Inggris mahir dalam waktu 3 bulan atau 6 bulan.
Ini adalah suatu yang nonsense apalagi kalau IQ buntu. Sedangkan untuk lahir ke dunia, bayi butuh waktu 9 bulan, dan untuk jadi seorang bayi yang sempurna, dia butuh waktu 2 tahun. Yang diperlukan adalah kebiasaan selalu belajar, dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas (Mudji Sutrisno, 1994).  
Lain generasi dulu dan lain pula generasi sekarang. Banyak generasi dulu lebih terkenal dengan kemandiriannya. Mereka mencari keterampilan sendiri-sendiri. Mencari ilmu sendiri, dan juga mencari pekerjaan sendiri. Mereka menjadi smart karena usaha sendiri- usaha secara mandiri. Kontra dengan sebahagian generasi sekarang, yang akibat salah didik- banyak dibantu- menjadi generasi yang sangat tergantung pada bantuan lingkungan/ orangtua.
Penyebabnya tentu saja ayah-bunda mereka yang kurang membuat mereka mandiri. Mereka dibanjiri dengan berbagai pelayanan atau servis, jadinya mereka bisa diberi label sebagai “generasi yang suka diservis”.
Generasi servis maksudnya bahwa mereka bisa menjadi hebat dengan prestasi akademik yang tinggi bukan semata-mata murni karena kemandiriannya. Namun karena mereka banyak diprogram dan  diberi servis sejak usia dini (Rhenald Kasali, 2016).
Saat masih balita orangtua mereka mendatangkan babby-sitter buat mengurus kebutuhan mereka. Kemudian saat usia lebih besar, bersekolah di SD, dan agar tidak bermasalah dengan mata pelajaran maka orangtua menyewa (membayar) guru privat untuk datang ke rumah guna bisa menemani mereka dalam mengerjakan PR, serta menghadapi ujian-uijian lainnya di sekolah. Itu semua bertujuan agar mereka bisa menjadi bintang pelajar di sekolah.
            Saya sering mendengar pendapat orang awam dengan telinga sendiri bahwa generasi sekarang- terutama para siswa- dijuluki juga dengan “generasi anak mami”. Generasi yang begini maksudnya bahwa atas nama kasih sayang dan demi keberhasilan sekolah, maka para mami membebaskan mereka dari tuntutan ikut membantu tugas-tugas di rumah. Mereka tidak boleh ikut merapikan dan mengurus rumah- tidak boleh menyapu, cuci piring, mensetrika, memasak nasi. Itu semua biar mami yang mengerjakan, dan kalau mami punya uang lebih maka mami akan menyewa asisten rumah tangga untuk membereskan semua pekerjaan tersebut.
            Pergilah ke rumah-rumah para siswa yang orangtua mereka sangat ambisius agar mereka bisa menjadi hebat di sekolah. Disana mereka dipaksa dan dikondisikan buat belajar dan belajar sepanjang waktu. Selama berjam-jam mereka terbelenggu- duduk mengerjakan setumpuk PR dari sekolah dan juga PR dari guru bimbel. Terlihat bahwa mereka hanya terbelenggu oleh urusan akademik semata. Untuk memenuhi kebutuhan sendiri seperti: makan, pakaian dan pernak-pernik kecil lainnya, semuanya siap dilayani. Kerja mereka hanya bagaimana bisa mencapai target jadi orang pinter. Jadinya kegiatan mereka hanya belajar dan belajar, makan, nonton, dan kemudian kalau sudah bosan baru main game- online.
Apa konsekwensinya? Mereka sekarang jadi tidak punya kecakapan hidup. Saat menginjak usia remaja, duduk di bangku SMA, kecanggungan mereka semakin jelas terlihat.  Mereka hanya jadi manusia yang suka bergantung pada orangtua, kurang mandiri, kurang terbiasa mengurus diri dengan benar. Maka jadilah mereka sebagai generasi yang miskin dengan kecakapan hidup- miskin dengan pengalaman.
Tidak terbiasa melakukan hal-hal kecil, tidak mampu buat mencuci motor, membersihkan sepatu, menyapu lantai rumah, menstrika pakaian, hingga mengurus keperluan lainnya, karena semua  sudah diambil alih oleh mami atau asisten rumah tangga.
            Jadinya sebagian  mereka tidak obahnya ibarat “seorang raja kecil.” Semua kebutuhannya harus dilayani, maunya tahu beres saja. Mereka telah menjadi manusia berkarakter  instant atau sebagai manusia robot.
Mereka menjadi siswa yang pintar namun hanya karena diprogram. Didesain agar bisa pintar. Ya...pintar yang kurang bisa memberi kebaikannya yang banyak. Al-hasil untuk akademik, mereka memang mampu meraih peringkat  yang baik- peringkat 1, 2 dan 3 atau peringkat 5 besar di kelas. Namun kalau hanya sebatas prestasi akademik itu hanya bersifat fatamorgana-hanya sebatas cerdas di atas kertas.
“Bisa dilihat namun tidak terpakai.” Atau lagi-lagi nilai rapornya jadi bagus karena ayah dan bunda rajin memberi guru cendera mata, hingga sang guru merasa berutang budi atas kebaikan hati orangtua dan sebagai konsekuensi tidak berani memberikan nilai “apa adanya” atau nilai yang lebih objektif.
Memang ada para orangtua (ayah dan ibu) yang sukses dalam memprogram pendidikan sang anak hingga mejadi bintang pelajar di sekolah. Nilainya begitu cemerlang dalam rapor dan dalam ijazah. Agaknya para orangtua juga perlu memahami konsep parenting yang benar.
Bila dicermati terlihat bahwa para orangtua seolah-olah mengambil alih “peran guru dari sekolah.” Terlalu banyak porsi untuk teaching atau pengajaran. Semestinya orangtua lebih banyak porsinya untuk educating atau mendidik, yaitu seperti pembentukan kecerdasan personal dan sosial anak. Sementara peran guru lebih banyak porsinya untuk pembentukan kecerdasan  akademik atau teaching.

Jangan Hanya Sebatas Kecerdasan Akademik
Banyak remaja yang terlalu mendewa-dewakan kecerdasan otak atau kecerdasan akademik. Agaknya mereka juga perlu memahami bagaimana menumbuhkan potensi diri, misal bagaimana untuk memiliki karakter-karakter positif  seperti “peduli dengan tetangga, bisa beramah tamah, bisa berbagi dengan sesama, bisa bekerja sama dengan orang lain, terampil dalam membantu diri sendiri, tidak berkarakter individualis, dll”.
            Walau pada akhirnya mereka mampu memasuki perguruan tinggi favorit, karena perguruan tinggi juga merekrut calon mahasiswa berdasar skor  akademik. Karena kesibukan dengan dunia akademik maka secara tidak langsung menyingkirkan penumbuhan karakter-karakter positif yang kelak sangat menunjang kehidupan.
Proses perkuliahan mahasiswa masa kini juga sangat besar fokusnya untuk mencapai target agademik. Walau banyak mereka yang bisa menjadi cerdas dalam ranah akademik, itu hanya baru sebatas cerdas dengan kertas, cerdas dengan teori. Namun begitu diwisuda dan menjadi seorang sarjana baru, mereka seolah-olah terbangun dari mimpi panjangnya. Sebagian merasakan bahwa pengalaman akademik saja dari kampus belum mencukupi. Jadinya mereka  melangkah menatap kehidupan nyata penuh dengan rasa gamang.
            Sebagaimana yang ditulis oleh Ruth Callaghan (2016), mengatakan bahwa: “Employers want graduates with more than just good marks, while good grades may be the only goal for many students. Employers are looking for much more from graduates”.
            Sangat benar, bahwa umumnya mahasiswa hanya berlomba buat mencari nilai akademik setinggi mungkin, berharap bisa memperoleh nilai cumlaude untuk membuat orangtua jadi bangga. Kebiasaan ini tidak salah dan menjadi fenomena di dunia pendidikan. Realita di lapangan bahwa dunia kerja (perusahaan) lebih mencari orang-orang yang tidak hanya sebatas bernilai akademik yang bagus, namun juga harus memiliki kecakapan hidup, keterampil dan pengalaman sosial yang bervariasi.
            Ruth Callaghan (2016) lebih lanjut mengatakan bahwa banyak pimpinan perusahan yang ngetop di Australia telah berbagi pengalaman dengan  mahasiswa di berbagai universitas di Australia. Mereka mengatakan bahwa banyak mahasiswa yang yakin dengan prestasi akademik sebagai indikator satu-satunya yang ditentukan oleh dunia kerja-atau perusahaan.
Ternyata keyakinan ini salah. Memang  dalam pembelajaran di universitas yang dicari oleh para mahasiswa adalah bagaimana bisa memperoleh peringkat nilai akademik yang tinggi. Untuk masuk ke dalam dunia kerja, setelah diwisuda, yang dibutuhkan dunia kerja (oleh perusahaan) bukan hanya terbatas pada nilai akademik, namun bagaimana para kandidat juga memiliki kemampuan selain akademik tersebut, seperti:
            Leadership, communication skill, problem solving and customer service- keterampilan dalam bidang kepemimpinan, kecakapan berkomunikasi, kemampuan
dalam mengatasi masalah dan kemampuan melayani pelanggan”. Ini semuanya merupakan kriteria yang direkomendasi agar bisa dimiliki oleh mahasiswa sebagai calon pelamar kerja.     
            Jadi kriteria dunia kerja tidak banyak berhubungan dengan bagaimana tingginya nilai akademik seseorang. Kalau sebelumnya banyak pencari kerja yang meyakini bahwa perusahaan akan mencari orang yang cerdas, mampu bekerja dan nilai akademis bagus. Ternyata ini merupakan indikator yang sudah ketinggalan zaman. Karena banyak perusahaan punya kriteria tersendiri dalam melakukan rekruitmen. Rekruitmen yang dilakukan bukan rekruitmen tunggal, namun rekruitmen  yang bertahap, gunanya untuk mendapatkan personalia yang sangat cocok dengan atmosfir perusahaan.

Perlu Kecerdasan Non Akademik
Bagaimana dengan faktor-faktor kemampan non-akademik, apakah sangat berpengaruh atas kesuksesan seseorang? Jawaban ini dapat kita temui dengan membaca profil orang-orang sukses, salah satunya profil singkat Irwan Prayitno, Gubernur Sumatera Barat (periode pertama 2010-2015 dan periode kedua 2016-2021), yang mana skor IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) saat wisuda dari jururan psikologi di Universitas Indonesia tidak begitu menggembirakan. Namun  belakangan dia bisa merajut kesuksesan, hingga menjadi anggota Parlemen RI dan juga terpilih dua kali sebagai Gubernur Sumatera Barat.
Irwan Prayitno, nama lengkapnya yaitu Prof. Dr.H. Irwan Prayitno, SPsi, MSc. Ia datang dari keluarga Minangkabau. Irwan menjalani pendidikan menengah di Padang. Irwan Prayitno adalah anak pertama, memiliki tiga adik, dari orangtua yang sama-sama dosen. Jadi orangtua yang berpendidikan tinggi biasanya mampu mendidik anak yang juga cerdas dan berkualitas.
Masa kecilnya yang sering pindah-pindah telah membuat pengalaman geografi dan pengalaman adaptasi sosialnya semakin kaya. Irwan menjalani pendidikan menengah di Padang dan mulai berkecimpung di organisasi sejak SMA, menjalani dua kali kepengurusan OSIS pada tahun kedua dan ketiga di SMAN 3 Padang. Selama di SMA, ia meraih juara pertama di kelasnya dan selalu dipercayakan sebagai ketua kelas. Jadinya Irwan tidak sebatas  jago akademik, namun ia juga punya keterampilan  yang lain , yaitu peduli pada berorganisasi dan tentunya juga cakap dalam berkomunikasi.
Ternyata  orang-orang  yang sempat menjadi ketua Osis saat di SMA memiliki kemampuan leadership yang bagus dan pada umumnya sukses setelah dewasa. Ini dibuktikan pada beberapa teman. Salah seorang teman saya saat di SMA, namanya Hidayat Rusdi, pernah menjadi ketua Osis di SMA Negeri 1 Payakumbuh dan setelah dewasa ia sukses berkarir di Perusahaan Perminyakan- Pertamina.
Teman saya  yang lain, juga bernama Rusdi, tetapi Rusdi Thaib. Saat di SMA ia juga pernah menjadi Ketua Osis (di salah satu SMA di kota Solok-Sumatera Barat), dan setelah dewasa ia berkarir sebagai Dosen Pasca Sarjana Universitas Negeri Padang dan kemudian menjadi Atase Budaya di Kantor Kedutaan Besar RI- Kuala Lumpur. Jadi betapa pentingnya para siswa harus memiliki keterampilan leadership saat masih kecil atau remaja, dengan harapan setelah dewasa akan lebih mudah meraih sukses dalam kehidupan mereka.
Selanjutnya tentang Irwan Prayitno, bahwa ia sempat berkeinginan melanjutkan kuliah ke ITB bersama dengan teman-temannya. Namun, karena mempunyai masalah dengan mata, ia mengalihkan pilihan ke Universitas Indonesia. Setelah tamat SMA pada 1982, ia mendaftar ke Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Selama kuliah, selain menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan kemahasiswaan, ia banyak menghabiskan waktu di luar kampus untuk berdakwah, mengajar di beberapa SMA swasta, dan menjadi konselor di bimbingan belajar- untuk mendapatkan tambahan uang jajan. Ini mengakibatkan kuliahnya tidak lancar. Namun, menurutnya yang ia cari dalam pendidikan bukanlah nilai semata, tetapi pengembangan diri.
Saat mulai masuk perguruan tinggi, ia aktif dalam diskusi-diskusi dakwah dan perhimpunan mahasiswa. Ia pernah bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jakarta. Akhirnya Irwan mampu menyelesaikan kuliahnya pada jurusan psikologi UI, sayangnya IPK (Indeks Prestasi Kumulatifnya) cukup rendah. Karena IPK rendah, Irwan memilih tidak melamar pekerjaan di Jakarta. Ia memutuskan pulang ke Padang untuk berdakwah dan melanjutkan mengajar kursus. Sebelum mengakhiri kuliahnya, ia telah berpikir bagaimana merintis yayasan yang bergerak di bidang pendidikan.
Saat itu saya kuliah di jurusan Bahasa Inggris-IKIP Padang (sekarang menjadi UNP) dan saya juga menyibukan diri sebagai pustakawan sukarela pada Perpustakaan Masjid Al-azhar di Komplek Pendidikan IKIP dan UNAND. Di sana saya berkenalan dengan Irwan Prayitno yang sering membawa anak sulungnya. Dan saya mengira itu adalah adiknya, ternyata adalah anaknya.
Saya masih ingat bahwa pada awal karirnya, ia sempat memberi bimbingan konsultasi gratisan bagi mahasiswa yang mau kuliah melalui kegiatan amal yang diselenggarakan oleh Yayasan Amal Shaleh di Air Tawar-Padang. Yayasan ini dibimbing oleh Dr Muchtar Naim, seorang sosiolog dari Unand. Akhirnya Irwan mendirikan kegiatan bimbingan belajar dan juga menjadi aktivitas sosial yang lebih professional. Ia dan teman- teman membuat kelas-kelas kursus.
Pada 1988, kelas kursus berpindah ke Komplek PGAI, Jati. Bermula dari kursus bimbingan belajar, Irwan membentuk Yayasan Pendidikan Adzkia yang secara bertahap mewadahi taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Secara bertahap sejak 1994, Adzkia membuka jenjang perguruan tinggi, selain taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah kejuruan. Dalam pembinaan anak didik, ia mencurahkan ilmu psikologi yang ditimbanya di bangku kuliah.
Perkembangan Yayasan Pendidikan Adzkia berpengaruh pada kemapanan hidupnya, mendorongnya untuk melanjutkan pendidikan. Pada tahun 1995, Irwan mengambil kuliah di Selangor, Malaysia sambil membawa serta istri dan anaknya. Namun, karena IPK rendah, lamarannya sempat beberapa kali ditolak. Teman sesama aktivis dakwah di Selangor mempertemukannya dengan Pembantu Rektor UPM (University Putra Malaysia). Kepada Prof. Hasyim Hamzah, Irwan menyatakan kesanggupan untuk menyelesaikan studi dalam tiga semester. Ia mengambil kuliah S-2 bidang pengembangan SDM (Human Resource Development) di UPM- Selangor. Tamat satu setengah tahun lebih awal dari waktu normal tiga tahun pada 1996, ia melanjutkan kuliah S-3 di kampus yang sama.
Sehari-hari di Selangor, ia harus bekerja keras mengurus keluarga. Saat itu, ia telah memiliki lima anak. Dengan istri, ia berbagi tugas karena tak ada pembantu. Irwan mengaku, di antara kegiatannya, dirinya hanya mengalokasikan sekitar 10 sampal 20 persen untuk kuliah. Kegiatan dakwahnya tetap berlanjut. Bahkan, ia menunaikan dakwah sampai ke  London, Inggris dan harus mengerjakan tugas-tugas perkuliahan dalam perjalanan di dalam mobil, pesawat, atau kereta api.
Move on yang dilakukan oleh Irwan Prayitno sangat pesat. Hidupnya mengalir, ia selalu melakukan proses hingga ia bisa menjadi Ketua Partai Keadilan propinsi Sumatra Barat, menjadi anggota DPR RI, dan terus menjadi Gubernur Sumatra Barat. Namun beberapa catatan awal hanya bertujuan bahwa Irwan Prayitno kuliah ke Universitas Indonesia bukan untuk mencari pekerjaan, namun untuk mematangkan pribadi, mengembangkan pemikiran, intelektual, mematangkan kemampuan leadership, juga kemampuan komunikasinya serta keberanian enterpreurship-nya. 
Para remaja-terutama siswa dan mahasiswa-di zaman sekarang perlu tahu bahwa betapa pentingnya memiliki kecakapan hidup dan keterampilan-keterampilan yang bervariasi. Selain memiliki kemampuan akademik juga perlu memiliki soft-skill seperti “kerjasama, ketabahan, ketangguhan, kepemimpinan (leadership), keampuan berkomunikasi, kemampuan memecahkan masalah dan pelayanan pada pelanggan”. Inilah yang dibutuhkan oleh perusahaan (dunia kerja). Juga mereka perlu tahu bahwa setiap perusahaan memiliki iklimnya  sendiri-sendiri. Ada perusahaan yang bersifat sangat formal dan menerapkan konsep hirarki, dan juga ada perusahaan yang suasananya lebih rileks dan informal.
Dunia kerja tetap selalu mencari (membutuhkan) orang yang berpribadi attraktif dan punya soft skill-keterampilan serta pengalaman yang spesifik. Untuk mengetahui ini dunia kerja akan memberikan penilaian melalui: “action oriented, willing to speak up, willing to brainstorming, and willing to have the opinion”.
Jadi dari paparan di atas dapat disimpulan, sekali lagi, bahwa soft skill-kemampuan dan pengalaman yang bervariasi akan memudahkan jalan bagi kita dalam mendapatkan karir di masa depan.  



Selasa, 23 April 2019

Mohon tokopedia.com minta izin untuk menjual buku saya !!!

Dear owner tokopedia.com saya dah lama menemui bahwa buku saya juga dijual pada tokopedia.com

bagaimana ini bisa terjadi. Buku dalam gambar (Akhirnya kutaklukan kampus Jerman) adalah betul-betul karya saya yang mana saya punya MoU dengan penerbit Diva Press.

Silahkan jual buku saya secara online, karena inshaAllah karya saya bermanfaat bagi masyarakat Indonesia. Tetapi mohon juga kontak saya sebagai penulis yang sah (Saya akan mengurus Hak Kekayaan Intelektual saya segera)

Terima kasih dan mohon perhatian dari Owner tokopedia.com

Kamis, 23 Agustus 2018

10 Cara Bagaimana Untuk Mendapat Ketenangan Jiwa


Sahabat-sahabat para pembaca semua. Dalam artikel kali ini, saya ingin berkongsi dengan anda:
10 Cara Bagaimana Untuk Mendapat Ketenangan Jiwa
https://www.wikihow.com/Become-a-Good-Muslim-Girl


terutamanya khusus bagi mereka yang merasakan hidup mereka tidak tenteram dan tidak tenang.

Ketahuilah bahawa, agama kita, ISLAM ada memberikan ubat dan penawar dalam merawat ketenangan. Berikut adalah perkara-perkara atau langkah yang boleh dilakukan untuk mendapat ketenangan jiwa.


1. Membaca dan mendengarkan al-Quran
Suatu ketika seseorang datang kepada Ibnu Mas’ud, salah seorang sahabat utama Rasulullah. Dia mengeluh:
“Wahai Ibnu Mas’ud, nasihatilah aku dan berilah ubat bagi jiwaku yang gelisah ini. Seharian hidupku penuh dengan perasaan tidak tenteram, jiwa gelisah dan fikiranku kusut. Makan tak enak, tidur pun tidak nyenyak.”
Ibnu Mas’ud menjawab: “Kalau penyakit itu yang menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat.
Pertama, tempat orang membaca al-Quran. Engkau baca al-Quran atau engkau dengar baik-baik orang yang membacanya.
Kedua, engkau pergi ke majlis pengajian yang mengingatkan hatimu kepada Allah.
Ketiga, engkau cari waktu dan tempat yang sunyi. Di sana, engkau bertafakur mengabdikan diri kepada Allah. Nasihat sahabat Nabi itu segera dilaksanakan orang itu.
Apabila sampai di rumah, segera dia berwuduk kemudian diambilnya al-Quran dan dibacanya dengan penuh khusyuk. Selesai membaca, dia mendapati hatinya bertambah tenteram dan jiwanya tenang, fikirannya segar, hidupnya terasa baik kembali.
Padahal, dia baru melaksanakan satu daripada tiga nasihat yang disampaikan sahabat Rasulullah itu.

2. Menyayangi orang miskin
Rasulullah memerintahkan kepada Muslim yang punya kelebihan harta untuk memberikan perhatian kepada orang miskin.
Ternyata, sikap dermawan itu boleh mendatangkan ketenangan jiwa. Mengapa? Dalam sebuah hadis menjelaskan bahawa malaikat selalu mendoakan orang yang dermawan:
“Setiap pagi hari dua malaikat senantiasa mendampingi setiap orang. Salah satunya mengucapkan doa: Ya Allah! Berikanlah balasan kepada orang yang berinfak. Dan malaikat yang kedua pun berdoa: Ya Allah! Berikanlah kepada orang yang kikir itu kebinasaan.”
Daripada hadis berkenaan dapat disimpulkan bahawa orang yang dermawan itu akan memperoleh dua balasan.
Pertama, dia mendapat ganjaran atas apa yang diberikannya kepada orang lain.
Kedua, mendapatkan limpahan ketenangan jiwa dan belas kasihan daripada Allah.

3. Melihat orang yang di bawah, jangan lihat ke atas
Ketenangan jiwa akan diperoleh jika kita senantiasa bersyukur atas segala pemberian Allah meskipun tampak sedikit.
Rasa syukur itu akan muncul apabila kita senantiasa melihat orang yang keadaannya lebih rendah daripada kita, baik dalam hal kebendaan, kesihatan, rupa, pekerjaan dan pemikiran.
Betapa banyak di dunia ini orang yang kurang beruntung. Rasa syukur itu selain mendatangkan ketenangan jiwa, juga ganjaran daripada Allah.

4. Menjaga silaturahim
Manusia adalah makhluk yang perlu menjalinkan hubungan yang baik dengan manusia lain. Pelbagai keperluan hidup takkan mungkin boleh diraih tanpa adanya bantuan daripada orang lain.
Dalam hadis Rasulullah diperintahkan untuk tetap menjalin silaturahim sekalipun terhadap orang yang melakukan permusuhan kepada kita. Rasulullah bersabda bahawa silaturahim dapat memanjangkan umur dan mendatangkan rezeki.
Hubungan yang baik di dalam keluarga, mahupun dengan tetangga akan menciptakan ketenangan, kedamaian dan kemesraan. Hubungan yang baik itu juga akan meleraikan sifat dengki, buruk sangka, iri hati, besar diri dan sebagainya.

5. Banyak mengucapkan “La hawla wa la quwwata illa billah“
Sumber ketenangan jiwa yang hakiki bersumber daripada Allah. Oleh itu, hendaklah kita selalu menghadirkan Allah dalam segala keadaan, baik dalam keadaan senang ataupun susah.
Kuatnya hubungan kita dengan Allah akan membuatkan jiwa seseorang itu menjadi kuat, tidak mudah goyah. Apabila kita lalai mengingati Allah, maka ia membuka peluang bagi syaitan mempengaruhi fikiran kita.


6. Mengatakan yang haq (benar) sekalipun pahit
Hidup ini harus dijaga agar senantiasa berada di atas jalan kebenaran. Kebenaran harus diperjuangkan.
Pelanggaran terhadap kebenaran akan mendatangkan kegelisahan. Ketenangan jiwa akan tercapai apabila kita tidak melanggar nilai kebenaran.
Sebaliknya, pelanggaran terhadap kebenaran akan berpengaruh terhadap ketenangan jiwa. Lihat saja orang yang kerap melakukan maksiat dalam hidupnya, mereka akan berasa gelisah walaupun nampak senang dan ceria.


7. Tidak ambil peduli terhadap celaan orang lain asalkan yang kita lakukan benar kerana Allah
Salah satu faktor yang membuat jiwa seseorang tidak tenang adalah kerana selalu mengikuti penilaian orang terhadap dirinya.
Seorang akan memiliki pendirian kuat jika berpegang kepada prinsip yang datang daripada Allah.


8. Tidak meminta kepada orang lain
“Tangan di atas (memberi) lebih mulia dari tangan di bawah” adalah hadis Rasulullah yang merangsang setiap mukmin untuk hidup berdikari.
Tidak bergantung dan meminta-minta kepada orang lain kerana orang yang berdikari jiwanya akan kuat dan sikapnya lebih berani dalam menghadapi kehidupan.
Sebaliknya, orang yang selalu meminta-minta menggambarkan jiwa yang lemah.


9. Menjauhi hutang
Dalam sebuah hadis, Rasulullah dengan tegas mengatakan:
“Janganlah engkau jadikan dirimu ketakutan setelah merasai ketenangan!”
Sahabat bertanya: “Bagaimana boleh terjadi seperti itu!”
Sabdanya: “Kerana hutang.”
Begitulah kenyataannya. Orang yang berhutang akan senantiasa dihantui ketakutan kerana dia dikejar-kejar untuk segera membayarnya.
Inilah salah satu faktor yang membuat ramai orang mengalami tekanan jiwa. Rasulullah juga mengatakan:
“Hendaklah kamu jauhi hutang kerana hutang itu menjadi beban fikiran di malam hari dan rasa rendah diri di siang hari.”


10. Selalu berfikir positif
Mengapa seseorang mudah berasa tertekan? Salah satu faktornya kerana dia selalu dibayangi fikiran negatif, selalu mencela dan menyesali kekurangan diri.
Padahal, kita diberikan Allah pelbagai kelebihan. Ubahlah fikiran negatif itu menjadi positif. Ubahlah ungkapan keluh kesah yang membuat muka berkerut, badan lemas, ubahlah dengan ungkapan senang.
Bukankah di sebalik kesulitan dan kegagalan itu ada hikmah yang boleh jadi pengajaran?


Sumber Rujukan : Tulisan Ustaz Mohd Zawawi Yusoh


Saya harap artikel ini sikit sebanyak memberikan panduan kepada mereka-mereka yang bermasalah dalam mencari ketenangan jiwa dan kebahagiaan hidup, insyaAllah


Hati sedang kecewa dan terluka? Hati sedang sangat lemah? Tidak tenang?
Didalam dunia ini, tiada siapa yang mahu merasa kecewa dan terluka. Apatah lagi menjadi lemah akibat daripada permainan perasaan ini. Merasa lemah dan tidak tenang sehinggakan air mata ingin sekali untuk menitis setiap waktu.
Cinta itu ada pasang surutnya. Setiap pertemuan pasti bertemu perpisahan.
Namun bukan semua masalah kekecewaan berlaku kerana percintaan & masalah jodoh. Ada juga yang kecewa mungkin kerana perkara lain. Boleh jadi akibat terluka dengan tindakan ibu bapa. Malah, mungkin juga berkecil hati dengan sikap anak – anak kita.
Pendek kata banyak perkara yang membuatkan hati kita menjadi remuk rendam dan membuatkan kita merasa lemah.
Menenangkan hati Kecewa
Kita ingin mengelak daripada kelihatan lemah. kita berpura – pura kuat. Kita tersenyum, tetapi dalam hati siapa yang tahu betapa peritnya hati kita. Sampai bila kita harus berpura – pura?
Ingatlah, kita semua adalah manusia. Manusia yang dikurniakan hati dan perasaan. Ada perasaan lemah & duka.
Mungkin disaat anda sedang membaca artikel ini, anda sedang merasa lemah dan kecewa. Hati anda merasa tidak tenang. Mungkin sahaja anda terjumpa artikel ini dari link FB ataupun tergoggle entri ini secara tidak sengaja.
Bismillah, izinkan saya berkongsi beberapa cara untuk menguatkan dan menenangkan kembali hati yang sedang lemah. Insyaallah, saya juga hamba Allah yang pernah mengalami situasi ini, semoga beberapa petua yang dikongsikan ini dapat memberi membantu anda juga.
1. Membaca Surah Yassin
Mungkin selama ini kita kurang membaca Al – Quran atau jarang sangat membuka kitab suci ini. Mungkin ini salah satu sebab kita mudah untuk terganggu dan merasa tidak tenang. Oleh itu marilah kita kembali menghidupkan amalan ini.
Semasa saya sedang mengalami “keserabutan” dulu, saya mengamalkan membaca surah Yassin setiap kali selesai solat. Alhamdulillah, setiap kali usai membaca Yassin, saya akan merasa tenang.
Memang surah ini mempunyai aura yang mampu menenangkan hati. Setelah itu, boleh beransur menambah bacaan dengan membaca surah – surah yang lain. Sangatt menenangkan hati
Bagaimana jika sedang haid? Dengarlah bacaan surah ini melalui mp3, etc..
2. Solat Sunat Tahajjud
Bangunlah melakukan solat malam iaitu solat sunat Tahajjud. Tujuan solat Tahajjud adalah untuk menguatkan jiwa dan mendapatkan ketenangan dalam menghadapi dugaan hidup. Amalan ini adalah antara amalan yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah dan para sahabat.
Usolli Sunnatal Tahajjud Rak’ataini Lilaahi Ta’ala, Allahu Akbar.
” Sahaja aku Solat Sunat Tahajjud dua rakaat kerana Allah Ta’ala “
Pada rakaat pertama bacalah Al-Fatihah Selepas itu surah Al-Kafirun & Rakaat kedua bacalah Al-Fatihah, selepas itu surah Al-Ikhlas. Solat Tahajjud dilakukan tiada had rakaatnya, mengikut kesanggupan dan kemampuan, dengan setiap dua rakaat satu salam.
Jika dirasakan berat memadailah sekadar dua rakaat.
Selepas itu berdoalah. Berdoalah apa sahaja. Adukan masalah kita direct kepada Allah. Mintalah ketenangan hati.
Jika anda kelu untuk berdoa, anda boleh amalkan doa ini:
اللهم اني اعوذ بك من الهم والحزن, واعوذ بك من العجز والكسل, واعوذ بك من الجبن والبخل, واعوذ بك من غلبة الدَّين وقهر الرجال
‘Allahumma innee A’oothu bika minal hammi wal hazan, wa a’outhu bika minal ajzi wal kasal, wa a’outhu bika minal jubni wal bukhl, wa a’outhu bika min ghalabatid deyni wa gahrir rijal.’
(Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kebimbangan dan kepiluan. Aku berlindung kepadaMu dari ketidakupayaan dan kelalaian. Aku berlindung kepadaMu dari perbuatan pengecut dan sifat kedekut. Dan aku mencari perlindungan dariMu daripada  hutang dan  penindasan manusia)
** tips supaya mudah nak bangun **
- Berwudhuk sebelum tidur
- Baca surah Al Mulk atleast 10 ayat (paling malas la tu..)
- Baca doa tido dan niat dalam hati “Ya Allah, aku memohon kepada Mu supaya bangunkan aku pada waktu paling afdhal untuk berdoa pada Mu
- Kunci jam
3. Banyakkan Istigfar Dan Berzikir
  • La haula wala quwwata illa billah (Tiada daya upaya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)
  • Hasbunallaah wa ni’mal wakiil (Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baiknya Pelindung)
 – Harus diingat, zikir bukan sahaja di mulut tetapi harus sampai masuk ke hati.
4. Elakkan Mendengar Lagu Bertema Kecewa – Kekecewaan
Ini penting kepada mereka yang baru sahaja mengalami putus cinta / tunang, sila hindari dari suasana yang boleh membuatkan anda sebak. Elakkan mendengar lagu yang bertemakan putus cinta & kecewa.
KIta ingin menenangkan hati, bukan ingin menyesakkan hati kan? Jangan menabur garam diatas luka kerana ianya pedih. Biarlah dahulu luka itu sembuh :)
5. Sentiasalah mengingati Allah
Ini yang paling penting sekali. Sentiasa mengingati Allah. Yakinlah dengan sepenuh hati bahawa Allah maha mengetahui dan sentiasa bersama kita walaupun apa pun.
Apa yang membuat kita sedih, Allah lebih Maha Kuasa Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi kita. Yakinlah kesedihan dan rasa tidak tenang yang Allah beri itu adalah agar kita kembali mengingatiNYA. He loves you no matter what =)
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” ( QS Ar Ra’d : 28 )
Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” ( QS.At -Taubah : 40 )

Penutup :
Bagaimana? Rasa masih belum kuat? Saya sarankan anda membaca artikel dibawah ini pula:
Itu adalah beberapa tips yang ingin saya kongsikan bersama anda. Ini adalah pengalaman saya dalam menangani rasa tidak tenteram dan bangkit dari kesedihan. Apakah anda pernah berjaya mengatasi rasa sedih dan tak tenang?
Marilah berkongsi dengan saya bagaimana cara anda mengubati rasa pilu pada ruangan komen dibawah.. :)
ANTARA KETENANGAN JIWA, KEDAMAIAN HATI DAN SEBUAH KEBENARAN


Oleh
Abu Abdillah Arief B. bin Usman Rozali



Pada zaman ini, banyak permasalahan yang dihadapi setiap manusia -dan secara khusus kaum Muslimin-, baik berkaitan dengan masalah lahir, batin, ataupun kejiwaan. Dari sini, muncullah berbagai ragam usaha untuk mengatasi problematika hidupnya. Tujuan utamanya, pada dasarnya hanya satu, yaitu; mendapatkan kepuasan hati, ketenteraman hidup, dan ketenangan jiwa.

Yang amat disayangkan, munculnya anggapan keliru karena ketidakpahaman atau karena belum mengerti, bahwa tidak semua hal yang mampu mendatangkan kepuasan, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa menunjukkan kebenaran sesuatu tersebut. Ya, kita bisa katakan, benar, memang sesuatu tersebut dapat mendatangkan kepuasan, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa. Namun permasalahannya, apakah semua hal yang bisa mendatangkan kepuasan, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa bisa dibenarkan secara syar’i? Jadi, yang dimaksud “benar” disini adalah, benar secara tinjauan dan hukum syar’i. Jika tidak demikian, kita akan menemukan betapa banyak praktek-praktek yang memang telah terbukti mampu mendatangkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa orang. Sebagai contoh, sebutlah bersemedhi, bertapa, atau meditasi, atau terapi psikologis lainnya. Hal-hal tersebut memang terbukti mampu mendatangkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa orang yang melakukannya [1]. Namun, apakah syariat Islam yang mulia dan sempurna ini membenarkannya? Atau minimal mengizinkannya? Atau; apakah kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa tersebut -jika memang terjadi- adalah hakiki dan abadi? Inilah permasalahannya.

Al Imam al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,"Adapun di bawah derajat orang ini (yakni orang yang merasakan kelezatan dengan mengenal Allah dan bertaqarrub denganNya), maka sangatlah banyak, dan tidak bisa menghitung banyaknya kecuali Allah. Bahkan, sampai pada derajat orang (yang masih bisa merasakan kelezatan dengan) melakukan hal-hal yang sangat hina, hal-hal yang kotor dan menjijikan, baik berupa perkataan maupun perbuatan…”.[2]

Perkataan beliau ini menjelaskan, ternyata ada hal-hal yang memang terbukti mampu mendatangkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa orang yang melakukannya, namun, tentu sangat berbeda derajat orang yang merasakan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa dengan cara bertaqarrub dan taat kepada Allah, dengan orang yang mencapainya tetapi dengan cara bermaksiat dan meninggalkan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Permasalahan ini, persis dengan seseorang yang mencari kesembuhan dari penyakit kronis yang dideritanya, sementara para dokter telah angkat tangan dari penyakitnya tersebut, lalu akhirnya, orang ini berobat ke dukun, kemudian sembuh. Maka, apakah kesembuhannya bisa ia jadikan dalil atas bolehnya berobat atau mendatangi dukun? Apakah kesembuhan yang ia dapati -dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala - menunjukkan bahwa dukun tersebut berada di atas al haq (baca : kebenaran)? Apakah kesembuhannya itu berasal dari cara yang dibenarkan oleh syariat? [3]

Sebagai seorang muslim -yang mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa memberikan taufiqNya- kita tentu tidak boleh ragu dan syak, bahwa kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa adalah salah satu sifat syariat Islam yang mulia dan sempurna ini. Itupun, harus dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat yang benar dalam beribadah. Yaitu, ikhlash hanya untuk Allah l semata, dan mutaba’atur rasul (mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam), sebagaimana yang telah banyak diterangkan oleh para ulama tentang masalah ini.[4]

Dari sekilas penjelasan di atas, kita bisa pahami, bahwa merupakan kekeliruan jika ada seseorang yang berkata “Segala sesuatu yang bisa mendatangkan dan menimbulkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa, maka hal itu boleh-boleh saja dilakukan, karena hal itu merupakan indikasi kebenaran sesuatu tersebut”.

Di manakah letak kekeliruan perkataan ini? Kita katakan : “Memang, salah satu bukti benarnya sesuatu hal adalah timbulnya kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa pada si pelakunya. Dan ini merupakan salah satu sifat syariat Islam jika dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat yang benar dalam beribadah, sebagaimana telah diterangkan di atas. Namun, tidak semua yang bisa mendatangkan dan menimbulkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa sebagai sebuah kebenaran”.

Seandainya orang itu hanya berkata “Segala sesuatu yang bisa mendatangkan dan menimbulkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa boleh-boleh saja dilakukan,” hanya sampai disini saja, mungkin masih bisa kita benarkan. Itupun selama perbuatan tersebut tidak melanggar syariat. Karena segala sesuatu yang dilakukan, selama tidak berhubungan dengan permasalahan ibadah, dan selama tidak ada dalil yang melarangnya, maka hukum asalnya adalah boleh, sebagaimana telah diterangkan oleh para ulama dalam masalah ini.[5]

Permasalahannya, jika kita perhatikan dan pelajari secara lebih dalam, hal-hal yang bisa mendatangkan dan menimbulkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa yang banyak digemari orang saat ini, pada kenyataannya tidak mungkin dapat dipisahkan dari praktek ibadah, bahkan sangat berkaitan erat dengan masalah aqidah yang letaknya di dalam hati, sedangkan hati merupakan sumber dari kebaikan atau keburukan seseorang, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

...
أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْـغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُـلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُـلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْـقَلْبُ .

"…Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad ini ada segumpal daging, apabila ia (segumpal daging) tersebut baik, baiklah seluruh jasadnya, dan apabila ia (segumpal daging) tersebut rusak (buruk), maka rusaklah (buruklah) seluruh jasadnya. Ketahuilah, segumpal daging tersebut adalah hati".[6]

Oleh karena itu, jika ingin selamat dari hal-hal yang dapat merusak agama kita, bahkan dalam hal aqidah, hendaknya seorang muslim senantiasa berhati-hati dan waspada, serta penuh pertimbangan demi keselamatan agamanya, dan bertanya, apakah perbuatan yang hendak dilakukan untuk pencarian kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwanya bertentangan dengan aqidah? Ataukah bagaimana?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,"Karena hati itu diciptakan untuk diketahui kegunaannya, maka mengarahkan penggunaan hati (yang benar) adalah (dengan cara menggunakannya untuk) berfikir dan menilai…”. [7]

Berkaitan erat dengan permasalahan ini, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberikan solusi bagi setiap muslim yang senantiasa ingin mendapatkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa yang hakiki dan abadi. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram". [ar Ra’d/13 : 28].

Asy Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al Badr -hafizhahullah- berkata,"…… Sesungguhnya al Imam al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah telah menyebutkan di dalam kitab beliau yang sangat berharga, al Wabil ash Shayyib sebanyak tujuh puluh sekian faidah dzikir. Dan di sini, kami akan sempurnakan untuk menyebutkan beberapa faidah dzikir lainnya, dari sekian banyak faidah yang telah beliau sebutkan di dalam kitabnya. Di antara faidah-faidah dzikir yang begitu agung, yaitu (dzikir) dapat mendatangkan kebahagiaan, kegembiraan, dan kelapangan bagi orang yang melakukannya, serta dapat melahirkan ketenangan dan ketenteraman di dalam hati orang yang melakukannya. Sebagaimana firman Allah…,” dan asy Syaikh membawakan ayat ke-28 surat ar Ra’d di atas.

Kemudian beliau kembali menjelaskan dan berkata,"Makna firman Allah (
وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم) adalah hilangnya segala sesuatu (yang berkaitan dengan) kegelisahan dan kegundahan dari dalam hati, dan dzikir tersebut akan menggantikannya dengan rasa keharmonisan (ketentraman), kebahagiaan, dan kelapangan. Dan maksud firmanNya (أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ) adalah sudah nyata, dan sudah sepantasnya hati (manusia) tidak akan pernah merasakan ketentraman, kecuali dengan dzikir (mengingat) Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Bahkan, sesungguhnya dzikir adalah penghidup hati yang hakiki. Dzikir merupakan makanan pokok bagi hati dan ruh. Apabila (jiwa) seseorang kehilangan dzikir ini, maka ia hanya bagaikan seonggok jasad yang jiwanya telah kehilangan makanan pokoknya. Sehingga tidak ada kehidupan yang hakiki bagi sebuah hati, melainkan dengan dzikrullah (mengingat Allah). Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata [9] : "Dzikir bagi hati, bagaikan air bagi seekor ikan. Maka, bagaimanakah keadaan seekor ikan jika ia berpisah dengan air?”[10]

Dari penjelasan yang begitu gamblang di atas, jelaslah sesungguhnya tidak ada penawar bagi orang yang hatinya gersang dan selalu gelisah, resah, dan gundah, melainkan hanya dengan dzikrullah.

Dzikrullah dapat dilakukan dengan dua cara, dengan mengingat Allah dan banyak berdzikir dengan bertasbih, bertahmid, bertahlil (mengucapkan Laa ilaha illallaah), ataupun bertakbir. Dan dengan memahami makna-makna al Qur`an dan hukum-hukumnya; karena di dalam al Qur`an terdapat dalil-dalil dan petunjuk-petunjuk yang jelas, serta bukti kebenaran yang nyata.[11]

Namun, yang amat disayangkan, masih banyak kaum Muslimin yang belum memahami hal ini. Bahkan, untuk mendapatkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa, justru mencari-cari solusi selainnya. Padahal kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa yang hakiki tidaklah mungkin dihasilkan melainkan hanya dengan dzikrullah.

Al Imam al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “…Sesungguhnya, hati tidak akan (merasakan) ketenangan, ketenteraman, dan kedamaian, melainkan jika pemiliknya berhubungan dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala (dengan melakukan ketaatan kepadaNya)… sehingga, barangsiapa yang tujuan utama (dalam hidupnya), kecintaannya, rasa takutnya, dan ketergantungannya hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka ia telah mendapatkan kenikmatan dariNya, kelezatan dariNya, kemuliaan dariNya, dan kebahagiaan dariNya untuk selama-lamanya”. [12]

Penjelasan beliau ini, juga menujukkan pemahaman, bahwa jika seseorang meninggalkan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau bahkan bermaksiat kepadaNya, maka hatinya akan sempit, gersang, selalu gelisah, resah, dan gundah [13]. Adapun kemaksiatan yang terbesar adalah syirik, dan Allah tidak akan mengampuni orang yang berbuat syirik sampai ia bertaubat sebelum ia mati. (Lihat an Nisaa`/4 : 48 dan 116). Juga Allah berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

"Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta". [Thaha/20 : 124].

Salah satu penafsiran ulama tentang lafazh (
مَعِيشَةً ضَنكاً) pada surat Thaha ayat ke-124 di atas adalah, kehidupan yang sangat sempit dan menyulitkan di dunia ini, disebabkan berpalingnya ia dari kitabullah dan dzikrullah. Ia akan merasakan kesempitan, kegelisahan, dan kepedihan-kepedihan lainnya dalam kehidupannya, dan itu adalah adzab secara umum.[14]

Adapun kadar kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa seseorang, itu sangat bergantung kepada sejauh mana kedekatannya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Al Imam al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “Kelezatan (yang dirasakan oleh hati) setiap orang, bergantung pada sejauh mana keinginannya dalam mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan (keinginannya dalam meraih) kemuliaan dirinya. Orang yang paling mulia jiwanya, yang paling tinggi derajatnya dalam merasakan kelezatan (dalam hatinya), adalah (orang yang paling) mengenal Allah, yang paling mencintai Allah, yang paling rindu dengan perjumpaan denganNya, dan yang paling (kuat) mendekatkan dirinya kepadaNya dengan segala hal yang dicintai dan diridhai olehNya”. [15]

Itulah dzikrullah dan tha’atullah, sebagai kunci utama untuk membuka hati seseorang dalam merealisasikan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwanya. Sedangkan tingkatan tha’atullah yang paling tinggi dan agung adalah tauhidullah (mentauhidkan Allah). Dan (sebaliknya), tingkatan maksiat yang paling besar dosanya dan paling buruk akibatnya, adalah asy syirku billah (menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala). Dengan kata lain, orang yang paling berbahagia, tenteram, dan tenang jiwanya adalah seorang muslim yang bertauhid dan merealisasikan tauhidnya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan orang yang paling sengsara hidupnya di dunia ini, dan tidak merasakan kebahagiaan, ketenangan, dan ketenteraman jiwa yang hakiki dan abadi, adalah orang yang musyrik dan bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala [15].

Kemudian, adakah hal lainnya setelah dzikrullah dan tha’atullah yang secara khusus mampu mendatangkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa seseorang? Jawabnya, ada. Yaitu shalat.

Hendaknya seorang mukmin menyibukkan dirinya untuk meraih kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwanya dengan melakukan shalat secara benar dan khusyu’. Dengan demikian, ia merasa tenang ketika berhadapan dengan Rabb-nya. Hatinya menjadi tenteram, lalu diikuti ketenangan dan ketenteraman tersebut oleh seluruh anggota tubuhnya. Dari sini, ia akan merasakan kedamaian hati dan ketenangan jiwa yang luar biasa. Dia memuji Rabb dengan segala macam pujian di dalam shalatnya. Bahkan, ia berkata kepada Rabb-nya
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan). Dia memohon kepada Rabb-nya segala kebutuhannya. Dan yang terpenting dari seluruh kebutuhannya adalah memohon untuk istiqamah (konsisten) di atas jalan yang lurus. Yang dengannya terwujudlah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dia pun berkata اِهْدِنَا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ (Tunjukilah kami jalan yang lurus). Dia mengagungkan Rabb-nya saat ruku’ dan sujud, dan memperbanyak doa di dalam sujudnya.

Betapa indah dan agungnya komunikasi yang ia lakukan dengan Rabb-nya. Sebuah komunikasi yang sangat luar biasa, mampu menumbuhkan ketenteraman dan kedamaian jiwa, sekaligus menjauhkan dirinya dari segala macam kegelisahan, keresahan, dan kesempitan hati dan jiwanya. Maka, tidak perlu heran, jika shalat ini merupakan penghibur dan penghias hati Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

...
وَجُعِلَتْ قُـرَّةُ عَـيْـنِيْ فِي الصَّـلاَةِ .

"…dan telah dijadikan penghibur (penghias) hatiku (kebahagiaanku) pada shalat".[17]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah berkata kepada salah satu sahabatnya:

قُمْ يَا بِلاَلُ، فَـأَرِحْـنَا بِالصَّلاَةِ .

"Bangunlah wahai Bilal, buatlah kami beristirahat dengan (melakukan) shalat".[18]

Al Imam al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah, setelah menjelaskan hikmah-hikmah dan beberapa keistimewaan shalat, beliau berkata : “… Kemudian, disyariatkan baginya untuk mengulang-ulang raka’at ini satu per satu, sebagaimana disyariatkannya mengulang-ulang (lafazh) dzikir dan doa satu per satu. Hal itu agar ia mempersiapkan dirinya dengan raka’at yang pertama tadi, untuk menyempurnakan raka’at yang berikutnya. Sebagaimana raka’at yang kedua untuk menyempurnakan raka’at yang pertama. Semuanya itu bertujuan untuk memenuhi hatinya dengan makanan (rohani) ini, dan mengambil bekal darinya untuk mengobati penyakit yang ada dalam hatinya. Karena sesungguhnya kedudukan shalat terhadap hati, bagaikan kedudukan makanan dan obat terhadapnya… Maka, tidak ada satu pun yang mampu menjadi makanan dan bagi hatinya, selain shalat ini. Maksudnya, (fungsi) shalat dalam menyehatkan dan menyembuhkan hati, seperti (fungsi) makanan pokok dan obat-obatan terhadap badannya".[19]

Dr. Hasan bin Ahmad bin Hasan al Fakki berkata,"Tatkala shalat dijadikan sebagai pembangkit ketenangan dan ketenteraman (jiwa), serta sebagai terapi psikologis, maka, tidak mengherankan jika sebagian dokter jiwa menganggapnya sebagai terapi utama dalam penyembuhan para pasien penyakit jiwa. Salah seorang di antara mereka ada yang mengatakan, sepertinya shalat ini salah satu terapi yang mampu mendatangkan kehangatan jiwa manusia. Sesungguhnya shalat bisa menjauhkan dirimu dari segala kesibukan yang membuatmu gundah dan resah. Shalat ini pun mampu membuatmu merasa tidak menyendiri dalam hidup ini. Mampu membuatmu merasakan bahwa Allah menyertaimu. Shalat pun ternyata mampu memberimu kekuatan dalam bekerja, yang sebelumnya dirimu tidak mampu berbuat apa-apa. Maka, pergilah ke kamar tidurmu! Lalu, mulailah melakukan shalat untuk menghadap Rabb-mu”.[20]

Demikianlah, sehingga memang shalat yang benar dan khusyu’, pasti akan melahirkan ketenteraman jiwa dan kedamaian hati. Bukan seperti shalat yang dilakukan oleh orang-orang Nashrani, yang telah disifatkan oleh al Imam al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah sebagai sebuah shalat yang pembukaannya adalah kenajisan, takbiratul ihramnya dengan bersalib di wajah, qiblatnya sebelah timur, syi’arnya adalah kesyirikan, (maka) bagaimana hal ini tersembunyi bagi orang berakal, bahwa hal ini sesuatu yang memang tidak pernah dibenarkan oleh satu syariat manapun? [21]

Dr. Hasan bin Ahmad bin Hasan al Fakki kembali menjelaskan : “Adapun sebuah shalat yang permulaannya adalah pengagungan dan pemuliaan terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan shalat ini mengandung firmanNya, pujian dan pengagungan kepadaNya, rasa tunduk yang sempurna si pelakunya kepada Rabbnya, maka tidak ragu lagi, shalat seperti inilah yang mampu menjadi perantara seorang hamba dalam berkomunikasi dengan Rabb-nya. Shalatnya ini bermanfaat baginya untuk memohon kepada Rabb agar (Dia) membebaskan dari segala kesulitan. Di samping itu, ia pun akan mendapatkan manfaat dan pahala yang besar di akhirat, serta kemenangan dengan mendapatkan ridha ar Rahman (Allah Subhanahu wa Ta'ala). Dan kiaskanlah terhadap shalat ini seluruh ketaatan hamba terhadap Rabb-nya. Sungguh agama Islam adalah sebuah manhaj (metode, tata cara dan pola hidup) yang sempurna, yang sangat adil. Menjamin setiap orang bisa mencapai hidup bahagia di dunia dan akhirat. Dan ini sebagai sebuah kemenangan yang besar”.[22]

Demikianlah, mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, bisa menambah iman, ilmu, dan amal shalih kita. Wallahu a’lam bish shawab.


Gambarannya, buku itu ttg nasihat nasihat utk kita semua. robi menulis dari apa yg dilihat, dari apa yang dipikir dan dari apa yang dirasakan hati ini uncle.


Essena O'Neil mengundurkan diri dari meriahnya media sosial.


Punya Ratusan Ribu Like dan Followers Tak Menjamin Manusia Bahagia

Essena O'Neil mengundurkan diri dari meriahnya media sosial.

Indikator kesuksesan zaman sekarang dengan zaman dulu sangat berbeda. Jika dulu indikator kesuksesan seseorang dilihat dari prestasi, kepintaran, kebaikan, dan juga popularitas di kalangan masyarakat. Namun sekarang, indikator popularitas semata-mata hanya dilihat dari media sosial seperti jumlah like, jumlah followers, dan jumlah foto yang diunggah.

Dilansir ELLE.com, (4/11), salah satu artis ternama di dunia, Essena O'Neil, akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari meriahnya media sosial. Sebelumnya dia adalah orang yang sangat gencar memamerkan sisi kehidupannya lewat akun YouTube, Instagram, Snapchat, dan Tumblr.
Dia juga berpendapat bahwa memamerkan aktivitas kehidupan kita di media sosial bukan hal yang keren. Hal ini juga tidak bisa membuktikan kalau anda keren. Banyak orang yang mengunggah foto, video dan hal-hal yang provokatif. Tujuannya hanya satu, yaitu membuat dirinya dikenal oleh banyak orang.

Menurut O'Neil, tiap manusia memiliki sisi kreativitas, keunikan, tujuan, dan hasratnya masing-masing. Namun, hal tersebut lama kelamaan akan memberikan dampak yang buruk.
Pasalnya, terlalu lama berkecimpung di dunia media sosial malah membuat manusia modern kehilangan produktivitas dan ide-ide brilian. 

Resensi Novel: Mandi Cahaya Rembulan

Judul:Mandi Cahaya Rembulan
Penulis:Abdul Mutaqin
No ISBN:978-602-16950-05
Kategori:Keluarga
Cover:Hard Cover
Isi:228
Ukuran:13,5 x 20,5 cm

Novel ini bikin saya penasaran sehingga saya betah membacanya berlama-lama. Novel ini juga membuat saya mengerti  bagaimana kehidupan tatanan masyarakat patrilineal (yang berfokus pada laki-laki) yang kontra dengan masyarakat saya- masyarakat Padang/ Minang yang matrilineal (yang berfokus pada kaum perempuan).
Setting novel ini sangat asyik, penggambaran tentang Kampung Pesisir (dekat Depok- Jawa Barat) pada masa lalu dan bagaimana tulusnya pengabdian seorang guru di sebuah madrasah atau sekolah pinggiran  membuat saya ikut hanyut ke dalam kisah-kisahnya. Ada juga pesan tersirat buat  “Pemerintah, Legislatif dan masyarakat luas” agar memberikan kepedulian yang sungguh-sungguh atas kesejahteraan “guru kelas dua/ guru honorer” yang selalu berjuang buat mencerdaskan anak-anak bangsa. Pengabdian mereka malah bisa melebihi hebatnya pengabdian para guru di sekolah-sekolah yang disponsori pemerintah.
Novel ini tidak hanya sekedar menghibur namun juga memberi kita pandangan hidup- bagaimana  seharusnya kita bersikap saat terjebak dalam konflik keluarga/ sosial, bagaimana pentingnya berbahasa yang santun, dan bagaimana menjadi orang timur/ orang Indonesia yang bijaksana. Usai membaca novel dipastikan bahwa kita juga memperoleh segudang ilmu yang berguna buat hidup: tentang cara mendidik anak, cara hidup dalam rumah tangga dan masyarakat dan cara beradaptasi yang baik dengan komunitas sekitar.
Saya bangga dengan Abdul Muttaqin yang telah meluangkan waktu, tenaga dan fikirannya untuk menyelesaikan novel “Mandi Cahaya Rembulan”, sebuah novel yang sangat hebat. Abdul- melalui novel ini- mengingat kepada saya dan juga semua pendidik bagaimana menjadi guru ideal- melalui peran tokoh “Qori/ Bayram Abqori, yaitu seorang guru yang amat tulus, mencintai profesinya dan memperoleh  kepuasan kerja sebagai guru.
Indonesia  membutuhkan  seratus atau seribu “Abdul Muttaqin” lainnya yang senantiasa berkarya- berkreasi dan berinovasi- buat bangsa. Bila muncul seratus atau seribu Pangarang dan Guru yang tulus seperti Abdul Muttaqin- sang penulis novel ini- saya yakin bahwa pendidikan Indonesia akan jauh lebih maju. Ungkapan yang mengatakan bahwa “banyak guru yang buta dalam membaca dan lumpuh dalam menulis” bakal sirna.
(Marjohan, M.Pd: Guru SMA Berprestasi Tingkat Nasional 2012 dan Penulis Nasional asal SMAN 3 Batusangkar, Sumatera Barat)   

Benarkah Anak Tunggal Lebih Bahagia?



Benarkah Anak Tunggal Lebih Bahagia?
HARIAN SINDO, Tuesday, 14 December 2010


ANAK tunggal memang identik dengan sifat manja,karena perhatian penuh kedua orang tua. Sebuah studi terbaru mengungkapkan kalau anak tunggal juga merasa hidupnya lebih bahagia.
Benarkah? Dalam sebuah wawancara dengan majalah Rolling Stone,aktris Natalie Portman pernah berkata bahwa dia tidak akan pernah menjadi aktris jika bukan menjadi anak tunggal.“Karena orang tua saya tidak akan pernah membiarkan saya untuk menjadi bintang keluarga dengan mengorbankan anak lain,”ujar dia.Intinya,dia berpendapat ternyata banyak keuntungan hidup tanpa memiliki saudara kandung.
Salah satu proyek penelitian dalam lingkup luas terkait kehidupan keluarga yang dilakukan di Inggris mengungkapkan bahwa sebuah keluarga yang memiliki lebih sedikit anak,maka semakin berbahagialah mereka.Dan mempunyai anak tunggal yang paling puas di antaranya. Temuan ini secara eksklusif dipublikasikan oleh harian Observer. Hasil studi menunjukkan,“kekerasan antarsaudara”dapat menjadi bagian dari masalah dalam sebuah keluarga,dengan kesimpulan 31% dari anak-anak mengatakan mereka memukul, menendang,atau didorong oleh saudaranya dengan intensitas “cukup banyak”atau “banyak”.
Anak lainnya mengeluh sering dicuri barangnya oleh saudara kandung. Angka-angka di atas adalah data hasil dari Understanding Society,sebuah studi pelacakan kehidupan dari 100.000 orang di 40.000 rumah tangga penduduk Inggris.Jelasnya,laporan ini akan dipaparkan di Britain in 2011,the State of the Nation,sebuah majalah yang diterbitkan oleh Economic and Social Research Council. Studi yang menyangkut anak dan kebahagiaan itu juga mengungkapkan bahwa sekitar tujuh dari 10 remaja Inggris “sangat puas”dengan kehidupan mereka.
Anak-anak dari etnis minoritas rata-rata lebih bahagia daripada penduduk asli kulit putih Inggris.Selain itu,kebahagiaan akan menurun jika memiliki saudara kandung dalam sebuah keluarga. Temuan ini didasarkan pada survei mendalam yang dilakukan pada 2.500 orang muda,yang telah dianalisis oleh Gundi Knies dari Institute for Social and Economic Research di University of Essex di mana studi tentang Understanding Society itu berasal.
Dia menyebutkan,faktor-faktor lain seperti kompetisi dalam menarik perhatian orang tua atau fakta bahwa pembagian mainan,permen,atau kamar dapat menjadi penyebabnya. Knies juga menunjuk ke data lain dalam studi tentang kekerasan antarsaudara, yaitu sekitar 29,5% remaja yang mengeluh disebut “orang yang menjijikkan”oleh saudara sendiri jumlahnya “cukup banyak”atau “banyak”. Sementara,17,6% di antaranya mengaku barang-barang pribadinya diambil oleh saudara mereka.
Profesor Dieter Wolke dari University of Warwick,yang banyak bersentuhan dengan persoalan ketegangan antarsaudara kandung mengatakan, lebih dari separuh partisipan (sekitar 54%) terlibat dalam tindak kekerasan atau penghinaan oleh saudaranya atau yang lainnya. Meski begitu,ada juga bukti yang menunjukkan bahwa saudara sekandung dapat memberikan dukungan satu sama lain.Dia memperingatkan bahwa anak-anak yang menghadapi kekerasan atau pelecehan baik di rumah maupun di taman bermain itu sangat rentan berkembang menjadi masalah perilaku dan rasa ketidakbahagiaan.
Wolke sendiri tidak mempelajari dampak dari ketegangan dari mereka tersebut pada orang tua.“Dari laporan lucu-lucuan,pertengkaran adik-kakak dapat meningkatkan stres orang tua dan beberapa di antaranya menyerah melakukan intervensi atau campur tangan secara tidak konsisten dan meninggalkan sebuah lahan luas yang terbuka lebar bagi saudara yang mengganggu,”terangnya.
Siobhan Freegard,pendiri situs Netmums yang memiliki tiga anak menuturkan,banyak ibu merasa seperti “wasit”setelah anak-anak mereka mencapai usia tertentu dan mulai bertengkar dengan saudara-saudara mereka. Dia mempertanyakan,apakah temuan tentang kebahagiaan ini terkait dengan fakta bahwa anak-anak putus asa untuk mendapatkan perhatian orang tua. “Dengan tiga anak,berarti menyiapkan tiga porsi makan malam,tiga kali mencuci lebih banyak,tiga kali lebih banyak mengemudi untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sekolah,di mana Anda mendapatkan waktu lebih sedikit untuk ketiganya.
Saya suka berpikir mereka juga mendapatkan keuntungan dengan cara lain,”kata Freegard. Dia mengatakan,temuan ini akan bermanfaat dalam waktu jangka panjang sebagai bantuan untuk orang tua dan anak-anak yang selalu merasa kesepian karena menjadi anak tunggal. Freegard baru-baru ini membahas masalah tersebut dengan temannya,Tanya Honey,yang memiliki satu anak perempuan. Honey mengakui bahwa putrinya, Gemma,7,baru-baru ini menulis “bayi” pada daftar belanjaannya.
“Tapi teman saya selalu berkata bahwa dia adalah anak yang benarbenar sangat bahagia.Ketika kita pergi berlibur dia pintar sekali mencari teman perjalanan yang tidak bisa dilakukannya saat memiliki saudara kandung. Karena dia pasti akan bergantung pada saudaranya,”ujar Honey . Ketika temuan ini tampak mengejutkan, para ahli mengatakan ada alasan yang jelas mengapa memiliki banyak saudara bisa mengurangi kebahagiaan. Dr Ruth Coppard,seorang psikolog anak,mengatakan bahwa dalam sebuah rumah sederhana dengan anak banyak, privasi mereka akan berkurang untuk setiap anak.
“Beberapa anak memang senang berbagi kamar tidur dengan saudaranya, tapi mereka lebih suka memilih untuk melakukannya daripada harus melakukannya.Di sini ada persaingan untuk mendapat waktu dan perhatian orang tua,”ungkap dia.Coppard mengaku membuat keputusan untuk memiliki hanya dua orang anak karena lebih menjadi terjangkau.
“Setelah itu (punya anak lagi) saya akan membutuhkan mobil yang lebih besar,kamar tidur banyak,dan merencanakan liburan akan sulit,”katanya. Namun,dia berpendapat bahwa ada juga masalah bagi anak-anak saja,yang adalah “penerima tunggal harapan orang tua”.Parentline Plus,sebuah badan amal yang menawarkan dukungan kepada orang tua,secara rutin menerima aduan tentang persaingan antarsaudara.
“Keluarga melakukan laporan mengenai kekhawatiran tingginya tingkat konflik antarsaudara kandung dan bisa memicu stres.Tapi yang paling penting,mencoba untuk membantu dan mendukung setiap keluarga untuk menemukan cara yang lebih efektif untuk menangani masalah ini,”kata Alison Phillips,Direktur Kebijakan dan Komunikasi Parentline Plus.
Dia telah menerbitkan serangkaian tips untuk orang tua,termasuk jangan terlalu cepat menyalahkan,bahkan jika seorang anak tampak tidak bersalah. Lalu,memastikan anak-anak memiliki tempat khusus untuk barang-barang mereka,minta mereka bertanya jika ingin menggunakan sesuatu milik saudaranya.Terakhir,tunjukkan dengan tegas bahwa Anda tidak menyetujui perilaku kekerasan.(rendra hanggara)

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...