Benarkah Anak Tunggal Lebih Bahagia?
HARIAN SINDO, Tuesday, 14 December
2010
ANAK tunggal memang identik dengan
sifat manja,karena perhatian penuh kedua orang tua. Sebuah studi terbaru
mengungkapkan kalau anak tunggal juga merasa hidupnya lebih bahagia.
Benarkah? Dalam sebuah wawancara
dengan majalah Rolling Stone,aktris Natalie Portman pernah berkata bahwa dia
tidak akan pernah menjadi aktris jika bukan menjadi anak tunggal.“Karena orang
tua saya tidak akan pernah membiarkan saya untuk menjadi bintang keluarga
dengan mengorbankan anak lain,”ujar dia.Intinya,dia berpendapat ternyata banyak
keuntungan hidup tanpa memiliki saudara kandung.
Salah satu proyek penelitian dalam
lingkup luas terkait kehidupan keluarga yang dilakukan di Inggris mengungkapkan
bahwa sebuah keluarga yang memiliki lebih sedikit anak,maka semakin
berbahagialah mereka.Dan mempunyai anak tunggal yang paling puas di antaranya.
Temuan ini secara eksklusif dipublikasikan oleh harian Observer. Hasil studi
menunjukkan,“kekerasan antarsaudara”dapat menjadi bagian dari masalah dalam
sebuah keluarga,dengan kesimpulan 31% dari anak-anak mengatakan mereka memukul,
menendang,atau didorong oleh saudaranya dengan intensitas “cukup banyak”atau
“banyak”.
Anak lainnya mengeluh sering dicuri
barangnya oleh saudara kandung. Angka-angka di atas adalah data hasil dari
Understanding Society,sebuah studi pelacakan kehidupan dari 100.000 orang di
40.000 rumah tangga penduduk Inggris.Jelasnya,laporan ini akan dipaparkan di
Britain in 2011,the State of the Nation,sebuah majalah yang diterbitkan oleh
Economic and Social Research Council. Studi yang menyangkut anak dan
kebahagiaan itu juga mengungkapkan bahwa sekitar tujuh dari 10 remaja Inggris
“sangat puas”dengan kehidupan mereka.
Anak-anak dari etnis minoritas rata-rata
lebih bahagia daripada penduduk asli kulit putih Inggris.Selain itu,kebahagiaan
akan menurun jika memiliki saudara kandung dalam sebuah keluarga. Temuan ini
didasarkan pada survei mendalam yang dilakukan pada 2.500 orang muda,yang telah
dianalisis oleh Gundi Knies dari Institute for Social and Economic Research di
University of Essex di mana studi tentang Understanding Society itu berasal.
Dia menyebutkan,faktor-faktor lain
seperti kompetisi dalam menarik perhatian orang tua atau fakta bahwa pembagian
mainan,permen,atau kamar dapat menjadi penyebabnya. Knies juga menunjuk ke data
lain dalam studi tentang kekerasan antarsaudara, yaitu sekitar 29,5% remaja
yang mengeluh disebut “orang yang menjijikkan”oleh saudara sendiri jumlahnya
“cukup banyak”atau “banyak”. Sementara,17,6% di antaranya mengaku barang-barang
pribadinya diambil oleh saudara mereka.
Profesor Dieter Wolke dari
University of Warwick,yang banyak bersentuhan dengan persoalan ketegangan
antarsaudara kandung mengatakan, lebih dari separuh partisipan (sekitar 54%)
terlibat dalam tindak kekerasan atau penghinaan oleh saudaranya atau yang
lainnya. Meski begitu,ada juga bukti yang menunjukkan bahwa saudara sekandung
dapat memberikan dukungan satu sama lain.Dia memperingatkan bahwa anak-anak
yang menghadapi kekerasan atau pelecehan baik di rumah maupun di taman bermain
itu sangat rentan berkembang menjadi masalah perilaku dan rasa
ketidakbahagiaan.
Wolke sendiri tidak mempelajari
dampak dari ketegangan dari mereka tersebut pada orang tua.“Dari laporan
lucu-lucuan,pertengkaran adik-kakak dapat meningkatkan stres orang tua dan
beberapa di antaranya menyerah melakukan intervensi atau campur tangan secara
tidak konsisten dan meninggalkan sebuah lahan luas yang terbuka lebar bagi
saudara yang mengganggu,”terangnya.
Siobhan Freegard,pendiri situs
Netmums yang memiliki tiga anak menuturkan,banyak ibu merasa seperti
“wasit”setelah anak-anak mereka mencapai usia tertentu dan mulai bertengkar
dengan saudara-saudara mereka. Dia mempertanyakan,apakah temuan tentang
kebahagiaan ini terkait dengan fakta bahwa anak-anak putus asa untuk
mendapatkan perhatian orang tua. “Dengan tiga anak,berarti menyiapkan tiga
porsi makan malam,tiga kali mencuci lebih banyak,tiga kali lebih banyak
mengemudi untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sekolah,di mana Anda
mendapatkan waktu lebih sedikit untuk ketiganya.
Saya suka berpikir mereka juga
mendapatkan keuntungan dengan cara lain,”kata Freegard. Dia mengatakan,temuan
ini akan bermanfaat dalam waktu jangka panjang sebagai bantuan untuk orang tua
dan anak-anak yang selalu merasa kesepian karena menjadi anak tunggal. Freegard
baru-baru ini membahas masalah tersebut dengan temannya,Tanya Honey,yang
memiliki satu anak perempuan. Honey mengakui bahwa putrinya, Gemma,7,baru-baru
ini menulis “bayi” pada daftar belanjaannya.
“Tapi teman saya selalu berkata
bahwa dia adalah anak yang benarbenar sangat bahagia.Ketika kita pergi berlibur
dia pintar sekali mencari teman perjalanan yang tidak bisa dilakukannya saat
memiliki saudara kandung. Karena dia pasti akan bergantung pada
saudaranya,”ujar Honey . Ketika temuan ini tampak mengejutkan, para ahli
mengatakan ada alasan yang jelas mengapa memiliki banyak saudara bisa
mengurangi kebahagiaan. Dr Ruth Coppard,seorang psikolog anak,mengatakan bahwa
dalam sebuah rumah sederhana dengan anak banyak, privasi mereka akan berkurang
untuk setiap anak.
“Beberapa anak memang senang berbagi
kamar tidur dengan saudaranya, tapi mereka lebih suka memilih untuk
melakukannya daripada harus melakukannya.Di sini ada persaingan untuk mendapat
waktu dan perhatian orang tua,”ungkap dia.Coppard mengaku membuat keputusan
untuk memiliki hanya dua orang anak karena lebih menjadi terjangkau.
“Setelah itu (punya anak lagi) saya
akan membutuhkan mobil yang lebih besar,kamar tidur banyak,dan merencanakan
liburan akan sulit,”katanya. Namun,dia berpendapat bahwa ada juga masalah bagi
anak-anak saja,yang adalah “penerima tunggal harapan orang tua”.Parentline
Plus,sebuah badan amal yang menawarkan dukungan kepada orang tua,secara rutin
menerima aduan tentang persaingan antarsaudara.
“Keluarga melakukan laporan mengenai
kekhawatiran tingginya tingkat konflik antarsaudara kandung dan bisa memicu
stres.Tapi yang paling penting,mencoba untuk membantu dan mendukung setiap
keluarga untuk menemukan cara yang lebih efektif untuk menangani masalah
ini,”kata Alison Phillips,Direktur Kebijakan dan Komunikasi Parentline Plus.
Dia
telah menerbitkan serangkaian tips untuk orang tua,termasuk jangan terlalu
cepat menyalahkan,bahkan jika seorang anak tampak tidak bersalah.
Lalu,memastikan anak-anak memiliki tempat khusus untuk barang-barang
mereka,minta mereka bertanya jika ingin menggunakan sesuatu milik
saudaranya.Terakhir,tunjukkan dengan tegas bahwa Anda tidak menyetujui perilaku
kekerasan.(rendra hanggara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them