Masa Kecil Di LINTAU
A.
Keluargaku
Nama lengkapku Sefrita
Yenti, namun saat aku duduk di bangku SMA, aku memperoleh nama beken “Oshin”.
Siapa itu Oshin dan mengapa namaku Oshin ?
Aku
tidak kenal dengan istilah oshin. Aku dipanggil dengan gelar atau panggilan
baru “Oshin” oleh guru bahasa Inggrisku- Pak Marjohan saat aku menjadi muridnya
di SMAN 1 Lintau. Katanya Oshin itu adalah nama serial film Jepang yang diputar
di TVRI saat ia remaja. Film tersebut sangat fenomenal- menceritakan tentang
ketabahan dan kesabaran seorang gadis tradisionil Jepang. Aku sendiri memiliki
tubuh kecil, perawakan seperti orang Jepang atau orang China, namun karena
tokoh film serial yang terkenal adalah Oshin- ya nama panggilanku adalah Oshin.
Terus terang aku
menyukai nama panggilan ini hingga menjadi nama bekenku. Kadang- kadang orang
sekitar menjadi tidak kenal lagi dengan nama asliku- Sefrita Yenti- dan mereka
ikut- ikutan menyapaku dengan kata “Oshin”. Ya aku sendiri suka banget
dipanggil Oshin. Aku akan menceritakan sedikit tentang kampungku.
Kampungku di
Batusangkar- kota kecilnya adalah Lintau. Di Lintau lokasi rumahku di Dusun Aur
Duri- Palak Godang di Nagari Batu Bulek. Tentu tidak bisa dideteksi dalam peta,
karena kampungku belum popular.
Teman- temanku yang
berada di Osaka- Jepang boleh mampir ke rumahku.Mudah saja untuk pergi ke sana,
pertama terbang langsung dari Osaka- Bali dan terus ke Jakarta. Tentu butuh
waktu, seterusnya terbang lagi ke BIM (Bandara Internasional Minangkabau). Andai
mereka kesulitan karena faktor bahasa maka aku bisa menjemput mereka ke Padang
atau malah ke Jakarta.
Dibandingkan dengan
Jepang, pemandangan di kampungku juga cantik- di sana ada gunung Sago dengan tiga
puncak yaitu Puncak Pato, Puncak Marapalam dan Gunung Ledang. Suhunya cukup sejuk
dan penduduk di seputar sana menanam tebu. Mereka punya aktivitas ekonomi
secara tradisionil membuat gula tebu dan juga gula aren.
Gula tersebut diproduksi
secara manual- batang tebu dikilang atau diperas dengan mesin yang diputar oleh
tenaga ternak/ sapi. Di daerah sebelah bawah, penduduk menanam coklat dan juga
karet serta tanaman hortikultura lainnya. Hal lain yang membuat daerah Lintau
terasa elok adalah karena ia memiliki lembah dan goa atau ngalau (ngalau
pangian, ngalau sapan kijang, ngalau air lulus, dll) dan juga ada aliran sungai
dengan arus deras. Sebetulnya bisa dikelola untuk kegiatan olah raga arung
jeram- persis di Batang Sinamar (Sungai Sinamar).
Dari pusat keramaian
desa mulai dari Balai Tangah hingga Balai Jumat terlihat pertumbuhan bangunan
milik penduduk- tentu saja tidak begitu pesat. Jalan rayanya lurus dan meluncur
dari kaki gunung hingga ke bawah. Pertumbuhan ekonominya biasa- biasa saja,
karena penduduknya yang berusia muda banyak yang merantau ke luar: ke Pulau
Jawa, ke Propinsi sekitar dan juga ke Pulau Batam. Seolah- olah Lintau hanya tempat
menompang lahir dan tumbuh hingga remaja disana, nanti bila tamat SMA- usia 17
atau 18 tahun- mereka pergi meninggalkan daerah ini buat selamanya atau kembali
pulang setelah tua.
Orang tuaku bernama
Rahmi (ibuku) dan Suwir (ayah). Aku lahir seputar pertengahan tahun 1980-an,
proses kelahiranku dibantu oleh Dukun Kampung saja, bukan dibantu oleh tenaga
medis seperti perawat dan dokter. Di sanalah (dusun Aur Duri) aku tumbuh hingga
aku bersekolah di TK dan SD juga di dusun Aur Duri. Kemudian aku sekolah di
SMPN 5 Lintau dan terus ke SMAN 1 Lintau di Balai Tangah.
Aku dengar bahwa waktu
kecil, aku termasuk anak yang nakal. Namun aku punya teman akrab sejak masa
balita, namanya Dona. Dia sepupuku. Kami pergi sekolah, pergi mengaji dan pergi
main selalu bareng- bareng. Kawan perempuan yang sebaya tidak ada, yang banyak
hanya teman laki- laki. Akhirnya mereka semua menjadi temanku, oleh karena itu
permainanku juga permainan anak laki-laki.
“Aku main petak umpet,
berlarian, berkejaran, memajat pohon hingga pergi menjelajah mencari serangga
atau berburu burung liar. Begitu bersekolah di SD maka aku memiliki tambahan
teman perempuan yang datang dari dusun lain. Semuanya ada 6 orang. Sampai
sekarang sudah belasan tahun kami punya gang tetap 6 orang”.
Namun dari 6 orang gang
anak perempuan itu sekarang yang belum menikah ya aku sendiri. Teman- temanku
yang lain sudah menikah- punya suami dan punya anak- anak yang lucu. Untuk
ukuran desa aku sudah terlambat untuk menikah- karena di atas usia 20- an
mereka sudah siap untuk menikah. Sementara aku sudah hampir 30 tahun, namun
untuk ukuran orang kota aku belum terlambat untuk menikah…dan aku tidak menutup
diri untuk menikah.
Untuk kota metropolitan
seperti Jakarta, Bandung, mungkin juga Tokyo..orang banyak menikah di atas usia
30-an buat wanita. Pernikahan itu memang misteri dan jodoh itu ditentukan oleh
yang di atas (Tuhan). Aku tetap membuka hati dan bersedia menikah dengan siapa,
dari mana dan orang mana saja- asal ia baik, bertanggung jawab, sehat dan kami
bisa beradaptasi bersama.
“Aku selalu menunggu
jodohku yang bisa berbagi dan membingku
agar aku selalu dekat dengan Sang Khalik. Aku tidak ingin sendirian sampai tua.
Aku harus lebih dekat dan minta ampun pada Tuhan. Aku punya banyak dosa,
apalagi selama di Jepang sholatku banyak tinggal”.
B.Ibuku
Pahlawanku
Anak- anak kecil semua
punya pahlawan. Pahlawannya ada seperti Batman, Satria Baja Hitam. Dan aku juga
punya pahlawan dari kecil hingga sekarang. Pahlawan untuk kehidupanku adalah
ibuku.
Ibuku adalah wanita
yang hebat. Itu aku tahu sejak ayah dan ibuku bercerai ketika aku duduk di
kelas 6 SD, malah saat aku di kelas 4 SD, kami sudah ditinggal pergi oleh ayah-
berarti mereka sebelumnya sudah pisah rumah juga namun belum bercerai. Jadi
biaya kami makan dan juga uang jajan semua ditanggung oleh ibu. Aku punya adik
3 orang dan dua orang kakakku yang sekolah di MAN Padang Panjang- jadi semua
butuh uang yang banyak. Semua berasal dari ibu.
Dari mana datang uang
kami ? Ya aku dan saudaraku yang lain ikut membantu ibu untuk membersihkan
kulit manis- casiaverra (cinnamon)
yang kita peroleh dari tetangga sebagai upahan. Kami kikis dan bersihkan dari
pulang sekolah hingga larut malam bareng dengan ibu. Dari kecil hingga
sekarang, aku tidak pernah melihat ibu meneteskan air matanya karena sedih.
“Entah kapan ia
meneteskan air mata, aku tidak tahu dan ibu juga tidak pernah mengeluh. Jadi
pahlawan dalam kehidupanku adalah ibuku. Dia bukan mama atau ibu yang cengeng.
Ia wanita yang hebat dan mandiri- pagi ia pergi ke ladang dan pulang sore, sore
hari ia pun membersihkan kulit manis lagi hingga malam dan esok paginya ke ladang
lagi….nah begitulah rutinitasnya setiap hari”.
Mengapa ayah dan ibuku
bercerai…? Perceraian mereka membuat kami semua bersedih. Saat kecil aku juga ikut
ke kantor pengadilan agama di Batusangkar untuk menyaksikan perceraian mereka. Kami
berangkat 5 orang: aku, ibu, sepupu dan 2 orang kakakku. Aku tidak tahu banyak
saat itu mengapa kakakku menangis dan aku jadi ikut-ikutan sedih dan menangis.
Namun bertambah usiaku saat aku duduk di bangku SMP, maka aku jadi tahu tentang
perceraian dan makna betapa indahnya punya orang tua yang utuh ada ibu dan
ayah- tempat kita bermanja- manja dengan mereka.
“Aku jadi iri melihat
orang- orang bisa ngumpul- ngumpul bersama keluarga mereka, apalagi pada hari
besar- seperti di bulan puasa dan hari lebaran. Mereka bergembira bersama dan
makan bersama. Itu tidak pernah lagi aku temukan dalam keluarga kami. Iitulah
yang membuat hatiku dan hati saudara- saudaraku menjadi remuk- hancur”.
Waktu kecil- aku adalah
anak yang biasa biasa saja- tidak pemalu dan bukan pula anak pemberani. Aku
bisa jadi berani karena saat di SMP aku bergabung dengan kegiatan pramuka. Pramuka
itu punya manfaat untuk melatih kita mandiri dan menjadi berani. Kalau kita ada
kesulitan maka kita diajar mencari solusi untuk mengatasinya.
Anak- anak sekarang
banyak yang ikut les privat dan pergi bimbel (bimbingan belajar). Aku rasa itu
juga bagus untuk menambah pemahaman nilai akademis- untuk otak, namun kegiatan
pramuka juga patut untuk diapresiasi- diikuti agar menciptakan keberanian dan
sifat heroik kita.
“Anak perlu kegiatan
buat otak dan juga buat fisik yang berimbang..ya ikutlah kegiatan pramuka atau outdoor activity lainnya. Agar kita
tidak punya generasi seperti karikatur yang aku lihat- kepala besar dan badan
kecil. Maksudnya ilmunya luas sedangkan realisasinya terbatas- jadi juga tidak
bagus punya generasi seperti itu- cuma jago berteori, dan tidak jago dalam aksi”.
Orang- orang yang hanya
rajin untuk menimba ilmu namun badan kecil- karena jarang bergerak- nanti bisa
punya banyak penyakit. Agar tidak sakit maka dia harus juga rajin gerak badan-
olah raga. Kegiatan olah raga, pramuka dan outdoor
activity sangat bagus untuk membuat generasi muda menjadi akrab dengan
alam- tahu dengan lingkungan dan peduli dengan manusia.
Sebagai perempuan,
sejak kecil aku juga punya cita- cita. Waktu SD…apa ya cita- citaku ? Ya banyak
anak SD yang tidak tahu mau jadi bila dewasa kelak. Namun ketika aku di SMP aku
pengen menjadi Guide bagi orang- orang asing- rasanya ada kepuasan karir bila
kita bisa memberi bantuan buat orang asing. Cita- cita menjadi Guide…ya cita
cita yang cukup sederhana. Aku tidak kepikir untuk menjadi arsitektur atau diplomat-
makanya pas tamat SMP aku pengen melanjutkan studiku ke SMIP- Sekolah Menengah
Industri Pariwisata di Padang.
“Aku pengen menjadi
guide, karena traveling itu sangat
menyenangkan. Aku bisa melihat dunia luar dan bukan pekerjaan di kantoran yang
sangat monoton- dengan lingkungan yang sempit, sementara kalau travelling, kita melihat lingkungan yang
luas dan wawasan juga menjadi luas- dan semua itu sangat menyenangkan. Itu
disebabkan karena aku suka dengan Bahasa Inggris.”
Aku harus menelan
kekecewaan dan mimpiku untuk tidak melanjutkan ke SMIP. Tapi aku tidak begitu
kecewa. Alasan ibuku tidak mengizinkan adalah karena aku masih kecil dan
biayanya juga mahal- orang tua tidak punya banyak uang. Jadi aku hanya
dianjurkan untuk masuk ke SMAN 1 Lintau saja.
Sebetulnya aku tidak
ingin masuk SMA, karena setelah tamat sekolah ini aku harus kuliah- sementara
kami mengalami problem keuangan dan tidak mungkin bisa pergi kuliah ke
Perguruan Tinggi. Bukankah tamat SMA, siswanya dianggap belum punya skill- cuma
sekedar menguasai ilmu- ilmu ringan saja.
Aku juga punya kenangan
indah tentang sekolah. Aku masih ingat saat di SMP, kenangan dengan almarhum
bapak Nasrul- guru matematika. Saat itu bapak itu sudah tua, namun beberapa teman
membolos dari kelasnya- aku merasa kasih mengapa kelas matematikanya kurang
diminati oleh teman. Aku tidak mau membolos karena aku sangat menghormatinya
Akibatnya aku menjadi
suka dengan matematika. Saat duduk di SMA aku juga suka dengan matematika,
pelajaran cukup enjoy buatku. Aku
masih ingat bagaimana cara menyelesaikan persamaan kuadrat dan pelajaran
trigonometri lainnya. Aku juga jadi mengerti dengan persamaan linear dan
substitusi eliminasi dari Pak Nasrul. Jadi kalau kita menghormati dan menyukai
seorang guru maka kita akan menyukai bidang studinya- bidang studi yang ia
ajarkan akan menjadi mudah untuk dipahami. Saat di SMA- pelajaran matematik itu
bersambung dan aku bisa mengikutinya/ memahaminya dengan mudah.
ass...ni,iko awak badam,lai sehat kan nise,smoga cepat dapat jodoh, dan di berikan jodoh yg beraklak,sholeh,dan bertanggung jawab..amin
BalasHapussiapa badam itu dan dimana kampungnya kalau di Lintau Batusangkar, mungkin bisa saya bantu kirim ke marjohanusman@yahoo.com
Hapus