Alvin Salendra, Mahasiswa dari Pontianak berkunjung ke SMAN 3 Batusangkar dan mejeng di jalan raya dekat SMAN 2 Batusangkar
Alvin berjumpa dengan Marjohan Usman
I am MARJOHAN USMAN, the teacher at Senior High School. I like to meet many people and I like travelling. I love teaching and I love the world of kids. I have email : marjohanusman@yahoo.com and my youtube channel is: https://www.youtube.com/results?search_query=marjohan+usman
Minggu, 31 Januari 2016
Rabu, 13 Januari 2016
Mencegah Drop-Out Sedini Mungkin
Mencegah
Drop-Out Sedini Mungkin
Semua
orang tua sangat memahami tentang betapa
pentingnya manfaat pendidikan bagi anak. Mereka semua selalu mendukung
kelangsungan pendidikan dan malah mencarikan sekolah terbaik buat anak-anak
mereka. Sekaligus ini juga bentuk respon yang kuat atas kebijakan pemerintah dalam
menuntaskan wajib belajar 9 tahun. Kemudian malah secara spontan mereka melanjutkan
wajib belajar secara spontan buat anak hingga kelas 12 (di Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas).
Fenomena sosial bahwa
cukup banyak orang tua yang juga menginginkan putra-putri mereka untuk
memperoleh pendidikan tinggi. Hingga sekarang di berbagai kota telah
bermunculan cukup banyak perguruan tinggi, dan ini memberi sinyal bahwa orang
tua sangat peduli untuk memberi anak-anak mereka pendidikan yang lebih tinggi.
Harapan
mereka pada anak adalah agar mereka bisa menyelesaikan pendidikan mereka dari
SD, SLTA terus hingga SLTA dan Perguruan tinggi. Namun dalam pelaksanaannya
tidak mudah- tidak seperti membalik telapak tangan- karena ada harapan yang tidak terpenuhi. Kita dapat menjumpai fenomena
bahwa banyak pendidikan anak-anak mereka yang tercecer di tengah jalan.
Maksudnya mereka putus sekolah atau drop
out dalam menjalani pendidikan ini.
Angka
putus cukup banyak terjadi di tengah- tengah kehidupan kita. Bila kita
bandingkan tentang fenomena putus sekolah di negara kita dengan di negara-
negara maju, maka kita menjadi malu karena
memikirkan eksistensi pendidikan dan kegagalan akademik negara kita. Menurut
Ketua Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan- Kerlip (http://rumahkerlip.blogspot.co.id/),
tentang angka drop out- menyebutkan bahwa jumlah anak terlantar tersebar di 34
provinsi mencapai 4,1 Juta jiwa (Kemensos RI, 2014) dan menurut Ditjen
Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal - PAUDNI, tahun 2014 tercatat
bahwa ada 7,39 juta anak putus sekolah.
Bruce Stronach (1995)
menulis tentang sosial, budaya dan pendidikan di Jepang. Drop out juga terjadi di negara maju, seperti di negara Jepang-
namun angkanya sangat kecil, kalau angka drop out kita sangat besar. Kementerian
Pendidikan Budaya Olahraga Sains dan Teknologi Jepang
mengumumkan hasil surveinya- Maret 2014
(http://www.tribunnews.com/internasional/2014) tentang angka drop-out pendidikan masyarakatnya. Bahwa
sekitar 60.000 siswa yang menempuh pendidikan di sekolah kejuruan dan Perguruan
tinggi (universitas) di Jepang mengundurkan diri di tengah jalan alias drop out (DO). Jumlah tersebut tersebut
terjadi karena faktor pencarian kerja paruh waktu atau kerja non permanen yang dilakukan
oleh siswa dan mahasiswa. Dorongan mencari kerja ini karena kehidupan di Jepang
memang sangat mahal, membutuhkan biaya
untuk hidup yang besar.
Persentase 60 ribu dari
total penduduk Jepang 127 juta adalah sekitar 0,0005 % (5 per sepuluh ribu)
pertahun. Sebaliknya kalau di negara kita, seperti yang telah disebutkan di
atas, ada 7,39 juta anak yang drop out dari sekolah pertahun.
Persentasenya untuk ukuran penduduk kita 260 juta adalah 0,029 % (29 perseribu)
pertahun. Angka 60 ribu dibandingkan dengan angka 7,39 juta tentu jauh sangat
kecil, yaitu 1:125.
Angka drop out di Jepang juga ada penyebabnya.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Japan
Institute for Labour Policy and Training, terhadap 2.000 responden yang
berusia 20-an yang berdomisili di Tokyo pada tahun 2011 memperlihatkan hasil
bahwa separuh (50 persen) dari yang berhenti sekolah/kuliah (drop out) tersebut karena desakan hidup
yaitu memiliki pekerjaan tidak tetap dan 14 persen di antaranya tidak bekerja.
Sementara itu penyebab
utama putus sekolah di Indonesia adalah faktor kemiskinan. Kondisi ekonomi
negara kita dibandingkan negara maju masih belum beruntung. Jumlah anak miskin
mencapai 44,4 juta anak atau lebih dari 50% dari seluruh populasi anak
(UNICEF, 2012). Separuh dari 83 juta anak Indonesia tidak memiliki akta
kelahiran yang seharusnya menjadi hak mereka. Jumlah anak yang kekurangan gizi
pada tahun 2014 meningkat dari 15% menjadi 17%. Mereka berasal dari daerah
kantong-kantong kemiskinan, terpencil, terluar dan tertinggal.
Selain faktor
kemiskinan, faktor pendidikan orang tua yang rendah dan minimnya ilmu parenting orang tua juga pemicu
terjadinya putus sekolah bagi anak- anak Indonesia. Malah karena kegagalan
mendidik orang tua- fail parenting- maka jumlah anak berhadapan
dengan hukum/berstatus tahanan atau narapidana jugasignifikan banyak yaitu
5.730 orang. BNN menyebutkan bahwa 22% pengguna narkoba di Indonesia adalah
pelajar dan mahasiswa.
Terkait dengan fenomena
drop-out, ada 2 bentuk respon sekolah
yaitu ada sekolah yang sungkan untuk mengungkapkan jumlah drop out, takut akan mengganggu proses perekrutan murid di sana,
tetapi ada pula sekolah yang secara terbuka mengungkapkan jumlah murid yang drop out dari sekolahnya. Namun kalau di
negeri kita pihak sekolah atau Dinas Pendidikan seolah-olah membiarkan saja
anak-anak yang drop-out. Semua
berpulang kepada keputusan orang tua mereka.
Kalau digambarkan
perbandingan grafik demografi antara Jepang dan Indonesia, maka akan terlihat
gambar yang sangat mencolok. Yaitu kalau di Jepang saat memasuki pendidikan
Sekolah Dasar tercatat jumlah muridnya sebanya 100 %. Kemudian saat masuk SMP
dan tamat SMP populasinya tetap sebanyak saat berada di SD. Kemudian ke
pendidikan SLTA dan tamat dari SLTA juga tetap 100 %. Kemudian masuk ke Perguruan
tinggi dan tamat dari Perguruan tinggi populasi mahasiswa tetap 100 % atau
karena ada yang tercecer di jalan karena drp-out dalam angka yang kecil maka
tamatan Perguruan tinggi tetap mendekati angka 100 %. Dengan demikian grafik
demografi pendidikan Jepang dari SD hingga Perguruan tinggi menyerupai sebuah
limas yang hampir sempurna.
Cukup kontra dengan
gambar grafik pendidikan di tanah air kita. Saat masuk SD ada populasi siswa
sebanyak 100 %, saat tamat SD bisa jadi menjadi 90 %, karena ada sekitar 7 juta
anak yang drop out. Kemudian terus ke
SMP dan saat tamat ada lagi yang tercecer dan tingga menjadi 80 %. Selanjutnya
melanjutkan ke SLTA dan saat tamat tercecer lagi dan tinggal 65 %. Kemudian
yang melanjutkan ke Perguruan tinggi juga berkurang, mungkin hanya 40 % dan
nanti saat wisuda dari Perguruan tinggi hanya 35 %, karena juga ada yang
tercecer di jalan. Dengan demikian gambaran grafik demografi pendidikan kita
hampir menyerupai sebuah Piramida. Dengan demikian kira perlu merasa bersimpati
atas fenomena pendidikan dan harus bisa menemukan penyebab dan solusinya.
Penyebab tercecernya
pendidikan anak-anak kita, sehingga mengalami drop-out, adalah faktor kemiskinan. Secara umum orang hanya melihat
gara-gara kemiskinan harta. Pendapatan yang sangat rendah sehingga tidak punya
dana buat menggenjot mutu pendidikan anak. Dibalik itu bahwa beberapa bentuk
kemiskinan yang memberi dampak pada anak-anak untuk melarikan diri dari sekolah
atau drop-out. Yaitu kemiskinan pada
SDM orang tua, SDM guru di sekolah dan faktor media atau sarana buat mendorong
anak untuk termotivasi dalam bergairah untuk belajar.
Saat lahir semua anak
memiliki tingkat kepintaran yang sama, yaitu menangis dan mengeluarkan bunyi
yang belum punya makna. Namun setelah 5 tahun, 10 tahun atau berusia remaja
terlihat perbedaan kepintaran pada unsur verbal,
numerical dan sosial, dll. Semua
perubahan yang menunjukan kualitas diri sangat ditentukan oleh peran sentuhan,
rangsangan, pengarahan dan didikan dari orang tua. Seperti kata sebuah ungkapan
“the man behind the gun”. Kualitas
penggunaan sebuah senjata ditentukan oleh siapa orang yang memegangnya. Apakah
mau bertujuan baik atau bertujuan kurang baik (?).
Seorang yang terlahir
dari keluarga yang tidak mengenal konsep parenting,
bagaimana menjadi orang tua yang ideal, dan orang tua yang tidak memahami
bagaimana mengelola rumah tangga dan mengadopsi gaya memimpin keluarga bersifat
laizes faire (serba membiarkan) maka mereka akan menumbuhkan anak ibarat
bunga liar yang tumbuh di luar taman. Yaitu seorang anak yang berpotensi yang
terkesan salah urus dan salah asuh.
Bila kita sempat
tinggal dengan saudara-saudara kita yang mengadopsi pola keluarga di kelas,
maka terlihat manajemen keluarga tanpa job-description
yang jelas. Rumah mereka dari pagi hingga datang lagi malam bising dengan
hingar binger suara televisi. Anak- anak tidak mengenal disiplin waktu,
sehingga cukup banyak yang bisa tertidur hingga larut malam. Makanya banyak
anak anak Indonesia yang kurang tidur hingga pergi sekolah dengan mata
mengantuk.
Cukup banyak kritikan
yang bisa dilontarkan pada orang tua. Mulai dari gaya berbahasa orang tua yang
satu arah- hanya sebatas menyuruh, memerintah dan memarahi, hingga kepada orang
tua yang tidak tahu cara melatih anak untuk tahu memiliki tanggung jawab dimana
semua pekerjaan dimonopoli oleh orang tua. Anak anak yang miskin dengan
pengalaman hidup akan tumbuh menjadi orang yang juga kurang kualitas.
Guru di sekolah
merupakan orang tua kedua bagi anak. Dimana mereka punya tanggung jawab dalam “teaching and educating”, yaitu mendidik
dan mengajar atau menumbuhkan kognitif dan karakter positif. Namun dalam
realita adalah banyak guru yang bersifat sebagai “guru kurikulum”.
Ngainun Naim (2009)
mengatakan bahwa guru kurikulum adalah mereka hanya sekedar pintar memindahkan
isi buku ke dalam otak anak. Mereka tepat disebut sebagai “academic worker”. Yang dibutuhkan anak adalah guru yang inspiratif,
guru yang berbagi waktu untuk memberi pencerahan. Maka sang guru paling kurang
harus betul-betul menguasai dan mengaplikasikan kompetensi guru seperti
“kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi profesioinal”.
Guru yang memiliki dan
mengaplikasikan empat kompetensi perlu untuk selalu belajar dalam kehidupan.
Belajar tentu butuh membaca, namun inilah fenomena bahwa banyak guru yang tidak belajar lagi dalam kehidupannya.
Mereka hanya sekedar mengulang ulang menyentuh buku-buku teks untuk ditampilkan
buat siswa pada hari berikutnya. Saat siswa kehilangan gairah belajar, lemah
minat dan motivasi belajar maka mereka kurang bisa memberi respon yang
dibutuhkan anak- malah cukup banyak membuat jarak atau menjadikan konflik. Maka
tumbuhlah problem demi problem dalam pengajaran.
Agar angka drop-out bisa berkurang, dan bila perlu
bisa mencapai titik nol, dengar arti kata menciptakkan “zero drop out” maka perlu dicari solusi.
Pencegahan sejak dini lebih bagus sebelum drop-out
terjadi. Penyebab utamanya adalah dari rumah. Pengalaman penulis yang beberapa
tetangga yang anak-anaknya mengalami drop-out
pada usia dini.
Anak-anak ini memang berasal
dari keluarga yang miskin. Tidak hanya miskin secara finansial, namun juga
terbelakang dari segi budaya. Tidak ada materi bacaan di rumah, tidak ada
fasilitas pendidikan dan tidak ada konsep mendidik.
Sangat diperlukan
campur tangan pemerintah untuk menyelenggarakan program atau kursus parenting bagi pasangan yang ingin
melaksanakan pernikahan. Agar kelak mereka bisa membina rumah tangga tanpa
meraba- raba. Lebih lanjut pemerintah perlu memberikan kursus-kursus parenting untuk berbagai lapisan masyarakat
agar bisa terbentuk keluarga yang punya kualitas dalam mendidik keluarga
mereka.
Bagi keluarga perlu
untuk memiliki perpustakaan keluarga dan mengajak anggota keluarga mereka untuk
peduli dengan membaca untuk menambah wawasan. Bagi keluarga yang telah
mempunyai anak maka perlu segera untuk memperkenalkan disiplin waktu kepada
mereka. Anggota keluarga perlu memiliki jadwal kegiatan di rumah, mulai dari
bangun hingga pergi tidur lagi. Kemudia anak-anak perlu untuk diberi tanggung
jawab, ini berguna untuk melatih mereka menjadi warga yang tahu dengan tanggung
jawab.
Juga keluarga yang
sukses dalam membangun semangat belajar anak- dan menghindari drop out- adalah yang peduli selalu
memotivasi anak untuk belajar. Mereka membangun komunikasi yang dua arah dengan
gaya memimpin orang tua yang demokrasi. Ada suasana kebersamaan dan rumah bebas
dari suasana bising. Ada selalu budaya belajar, beraktivitas dan penghargaan
atas partisipasi buat setiap anggota keluarga.
Sekolah yang efektif
juga berkontribusi untuk mendukung semangat belajar anak. Sekolah dan guru
memberi pelayanan prima, tidak hanya sebatas mengejar target kurikulum, namun
juga mengoptimalkan proses kegiatan belajar anak untuk menumbuhkah kognitif,
psikomotorik dan afektif mereka. Sekolah efektif tentu saja merupakan sekolah
yang menarik sehingga mampu mengundang partisipasi siswa buat belajar dan
mengoptimalkan potensi mereka. Dengan demikian melalui peran rumah dan sekolah
akan mampu mengurangi drop out
anak.
Pentingnya Memiliki Jiwa Wirausaha, Teknokrat dan Leadership Dalam Hidup
Pentingnya
Memiliki Jiwa Wirausaha, Teknokrat dan Leadership
Dalam Hidup
Salah
satu ciri-ciri organisasi dalam masyarakat modern adalah memiliki visi dan
misi. Visi adalah tujuan organisasi secara umum dan misi adalah langkah-
langkah untuk mencapai tujuan. Sebagian besar organisasi atau lembaga telah
memajang visi dan misi kegiatannya pada billboard agar bisa dikenal oleh masyarakat luas.
Orang-orang
tertentu sebenarnya juga memilki visi
dan misi dalam hidup mereka. Kita sendiri tentu juga punya visi dan misi dalam
hidup ini. Saat kita kecil orang tua kita sering berujar agar kita bila dewasa bisa
menjadi orang yang baik. Mereka mendidik dan merawat kita agar kita bisa
menjadi orang yang berguna bagi keluarga, bangsa dan agama. Ya itulah misi di
awal kehidupan kita.
Kemudian saat duduk di
Sekolah Dasar kita mempunyai visi hidup kita menjadi istilah “cita-cita” yang
ukurannya adalah setinggi langit. Saat itu ada teman yang mau jadi pilot,
dokter, duta besar, jadi gubernur hingga jadi presiden dan lain-lain. Tetapi
semakin beranjak dewasa rasanya kita butuh kerja keras untuk mencapai itu
semua. Cita- cita yang kita sebutkan untuk menggapainya tidak segampang yang
kita pikirkan sewaktu kecil. Mungkin ada beberapa orang yang bisa mewujudkan
apa yang telah mereka cita-citakan.
Kita tumbuh terus dan
kita harus membuat cita-cita yang lebih realistik. Maka cita-cita kita
selanjutnya adalah ingin menjadi polisi, tentara, guru, perawat, pramugari,
pegawai bank dan lain-lain. Pokoknya cita-cita yang lebih realistis dan bisa
dijangkau. Benar bahwa kemudian banyak yang bisa untuk menjangkaunya. Terutama
bagi yang karirnya sebagai PNS melalui
pekerjaan guru, dosen, perawat, insinyur, dan lain-lain.
Namun sekarang pemerintah tidak lagi merekrut PNS secara
besar- besaran seperti dahulu. Maka kita- terutama para sarjana- diharapkan untuk mencari karir atau
menciptakan karir agar bisa menyerap
tenaga kerja. Pada berbagai perguruan tinggi para mahasiswa dimotivasi agar bisa
memiliki jiwa “leadership dan
entrepreneurship”.
Berbagai perguruan
tinggi menggelar pelatihan dan kegiatan lain untuk mendidik mereka untuk
memilki jiwa wirausaha, kepemimpinan dan
kemandirian. Mahasiswa yang hanya sekedar aktif untuk mengejar nilai yang
tinggi tidak akan banyak berhasil dalam mencari karir yang mereka harapkan.
Beberapa tahun sebelumnya
nilai dan IPK (indeks prestasi akademik) yang tinggi adalah sebagai pertanda
nasib baik bakal berpihak padanya. Bila
seorang mahasiswa memperoleh IPK tinggi maka setelah wisuda sebuah pekerjaan
telah siap menunggunya. Tapi itu tidak berlaku lagi. Nilai atau IPK hanya salah
satu syarat buat bisa lulus atau syarat buat bisa mendaftar, selanjutnya bahwa factor
wawasan, kemampuan berkomunikasi,
kualitas pribadi lebih menentukan. Sekarang mereka lebih diharapkan agar
memiliki kemampuan entrepreneurship dan
leadership.
1) Enterpreneur
Dari Wikipedia bahasa
Indonesia kita bisa tahu tentang istilah enterpreneur
atau wirausawan. Wirausahawan adalah orang yang
melakukan aktivitas wirausaha yang dicirikan dengan
pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun manajemen
operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya,
serta mengatur permodalan operasinya.
Seorang
wirausahawan akan mempunyai kesempatan untuk mewujudkan cita-cita dan
menciptakan perubahan. Ia juga punya kesempatan dalam mencapai potensinya
secara penuh dan menuai keuntungan yang
mengesankan. Tentu saja ia memberikan kontribusi kepada masyarakat dan
mendapatkan pengakuan untuk usahanya.
Bila seseorang ingin menjadi seorang
wirausawan, maka ia tentu saja perlu memiliki sikap positif untuk berwirausaha.
Sikap-sikap
yang umum ditemui pada pribadi para usahawan, yaitu punya rasa tanggung jawab
atas risiko atas usahanya. Tentu saja
wirausahawan tidak mengambil risiko secara liar melainkan
memperhitungkan terlebih dahulu risiko yang akan diambil. Oleh karena itu
mereka punya keyakinan akan kemampuan mereka untuk berhasil dan keinginan untuk
segera berhasil. Mereka punya energi yang tinggi, jadinya mereka bersikap
energik. Ya tentu saja mereka lebih
energik daripada rata-rata orang kebanyakan.
Seorang wirausahawan
memiliki orientasi terhadap masa depan. Agar orientasinya bagus maka mereka
perlu memiliki wawasan yang kaya. Sebagaimana tokoh sukses berbuat, diharapkan
para usahawan banyak bercermin padawirausawan sukseslainnya, perlu membaca
biografi mereka sebanyak mungkin, dan kemudian merancang impian mereka ke
depan. Juga wirausahawan perlu memiliki keahlian dalam pengorganisasian.
Jadinya wirausahawan adalah juga organizer.
Mereka memiliki
sejumlah orang yang ikut beraktivitas bersama mereka. Dengan demikian mereka
perlu tahu bagaimana menempatkan prinsip the
right man on the right place , orang yang tepat di tempat yang tepat. Para
wirausawan juga perlu memiliki pengetahuan bagaimana secara efektif menciptakan
sinergi antara orang dan pekerjaan, sehingga memungkinkan bagi mereka untuk
mewujudkan visi mereka menjadi kenyataan.
Seseorang perlu
menggali diri apakah dia seorang wirausahawan atau tidak. Juga seorang
wirausawan, kemampuan dan bakatnya tidak jatuh dari langit, namun bisa dilatih
lewat belajar. Kunci untuk mengidentifikasi jiwa pengusaha adalah dengan cara
melihat karakter seseorang, khususnya pada hal-hal yang menjadi kebiasaan yang
alami dan dilakukan dengan baik. Wirausahawan memiliki enam tema karakter utama
yang membentuk akronim “FACETS”, yaitu: F (Focus) untuk fokus, A (Advantage)
untuk keuntungan, C (Creativity) untuk kreativitas, E (Ego) untuk
ego, T (Team) untuk tim, dan S (Social)
untuk sosial. Selanjutnya bahwa ada empat kategori menjadi wirausahawan yaitu
penemu, innovator, marketer dan oportunis. Penjelasannya sebagai berikut:
a).
Penemu,
mendefinisikan konsep, unik, baru, penemuan atau metodologi.
b).
Inovator, menerapkan sebuah
teknologi baru atau metodologi untuk memecahkan masalah baru.
c)
Marketer, mengidentifikasi
kebutuhan di pasar dan memenuhinya dengan produk baru atau produk substitusi
yang lebih efisien.
d).
Oportunis, pada dasarnya sebuah broker, pialang, yang menyesuaikan antara
kebutuhan dengan jasa diberikan dan komisi.
2)
Leadership
Di saat fenomena
pengangguran makin merebak dan juga tidak ketinggalan dengan adanya
pengangguran intelektual, yaitu tamatan Perguruan Tinggi yang tidak berdaya
karena tidak kunjung memperoleh pekerjaan, maka sejak dini, minimal pada
jenjang Perguruan , juga diperkenalkan perlunya semangat leadership bagi mahasiswa.
Bagi orang tua, suatu
hari anak-anak yang mereka cintai akan menjalani kehidupannya sendiri. Tentu
saja akan ada tantangan dalam hidup ini, maka dibutuhkan jiwa leadership (pemimpin) untuk menghadapi
tantangan jaman yang tiap hari semakin berat. Orang tua yang selama ini
membantu mereka, mau tidak mau harus merelakan anak menjadi mandiri.
Oleh karena itu,
pembentukan karakter yang baik harus ditanamkan sejak dini- utamanya bagaimana
anak bisa mandiri. Orang tua biasanya
menginginkan punya anak yang mandiri dan punya jiwa kepemimpinan demi masa
depan sang buah hati. Namun, untuk mencapai ini tentu saja tidak mudah. Oleh
karena itu sangat penting untuk bisa mengenalkan kebiasaan yang bisa membantu
menumbuhkan jiwa kepemimpinan anak.
Proses pembentukan jiwa
pemimpin harus dilakukan pada semua aspek kehidupan anak. Selain guru di
sekolah, orang tua juga dituntut aktif menjaga agar proses ini berjalan
maksimal. Alangkah merepotkan jika pondasi kuat yang susah payah dibangun di
sekolah, kemudian hilang ketika si anak menginjak rumah. Misalnya kebiasaan
bersikap positif dan proaktif. Untuk sikap positif, di sekolah anak didik untuk
bersikap bersih, di rumah orang tua tidak begitu merespon. Di sekolah anak
dilatih buat rajin membaca sementara di rumah malah anak disuguhi banyak
tontonan yang tidak terkendali.
Untuk sikap proaktif
berarti sang anak tidak boleh sekadar menerima perintah dari sekeliling “jangan
mau asal diperintah”. Anak harus juga mempunyai niat kuat utuk mengerjakan
pekerjaan rumahnya dengan kesadaran penuh akan tanggung jawab.
Anak juga harus
dibiasakan membuat prioritas kegiatan. Pada usia sekolah, ada banyak sekali
kegiatan menyenangkan yang bisa dikerjakan selain belajar. Prioritas diperlukan
agar semua tugas dikerjakan secara maksimal dan selesai pada waktunya. Setelah
itu, anak bisa mengerjakan pekerjaan lain sesuka hatinya.
Berikutnya, berikan
kesempatan kepada anak untuk memikirkan solusi terbaik untuk semua pihak.
Lakukan negosiasi, diskusi dan musyawarah terbuka. Penting bagi para orang tua
untuk mendengarkan pendapat anak dan mempertimbangkan sudut pandang mereka.
Proses ini juga akan membentuk pemahaman yang baik tentang pentingnya kebebasan
berbicara. Hasilnya, anak akan menjadi pribadi yang terbuka dan mampu
mengemukakan pendapatnya secara cerdas.
Selanjutnya adalah
megajarkan anak untuk lebih banyak mendengar. Contohnya, biasakan untuk
membiarkan anak bereksplorasi dengan caranya sendiri dahulu. Koreksi yang
tergesa-gesa akan menimbulkan rasa enggan dalam diri anak. Sebaliknya, waktu
yang tepat akan menumbuhkan toleransi yang besar dan pemahaman bahwa mereka
dimengerti.
Benar bahwa jiwa
pemimpin juga bisa tumbuh berkembang jika anak berada di lingkungan yang
positif. Perlu juga diketahui bahwa semua orang mempunyai peran penting
masing-masing dalam kehidupan. Anak harus belajar bekerjasama dengan banyak
orang untuk bekalnya bersosialisasi.
Proses ini akan mudah
diadaptasi anak jika orang tua memperkenal bentuk tanggung jawab, prilaku positif
dan proaktif sejak usia dini. Namun, jika baru mengenalnya di usia remaja,
tantangannya tentu berbeda. Anak kecil mudah menyerap hal-hal baru karena belum
banyak pengalaman hidup yang mempengaruhi cara berpikir dan berprilaku. Mereka
masih mudah diarahkan oleh orang-orang yang mereka patuhi.
Mhd. Teguh (2001)
menulis prinsip latihan kepemimpinan yang perlu buat diketahui oleh para
mahasiswa. Beberapa hal lain yang juga perlu untuk ditanamkan dalam rangka
membentuk jiwa leadership adalah
sebagai berikut:
a) Hindari kebiasaan mengkritik dan mengomel
Mengkritik orang lain
(termasuk mengkritik anak dan siswa yang berlebihan) tidak saja mengganggu harga diri seseorang,
tetapi membuat orang tidak menyukai kita. Pilihlah cara untuk menyampaikan
kritik secara positif dan hindari kritik yang dapat menyinggung perasaan
seseorang.
b) Berikan penghargaan yang
jujur dan tulus
Sekecil apapun
kontribusi seseorang terhadap keberhasilan kita selayaknya mendapatkan
perhatian dan penghargaan. Perlihatkan bahwa kita bersungguh-sungguh menghargai
usaha mereka. Usaha mereka memberi kontribusi pada keberhasilan kita sama
seperti kita juga berkontribusi pada keberhasilan mereka.
c) Bangunlah kemauan untuk
berhasil dalam diri orang lain
Dalam kehidupan
personal maupun professional, kita sering berada dalam situasi menjual ide
kepada orang lain. Ingatlah bahwa seseorang termotivasi untuk melakukan sesuatu
karena ada hubungannya dengan kepentingan mereka, bukan kepentingan kita. Bila
kita jelaskan bahwa ide kita dapat membuat mereka berhasil, kita akan terkejut
melihat betapa banyak kerjasama dapat kita bangun dalam organisasi kita.
d) Beri perhatian yang
sungguh kepada orang lain
Sebesar apapun aset
finansial ataupun fisik dalam suatu perusahaan, maka orang-orang yang bekerja di dalamnyalah yang
membuatnya berhasil. Mengenal orang-orang yang ada dalam organisasi kita sama
pentingnya dengan mengenal aspek teknis pekerjaan kita, Kuncinya adalah dengan
memberikan perhatian yang sungguh. Jangan berpura-pura dengan mencoba mengenal orang
lain demi keuntungan kita sendiri. Mengenal orang lain seharusnya selalu
menjadi proses yang saling menguntungkan.
e) Senyum
Sebuah senyuman yang
kita berikan dengan tulus akan sangat berdampak positif bagi kita dan orang
lain. Bahkan senyuman adalah ibadah, yang dapat menularkan aura positif kepada
orang lain. Selalu murah senyum, karena hubungan baik selalu dapat diciptakan
dengan hal yang simpel, seperti perilaku ramah dan senyum yang bersahabat.
3) Tekhnokrat
Tekhnokrat atau berjiwa
tekhnik- berjiwa suka bekerja- tentu bisa terlaksana bagi orang yang kreatif. Kuliah
atau bekerja dalam bidang tekhnik adalah pilihan akademik atau karir banyak
para remaja. Utamanya bagi yang sedang sekolah di sekolah unggulan. Namun
sebagian dari mereka hanya berkutat pada bidang kognitif, sehingga berpotensi
melupakan unsur psikomotorik atau skill. Pada hal berkerja pada bidang tekhnik
sangat membutuhkan mereka yang berjiwa kreatif. Maka dari sejak dini pembiasaan
kreatif perlu untuk ditumbuhkan. Beberapa hal yang bisa menumbuhkan jiwa
kreatif yaitu:
a) Bersikap rileks atau
santai berguna dalam menumbuhkan jiwa
kreatif. Foto- foto para penemu semuanya memperlihatkan sikap yang rileks.
Dalam kondisi yang rileks pikiran seseorang
akan jauh dari tekanan yang mungkin datang dari lingkungan nrumah dan
sekolah. Seseorang yang banyak tertekan
akan mempersempit daya kreatifitasnya.
b) Milikilah hobi dan
nikmati hobi tersebut, seperti berolah raga dan music. Dengan demikian
ide-ide segar akan mengalir kedalam
fikiran seseorang.
c) Memberi tanggung
jawab atau tugas-tugas kecil dan beri mereka waktu untuk menyelesaikannya. Ini
berguna buat melatih mereka untuk bertanggung jawab.
d) Berilah tenggat
waktu, dalam memberikan si anak tugas kecil berilah tenggat waktu untuk
penyelesaian tugas yang anda berikan kepada si anak untuk membiasakan anak
berusaha menyelesaikan semua tugas yang diberikan tepat pada waktunya, hal ini
akan memancing dan memaksa si anak mengeluarkan kemampuannya.
e) Membantu
pengembangan imajinasi anak. Imanjinasi adalah dunia yang umumnya identik
dengan anak sehingga sesuatu yang mustahil atau tidak mungkin menjadi mungkin
bagi anak usia dini. Dengan berimajinasi, anak selalu mencari cara untuk
menemukan jawaban dari masalah yang dihadapinya. Jadi upaya yang harus dilakukan oleh seorang
pendidik dan orang adalah untuk selalu memahami, membimbing, dan mendukung
imajinasi peserta didik serta mengajak mereka untuk belajar, membaca buku ilmu
pengetahuan, melakukan penjelajahan, hingga mengunjungi museum, perpustakaan,
dan objek wisata.
f) Menumbuhkan rasa ingin tahu, antusias yang tinggi
selalu ada pada anak usia dini dengan benda-benda yang ada disekitarnya atau
makhluk baru yang pertama kali dilihatnya. Anak-anak pasti akan memerhatikan,
mengamati bagamana dan apa yang terjadi, melihatnya secara detail. Ajaklah anak
mendekati sebuah traktor atau pesawat maka ia akan memperhatikannya sangat
detail. Rasa ingin tahu yang tinggi seperti itu sering kali membuat anak tidak
peduli dengan lingkungannya apakah akan membuatnya kotor, basah, panas, maupun
merasa sakit. Hal seperti itu jelas bahwa keingingan anak usia dini dalam
mengeksplorasi alam dan lingkungannya sangatlah kuat, dan sangatlah kuat
keinginannya untuk mengetahui sesuatu, hal ini berarti betapa kuat semangatnya
untuk belajar.
Rasa ingin tahu adalah
sifat dasar kreatif, yang mendorong anak untuk menciptakan karya atau ide baru,
diawali dengan sikap rasa ingin tahunya terhadap sesuatu, setelah sesuatu itu
dieksplorasi secara mendalam barulah mereka menciptakan karya yang baru dan
berbeda berdasarkan pengayaannya terhadap apa yang dihadapinya. Maka sekarang
di saat kesempatan untuk meraih kerja butuh kompetisi dan persiapan mental
anak. Maka selain mereka memantapkan kemampuan kognitif atau akademik, juga
perlu bagi setiap anak untuk mengasah jiwa leadership,
enterpreneur dan kreatifitasnya. Juga
tidak lupa bagi mereka untuk selalu memantapkan ilmu agama mereka agar selalu
menjadi manusia yang bertaqwa pada Allah Swt.
Lima Kekuatan Yang Perlu Dimiliki Mahasiswa
Lima Kekuatan Yang Perlu Dimiliki Mahasiswa
Sekarang
kuliah sudah menjadi kebutuhan banyak
orang. Mereka pergi kuliah ke pulau Jawa,
universitas yang berlokasi di ibu kota Propinsi sampai kepada tempat kuliah di
kota-kota kecil melalui universitas, sekolah tinggi, politeknik atau akademi.
Sukses kuliah itu ada di mana-mana dan cara untuk memperoleh kualitas kulitas tentu saja tergantung pada pribadi
kita.
Namun karakter
yang banyak terlihat adalah “kuliah orang kuliah kita- atau kuliah
secara ikut-ikutan”. Sebahagian dari mereka
pergi kuliah hanya sekedar
datang, duduk, dengar dan diam
saja di dalam kelas. Sementara itu di tempat
kost kerja mereka hanya makan, minum, menghafal, menghayal, hura-hura, main
game, sampai begadang tidak karuan.
Padahal sang dosen di kampus mungkin pernah berkata:
“Anda sebagai seorang mahasiswa telah menjadi kaum intelektual dan
berfungsi sebagai “agent of change”
atau agen perubahan social”.
Tapi kalau demikian gaya belajar dan gaya hidup mereka apakah
pantas disebut sebagai agent of
change ? O tentu saja belum pantas.
Namun tentang prilaku
mahasiswa dalam belajar atau kuliah juga bermacam-macam. Tentu saja ada yang
rajin kuliah. Semua waktu mereka curahkan untuk kegiatan akademik. Namun ada
juga yang hanya sebatas kutu-buku hingga
tidak punya kesempatan untuk bergaul. Mereka yang malas bergaul pada akhirnya
akan memiliki karakter yang kaku , dingin, serta kurang peka terhadap orang
lain. Kelak walau mereka bisa meraih prestasi tinggi dalam pekerjaan namun mereka akan menjadi orang yang kaku.
Sebagaimana
yang telah kita nyatakan bahwa gaya belajar siswa dan mahasiswa sangat bervariasi.
Misal, ada yang bergaya study oriented
atau academic oriented. Masa muda mereka dihabiskan hanya untuk berkutat
dengan diktat dan buku-buku pelajaran, tujuannya agar bisa memperoleh nilai
sempurna pada setiap mata pelajaran. Ada pula yang hanya senang berorganisasi,
namun masa bodoh dengan urusan belajar. Ya ujung-ujungnya jadi gagal dalam
bidang akademik.
Selanjutnya ada
yang telah berkarakter produktif. Yaitu bagi mereka yang telah memiliki
agenda hidup- punya banyak aktifitas, mulai dari membaca buku, kuliah/
bersekolah, berolahraga, beribadah sampai merencanakan agenda-agenda hidup
lainnya. Namun juga ada yang bengong saja sehingga tidak tahu apa yang mau
dikerjakan. Mereka hanya pandai
menghabiskan waktu dalam box warnet-
di depan komputer untuk bermain game atau kecanduan nonton TV selama ber
jam-jam.
Memang
terasa bahwa saat kita tidak punya aktivitas maka akan sulit bagi kita untuk
memulai sebuah aktivitas yang bermanfaat, misalnya mengerjakan tugas sekolah,
mencuci pakaian, atau membantu orang tua. Ada gejala penyakit yang sering
melanda remaja (pelajar dan mahasiswa), yaitu banyak tidur, boros (buang buang
uang terhadap hal yang tidak
perlu), menganggap sepele terhadap
tugas- tugas sekolah, kecanduan talk mania (gila ngobrol pake HP), gila main
game, dan senang hura-hura. Namun kita harus berhati-hati, bahwa
kebiasaan ini kalau selalu kita biasakan maka akan berubah menjadi karakter
kita.
Gejala
yang kita jelaskan tadi bisa menjadi indikasi bahwa seseorang sedang mengalami
demotivasi (merosotnya motivasi seseorang). Dan sebetulnya ada beberapa tips
untuk mengcounter (mencegah) gejala-gejala demotivasi tersebut:
a). Segera melakukan
silaturahmi kepada sahabat dan orang orang yang memiliki
inspirasai dan motivasi hidup.
b) Kemudian, bacalah buku-buku untuk penambah
semangat hidup atau motivasi.
c) Kalau ingin sukses, maka
cobalah membuat agenda hidup- target kegiatan harian,
mingguan dan bulanan.
d) Juga perlu melakukan
hijrah (andai lingkungan menjadi penyebab kemalasan kita),
karena
lingkungan teman yang santai akan juga membuat kita santai.
Untuk itu kita perlu mencari teman yang smart dalam hidupnya. Kalau demikian,
kita perlu mencari komunitas di mana berkumpulnya orang-orang yang punya
semangat hidup, produktif dan suka berbagi pengalaman.
Sebenarnya
hidup ini juga dipengaruhi oleh hukum sebab akibat. Hukum sebab akibat tidak
hanya ada dalam pelajaran sains, tetapi juga ada dalam pribahasa: siapa yang
menanam dia yang akan menuai (memetik). Cepat atau lambat maka setiap kebaikan yang kita lakukan akan
membuahkan hasil.
Kejelekan yang sering kita
kerjakan juga akan kembali pada kita. Oleh sebab itu kita perlu banyak-banyak menanam kebaikan. Barang siapa
yang bersungguh-sungguh maka ia akan mendapatkannya. Ya seperti pepatah dalam
bahasa Arab yang berbunyi : man jadda wa
jadda- barang siapa yang bersungguh-sunggu akan berhasil.
Dan semua kebiasaan atau
karakter yang kita miliki, penyebabnya adalah kita sendiri. Siklus pembentukan
karakter tersebut adalah sebagai berikut: Bermula dari pola berfikir, pikiran
akan jadi perkataan, perkataan jadi perbuatan, perbuatan jadi kebiasaan,
kebiasaan akan menjadi karakter, dan karakter menjadi budaya”.
Tentang kebarhasilan, bahwa
kadang-kadang keberhasilan seseorang sangat ditentukan oleh faktor kesempatan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa itu
kadang kala hanya datang sekali saja. Jadi kalau ada datang kesempatan, maka
kita harus memanfaatkannya. Contohnya, ada orang yang sangat jenius, namun
mendapatkan nasib yang tidak terlalu bagus. Salah satu faktor penyebabnya
adalah tidak punya antusias dan usaha yang besar untuk mengambil kesempatan
yang datang. Untuk itu kita harus mencari kesempatan dan peluang. Kita sendiri
juga harus rajin mencari informasi.
Sekali
lagi bahwa di negara kita banyak orang yang cerdas dan memiliki nilai akademik,
namun mengapa menjadi pengangguran ?
Penyebabnya adalah akbat gaya belayar yang hanya study oriented- pintarnya hanya belajar melulu. Idealnya mereka harus cerdas dalam belajar dan juga cerdas dalam
kehidupan. Total learning bisa
menjadi solusi bagi kita.
Total
learning dapat kita lakukan dengan mengembangkan potensi atau kekuatan
yang ada pada diri kita. Sebenarnya tulisan ini terinspirasi oleh training yang
diberikan oleh buku Setia Furqon (2010) yang berjudul “Jangan kuliah kalau gak
sukses”.
Ia sendiri adalah seorang
penulis dan motivator berusia muda. Ia mengatakan bahwa untuk sukses dalam
belajar, maka kita memerlukan lima
fondasi dasar sebagai kekuatan kita, yaitu
: kekuatan spiritual, kekuatan emosional, kekuatan finansial, kekuatan
intelektual dan kekuatan aksi. Istilah
lima kekuatan tersebut dalam bahasa Inggris adalah “spiritual
power, emotional power, financial power, intellectual power dan actional power”.
1)
Spiritual power
Ini berarti kekuatan
spiritual. Bahwa kesuksesan sejati adalah saat kita merasa dekat dengan sumber
kesuksesan itu sendiri, yaitu Allah- Sang Khalik. Untuk itu ada beberapa kiat
yang dapat kita lakukan agar hidayah/ petunjuk bisa datang. Bahwa hidayah
(petunjuk hidup) itu sendiri harus
dijemput, bukan ditunggu. Kemudian kita harus mencari lingkungan yang kondusif,
karena sangat sulit bagi kita untuk keluar dari lingkaran kemalasan jika
lingkungan itu sendiri mendorong kita untuk jadi pemalas. Untuk mengatasinya,
maka kita bisa hijrah atau pindah kost
ke tempat yang mendukung. Kalau sulit untuk pindah kost, maka kita bisa
melakukan hijrah melalui perobahan sikap dan fikiran.
Untuk
memperoleh hidayah, kita bisa menemukan
guru-guru dalam kehidupan. Guru tersebut adalah orang-orang yang akan memberi
kita inspirasi agar bisa bangkit
setelah kita terjatuh. Sang inspirator kita tidak harus jago dalam ngomong,
orang tersebut bisa jadi sedikit bicara,
namun karya dan prilakunya membuat kita termotivasi.
2)
Emotional power
Kekuatan ini (kekuatan emosi)
juga dapat kita sebut dengan istilah
kecerdasan emosional (EQ). Kecerdasan ini juga sebagai penentu
kesuksesan seseorang. Di dunia ini ada banyak orang-orang cerdas atau jenius
dengan IQ di atas rata-rata namun pekerjaanya selalu pada level bawah. Itu
terjadi karena kepribadiannya yang kurang disukai atau sulit bersosialisasi.
Kecerdasan emosional bisa berkembang, karena ia merupakan akumulasi dari
karakter individu, dan dukungan dari faktor lingkungan. Sikap atau karakter
sangat penting dalam membentuk
kecerdasan emosi seseorang. Apakah ia berkarakter ramah, gigih dan ulet- adalah
contoh dari bentuk emosional power.
Karakter
adalah ibarat sebuah perjalanan yang panjang. Sebagaimana telah dijelaskan
bahwa karakter adalah akumulasi dari bentuk fikiran, ide yang kita ekspresikan
lewat ucapan dan tindakan, kemudian dipoles dengan suasana emosi. Orang lainlah
yang akan melihat kualitas emosional kita tadi- apakah disana ada unsur “ jujur,
peduli, ikhlas, disiplin, dan berani”, atau malah yang terlihat banyak unsure “suka
berkhianat, angkuh, boros, cepat bosan dan malas”.
Emosi
itu sendiri dapat dilatih. Beberapa cara untuk melatihnya adalah seperti :
tersenyum dengan tulus, bila berjumpa teman ya jabat tangannya dengan penuh
antusias. Kalau ngobrol mari kita biasakan untuk mendengar orang terlebih
dahulu. Kita perlu ingat bahwa tidak bijak untuk membuat orang tersinggung.
Kalau kita sedang ngobrol maka kita usahakan untuk menatap mata lawan bicara sebagai tanda bahwa
kita sedang serius dan ia juga akan
merasa dihargai. Kita juga harus ingat dan tahu dengan nama lawan bicara
kita.
3)
Financial power
Financial
power berarti kekuatan dalam hal
keuangan. Bahwa kita harus memiliki kekuatan keuangan agar bisa sukses dalam
studi. Namun banyak orang menganggap bahwa uang bukanlah hal yang utama- mereka takut dikatakan sebagai orang
yang matre (mata duitan). Paling kurang
ada dua karakter orang berdasarkan pendekatan ekonomi atau keauangan. Ada orang bermental miskin dan orang bermental
kaya.
Karakter orang bermental
miskin adalah mereka yang menginginkan hasil sesuatu yang serba instan, lebih
banyak membeli barang yang konsumtif, tidak mau berubah, dan senang
mengandalkan bantuan orang lain. Mereka juga
berkarakter suka menerima,dan kalau belajar hanya untuk
mengejar nilai yang bagus. Sementara itu orang yang bermental kaya adalah
mereka yang karakter terbiasa menyukai
proses. Dalam shopping ya
lebih suka membeli barang yang produktif. Selanjutnya ia (mereka) bersifat
kreatif, mandiri, senang memberi, dan dalam belajar/ kuliah bertujuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
4) Intelectual Power
Kemudian lain yang harus kita
miliki adalah “intelektual power”. Bahwa otak kita sedikit banyak juga harus
memahami tentang keberadaan otak. Otak kita
membutuhkan waktu istirahat yang cukup agar ia bisa beroperasi secara optimal. Maka kita
perlu untuk bisa memperoleh tidur yang nyenyak, karena sangat berguna untuk kesehatan otak. Salah
satu fungsi otak adalah membantu kita dalam memahami apa yang kita amati dan
yang kita tiru.
5) Actional Power
Ini berarti kekuatan
bertindak. Seorang pemuda (siswa atau mahasiswa) yang menjadi atlit sepak bola
menghabiskan puluhan jam untuk membaca buku sepak bola, tentu saja susah
baginya untuk menjadi sepak bola yang sejati. Kecuali kalau ia memang sangat
rajin dalam latihan menendang bola. Karena praktek menendang bola lebih berarti
dari pada hanya membaca buku teori tentang bermain sepak bola.
Dikatakan bahwa orang Jepang
menjadi cerdas karena punya kebiasaan mengamati, meniru dan memodifikasi.
Bangsa Jepang bukanlah bangsa yang menemukan
kendaraan roda dua dan roda empat. Namun mereka adalah bangsa yang gigih dalam meniru-melakukan action power- dan memodifikasi penemuan
bangsa lain. Budaya senang meniru dan senang memodifikasi tersebut telah membuat Jepang sebagai negara produsen
mobil terbesar di dunia. Negara Jepang pada mulanya mengamati dan meniru serta
memodifikasi mobil Ford buatan Amerika dan mobil buatan negara lainnya.
Jepang memodifikasinya hingga bisa menjadi mobil yang cantik, seksi
dan hemat bahan bakar.
Jadi
dapat dikatakan bahwa sekarang kita perlu menjadi cerdas, cerdas dalam belajar
dan juga cerdas dalam hidup. Untuk bisa cerdas atau berhasil dalam hidup ini maka kita memiliki dan
memperdayakan lima kekuatan yaitu action
power, financial power, spiritual power, intellectual power, dan emotional
power. Dengan demikian pelajar dan mahasiswa yang bakal sukses itu adalah
mereka yang memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan
emosi, kecerdasan dalam bersikap/ aksi dan memiliki dukungan keuangan- biar
pas-pasan namun bisa menunjang studi.
Langganan:
Postingan (Atom)
Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"
SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...
-
Semangat Eksplorasi Dan Kualitas Pendidikan Oleh. Marjohan M.Pd Guru SMA Negeri 3 Batusangkar Kata lain dari “eksplorasi” adalah menjelajah....
-
Orang Lintau Juga Bisa Jadi Doktor (Inspirasi dari pr...
-
Naskah Buku The Inner Changing-Perubahan Dari Dalam Diri Ditulis oleh : MARJOHAN M.Pd Guru SMA Negeri 3 Batusangkar, Kab. Tanah Datar, S...