Selasa, 12 Februari 2013

Hampir di Tabrak Mobil

HaMPIR DITABRAK MOBIL

            Sore tadi aku mempelajari suasana apartement punthill di Knox city ini. Kami telah tinggal di sini hampir satu minggu dan sudah merasa seperti rumah  sendiri. Aku dan juga teman-teman sudah bisa tertidur nyenyak dan menikmati kenyamanan apartemen.
            Apartemen ini terdiri atas 4 lantai dan kamar kami ada pada nomor 217. Dalam ruangan apartemen seperti yang pernah aku ceritakan terdapat 2 kamar. Kami berbagi kamar, satu untuk Desi- kamar perempuan- dan satu laki buat kamar laki-laki. Sekali lagi bahwa kami merasa nyaman karena sekarang  bisa punya privacy. Namun kami selalu menjaga sopan santun satu sama lain. Ya kesopanan dalam berbahasa dan juga kesopanan dalam berpakaian. Ini berguna untuk menjaga agar tidak ada fitnah terhadap kami bertiga selama dalam perjalanan dan juga menjaga diri sebagai orang Islam.
            Saat Desi memasak di dapur-  kami kami yang laki- laki berada agak jauh dan melakukan aktifitas lain. Ternyata Desi jago masak dan masakannya lebih lezat dari restaurant Melbourne. Mungkin karena masakannya halal sehingga kami bisa makan dengan rasa aman hingga kenyang. Sementara kalau makan di restoran, hati akan berkata “makanannya halal atau haram ?”. Disamping itu memasak makanan sendiri ternyata juga bisa menghemat keuangan kami- dan strategi bertahan hidup di kota yang mahal.
            “Meskipun di mall atau di restoran tersedia aneka cita rasa makan dunia, seperti di restorant think Asia, namun aku kehilangan selera buat menyantap makanan. Kata Pak Ismet bahwa kita harus menguasai fikiran saat makan agar kita bisa makan di restoran internasional- karena disana juga ada yang halal. dan kata Ibu Rebecca bahwa kalau kita ingin maju maka coba memakan hidangan yang baru dan yang berbeda. Termasuk mengkonsumsi makanan selain makanan Indonesia”.
            Wah aku tidak bisa demikian, bukannya aku tidak bisa menyantap makanan tersebut. Namun sebagai orang Islam yang telah mempelajari dan memahami ajaran Al Quran, makan makan halal adalah sangat harus. Aku tidak percaya diri makan disamping hidangan haram. Apalagi di restoran dalam kota Melbourne bertaburan kue-kue haram yang ada kata-kata “pork, pig, ham, bacon dan itu berarti mengandung babi”.
            Bagaimana seleraku tidak hilang- saat berada di restoran kota Melbourne- begitu melihat satu piring makanan halal bersanding di sebelahnya ada satu porsi steamed pork ata satu porsi bacon. Bacon dan pork sangat diharamkan oleh agama Islam. Kita hidup dengan syariat Islam. Makan di restoran yang aku khawatir tentang kehalalannya, aku cenderung hanya memesan juice atau sebotol coca cola saja.
            “Pak Inhendri …..uncle Joe lebih menyukai masakan yang di rumah, maksudnya yang di apartemen. Meskipun dendeng yang dibawa dari Batusangkar ketika dikunyah terasa keras…sekeras batu, namun terasa lebih enak di lidah dan nyaman di hati”
            “Iya..uncle Joe, karena bahan makanan kita adalah halal dan dendeng yang dibawa dari kampung jadi keras karena kelamaan  dalam kulkas”. Kata Desi. Sore ini kami memasak mie pake telor dan juga goring teri yang kami beli dari knoxcity mall kemaren sore.
            Usai makan malam, aku lebih dulu bangkit dari kursi. Aku mengemas piring- piring dan gelas kotor. Aku mencuci semuanya pada was basin di dapur. Kemudian aku rapikan permukaan tempat memasak dan juga kompor setelah suhunya dingin. Aku bersihkan semua sebagaimana tempat tersebut bersih saat pertama kali kami datang.
            Kebiasaan membantu ikut merapikan dapur tentu saja membuat Desi bisa berbahagia. Di rumahku di Batusangkar aku juga melakukan hal-hal demikian, sekaligus untuk memberi model atau suri teladan buat anak-anak ku bahwa seorang pria/ seorang ayah jugaharus cekatan, bisa memasak dan merapikan dapur. Dia harus bisa mengurus diri dan juga mengurus keluarganya.
            Kami punya rencana untuk pindah apartemen besok. Lokasinya dekat ke universitas Deakin dan agar kami gampang pergi ke kampus. Kami harus punya persediaan, apalagi di apartemen baru nanti kami tidak tahu kalau- kalau ada mini market atau mall tempat untuk membeli kebutuhan harian.
            Kami bertiga segera turun menuju ground floor. Rencananya kami ingin membeli beras harus- beras Thailand, aku berharap agar beras Solok dari Sumatera Barat juga bisa dijual di Australia, aku rasa beras ini lebih gurih dari beras Thailand.
            Apartement kami persis berlokasi di persimpangan jalan- avenue atau jalan lebar. Jalan raya makin malam makin terasa agak ramai. Aku menyeberang pada garis penyeberangan saat mobil-mobil berhenti. Kami memilih suasana aman untuk menyeberang walau lampu merah masih menyala bagi kami- para penyeberang. Kami menyeberang sambil berlarian melintasi empat ruas jalan.
            “Ayo..rari Desi….lari Pak Inhendri…..!!!” Seruku.
            “Teeeet…….teeeeeeet”. Kami tidak melihat bahwa ada dua mobil berlari kenjang dan berhenti mendadak disamping kami. Klaksonnya memecah suasana malam.
            “Astahgfirullah…jangan jangan kita tertabrak dan mati di negeri orang….”Kataku merasa cemas. Kami akhirnya mencapai pinggir jalan dengan detak jantung yang kencang. Kami berusaha untuk menenangkan diri dan belajar dari kesalahan.
            “Bukan itu masalahnya….kita yang tidak mempelajari tata cara menyeberang melintasi jalan luas di Melbourne ini. Kita harus tahu cara menyeberang yang baik”. Kata Inhendri Abbas.
            Ya…kami melangkah terus dengan nafas terengah-engah dan sangat takut melintasi trotoar menuju mall knoxcity. Kami tidak bisa membayangkan kalau kami bertiga tertabrak dan andai sopir mobil sedang mabuk. Tentu kami akan menjadi berita di media massa di kampung kami.
            Kami terus memacu langkah mendekati gerbang masuk mall. Di jalan dekat gerbang pada jalan terlihat garis batas dengan cat merah dan tertulis ‘’no smoking beyond this point’ atau dilarang merokok dalam wilayah garis ini.
“Dan wowww..ternyata sudah jam 9.00 malam- masih terlihat senja di musim panas- namun mall sudah tutup. Pintu mall tidak bisa dibuka lagi, berarti tidak terima pengunjung.”
Kami putar haluan menuju pulang. Saat berjalan di trotoar aku melihat mobil- mobil publik menyalakan lampu tanda tidak menerima penumpang lagi dan aku membaca tulisan pada dindingnya “no in service”, maksudnya bahwa bobil tidak melayani trayek lagi, sopir juga butuh istirahat maka ia harus pulang ke rumah.
Kami sampai lagi di perempatan dan bersiap-siap untuk menyeberang namun kami kurang percaya diri untuk menyeberang. Khawatir kalau kami kena serempetan klakson mobil lagi. Untuk jalur kecil kami merasa aman dalam menyeberang. Sekarang kami bertiga sudah berdiri pada tonggak rambu-rambu traffic light. Kami harus mematuhi peraturan lalu lintas sebanyak 100 %. Kami menunggu lampu hijau buat menyeberang.
Mobil- mobil melaju cepat bila lampu hijau menyala buat mereka. Ya ibarat perlombaan mobil saja, start dan langsung ngebut. Wah lampu hijau buat kita kok tidak muncul- muncul. Kami melihat ada petunjuk cara menyeberang pada tiang traffic light. Ada gambar gambar orang dengan cat merah dan cat biru, kemudian diikuti dengan pesan/ peringatan:
Walk in care- berjalan dengan hati hati, bila lampu merah menyala jangan menyeberang. Bila lampu hijau menyala maka cross with care. Bila lampu merah berkedip- kedip maka menyeberang berakhir, jangan menyeberang lagi !”     
“Ya coba sekali lagi, lampu hijau mengapa belum menyala. Mobil mobil sudah berkali berkali berhenti dan berangkat”
“Astaga….ini ada tombol request-nya untuk menyeberang..!”. Kami pun memencel tombol tersebut dan tidak beberapa lama setelah itu memang menyala lampu hijau. Kami sekarang menyeberang dengan rasa aman dan percaya diri.
Sampai di seberang kami terus menuju apartement. Kami semua terlihat begitu ceria- ceria seperti anak anak Sekolah Dasar yang menang dalam ujian. Kami terkekeh- kekeh hingga di gerbang apartement.
“Wah sebuah pengalaman yang sangat manis dari Australia”.

Di Jantung Kota Melbourne

Di Jantung kota Melbourne

1. Pergi Jalan- Jalan
            Seperti biasa bahwa Pak Ismet dan Ibu Rebecca memenuhi rendezvous dengan kami tepat waktu. Jam 8.00 pagi mobil land cruiser Pak Ismet datang lagi. Kami sudah tahu bahwa mereka sangat disiplin waktu. Kami merasa malu kalau mereka yang datang duluan maka kami harus turun ke bawah duluan- lebih awal.
Wah kami merasa berat hati karena hampir tiap hari menyusahkan mereka berdua- mengantarkan kami kesana kemari. Namun mereka juga memandang kami sebagai tamu mereka- utusan dari pemerintah Tanah Datar. Mereka sudah membuat MoU dengan pemerintah Kabupaten Tanah Datar.
“Moga-moga mereka berdua selalu berkenan dengan keberadaan kami dan juga bermanfaat bagi kami serta pengembangan motivasi berprestasi guru guru di daerah kami. Paling kurang mereka bisa menjadi guru berprestasi seperti kami berdua”.
Hari ini kami diajak buat sight-seeing ke dalam kota Melbourne. Pak Ismet juga menawarkan kami buat berkunjung ke Australian Zoo. Kalau bisa pergi ke sana juga bagus, namun harga tiket masuk 26 AusD  per orang atau kurang dari Rp. 300 ribu. Wah cukup mahal
Bagaimana kalau pergi ke laut ? Pergi ke pantai di awal musim panas atau di akhir musim dingin tentu cuaca- air dan angin- masih terasa amat dingin. Apalagi angin yang bertiup dari selatan adalah angin kutub selatan.
“Kami sangat bernafsu untuk berfoto-foto dan buat berfoto makan event terbaik adalah pergi ke jantung kota Melbourne. Kalau boleh kami betul-betul bisa singkah di rumah pahlawan sejarah- James Cook- penemu benua Australia. Agar kita bisa berfoto-foto sepuas hati. Kita bisa melihat bagaimana mentalitas orang modern dalam menghargai sejarah /pahlawan mereka. Juga  rumah- rumah. Ya bagaimana orang Australia membangun gedung dengan teratur. Tiap rumah ad ataman, pagar dan juga ada ruang buat orang lain”.
“Bila kita melihat daerah pemukiman yang teratur maka kita akan melihat bahwa tentu orang di sana juga memiliki pola pemikiran yang juga teratur”. Demikian kata Pak Ismet sebagai pengantar perjalanan kami.
Sepanjang jalan dari kawasan pedesaan (suburb) hingga menuju pusat kota Melbourne kami memang betul-betul menyaksikan semua rumah/ pemukiman penduduk yang tertata dengan rapi. Bentuk bangunan dan arahnya sama-sama tertata dengan baik dan punya jarak ke pinggir jalan. Aku melihat bahwa setiap rumah memiliki taman dan ditumbuhi oleh bungan dan tanaman yang rimbun. Kadang-kadang kami juga melihat bidang-bidang tanah yang kosong. Bidang kosong itu dinamai dengan zoning. Di sana memang dilarang membangun rumah, pertokoan, perkebunan apalagi apartemen.
Meskipun geografi Australia itu luas namun tidak ada orang yang membuang sampah dengan semau gue atau menjatuhkan sampah lewat jendela mobil. Membuang sampah adalah menyusahkan orang. Maka sejak dalam keluarga hingga ke sekolah, maka pesan membuang sampah pada tempatnya sudah menjadi karakter mereka.
Sekali-sekali aku juga melihat bagaimana orang Australia melakukan usaha sampingan dan mereka memajang papan merek. Dan aku melihat ada perbedaannya. Kalau di kampungku mungkin ada iklan seperti “terima jasa potong rumput atau terima jasa cuci motor”. Namun kalau di Australia selain menawarkan jasa pelayanan, juga menyebutkan besaran harganya. Misalnya “sedia jasa perbaikan atap dengan biaya 165 AusD hal- hal kecil masuk ke dalam fikiranku.
Prof Ismet Fanany sambil mengemudi mobil ngobrol tentang banyak hal dari A sampai Z tentang Australia. Meskipun ia sudah puluhan tahun tidak pulang kampung- di Desa Koto Panjang dekat Batusangkar Sumatera Barat- namun ia tetap mengupdate perkembangan kampungnya. Malah ia lebih tahu banya daripada kami yang sudah lama menetap di Batusangkar.
Obrolan sepanjang jalan itu merupakan kuliah atau ceramah panjang yang sangat berkualitas bagiku. Apalagi gratis dari seorang Professor. Obrolannya sangat signifikan dalam memperkaya wawasanku. Maka aku selalu mendengar obrolannya dengan Rebbeca, Inhendri Abbas, Dessi dan sekali- sekali juga denganku. Aku mencatat poin-poin penting lewat phonecell. Aku merasa rugi kalau tidak mendengar dan mencatatnya dengan seksama.
“Inikan kuliah gratis dan sangat bermanfaat”.
“Mendidik untuk mengembangkan fikiran, terlalu banyak teori, namun miskin aplikasi…miskin action akan memberi dampak dalam menciptakan yang sekedar kaya teori namun tak tahu untuk berinovasi. Bangsa Indonesia bukan kekurangan ilmu dan juga bukan kekurangan dana. Dana malah bisa berlebih, istano Pagaruyung yang terbakar petir bisa dibangun lebih megah dalam waktu yang singkat- namun yang kurang itu adalah komitmen dan aplikasinya (spesifik action)”.
Kalau berfikir bahwa bangsa kita tidak bisa seperti Australia atau negara lain. Daerah Sleman di Yogyakarta, sebagai contoh, berhasil menjadi daerah yang bersih, karena mereka mampu menghasilkan suatu solusi atas masalah sampah dan melaksanakan/ menerapkan solusinya, mereka melakukan komitmen. Jadi bukan hanya sekedar rapat, cari solusi dan melupakan komitmen atau hasil keputusan tersebut.
Kita masih perlu mendidik bangsa kita sendiri, mengapa ? Karena orang kita masih banyak yang belum peduli untuk keperluan umum. Ya belum peduli untuk keperluan umum. Ya belum peduli buat kepentingan umum. Mereka berfikir bagaimana bisa memperoleh untung buat diri, buat kelompok dan buat keluarga. Ini namanya untuk kepentingan nepotisme.   
Orang kita banyak yang belum bisa mencerdaskan diri, apalagi untuk mencerdaskan orang lain. Semangat self- learning perlu untuk mereka miliki. Tambahan bahwa dikatakan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang suka bergotong royong, ini bisa kita benarkan. Namun semangat gotong royong belum banyak yang timbul dari dalam diri. Mereka ikut bergotong royong hanya karena diajak dank arena ada rasa segan. Malah ada orang yang ikut kegiatan gotong royong hanya sekedar ambil muka.
“Atau dapat dikatakan bahwa semangat gotong royong kita adalah gotong royong yang diinstruksikan. Seharusnya kita memiliki rasa/ semangat gotong royong yang kreatif yang tumbuh dari dalam diri sendiri. Kita akan merasa senang apabila ada grup pemuda yang puny aide-ide kreatif, kemudian mereka bisa menggerakan teman- teman  dan masyarakat ”. Demikian kata Pak Ismet Fanany.  
Di sela-sela ngobrol, Prof Ismet Fanany juga berharap agar kami bertiga bisa membuat seminar dan workshop bila telah berada di Sumatra. Seminar dan workshop tersebut mungkin berjudul “seminar dan workshop pendidikan karakter tingkat SMA- SMK dan MA”. Aktivitas itu diharapkan bisa untuk memberi pencerahan dan perubahan di masa depan, yaitu bagaimana menciptakan warga sekolah yang peduli dengan karakter hidup bersih, kreatif dan rasa toleran antar sesama. Untuk mendukung pelaksanaan workshop dan seminar tersebut maka Pak Ismet danIbu Rebecca bersedia untuk diundang dari Melbourne ke Batusangkar.
Akhirnya mobil kami melaju dan berbelok menuju pelataran parkir pada lantai bawah mall plaza Melbourne yang aku kira memang berada di pusat kota Melbourne. Kami turun dan mengikuti langkah pak Ismet untuk menelusuri pinggir sungai Yara. Sungai ini membelah mengalir dan membelah kota Melbourne.
Aku baru tahu bahwa mengapa orang-orang Australia senang berjemur…, ya untuk mengimbangi suhu dingin dalam musim panas- tiupan angin kutup selatan sangat dingin dan berjemur bisa membuat tubuh jadi hangat.
Sekali- sekali aku melihat sebuah kapal kecil berlayar dalam sungai. Kapal tersebut bekerja untuk memungut sampah sampah, yang jumlahnya tidak banyak, hanyut di permukaan sungai. Aku berpikir bahwa sungai- sungai di Indonesia juga perlu memiliki kapal atau perahu untuk pengumpul sampah,dengan demikian aku bermimpi bisa melihat sungai dalam kota Padang, di Jakarta dan kota lain akan selalu bersih.
“Bila semua sungai yang mengalir dalam kota jadi bersih maka kita bisa membikin kegiatan wisata sungai, jadi devisa mengalir terus”.
Benar bahwa seperti yang dikatakan Prof Ismet Fanany bahwa di tengah kota Melbourne, yang mengalir dalamnya sungai Yara, masih berdiri dengan megah stasiun kereta api kuno. Jadi mereka tidak pernah meruntuhkan gedung- gedung tua/ gedung bersejarah, namun selalu melestarikannya dan juga memugarnya.
Di belakang stasiun tua tersebut telah berdiri banyak gedung gedung tinggi dan mewah. Gedung- gedung tersebut berguna sebagai pusat bisnis/ perdagangan, perkantoran dan termasuk deretan apartemen berharga mahal- hingga jutaan dollar Australia.
Kami menelusuri jalan seputar sungai Yara. Di sana aku melihat beberapa pengamen, ada pengamen perempuan muda yang cantik sedang memainkan biola. Di bahagian lain adalah pengamen keturuhan china yang sedang memainkan melodi china, juga pengamen seorang pastor atau pendeta berkulit putih dimana di tangannya ada kertas dengan tulisan Jesus is King. Bagi pejalan yang bersimpati bisa memasukan dollar sebagai donasi ke dalam kaleng atau kotak kecil di depannya.
Pada beberapa tonggak pagar jembatan terdapat speaker yang memancarkan bunyi instrument dengan nada lembut. Wah melodinya bikin kita betah duduk berlama- lama di pinggir sungai. Burung- burung camar juga betah bermain di pinggir sungai, mereka tidak takut kalau diusik ya di sana tak satu orang pun yang suka mengganggu burung. Burung- burungnya amat jinak.
Aku rasa burung-burung disana memang jinak dan bersahabat. Saat kami berada dalam restoran beberapa burung pipit terbang menyelinap ke dalam restoran dan hingga ke atas meja buat mematuk sisa makanan. Mereka pun terbang di sela- sela kepala manusia. Mereka tidak takut diganggu dan mereka merasakan bahwa manusia di sana sangat bersahabat dan mencintai lingkungan.

2. Kembali Ke Apartemen
Selepas tengah hari, aku merasa letih dan aku lihat temanku juga merasa letih. Aku juga tidak bisa mengambil foto lewat kamera atau phonecell-ku karena baterai keduanya sudah drop. Aku sempat menonaktifkannya dan kembali mengaktifkan baterai phonecell dan kamera untuk mengambil foto-foto terindah menjelang berpisah dengan jantung kota Melbourne. Kami menuju tempat pelataran parkir dan tentu saja harus menyusuri jalan semula. Kami harus kembali ke apartemen. Wow aku merasa gembira karena aku bisa beristirahat dan juga tidur siang.
“Wah aku harus sholat zuhur menjelang tidur siang. Aku memeriksa arah sholat menggunakan kompas kecil yang aku temukan dalam ranselku. Astaga bearti aku kemaren sholat menghadap tenggara ya. Maka aku membetulkan arah sholat ke barat lau atau arah menuju Saudi Arabia dimana terdapat Ka’bah- arah sholat kaum muslimin sedunia.

Memahami Harga di Australia

Memahami Harga di Australia

Kami sudah berada di Australia  selama beberapa hari. Biasanya kami pergi shopping selalu diantar oleh Pak Ismet. Karena apartemen kami juga berdekatan dengan mall maka sudah saatnya pergi shopping kecil- kecilan di sana. Agar tidak tekor (kehabisan jatah uang) tentu saja kami harus bisa memahami tentang harga- harga di benua kecil ini. Aku juga mencari tahu tentang “seperti apa biaya hidup di Australia ?”

Berbelanja di Australia,  wah pasti mahal,  biaya hidup disana berapa yah? Pertanyaan begini   adalah sangat sering ditanyakan orang ketika mau pergi ke Australia. Maka beginilah info yang bisa kita peroleh (http://achmad.glclearningcenter.com):  
1). Kalau kita berada di Australia sebaiknya mulai berpikir sebagai orang  Australia, buang jauh- jauh nilai  kurs ketika berbelanja,  jangan samakan harga di Indonesia dengan Australia,  jelas berbeda.
2). Tentang harga barang mahal dan  murah adalah relative, ya  tergantung pada hal- hal yang dibandingkan. Nah kalau kita sudah di Australia  yang kita bandingkan tentu  adalah harga- harga yang ada di sini (Australia) pula. Mindset (cara berfikir)  ini berguna untuk mempercepat adaptasi kita di Australia. Kalau semuanya kita konversi ke nilai  rupiah, wah jadi pusing sendiri kita, kerjaan kita tentu bakal mengeluh terus.
3). Biaya  sekali makan di Australia (Melbourne dan Sydney)  adalah sekitar 7-9 $ AUD. ini adalah harga standar. Kalau ada yang  lebih dari itu ya termasuk mahal.
Jam menunjukan pukul 13.00 siang, perut kami sudah terasa keroncongan dan sudah saatnya pula buat makan siang. Pak Ismet mengerti dengan apa yang kami rasakan. Maka diajak untuk pergi ke restaurant Malaysia. Terus terang kami merasa segan kalau selalu ditraktir oleh Pak Ismet. Maka ya…harus balance, kami juga harus mentraktirnya.
Aku memilih makanan yang kira-kira sesuai dengan seleraku dan juga halal. Aku memilih makanan seperti bakso dan desi juga. Kami kemudian diberi hidangan bakso yang porsi tiga kali atau 4 kali sebanyak porsi bakso di Indonesia.
“Wow…apa tidak boleh kami pesan separoh porsi saja ?” Tanya Desi.
“Ohhh…tidak ada istilah porsi separo di sini…” Jawab Pak Ismet. Okelah kalau begitu. Kami harus menghabiskan semua porsi baksa hingga merasa sangat kenyang dan apalagi harganya cukup mahal yaitu sekitar Rp.300 ribu atau 30 Aus $. Kita akan merasa mubazir kalau menyisakan makanan.
Usai makan siang, ketua kami- Inhendri Abbas- berdiri dan pergi ke meja kasier buat membayarnya. Ia membaya semua makanan dengan bayaran total sekitar 80 Aus $ atau hampir Rp. 900 ribu. Kami perlu melakukan penghematan dan untung kami juga memasak danm bisa makan hemat- makan pagi dan makan malam- di apartemen sendiri.
Sore ini kami sudah berada di Punthill apartemen kembali. Hari terlihat masih terang. Kendaraan masih lalu lalang padahal jam sudah menunjukan pukul 8.00 sore atau pukul 8.00 malam. Aku tidak tahu apakah ini waktu sholat ashar, magrib atau isya. Aku mmematok bahwa sebentar lagi masuk waktu maghrib dan meskipun tidak ada mesjid, namun demikianlah perhitungan kami terhadap waktu.
Malas berada di apartemen, lebih baik pergi ke luar untuk melihat-lihat, cuci mata dan juga buat menambah pengalaman. Ya kami memutuskan pergi ke luar. Kami jalan kaki menuju mall “Knoxcity”, di sana dijual berbagai item termasuk kebutuhan harian seperti buah-buahan, dlauk pauk dan rempah. Di Melbourne tidak ada warung maka berbagai barang hanya dijual di mall.
Di luar terasa dingin. Angin kutub selatan bertiup kuat, dinginnya menyusup ke dalam tulang kami. Sebelum berangkat aku menghabiskan buah-buahan/ appel karena ini sangat penting untuk menjaga kesehatan pencernaan. Sebab problem pada pencernaan bisa membuat kita demam.
Aku kasihan melihat Inhendri Abbas, tidak punya baju tebal dan ia  terpaksa memakai sehelai baju tipis  dan ia membawa pakaian yang terbatas. Ia pun memacu langkah kami  sambil melipat tangannya ke tubuh.
Habis subuh kami bertiga sudah berada di seputar dapur apartement, ada yang bersih-bersih piring, memanaskan makanan dan merapikan meja buat sarapan. Pendek kata pagi- pagi sekali untuk ukuran orang Australia kami sudah sarapan. Kemudian kami memutuskan buat berbelanja kebutuhan makan, kami sudah kehabihan minyak makan dan sayur, juga buah-buahan. Kami harus pergi ke mall knoxcity. Mall itu letaknya hanya berseberangan jalan dengan apartement kami (apartemen punthill).
Kami selalu bersikap cermat tiap kali berbelanja. Kami harus mengenal harga- mengkonversi nilai dollar ke dalam rupiah, ini berguna untuk menghitung target keuangan kami. Kalau kami tekor atau uang habis….ya bagaimana lagi ? Sementara itu kami masih harus membayar sewa apartemen yang cukup mahal dan juga buat beli tiket untuk kembali ke Sumatra, juga buat beli cendera mata buat teman dan keluarga.

Kualitas Guru


KUALITAS GURU

            Betul….betul, kami merasa beruntung bisa pergi ke Melbourne dalam acara studi tour sebagai reward dari Pemda buat kami bertiga. Selain berkunjung ke tempat- tempat pendidikan- perguruan tinggi dan sekolah, maka bertukar pikiran dengan Prof Dr Ismet Fanany dan Dr Rebecca Fanany juga menambah wawasan kami tentang pendidikan. Misalnya bagaimana pandangan mereka berdua tentang penddidikan dan perbedaan kualitas guru Australia dan guru Indonesia. Hasil diskusi tersebut juga aku perkaya dengan membaca referensi tambahan dari internet.
“Bagaimana dengan kualitas guru di Australia ?”
Selama decade terakhir, peran guru di Australia telah berubah. Guru di Australia diharapkan dapat mendorong siswa untuk mengasah keterampilan seperti pemikiran kritis, diatur untuk belajar mandiri, pengetahuan diri, serta belajar seumur hidup. AustralianTeacher Education Association (ATEA) merupakan asosiasi profesional utama untuk pendidikan guru di Australia. Misi ATEA  adalah untuk mempromosikan/ meningkatkan kualitas para  pendidik (guru) dalam segala bentuk dan konteks.
Di Australia, salah satu cara untuk mengubah wajah pendidikan yakni dangan melalui pendidikan nilai-nilai (pendidikan karakter). Nilai pendidikan di sekolah-sekolah Australia menjadi aspek kunci dari kebijakan pemerintah.
Kualitas guru di Australia dapat dilihat  dari keterlibatan mereka dalam suatu pembelajaran-  yang mana  berperan sebagai fasilitator atau pemandu dan mendorong anak-anak untuk terlibat dalam forum diskusi. Peran guru di kelas menjadi satu factor penting dalam  pembelajaran bagi siswa. Guru Australia diharuskan memiliki pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan agar mampu mendorong peserta didik untuk berpikir kritis dan  mengembangkan nilai-nilai pendidikan.
“Bagaimana kualitas guru di Indonesia ?”
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya. Selain itu, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas.
Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan, tetapi pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
“Bagaimana perbandingan kualitas guru di Australia dengan guru di Indonesia ?”
Mungkin maksud kita memuji satu negara dan merendahkan negara lain- yaitu negara kita sendiri. Bahwa pendidik di Australia memiliki cara pengajaran yang baik bila dibandingkan dengan Indonesia. Karena pendidik di Australia memiliki pandangan yang bertujuan untuk pengajaran nilai-nilai bagi peserta didiknya. Selain itu pendidik di Australia juga dituntut harus memiliki pengetahuan, pemahaman, dan ketrampilan dalam mendorong peserta didik berpikir kritis dan juga mempu mengembangkan nilai-nilai pengetahuan.
Pendidik memiliki peran sebagai fasilitator. Sedangkan kualitas guru di Indonesia masih terbilang cukup rendah. Hal ini dapat terlihat dari tingkat pendidikan guru-guru di Indonesia. Selain itu pendidik di Indonesia juga dapat dikatakan kurang professional dalam menjalankan tugasnya (Sariwati, 2010: Masalah-Masalah Pendidikan Indonesia, www.ubb.ac.id)

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...