Meniru Semangat Kerja Keras Negara Asia Timur
Oleh: marjohan,
M.Pd
Guru SMAN 3
Batusangkar
Empat
puluh tahun lalu atau lebih kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia masih
sejajar dengan Negara Korea (Korea Selatan), Thailand, Taiwan dan Malaysia. Namun
kini setelah empat puluh tahun (di tahun 2000-an ini) pertumbuhan SDM bangsa
tercinta ini terkesan amat lambat. Pada hal penduduk di negara itu sejak dulu
sama karakternya dengan bangsa kita, sama-sama suka makan nasi. Dulu semangat
kerja bangsa kita (para pemuda 40 tahun yang lalu) masih sama dengan semangat
kerja pemuda mereka.
Dalam
tahun 1950-an dan 1960-an semangat kerja keras bangsa Indonesia cukup bagus dan
menonjol. Dapat dikatakan bahwa semangat berdagang atau berwirausaha pemuda
Minang, sebagai contoh, menyamai semangat saudara kita dari etnis Cina. Zoelverdi
(1995) menulis tentang beberapa orang yang sejak muda memiliki etos wirausaha yang sangat bagus.
Mereka adalah seperti Hasyim Ning, Fahmi Idris, Darnis Habib, Baihaki Hakim,
Abdul Latif, A.S Datoek Bagindo, A.R Soehoed, Aminuzal Amin dan masih sejumlah
nama lain.
Hasyim
Ning di tahun 1950-an terkenal sebagai Raja mobil di Indonesia walau ia sendiri
tidak pernah belajar bisnis secara formal. Namun ia tahu bahwa prinsip semua
bisnis adalah kepercayaan. Ayahnya adalah pedagang kecil dan Hasyim Ning tidak
cengeng, ia sejak kecil sudah terjun dalam bisnis keluarga dan bisnis Belanda
(dalam zaman penjajahan Belanda). Dari sana ia memperoleh pengalaman dan budaya
kerja sebagai importir mobil. Hasyim Merantau ke Jakarta (Batavia), “ya sempat nganggur tapi cari kerja sebagai
pencuci mobil dan pandai-pandai bergaul, kalau sebagian pemuda sekarang kan
suka jaga gengsi dan pilih-pilih kerja”.
Hasyim
Ning bekerja di usaha importir mobil Veladome, karena karakternya baik, ia dipercaya menjadi wakil di Tanjung
Karang. Ia meluaskan pola berfikir, ia juga bekerja sebagai pemborong tambang
batubara di Sumatera Selatan dan bekerja sebagai administrator kebun teh dan
kina di Cianjur. Ia sempat memperoleh latihan militer dan itu membuat
disiplinnya lebih bagus. Disiplin yang mantap menjadi modal baginya dalam
mengelola pabrik dan perusahaan. Kalau ia mencari buruh, ia tidak suka orang
yang cara kerjanya serampangan, harus yang professional, “tidak ada istilah hiba-hiba dalam hal keuangan, kalau membeir kawan
uang ya pakailah uang kantong sendiri, jangan pakai uang pabrik”.
Fahmi
Idris, ayahnya berdagang sepatu dan ia mendidik anaknya agar menghargai waktu, maka Fahmi diberi
tanggung jawab untuk menjaga toko. Waktu kecil Fahmi juga nakal, ia bisa pecak
silat dan pandai bergaul. Ketika di SMP ia dagang kaos. Ayahnya juga membaca
Koran dan Fahmi juga suka membaca. Ia memperoleh pendidikan di Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia (FEUI). Ia cukup aktif di kampus, ia mendirikan bursa
buku dengan teman-teman dan sempat menjadi ketua senat FEUI. Ia merintis usaha
dengan teman dan mendirikan firma.
Darnis
Habib waktu kecil berkarakter pemberani karena benar dan jago (cerdas) di kelas.
Saat di SD ia paling senang matematika dan saat di SMP ia senang dengan
aljabar. Ia tidak punya cita-cita karena anak pertama namun tamat dari SMA ia
cabut ke Jakarta. Ia kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sambil
kuliah ia part time atau kerja
sambilan di perusahaan. Tamat kuliah ia menjadi importir vespa, inspirasi ini
terjadi akibat banyak belajar dan diskusi ketika karir saat aktif di HMI
(Himpunan Mahasiswa Islam).
Baihaki
Hakim, ketika kecil ia bersekolah di SD yang disiplin, gurunya baik-baik dan
lingkungan yang agamis. “Soalnya ada juga
sekolah karena mengatas namakan disiplin wajah gurunya banyak yang angker dan
bahasanya menakuti murid-murid”. Karena ia (dan orang tuanya) sering
pindah-pindah ia merasa tidak punya kampung tetapi punya banyak pengalaman.
Mobilitas yang tinggi bagus untuk membangun karakter anak-anak dan cara
berfikir mereka, karena bisa mengenal banyak orang, mengenal banyak latar
belakang dan cara berfikir mereka. “orang yang tinggi bobilitasnya, mereka tidak
menjdi makhluk kuper, kurang pergaulan, dan statis yang senang mengurung diri
di pojok kamar”.
Baihaki,
ayahnya juga senang otodidak dan menjadi koresponden. Untuk menggenjot kualitas
nya, ayahnya mencarikan guru Bahasa Inggris orang Singapura dan mendorongnya
untuk banyak membaca. Sejak kecil orang tua nya ingin anaknya jadi dokter.
Namun Baihaki memilih kuliah di ITB dan memilih berkarir di perusahaan, Caltex.
Abdul
Latih, ayahnya merantau dan berdagang tekstil dan ibunya aktivis di Aisyisiah
Muhammaddiyah. Sejak kecil ia suka membaca dan suka bergaul. Ia mengenal semua
famili dan juga mengenal banyak orang. Dalam masa remaja ia juga suka menonton,
namun juga banyak belajar dan banyak bergaul. Saat kuliah, ia kerja sambilan,
pengalaman kerja ini penting untuk merintis kearah kerja atau wirausaha “namun mahasiswa sekarang senang pergi mejeng ke Plaza dan Mall, untuk
menghamburkan duit kiriman orang tua dan memupuk nilai konsumerisme”. Setelah
tamat kuliah Abdul Latif membuat usaha
seperti tempat ia magang kerja dulu, kemudian ia membuat ruko (rumah toko) dan
gedung di daerah perkotaan, dijadikan toko atau dikontrakan. Ia mengembangkan
usaha ke Singapura dalam bidang agrobisnis, buku, periklanan, developer, konstruksi dan dagang eceran.
Ia sangat anti dengan gaya hidup santai dan banyak mengelaso- berleha leha.
A.S
Datoek Bagindo, ayahnya adalah seorang petani dan ia ikut terjun mencangkul dan kadang-kadang menerima upah
dari ayah “ya dari pada member upah pada orang lain, lebih baik mengupah anak
sambil melatihnya mengenal arti hidup
dan agar tidak bermental cengeng”. Saat remaja ia hidup mandiri guna bisa
meringankan beban hidup orang tua. Sekolahnya jauh dari rumah dan ia mencari
orang tua angkat. Ia membantu teman , berdagang di kaki lima sambil kuliah. Ia
juga mengembangkan human work dan
banyak berkenalan dengan tokoh-tokoh besar seperti Hatta, Syahrir, Natsir dan
Chairul Shaleh dan memetik pengalaman hidup mereka untuk sukses dan untuk
cermin diri.
Banyak
pengalaman hidup yang ia tulis dan ini sangat berguna untuk bahan-bahan
ceramahnya, ia diundang untuk memberi ceramah di SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia).
Ia mengatakan bahwa pola merantau orang Minang harus dikaji ulang, bukan lagi
merantau untuk membuka warung nasi, menjahit, berdagang kaki lima, karena orang
lain juga bisa melakukan hal ini. Apalagi sekarang sudah banyak usaha garment. Maka merantaulah sebagai orang
intelektual yang bisa merintis karir dan pencipta lapangan kerja,
bukan jadi buruh di sana.
A.R
Soehoed sejak muda terbiasa senang bekerja keras sampai dini hari. Ia menjaga
stamina dengan senam. Ia punya banyak pengalaman. Zaman dahulu di tahun 1940-an
transportasi sangat sulit dan mahal. Untuk perhubungan pulau Sumatra dan Jawa tidak
ada bus dan pesawat, kecuali menggunakan kapal yang berlayar cukup lama namun
Soehoed dalam usia 19 tahun punya pengalaman berpergian dari pulau Jawa ke
Sumatra, mengunjungi keluarga ayahnya di Maninjau (Sumbar) dan Painan. Selama
di kampung ayahnya ia punya pengalaman menghela pukat dan membagi-bagi ikan.
Ia
mengatakan bahwa untuk berhasil dalam hidup maka setiap orang harus punya
mental yang kuat. Ini diperlukan untuk bisa menjadi pioneer atau perintis. Ia mampu punya perusahaan dan mengelola
proyek-proyek besar.
Aminuzal
Amin waktu kecil mampu berbicara dan sering menjadi pembawa acara atau MC (master
ceremony). Ia dikenal sebagai pemuda yang panjang akal. Walau ayahnya Cuma
seorang pegawai kecil, ia panjang akal untuk sukses. Ia Kuliah di Universitas
Indonesia dan malam cari duit menjadi
sopir oplet. Ia aktif berorganisasi di kampus, bukan menjadi anggota yang
pasif. Ia pun mengembangkan hobi dalam bidang musik dan nyanyi.
Sambil
kuliah ia juga belajar hidup sebagai penjual pupuk dan arloji. Kemudian ia juga menjadi tukang pakang sebagai pedagang mobil
bekas, ini digunakan untuk mencari modal
untuk membuka usaha. Puncaknya dagangnya adalah menjual pakaian yang ia cari
langsung ke Eropa. Ia juga pengusaha di bidang perminyakan. Aminuzal adalah
penguasa nasional yang berada dalam level
internasional.
Dari
jalan hidup tokoh-tokoh di atas menunjukan bahwa mereka waktu muda bukanlah
orang-orang yang suka santai dan membuang-buang waktu. Mereka suka bekerja
keras dan belajar serius. Mereka juga orang yang senang mandiri, suka membantu
, bukan dibantu. Sukses bukan jatuh dari langit, namun sukses harus dirintis
dengan semangat menjadi pioneer (perintis) dan memiliki semangat kerja keras.
Namun
bagaimana suasana sekarang. Bagaimana etos pemuda pemudi sekarang dalam mencari
hidup ? laporan Afdal, dkk (dalam Gatra, Januari 2009) mengatakan bahwa
semangat berwirausaha dianggap penting untuk mengurangi tingkat pengangguran.
Barbagai pihak harus berpartisipasi mewujudkannya. Pemuda Minang, sebagai
contoh, sekarang pandangan jiwa wirausaha mereka sudah mulai pudar. Fahira Fami
(dalam Gatra, Januari 2009:5) mengatakan bahwa jiwa wirausaha orang Minang
sekarang sudah mulai pudar. Darah saudagar yang dulunya mengalir dalam tubuh
generasi terdahulu perlahan menghilang. Sementara semangat wirausaha saudara
kita dari warga etnis Cina masih sangat kuat sehingga mereka dapat membangun
kekuatan bisnis yang luar biasa. Namun, sekali lagi, generasi muda Minang
banyak yang enggan berwirausaha dan cenderung berharap untuk menjadi pegawai
pemerintah (PNS) dibanding membuka usaha sendiri.
Gamawan
Fauzi (http://kalipaksi.multiply.com/journal)
mengatakan bahwa dalam survey yang dilakukan pemerintah daerah Sumatera Barat
2006, bahwa warga Sumatera Barat 74 persen berkeinginan untuk menjadi Pegawai
Negeri Sipil. Ini sebuah indikasi yang menurutnya sebagai turunnya nilai-nilai
kemandirian dan spirit. Pegawai Negeri baginya bukan pekerjaan yang penuh
tantangan. Terutama bagi masyarakat Minang yang punya akar budaya sebagai entrepreneur sejati.
Penyebab
memudarnya semangat entreprenursip
(berwirausaha) pemuda kita disebabkan oleh kesalahan memberi motivasi, misgiving
motivation, oleh guru-guru, orang tua, lingkungan dan pemuda itu sendiri,
yang menganggap berwirausaha itu sebagai hal yang sangat susah dan menjadi PNS
suatu hal yang enak “motivasi untuk
membuat pemuda menjadi prkerja malas, suka hidup santai dan takut bersaing”.
Orang-orang atau motivator yang telah
menyebabkan hilangnya semangat berwirausaha pemuda tersebut perlu untuk
beristigfar dan harus mendorong pemuda untuk bangkit lagi dan belajar dari
pengalaman orang-orang sukses atau pengalaman negara-negara yang empat puluh tahun
lalu kualitas SDM mereka sama dengan kualitas SDM negara kita, misalnya belajar
dari Korea.
Pada
tahun 1960, pendapatan perkapita Indonesia sama dengan Korea. Kini pendapatan
bangsa ini melompat amat jauh dari negara kita. Sebelum perang dunia kedua,
Korea tidak dikenal dalam pentas dunia. Korea hanyalah sebuah negara pertanian
yang miskin. Perang saudara juga telah meremukan semua sendi kehidupan warga
Korea, sampai terbelah menjadi Korea Selatan dan Korea Utara. Miskin dan
sengsara menjadi titik nadir ekonomi mereka. Tetapi bangsa Korea Selatan
bukanlah negara yang dihuni oleh masyarakat yang banyak perangai- banyak
tingkah. Mereka adalah bangsa yang padu dalam memompa tekad dan semangat untuk
bangkit menuju victory atau kejayaan.
Tidak sekedar slogan tetapi diterapkan dalam nafas kehidupan seari-hari. Bangsa
Korea pada umumnya adalah bangsa yang rajin. Mereka setiap hari bekerja keras.
Mereka malu pulang terlalu cepat karena tidak mau dianggap sebagai orang yang
tidak berguna.
Aswin
Indra (http://aswinindraprastha.wordpress.com)
mengatakan bahwa Prof. Young Hun, dari Program Studi of Foreign Studies, Seoul,
menulis tentang kesamaan antara tradisi Indonesia dan Korea. Jika orang Korea bisa
menjadi bangsa yang maju, mengapa tidak dengan orang Indonesia. Korea dalam
kurun waktu relative singkat telah menjelma menjadi masyarakat modern, yaitu
masyarskat yang telah mampu melepaskan diri dari ketergantungan pada kehidupan
agraris.
Pemuda
kita, pelajar dan mahasiswa, perlu tahu empat karakter orang Korea yang harus
dicontoh untuk memacu semangat hidup, yaitu seperti; 1) Sikap rajin bekerja,
lebih menghargai bekarja secara tuntas betapapun kecil pekerjaan itu ketimbang
berpidato yang muluk-muluk tetapi tidak pernah terlaksana. 2) Sikap hemat yang
tumbuh sebagai buah dari sikap rajin bekerja. 3) sikap self help yang didefenisikan sebagai berusaha mengenali diri
sendiri dan rasa percaya diri. 4)
Kooperatif atau suka bekerja sama, cara untuk mencapai tujuan secara efektif
dan rasional, mempersatukan individu serta masyarakat.
Bangsa
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang agamis, beragama. Untuk maju agama Islam
menganjurkan kita untuk selalu belajar. Berikut ungkapan agama Islam yang mengajak untuk belajar; “
tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat. Menuntut ilmu wajib bagi
laki-laki dan perempuan. Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina”.
UNESCO juga mengajak warga dunia untuk long
life education, pendidikan seumur hidup. Sekarang artikel ini mengajak
pemuda dan pemudi bangsa ini untuk tumbuh bersemangat dan suka bersaing, banyak
pengalaman, banyak belajar dan banyak bekerja. Untuk itu “ Tuntutlah Semangat
Kerja Keras Dari Korea”. (Catatan, 1) Zoeverdi, Ed.(1995).
Siapa Mengapa Sejumlah Orang Minang. Jakarta: BK3AM DKI, 2) Ganto, Edisi no
148/ tahun XIX/ Desember 2008- Januari 2009, Padang: Universitas Negeri Padang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them