Perjalanan
Hidup Rasulullah Sebagai Cermin Parenting
Bagi Kita
Oleh:
Marjohan, M.Pd
Guru
SMAN 3 Batusangkar
Akhir-akhir
ini saya amat tekun membaca artikel-artikel tentang parenting. Parenting
adalah ilmu tentang bagaimana menjadi orang tua yang ideal. Kualitas parenting orang tua di rumah sangat
menentukan kualitas anggota keluarga (anak-anak). Dari media internet kita bisa
memperoleh informasi bahwa kualitas parenting
orangtua Indonesia belum menggembirakan. Malah sebahagian bisa berkategori
sebagai fail-parenting- atau orang
tua yang gagal, karena cukup banyak mereka yang tidak tahu peran mereka sebagai
orang tua. Pintar mereka sebagai orang tua hanya sebatas menyuruh, melarang dan
mencukupi kebutuhan makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. Selebihnya orang
tua menyerahkan urusan mendidik kesekolah secara bulat- bulat. Ironisnya cukup
banyak orang tua yang serba tidak mengerti tentang parenting ini.
Kualitas
SDM atau pendidikan bangsa Indonesia sangat tidak membahagiakan, masih
menempati rangking diatas seratus. Ini berarti bahwa Indonesia,ibarat kapal
besar, dengan penduduk lebih dari 250 juta, ternyata mereka adalah orang orang
yang rendah kualitasnya. Ini juga dibuktikan bahwa setiap kali diadakan pesta
olahraga untuk negara-negara Asia Tenggara (Asean Games) maka jarang sekali
Indonesia menempati peringkat juara satu atau juara umum. Selalu bisa
dikalahkan oleh negara tetangga yang lain.
Negara
Singapura saja, yang besarnya hanya sebesar kota Padang, bisa mengalahkan
kualitas prestasi bangsa kita. Apa maksudnya, bangsa bangsa kita adalah bangsa yang
kurang rajin, lemah semangat, kurang memiliki semangat juang dan kompetisi. Ya
kita adalah sebagai bangsa penonton dan suka konsumerisme yang berlebihan.
Penyebabnya banyak, salah satunya karena kualitas parenting kita yang rendah. Sebagai orang tua belum berhasil dalam
menanamkan semangat belajar dan bekerja keras- kerja yang serius dan
berkualitas.
Kita
boleh kagum dengan kualitas pendidikan di Belanda, yang mana disebut memilki
kualitas ibu yang terbaik. Atau kita kagum dengan parenting orang tua di Jepang, Findlandia, Perancis, Australia dan
negara Barat lainnya.
Negara Australia
merupakan cerminan dari bangsa Eropa di dekat Indonesia. Saat saya berada di
Melbourne dan Sydney, saya melihat betapa rapi dan teraturnya tata ruang negara
mereka. Betapa berkualitasnya warganya- mereka terbiasa tepat waktu, suka antri
dan budaya tertib. Itu semua untuk urusan dunia.
Namun
sayangnya saat saya berada di Hotel Ibis, Hotel Mercure dan hotel lainnya, saya menjumpai muda-mudi
bergaul bebas, persis saat merpesta di akhir pecan. Mereka mengadopsi budaya
pergaulan bebas. Di taman kota muda-mudi tanpa risih bermesraan yang di luar
batas. Bukan kah hidup ini utamanya bagi orang Islam adalah buat mengabdi pada
Allah. Itulah yang saya temukan bahwa parenting
mereka adalah parenting sekuler,
hanya sebatas berkualitas dan rapi buat urusan dunia semata. Namun buat buat
urusan spiritual dan rohani, mereka cenderung mengabaikannya. Jadinya saya
ingin bahwa yang patut dikagumi bukan parenting
ala Barat, namun adalah parenting
yang Islami.
Terus terang bahwa parenting yang sangat baik itu adalah parenting Islam. Sejarah dan prilaku
Nabi Muhammad Saw adalah sumber inspirasi parenting
yang terbaik bagi kita. Persis sebagaimana Firman Allah dalam kitab suci
Al-Quran. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah (Al-Ahzab, 21).
Dalam
teori Tabularasa, dinyatakan seorang anak ibarat sehelai kertas putih,
coretan-coretan yang diberikan oleh lingkungannya akan menentukan karakter dan
kualitas pribadinya. Tukang coret atau pengukir buat kehidupan utama atas diri
sang anak tentu saja adalah ibu dan bapanya. Senada dengan teori tabularasa,
agama kita, Islam,juga mengatakan bahwa orang tua juga penentu eksistensi
kepercayaan seorang anak.
Hadis riwayat Abu
Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam
bersabda: Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang
tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani maupun
seorang Majusi.
Aneh-aneh saja gaya
orang tua sekarang dalam menumbuhkan anak, termasuk mereka yang mengaku punya
ilmu mendidik. Begitu anak lahir dan terus tumbuh, mereka diperkenalkan suguhan
lirik-lirik lagu yang jauh dari nafas rohani Islam. Bayi-bayi mereka tidur
lelap sambil didendang dengan lagu lagu sekuler yang keluar dari audio HP atau
gadget mereka.Kemudian saat bayi tumbuh dewasa dan ternyata jauh dari ajaran
Islam, maka yang tertuduh adalah pengaruh lingkungan- tanpa alamat yang jelas.
Fenomena orang tua
lain, yang mengaku sebagai orang tua modern yang juga tahu dengan ilmu agama
adalah mengajak anak mereka untuk terlalu banyak bersenang-senang. Mencari
makanan fast-food di mall, pergi
eksplore di time-zone atau arena bermain yang berharga mahal dan menjauhi anak
dari pengalaman hidup yang susah. Mengapa tidak membawa anak ke kebun, sawah,
pinggir sungai agar mereka tahu bahwa ini semua adalah alam yang diciptakan
oleh Allah. Jadinya anak tidak mengenal bagaimana orang-orang yang kurang
beruntung menjalani kehidupan mereka. Akibatnya orangtua telah mencetak anak-anak
yang berkarakter hedonism- memuja kesenangan dan kemewahan hidup.
Setelah itu bahwa sikap
orang tua yang terlalu mendorong dan memotivasi anak mereka untuk memuja-muja
kecerdasan otak dari pada menjaga kesucian hati anak juga banyak. Anak digenjot
untuk mengikuti belasan les, kursus dan bimbel demi bimbel dengan tujuan kelak
menjadi orang sukses. Atas nama belajar sang anak dibebaskan dari bekerja.
Kebutuhan makan, minum, pakaian dan semua keperluan anak dilayani. Akibatnya anak-
anak mereka yang telah merangkak menjadi remaja akhir dan dewasa awal cukup
banyak yang tidak mampu melayani diri sendiri. Tidak tahu cara memasak,
membersihkan rumah, menstrika pakaian. Malah gara gara dibelenggu oleh tugas
belajar dan ikut kursus hingga sang anak tidak tahu cara bersosial lagi.
Jadinya mereka tumbuh menjadi pemuda dan pemudi dengan kecerdasan yang palsu yang tidak akan memberi
manfaat pada dirinya dan juga bagi orang lain.
Barusan tadi siang,
saya dan anak perempuan saya, menghadiri sebuah kenduri pada suatu tempat di
kota Batusangkar. Kemudian kami menyaksikan lantunan lagu-lagu lucu yang
dibawakan oleh seorang gadis cilik. Lagu-lagu dangdut yang membahas tentang cinta.
Tidak tanggung-tanggung ada tiga lagu yang ia lantunkan dan goyangnya juga
terlihat tidak pas untuk usianya. Saya bertanya pada anak perempuan saya: “
Mana sih yang lebih berfaedah dari sisi agama, jago melantunkan lagu lagu
konsumsi buat orang dewasa kayak itu atau mampu menghafal sura-surat pendek
dari kitab suci Al-Quran ?. Ya demikian, cukup banyak orang tua dan juga
penulis, sering melupakan akan makna hidup kita di dunia ini:
“Hidup ini apakah hanya
sekedar hura-hura atau buat mengabdi dan beribadah untuk Allah- Tuhan Pencipta
Jagat Raya ini ?.” Jadinya kita sering lupa dengan tujuan hidup ini.
Ya itu semua karena
kesalahan parenting. Ilmu mendidik
kita kerap salah arah. Ada yang tidak memiliki ilmu parenting, sehingga begitu anak terlahir, maka anak tumbuh ibarat
bunga liar- tumbuh tanpa arah. Ditiup oleh badai dan diinjak injak oleh
berbagai peradaban yang salah.
Anak yang terlahir dari
keluarga kita adalah amanah. Roh sucinya seharunya kita tumbuhkan agar selalu
mengenal Rabb-nya. Bayi-bayi kecil itu kelak perlu kita tumbuhkan menjadi orang
yang bertanggung jawab buat dirinya, lingkungan dan juga buat Tuhan.
Maka parenting yang terbaik adalah parenting yang bercermin pada sejarah
tumbuh dan kembangnya pribadi Nabi Muhammad SAW. Nabi terlahir dari lingkungan
yang sangat baik. Lingkungan sebagai pembentuk pribadi Nabi yang utama. Ibunda
Nabi adalah wanita yang baik dan terhormat. Ibunda Nabi- Aminah binti Wahab- pada
waktu mudanya merupakan gadis yang termulia nasab dan kedudukannya di kalangan suku
Quraisy.
Menurut penilaian Dr.
Bint Syaati tentang Aminah ibu Muhammad yaitu. “Masa kecilnya dimulai dari
lingkungan paling mulia, dan asal keturunannya pun paling baik. Ia (Aminah)
memiliki kebaikan nasab dan ketinggian asal keturunan yang dibanggakan dalam
masyarakat aristokrasi (bangsawan).
Begitu baginda Nabi
lahir ke dunia, beliau tidak mengenal kemewahan hidup. Padahal beliau terlahir
dari keluarga terpandang. Tentu saja orang yang pertama kali menyusui baginda Nabi Muhammad
sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam adalah ibunya sendiri Aminah
az—Zurriyah, setelah itu Tsuwaibah al-Aslamiyah selama beberapa hari. Setelah
itu Halimah, Nabi Muhammad dibawa ke desanya di Bani Sa’ad yaitu sebuah desa di
wilayah Thaif (selama empat tahun).
Sejak awal-awal kehidupanya, beliau diperkenalkan akan
realita kehidupan. Bukan diperkenalkan dengan kemewahan dan pemanjaan dengan
sejuta larangan. Cukup lama Nabi dalam pengasuhan Halimah, sejak ia bayi- yang
butuh asi langsung dari Halimah. Nabi Muhammad dirawat- dibesarkan sebagaimana
Halimah membesarkan anak kandungnya sendiri.
Syaima’ adalah puteri Halimah as-Sa’diyah juga turut
mengasuh baginda Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam. Sejak
usia dini Nabi telah memahami perjuangan hidup, ia ikut mengembalakan kambing
sebagai mana anak-anak lain juga melakukannya.
Suatu ketika, ditempat yang agak jauh dari rumah, saat
baginda Nabi bermain/ mengembalakan ternak, ia ditangkap oleh Malaikat dan dadanya
dibedah- dengan tujuan untuk membersihkan hatinya dari noda- sekejab setelah
itu Nabi duduk termenung dan ketakutan hingga ia dijumpai oleh ibu asuhnya-
Halimah- dan menceritakan tentang apa yang sudah terjadi.
Maka Halimah takut kalau hal serupa bakal menimpa Nabi lagi.
Selanjutnya Halimah as-Sa’diyah mengembalikan Nabi sholallah alahi wa aalihi wa
shohbihi was salam kepada ibunya karena takut terhadap peristiwa pembedahan
dada yang terjadi padanya ketika Nabi Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa
shohbihi was salam berusia empat atau lima tahun.
Peristiwa dalam kehidupan Nabi selanjutnya cukup banyak. Nabi
Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam dibesarkan dalam
keadaan yatim. Ayahnya meninggal dunia pada saat beliau sholallah alahi was
salam masih berada dalam kandungan ibunya. Sepeninggal ayahnya semua biaya
hidup Nabi Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam ditanggung
oleh kakek beliau yang bernama Abdul Muthalib.
Pada saat berusia enam tahun, beliau sholallah alahi wa
aalihi wa shohbihi was salam diajak pergi oleh ibunya ke kota Yatsrib (Madinah
al-Munawwarah) untuk mengunjungi keluarga bibi-bibi beliau dari Bani Najjar. Di
sana beliau tinggal bersama mereka selama satu bulan. Setelah itu, barulah
mereka kembali. Namun dalam perjalan pulang ibunya sakit yang menyebabkannya
meninggal dunia, sehingga sekaligus dimakamkan di desa Abwa’. Beliau pulang
bersama Ummu Aiaman yang kemudian menyerahkan Nabi sholallah alahi wa aalihi wa
shohbihi was salam pada kakeknya Abdul Muthalib.
Ini berarti bahwa dalam usia anak-anak, baginda Nabi telah
memiliki dan mengalami liku-liku kehidupan. Pengalaman hidup ini membuat Nabi
memiliki hati dan fikiran yang sangat peka atas penderitaan hidup orang lain.
Kepekaan hati dan fikiran cukup jarang dimiliki oleh banyak orang sekarang,
terutama bagi kalangan selalu bergelimang dengan gaya hidup hura-hura dan
hedonism.
Kakek beliau sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam
wafat pada saat beliau sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam berusia
8 tahun. Setelah itu, Nabi Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was
salam diasuh oleh paman beliau Abu Thalib sesuai dengan wasiat kakeknya. Abu
Thalib juga sangat mencintai Rasulullah sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi
was salam. Kehidupan Abu Thalib sangat miskin, namun Allah Swt telah
melimpahkan keberkahan dan kemakmuran kepadanya berkat pengasuhannya terhadap
Nabi Muhammad sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam. Ketika berusia
12 tahun, beliau sholallah alahi wa aalihi wa shohbihi was salam dibawa oleh
pamannya Abu Thalib ke Syam untuk berdagang.
Dari sejarah Nabi kita tahu bahwa cukup banyak orang-orang
yang sangat baik- berhati mulia- yang ikut membesarkan Nabi, yang ikut terlibat
dalam parenting Nabi. Mulai dari ibunya,
ibu asuhnya, kakeknya hingga pamannya. Parenting
yang dialami oleh Nabi tidak memanjakan beliau, namun menumbuhkan beliau untuk
memiliki pengalaman hidup, kaya hati, mengenal kekuasaan Allah, Sang Pencipta
alam, mengenal tentang hidup yang perlu bekerja, belajar, bergaul, berbuat
baik, tidak berpangku tangan. Hingga akhirnya baginda Nabi juga tumbuh menjadi
orang yang mampu berorganisasi dan berwirausaha atau berdagang secara baik dan
jujur, dan utamanya adalah Nabi sebagai pelita zaman. Membawa kita dari zaman
kebodohan ke zaman yang beradab dan juga mengabdi pada Allah.
Moga-moga sejarah Nabi Muhammad selalu menjadi inspirasi
bagi kita untuk banyak hal, termasuk dalam hal parenting. Bila kita- anda dan juga saya- memilki anak dan
menginginkan anak tumbuh menjadi generasi yang bertaqwa dan beriman. Namun kita
membesarkan melalui gaya hidup yang hura-hura, pemanjaan, cinta dunia yang
berlebihan, hedonism, dan sekuler, maka kelak tumbuh menjadi orang menurut gaya
hidup mereka lalui. Mereka jauh dari Tuhan, jauh dari dunia, jauh dari alam,
menjadi pribadi yang cengeng dan kurang bertanggung jawab. Untuk itu mari kita jadikan sejarah Nabi
sebagai paduan parenting bagi kita (http://penulisbatusangkar.blogspot.com
).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them