Menyandarkan Jiwa Pada
Allah
Aku kehabisan akal karena dalam usia separoh baya ini tiba-tiba fikiranku menjadi liar dan aku ingin mencari
identitas diri yang baru. Sekarang apa sih yang mau aku cari?.
“Tentu
saja aku ingin mencari kebahagiaan. Kenapa kebahagiaan yang sempat aku rasakan
dan aku miliki pada saat
sebelumnya, kini tidak berpihak lagi padaku. Dengan siapa sih aku bisa berbagi cerita dan berbagi
perasaan. Tidak ada rasanya,
karena
aku sudah terlanjur merasa harus
mandiri, mandiri dalam belajar (otodidak)
dan
juga mandiri dalam mengatasi masalah. Seharusnya aku tidak boleh demikian”.
Aku
tidak menutup diri. Bila ada orang bertanya padaku tentang mengapa aku sekarang
berubah, ya aku jelaskan. Meskipun penjelasanku tidak sempurna dan aku masih
menutupi kekurangan kekuranganku. Kapan dan kepada siapa aku bisa mengeluh dan
mengadukan apa yang aku rasa dan apa yang terasa ? Aku meluangkan waktu buat merenung, merenung tentang diriku:
“Siapa sih aku dan bagaimana aku sebenarnya dan
buat siapa
aku ini hidup
(?)”. Aku
jadi rajin mencari penyembuhan konflik diriku dan membaca
tulisan tentang pencerahan.
Aku juga membaca tulisan yang aku temukan di internet yaitu tentang bagaimana
meringankan masalah yang ada pada kita[1], kita juga harus tahu tentang
bagaimana eksistensi kita dan untuk itu kita harus kembali
bertawakal pada Allah.
Tiada daya upaya kami
hambaMu yang lemah melainkan dengan izinMu ya Allah. Dugaan dan ujian takkan pernah jauh dari
kita, sebagai tanda peringatan dan kasih sayang Allah buat hambaNya. Kita dibobok dan dimomokkan dengan
teori, spekulasi dan berita yang kita tidak
tahu, apakah benar atau tidak, betul
atau palsu yang kadang-kadang akan membuat hati ini berdegup kencang. Bila kita lagi dilanda masalah atau musibah maka mohon
pertolonganlah selalu pada Pencipta kita, Allah Azza wa jalla. Telah dijelaskan dalam Al Quran:
“Demi sesungguhnya!
Kami akan menguji kamu dengan sedikit perasaan takut, kelaparan, kekurangan
dari harta benda, jiwa serta hasil tanaman. dan berilah khabar gembira kepada
orang-orang yang sabar. (Yaitu)
orang-orang yang apabila mereka ditimpa musibah, mereka berkata: “Sesungguhnya
kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jualah kami kembali”. Mereka itu
ialah orang-orang yang dilimpahi dengan berbagai-bagai kebaikan dari Tuhan
mereka serta rahmatNya; dan mereka itulah orang-orang yang dapat hidayah- (Surah al-Baqarah 155-157)”. La
Hawla Wala Quwata Illah Billah,
kembalilah
bertawakkal kepada Allah dan Benarlah ayat ini:
“Dunia itu
penjara bagi orang mukmin”. Aku
merasakan terlalu banyak tipu daya dunia,fitnah,
dan perkara yang menjauhkan kita dari Pencipta kita (yaitu Allah Swt) dan sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri ya Allah. Ya Allah maafkanlah hamba atas setiap salah tutur perbuatan saya. Ya Allah...hamba ini hanyalah insan yang kerdil yang jauh dari kesempurnaan.
Aku
harus mengubah diri, mau baik atau mau tidak tentu tergantung pada keputusan
dan pilihan hidupku. Demi Islam, demi tanggungjawabku sebagai hambaNya. Aku tahu bahwa pintu taubat Allah
terbuka luas, tanda sayang dan kasihnya Allah pada ku dan pada semua umat manusia. Biarlah
hidup ini mengalir dan moga-moga semuanya
karana Allah
Taa’la. Moga-moga aku akan selalu menadikan Al-Quran dan sunnah sebagai pegangan hidupku.
“Dan
bertawakallah hanya pada Dia....barang
siapa yang bertawakkal kepada Allah, maka
Allah cukuplah baginya- (Surah al-Talaq, 3)”. Semoga
aku (dan kita
semua) dilindungi, dipelihara imanku dan diberi kebaikan dunia dan akhirat. Aku hanya bergantung hanya pada Allah Ta’ala. Dan tentu Allah tidak akan memberi hamba (kita) ujian/ cobaan di luar batas kemampuan
kita. Aku makin rajin bertawassul
(berkata/ berdialog dengan hati):
“Rabbi engkaulah
penciptaku, engkaulah pemilik hatiku, engkaulah pemberi cahaya pada hatikiu. Ya
Rabbi, jangan biarkan hati dam fikiranku hancur, jangan biarkan hatiku tergores
dan terluka oleh ketidak tahuanku dan juga oleh egoku”.
Aku
membuat keputusan untuk membuka hatiku di malam hari. Aku harus tidur lebih
awal agar aku bisa terbangun sekitar jam 02.00 atau jam 03.00 dini hari. Itulah
waktu yang terbaik
buatku. Memang sih terasa
sulit buat bangun- melawan
rasa malas- dan juga melawan kantuk. Namun alhamdulillah aku
bisa terbangun
pada waktu seperti itu dan aku segera
menunaikan
shalat tahajjud. Alhamdulillah
rasa tenang akan terasa lebih dahsyat. Aku selalu melantunkan doa dan keluhanku. Aku tidakm mau
mengeluh kecuali hanya pada Allah:
“Ya
Allah, aku lelah..lelah karena memilki hati yang liar, hingga hatiku luka luka.
Ya Allah aku tidak
tahu mau dibawa kemana hatiku ini, luka nya makin menjadi-jadi, ya..karena aku sering membenturkan hatiku sendiri. Ya Allah..balutlah hatiku dan sentuhlah hatiku hingga ia kembali sembuh
dan tenang seperti masa-masa sebelumnya”.
Aku merasa ringan nuntuk bangun di
keheningan malam dan aku menyinsingkan lengan baju, celana buat berwudlu:
“Dan
aku membasahi dan membasuh tangan, wajah, kepala, kaki, pokoknya anggota wudlu agar najis- najis dari tubuh, dosa-dosa dari tubuhku rontok, kesalahan- kesalahanku hanyut...hanyut terus ke lautan”. Setelah
itu aku bersujud pada Illahi. Aku tempatkan kepalaku yang hina ini datar di atas bumi. Karena harga kepalaku di hadapan Tuhan sama dengan harga kaki dan
tanganku. Tetapi mengapa kepalaku yang tinggi sering gagal memimpin hatiku hingga hati
ini resah dan gelisah. Kepalaku juga sering gagal memimpin tangan dan kaki untuk berbuat- seharusnya kepalaku
(fikiranku) harus mampu memimpin tanganku untuk berbuat dan kaki
buat melangkah. Memang ada rasa tenang aku peroleh dan aku rasakan setelah
melakukan shalat malam (shalat
tahajjud). Namun perubahan yang aku rasa belum seberapa:
“Ah
tentu saja, shalat tahajjud satu kali atau dua kali belum mampu memberi warna
dan mempengaruhi hati dan fikiranku. Bagaimana shalat tahajjud ini dijadikan
sebagai kebutuhan dan kebiasaan. Ya karena aku butuh ketenangan jiwa dan aku butuh Allah dekat dengan urat nadiku. Aku membutuh Tuhanku
dan Tuhan tidak membutuhkan aku. Ya Allah hamba butuh Engkau…sentuhlah jiwaku
sentuhlah kalbuku. Jangan biarkan jiwaku hancur dan sepi..!!!” Aku merasakan bahwa Tahajjud memberi perubahan pada hatiku namun belum
banyak memberi aku rasa damai.
Aku baca ayat suci dalam al-Quran:
“Minta
tolonglah kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah bersama
orang yang sabar”. Namun rasa tenang dan damai belum 100 % aku rasakan.
Tentu saja kualitas shalat ku belum prima dan kesabaranku belum
maksimal. Fashabron jamil- sabar
itu indah dan sabar itu tidak
bertepi. Jadinya aku junga ingat dengan senandung (lagu) yang berjudul: Obat Hati atau Tambo Hati. Biasanya bila bila bulan Puasa datang maka senandung ini
sering aku dengar dari radio dan juga dari siaran televisi, liriknya membuat
kalbuku tenang.
”Obat hati itu ada lima perkaranya, yang pertama- baca al quran dan
maknanya, yang kedua- shalat malam dirikanlah, yang ke tiga- berkumpulah dengan
orang shaleh , yang ke empat - perbanyaklah berpuasa, dan yang ke lima- zikir
malam perpanjanglah. Salah satunya siapa bisa menjalankannya, moga moga Allah
Ta’ala mencukupi”. Ya
Allah senandung ini begitu
dahsyat buatku.
Mudah
mudahan lagu (senandung) Tambo
Hati bisa memberiku inspirasi buat
merajut hati yang masih mudah gelisah
agar menjadi
hati yang lebih tenang. Maka selesai menunaikan shalat
tahajjud, aku tidur-
tiduran hingga datang waktu subuh. Menjelang sholat subuh, aku meluncur menuju
ke mesjid dan aku jumpai beberapa
orang shalat terlihat
khusuk dan wajah mereka terlihat tenang. Aku merasa seperti terlahir kembali, bukannya
aku tidak kenal dengan mesjid. Aku biasanya hanya sholat di mesjid hanya
kalau lagi shalat jum’at saja. Sementara buat shalat subuh aku melakukan di mushola yang terletak di depan rumah. Di sana
proses ibadahku tidak begitu banyak.. Aku datang buat shalat subuh, setelah itu ngobrol biasa-biasa saja dan pulang ke rumah.
Ya.... aku sangat merindukan bisa hadir di mesjid yang damai. Aku
berdiri dan melakukan shalat bareng-bareng
dengan jamaah yang lain. Memang ada kedamaian, rumah Allah memang terasa damai. Aku duduk yang lama,
memejamkan mata, dan melantunkan zikir sebanyaknya dan aku bermohon pada Allah agar merontokkan
fikiran-fikiran
yang nggak berguna yang selalu
bertengger dalam kepala ku.
Suasana
damai aku peroleh dengan cara
ikut
hadir (berkumpul) bersama orang-orang shaleh. Yaitu orang yang selalu meyediakan hatinya buat Allah,
bukan orang yang membiarkan hatinya mengembara dan dipandu oleh fikiran-fikiran
yang liar. Saat seperti itu, aku jadi teringat suasana saat aku kuliah (masih jadi mahasiswa), dimana aku sering mengikuti kegiatan halaqah. Kami meluangkan waktu dan
membentuk grup kecil (halaqah)
dan kami membahas seputar kajian agama. Tujuannya bukan buat menggurui tetapi
buat memantapkan pemahaman agama.
Aku
juga merindukan suasana hadir bersama orang-orang shaleh seperti dulu. Saat aku
masih jadi mahasiswa dimana aku pernah pergi ke
Mesjid Muhammadan
di Padang. Di sana sering ada
kegitan Tabligh-
menyampaikan kajian ayat ayat Allah. Kami duduk rapat ke depan, dan semua
mendengar dengan khidmad,
kemudian saat makan malam atau sarapan, maka kami sarapan
dari satu dulang bundar (semacam
piring besar) dan kami makan bareng-bareng. Ada rasa kebersamaan
dengan teman-teman yang shaleh Ya aku juga merindukan
suasana seperti itu, sangat bermanfaat
buat menjaga
hatiku agar tidak menjadi yang
liar
terus.
Wah aku menyesal, pada beberapa waktu yang lalu- aku
merasa beruntung kalau
bisa berteman
dengan teman atau orang-orang yang punya wajah cakep- ganteng dan cantik. Apalagi kalau mereka berusia muda dengan wajah yang
cantik dan cakep. Dan mereka memuja
dan memujaku. Ahhh itu bisa membuat aku terbuai ibarat seorang selebriti. Ya aku menjadi ibarat selebriti, aku butuh sanjungan. Padahal aku sudah tahu bahwa:
“Sanjungan
dan pujian hanya buat Allah
semata-mata”. Alhamdulillah
kini aku sadar bahwa aku tidak harus memuja dan menyukai orang
orang yang berwajah cakep
(cantik dan ganteng). Wajah dan penampilan itu hanya bersifat sangat
relatif.
“Allah
sebagai Pemilik
jagat raya ini,
tidak melihat bentuk bagusnya tubuh seseorang juga tidak melihat bagaimana bagusnya
wajah seseorang, namun Allah melihat
kualitas hati seseorang”.
“Aku
jadi malu....dan aku juga harus lebih menghargai kualitas hati
seseorang. Aku harus lebih dekat dengan orang orang yang hatinya dekat pada
mesjid- pada Allah, moga moga hatinya juga mempengaruhi hatiku. Aku akan lebih kagum pada senyuman seseorang yang selalu ceriameski ia memiliki keterbatasan fisik-
nggak mampu melihat dan nggak mampu berjalan. Mengapa senyumnya lebih cerah dan tulus, dibanding senyumku
dengan fisik yang lengkap”.
Jangan Mengeluh
Aku sudah banyak berbuat namun mengapa kualitas
ketenangan jiwaku sering turun naik. Ahh aku tidakm mau mengeluh dan juga
menyalahkan diri. Namun mengapa galau hatiku begitu lama bertengger dalam
jasmaniku.
‘”Apalagi
ya...usaha usaha lain yang harus aku
perbuat. Yang jelas aku
sangat beruntung terlahir sebagai seorang Islam- agama
yang amat aku
yakini. Aku bisa bisa
mencari ketenangan jiwa, misal dengan membaca kitab suci. Sebab
dengan membaca kitab suci (Al quran) dan juga membaca
maknanya bisa menjadi “As
sifya- atau sebagai
penyembuh buat hati yang sakit dan juga sebagai
petunjuk hidup”.
Mendirikan
shalat
dan bersabar
insyaAllah bisa membuatku menjadi lebih tenang. Mengingat Allah atau berzikir juga bisa membuat aku jadi tenang. Maka tinggal lagi bagaimana agar kualitas sabar, shalat, usaha dan zikirku selalu meningkat.
Sewaktu
berada di Jakarta, aku sempat berjumpa dengan seorang sahabat, orangnya shaleh dan ia bukan warga
indonesia, ia berasal dari timur tengah, ia menikah dengan keluarga kami dan
memiliki anak banyak. Aku yakin bahwa problem kehidupannya
tentu jauh lebih berat dibanding dengan
problemku. Namun mengapa
ia
bisa terlihat gembira dan tersenyum. Ya
karena hatinya selalu ceria, makanya aku minta rahasia hidupnya tentang mengapa dan apa yang ia
baca sebagai zikir. Semua zikir
insyaAllah membuat kita menjadi tenang dan juga zikir atau doa seperti berikut:
“Lailla
haillalah, “alimul “azim- Lailla haillalah,
Rabbi ‘arsyil ‘azim- Lailla haillalah, Rabbi samawati wa rabbil ardi- wa
Rabbil “arsyil karim. Ini adalah doa untuk segala macam kegelisahan hati. Dan doa ini bisa dibaca kapan saja, bisa
sebagai zikir”. Alhamdulillah aku
rajin berzikir, dan rasa gelisah bisa membaik sedikit-demi sedikit.
“Ya Allah tolonglah hamba yang berhati lemah ini...!!!”.
Aku
juga rajin mencari cari kata-kata
penguat jiwa. Aku jadi tahu bahwa
kebahagian itu tidak ditentukan oleh jumlah harta yang kita miliki dan apa yang kita kendarai,
tetapi dibentuk oleh fikiran kita sendiri. Kalau begitu aku harus berubah
total- aku harus berserah diri pada Allah secara total. Sahabat-sahabat ku di dunia maya (di internet,
di facebook) memaafkan kesalahanku.
Jadinya guilty karena aku salah ucap dan salah bersikap sudah hilang dan beban hatiku juga terasa berkurang dan insyaallah juga hilang.
“Ah
aku hidup di alam nyata,
bukan di dunia maya. Maka porsi
fikiran dan interaksiku dengan
manusia (teman, keluarga, dan tetangga) di alam nyata musti
lebih banyak. Aku harus berubah, my
lifestyle must
be changed. Mindset-ku juga harus berobah”. Bentuk
dan kualitas fikiranku sangat
menentukan ketenangan hatiku.
Kini
aku memutuskan
untuk mengurangi untuk menyentuh
tekhnologi yang bisa membuatku jadi lengah dan lalai. Gila yang berlebihan dengan
jejaring sosial menjadikan aku lalai terhadap Tuhan (ibadahku terabaikan) dan begitu pula dengan anak dan
keluargaku juga terabaikan.
Aku nggak perlu tidur
sampai jam 12.00 malam lagi hanya
gara-gara ingin mengotak atik tekhnologi (android dan laptopku) dan terbius
dengan BBM, SMS, Twitteran dan juga FB. Aku sadar bahwa jejaring sosial hanyalah sarana buat berkomunikasi- untuk mempermudah berkomunikasi- bukan untuk menghancurkan komunikasi, apalagi buat
menghacurkan kualitas hidup.
“Ya
jangan salah gunakan sarana tekhnologi: HP, gadget, laptop,... dan
juga jangan menyalahgunakan jejaring sosial....apalagi sampai mabuk/ lupa diri
dengan jejaring sosial. Mudah- mudahan aku akan menyentuh tekhnologi hanya seperlunya saja”.
Selanjutnya
aku
mulai rajin dan juga
membiasakan diri untuk kembali membelai dan memeluk kedua anakku.
Mereka berasal dari
bahagiann diriku dan darahku mengalir dalam diri mereka...mereka butuh aku, mereka tidak butuh khotbah dariku. Mereka butuh
aku bisa menemani merekai.
Aku harus sering sering duduk bareng di samping anak-ana dan njuga keluargaku dan sekali
sekali aku mencolek kulitnya yang masih halus, ya kulit mereka yang sudah menjadi seorang remaja, kulinya cerah dan bercahaya. Aku harus rajin bertanya tentang bagaimana
kabar sekolahnya, kabar teman-temannya dan juga bagaimana kisahnya di hari itu. Aku membuka telinga buat mendengar protest,
canda dan tawanya dengan sepenuh hati.
Begitu
juga terhadap istriku,
aku juga harus rajin
menemaninya di dapur, kami bakal
mencuci
piring lagi bareng-
bareng, dan juga kami akan melibatkan
anak dengan naktivitas di rumah.
Aku juga akan menemani
istri bikin makanan enak. Ha..haaa
aku
akan lebih rajin duduk disampingnya
meski hanya sebatas mendengar obrolannya atau menonton TV dan juga aku belajar
lagi menjadi imam bagi mereka dalam
shalat.
Life needs changing.., yaa aku
harus berubah, waktuku musti banyak buat Tuhanku. Aku telah membiasakan
melakukan tahajud dan kadang-kadang juga sholat dhuha. Aku rajin membaca Al
quran dan juga membaca makna-
moga moga aku mengungkapkan hal ini bukan untuk menjadi manusia yang riya-
ingin pujian manusia.
“Tuhanku
sentuhlah selalu kalbuku..Tuhanku ingatkan aku bila hatiku lalai dan terlupa...Tuhanku bimbinglah aku selalu..!!!”.
Aku menghindari
hal-hal yang mengganggu fikiranku. Aku
memutuskan untuk mengubah gaya hidupku, aku harus hidup lebih alami. Haa..haa aku jadi dengan teman-temanku ya...aku kagum
dengan teman Perancis (Anne Bedos,
Louis Deharveng dan Francoise Brouquisse) mereka semua orang moderen namun
mereka bisa menerima diri. Mereka bisa hidup secara natural.
“Ya
sekali lagi bahwa mereka tidak malu dengan usia tua dan kulit yang keriput,
serta rambut yang memutih. Mereka membiarkan uban tumbuh
karena itu sudah zamannya punya uban”.
Aku juga harus berbuat demikian dan tentu saja aku harus selalu tampil dengan
rapi. Aku
harus bersikap positif dengan
penambahan usiaku, usiaku lima
puluh dan bukan dua puluh tahun. Aku
bukan seorang remaja
lagi...aku harus malu dengan kealpaan fikiranku. Aku adalah
orang tua, seorang ayah dengan dua anak remaja. Aku tidak boleh bersikap cengeng dalam usia menjelang tua
ini. Aku
harus berprinsip:
“Lebih
baik memulai
dan bukan menunggu. Aku harus lebih duluan memberi salam dan bukan menunggu
salam. Akuu
harus memberi cinta dan perhatian bukan mengemis cinta dan perhatian. Bila
salam dan sapaanku yang positif tidak direspon, maka aku tidak perlu berkecil
hati”. Aku harus
memahami dan
menerima karakter seseorang apa adanya:
“Tangan
di atas lebih mulya dari pada
tangan
di bawah”. Insyaallah ketenangan jiwaku terasa
sudah lebih dari 50 %, atau mungkin
nsudah lebih dari 75 %. Namun kadang-kadang rasa sedu-sedan yang tak menentu timbul lagi- aku terengah-engah dalam kesedihan.
Aku tak perlu banyak berharap pada manusia. Sekali bahwa suatu hari salah seorang
temanku meninggal dunia dan aku tertegun bahwa itulah sandiwara hidup dann itulah akhir dari kehidupan maka:
“Apa
sih makna dari hidup ini ? Apa yang perlu buat dicari ? Dan ujung-ujung dari kehidupan ini adalah menunggu
kematian. Buat apa aku harus banyak mengeluh dan berharap, lebih baik aku
banyak berserah diri pada Allah Rabbi”. Aku sering melantunkan kalimat kalimat
atau kata-kata yang bisa memotivasku
buat berubah.
“Tuhanku usiaku sudah
semakin tua juga, rambutku sudah mulai memutih dan
mataku sudah mulai kabur.
Tuhankui jauhkanlah aku dari ma’siat dan fitnah dan Tuhanku matikanlah aku dalam
keadaan tenang, amiin”.
Saat mengakhiri tulisan
ini, Alhamdulillah jiwaku sudah semakin tenang. Ketenangan memang dengan
beserah diri pada Allah, dengan mendekatkan diri padanya. Akan aku dekatkan
diriku selalu melalui” shalat tahajjud, membaca al Quran, zikir yang banyak,
menolong orang susah dengan hartaku dan juga aku melaksanakan puasa sunnah yang
banyak. Hidup ini memang
berisi dengan ujian atau cobaan. Berat atau ringan masalah atau problem
seseorang adalah relatif. Problem kita yang sering terjadi adalah karena salah
komunikasi dengan manusia, mungkin dengan orang lain, tetangga, teman, keluarga
dan juga teman- teman yang dikenal lewat dunia maya. Bila problem terjadi maka
atasilah problem tersebut. Problem kehidupan
membuat hati dan fikiran jadi tertekan. Atasilah problem yang lagi
melanda kita dan aku berprinsip dalam hidup: “Get
Changing 1800: Bila
Tertinggal, Terluka atau Galau,
Berubahlah…Berubahlah ..!!!”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them