Wisuda Tanpa Ada Perayaan
Selama aku menuntut
ilmu di UNP agaknya ibuku nggak pernah datang, walau jarak Padang dan
Payakumbuh hanya bisa dijangkau dalam waktu 3 jam. Sementara ayahku rasanya
juga nggak pernah berkunjung dan melihat perkembangan kuliahku. Bagaimana aku
bisa berharap mereka bisa datang ke tempat kosanku sementara mereka sebagai
ayah dan ibuku ternyata sudah nggak rukun. Sementara kepedulian mereka
terhadapku hanya sebatas memberi aku pakaian, makanan dan ya….memang itu cuma rasanya. Tapi itu sudah
cukup bagiku.
Aku
kuliah dengan penuh semangat dan sebagai mahasiswa aku juga memperluas
pergaulanku. Dengan demikian aku punya banyak kesibukan positif. Aku ikut aktif
di perpustakaan mesjid, aku aktif menambah ilmu agama, aku aktif menjadi guru
les privat, aku pernah menjadi guide. Namun aku selalu menomor satukan
kuliahku. Akhirnya aku bisa menyeleaikan semua SKS (system kredit semester).
Setelah itu aku menemui PA (Penasehat Akademis) dan ikut mengurus keputusan
untuk wisuda.
Aku
memberitahu kepada abangku bahwa aku harus wisuda. Aku berharap abangku memberi
tahu kepada ayah dan ibu dan juga adik-adiku agar mereka menghadiri peristiwa
wisudaku. Sore itu abangku pergi ke Payakumbuh dan aku berharap bahwa wisuda
adalah hari paling bahagiaku.
Pagi
berikutnya aku melihat teman teman yang mau wisuda udah selesai berdandan. Ada
yang pergi ke salon dan ada yang berdandan mandiri dan mereka terlihat begitu
gagah dan cantik. Disamping itu, orang tua mereka, kerabat mereka udah
berdatangan untuk merayakan hari yang bahagia itu. Sementara itu, aku bagaimana
?
Aku
harus mengusir rasa lesu. Lesu karena aku wisuda tanpa ada yang mendampingiku.
Ternyata abangku juga tidak hadir untuk merayakan acara wisudaku. Mengapa ia
tidak hadir ? Barangkali karena aku wisuda lebih duluan dari abangku- mata kuliahku
sudah selesai lebih awal dari abangku - dan aku tidak mau nanti ia diledek oleh
teman-teman satu kos, sebagai orang yang lamban dan wisuda dikalahkan oleh
adeknya (aku sendiri). Dan ibu ku serta ayahku, dimana ? Ya sudahlah. Karena
pasti juga ada orang lain yang juga wisuda sendirian.
Wisuda sendirian[1],
ya bisa dalam bentuk senang dan sedih. Juga ada orang yang punya hari sejarah
(hari wisuda) sebagai yang hari
bersejarah dalam hidupnya. Tentu saja itu merupakan moment yang tidak akan terlupakan dalam hidup saya
yaitu keluar dari gerbang kampus, atau menjadi alumni baru.
Itu berarti ijazah
sudah di tangan. Semua orang tersenyum dan wajah ceria, namun suasana sedih
bisa datang karena begitu keluar graha (ruangan upacara wisuda) jadi tidak tahu
harus datang ke siapa karena tak ada siapa-siapa yang menunggunya di luar,
sedangkan orang lain datang dengan penuh kecerian kearah orang tua dan
saudara-saudaranya. Jadi dia hanya wisuda sendirian tanpa ditemani tahu ortu
dan sudaranya. Ya karena wisuda secara diam-diam. Namun tentu masih ada yang
patut disyukuri yaitu keberadaan teman-teman
yang masih setia dan menyambutnya di depan graha. Tak pernah terpikirkan kalau akan wisuda
dalam keadaan seperti ini tp itulah realita hidup.
Ah…aku
juga demikian, wisuda tanpa kehadiran siapa- siapa, termasuk juga tidak ada
acara berfoto-foto yang akan memberiku sejuta kenangan. Aku memilih kemeja
panjang lengan dan berwarna putih, celana panjang warna gelap. Kemudian aku
memakai pakaian wisuda dan toga. Aku berjalan sendirian dengan gagah, tanpa ada
yang melepas dari kosan dan juga tidak ada pihak family yang menunggu di aula
UNP yang cukup besar.
Di
sekeliling gedung sudah dipadati oleh wisudawan dan wisudawati dengan dandan terbaik
mereka. Kaum kerabat dan orangtua mereka saling melempar senyum. Aku tidak
boleh cengeng dan aku berjalan sendiri menutup rasa sedihku dengan senyum yang
dibuat-buat. Aku juga ingin ada yang memfotoku. Tetapi aku nggak punya kamera-
padasaat ituphonecell yang punya kamera belum adalagi.
Untung aku duduk
disebelah Kasmizal, temanku satu jurusan. Atas kemurahan hatinya ia mengambil fotoku bareng dia. Itulah yang
menjadi sweet memoryku hingga sekarang bahwa aku pernah diwisuda dan aku pernah
kuliah, kalau nggak ada…..ye tentu ngak ada buktinya bahwa aku pernah kuliah
dulu.
Usai
acara peresmian wisuda, aku meleburkan diri juga ikut memberi salam buat
rekan-rekan. Mereka kemudian bergabung dengan orang tua dan kerabat mereka buat
makan-makan dan mengabadikan kenangan paling manis tersebut. Aku sendiri ?
Rasanya
menjadi kenangan manis dan ada pahitnya. Ya aku memutuskan buat pulang ke
kosanku. Aku cuma merayakan wisudaku sendirian. Aku masih dalam pakaian wisuda
dan aku memakai toga, aku hanya mengagumi diri sendiri, memuji diriku sendiri.
Aku berharap agar abangku hadi dan paling kurang bisa menemani dan mengambil
foto wisudaku di hari terindahku..ya sudahlah itulah salah satu jalan ceritaku
yang nggak perlu aku sesali tetapi harus aku syukuri, bahwa aku bisa wisuda
lebih cepat dari yang aku tergetkan.
Aku Menyukai Profesi Guru
Aku sudah wisuda
beberapa waktu yang lalu dan Alhamdulillah aku juga lulus dalam rekruitmen (penerimaan) tenaga guru buat SMA
di Sumatera Barat. Aku berfikir bahwa tidak ada lagi kegiatan yang bisa aku
lakukan di Padang. Jadinya aku memutuskan saja untuk pulang kembali ke
Payakumbuh. Sementara abangku masih tinggal di Padang karena ia harus
menyelesaikan perkuliahannya di fakultas tekhnik UNP (Universitas Negeri
Padang).
Ayahku
seorang polisi dan ia punya relasi dari kalangan guru. Salah seorang relasi
atau teman ayah menyarankan aku untuk menjadi
tenaga guru honorer, sambil menunggu surat SK ku pada salah satu sekolah. Aku
ingin mengajar di SMA Negeri 2 Payakumbuh, yang terletak di Bukit Sitabuh-
Dekat Air Tabit. Namun sekolahnya belum butuh tenaga honorer. Aku mencari
sekolah lain.
Akhirnya aku menjadi
guru honorer di SMA Negeri 1 Pakan Rabaa Gadut, Kab. Lima Puluh Kota.
Wow..betapa senangnya aku jadi guru, meski uang honorer yang aku terima tidak
seberapa namun aku sangat gembira menjadi guru muda di sana. Aku mengajar siswa
kelas 10. Aku merasa siswa SMA seperti teman-temanku, mungkin karena usia kami
nggak jauh.
Untuk menuju sekolah, aku
harus naik angkot pedesaan dari pasar
Payakumbuh menuju desa Pakan Rabaa. Aku biasanya berhenti di mesjid di daerah
Air Randah buat sholat zuhur. Setelah itu aku berjalan menuju sekolah lewat
jalan tikus (jalan pintas), melintasi sawah dan kebuh bareng siswa. Aku merasa
nyaman jalan bareng siswa ku. Ya mereka aku rasa seperti teman sendiri.
Setelah
pulang dari sekolah, aku punya waktu yang berlimpah dan kegiatanku tidak ada. Aku
hanya di rumah saja. Sementara itu ibuku tidak memiliki ternak ayam broiler
lagi- bisnis itu terkesan sudah bangkrut. Wabah penyakit unggas membuat ibu tidak
berselera lagi melanjutkan bisnis unggasnya. Keberadaan aku di Payakumbuh juga
bisa menemani ibu untuk berbagi hati.
“Aku memilki banyak
waktu dan aku memutuskan untuk menjadi seorang guru yang hebat, jadinya aku
kembali belajar untuk mengembangkan diri”.
Oleh sebab itu aku
mencari buku yang aku minati. Semuanya
aku baca agar dan moga- moga bisa menambah wawasanku. Aku senang membaca buku
autobiografi para tokoh sukses, buku psikologi, buku filsafsat, buku agama,
buku ilmu mendidik (paedagogi) dan buku humaniora lainnya.
Aku
juga bertekad untuk membaca yang kuat seperti yang dilakukan oleh paramahasiswa
di Jepang. Kehebatan membaca mereka sangat terkenal. Ya mereka banyak membaca
dan aku memutuskan untuk membaca buku sebanyak 100 halaman per-hari.
Dengan target demikian
aku bisa menamatkan 1 atau 2 buku per-minggu. Haaa haa…sangat dahsyat juga. Jadinya aku mampu membaca
puluhan buku dalam satu tahun. Tentu saja
aku tidak asal membaca. Maka dalam
membaca buku aku menggunakan pensil buat menggaris kalimat kalimat yang
berkesan bagiku. Bila selesai membaca,
maka semua kalimat yang aku garis bawah1, aku tulis kembali ke dalam buku
catatanku. Catatan tersebut sangat berguna sebagai resensi bila aku harus
menulis artikel.
“Rasanya aku sudah
membaca ratusan judul buku. Ini semua membuat aku menjadi kaya dengan ilmu
pengetahuan”.
Disamping
banyak membaca, aku juga melatih kepekaanku dalam menulis. Mengapa ? Ya karena
aku mengagumi para penulis dan aku juga ingin jadi penulis yang hebat. Jadinya
aku harus berlatih (membiasakan) menuliskan
ide-ideku. Berlatih merangkai ide-ide. Ya memang terasa cukup sulit.
“Bagaimana aku bisa
menulis yang lebih panjang ?” Saat itu aku sering gampang terjebak kehabisan
ide dalam menulis. Akibatnya tulisanku mentok..susah selesainya dan bila
selesai, tulisanku nggak terasa indah.
Ternyata
menulis itu juga ibarat melukis. Bagaima ya cara melukis itu ? Pada mulanya
harus dimulai dengan membuat garis-garis kasar dulu dan setelah itu baru
dilukis secara detail. Demikian juga dalam menulis, yakni aku harus menentukan
garis garis besar yang bakal aku kembangkan. Setelah itu baru aku tulis ide-ide
yang lebih terinci/detail.
Agar
tidak kehabisan ide saat menulis maka
kita perlu tahu dengan strategi menulis. Ternyata menulis itu gampang, hanya
memaparkan ide berdasarkan apa yang terlihat didengar, dialami dan juga
berdasar pengalaman orang lain. Sekali sekali aku memperhatikan gaya bahasa
penulis lain. Bagaimana gaya bahasa Buya Hamka[2],
gaya bahasa La Rose[3],
Lily Munir[4],
gaya bahasa Zakiah Darajat[5],
dan lain-lain. Yang penting setiap hari aku meluangkan waktu buat berlatih
menuliskan ide-ide.
Ternyata
bila kita punya banyak wawasan, maka kita bisa menjadi penulis dan sekaligus
sebagai guru yang mengasyikan. Sebagai guru bahasa Inggris maka aku tidak harus
berbicara tentang vocabulary, grammar, pronunciation melulu. Kalau ini terus
yang aku bahas tentu para siswaku bakal bosan. Maka bila ada waktu senggang,
aku sengaja duduk bareng dengan siswa. Kami sering ngobrol tentang mencari pekerjaan,
cara memotivasi diri, tentang kepribadian dan juga bagimana jatuh cinta yang
sehat.
Kami juga berdiskusi
tentang agama dan juga tentang tentang sejarah Rasul dan para sahabat. Juga
tentang pengalaman pribadiku saat kecil, remaja dan saat kuliah di Padang.
[2] Seorang ulama berasal dari Minang- SumateraBarat
[3] Penulis wanita, tulisannya sering muncul dalam majalah wanita
(femina, kartini, dan sarinah) dalam tahun seputar sebelum tahun 1990-an.
[4] Penulis kolom (kolumnis) pada majalah femina di tahun 1980-an)
[5] Tokoh wanita asal Minang dan pernah sebagai ketua DPA (Dewan
Pertimbangan Agung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them