Rasa
Damaiku Sempat Hilang-Ego Sentris
Egosentris[1] itu adalah suatu sifat yang menjadikan diri
sendiri sebagai titik pusat pemikiran atau perbuatan. Oleh karenanya, tidak
mengherankan jika kemudian si egosentris ini akan berperilaku yang mementingkan
diri sendiri dan tidak peduli pada orang lain. Ego sentries adalah ketidakmauan
untuk menaruh perhatian, menggambil bagian dan ikut merasakan kebutuhan serta
perasaan dan pandangan orang lain. Kalau begitu bahwa usia ego sentries adalah
masa yang dimiliki oleh anak kecil.
Aku
merasa sedang berada kembali dalam fase “ego sentris”, itu berarti bahwa
pertumbuhan jiwaku kembali merosot menjadi kerdil- ya sekerdil seorang anak
balita. Jadinya aku kembali asyik
menikmati kegagahan tubuh-
ketampanan wajahku. Aku merasa masih muda dan juga merasa cukup cerdas.
“Haa
ha.. mengapa aku jadi
lebih
peduli pada diri sendiri dan menjadi kurang peduli pada keluargaku, pada anak-anakku, pada orang lain- seperti pada teman-temanku. Mengapa
ini terjadi ?? Ahh.. ..entahlah,
mungkin aku lagi mengalami transisi-
masa peralihan menuju tua- ya sebuah perobahan dalam fase hidupku. Dan aku sangat merasa ketakutan kehilangan kegagahan dan kejayaan masa mudaku”.
Orang
orang yang baru saja kembali dari
Tanah Suci, terlihat semakin tenang dan semakin mantap. Aku juga ingin sepertin itu, terlihat tenang dan semakin mantap. Memang aku selalu menambah
frekuensi sholat ku. Aku juga lebih
rajin
sholat tahajjud dan sholat dhuha.
“Namun
mengapa hatiku nggak tenang dan masih
gelisah ?. Kapan ya hati ini bisa menjadi tenang ?”
Biasanya
dahulu bila selesai menunaikan sholat tahajjud, hati dan fikiran bisa jadi tenang.
Namun sekarang mengapa aku tidak merasa tenang ? Aku berfikir dan merenung, yang
salah mungkin adalah cara
aku berfikir dan juga kualitas dari
ibadahku. Aku sangat
tahu bahwa
ketenangan dan kegembiraan tidak ditentuan oleh tempat, prestasi dan harta yang
kita miliki. Tetapi lebih ditentukan oleh bagaimana cara kita berfikir ? Jadinya aku tahu dengan teori, wah
aku jadi rindu
lagi untuk bisa tenang
seperti dulu.
Wah
mengapa aku merasa tenang kalau aku berada di luar rumah. Aku senang berbagi cerita dengan
anak anak muda yang mengagumi kelebihanku. Aku menceritakan bagaimana membikin
sebuah novel atau bagaimana cara menguasai sebuah bahasa asing. Ngobrol seperti
ini tidak masalah, tetap positif karena masih bersifat memotivasi- namun aku jjuga harus memberi porsi buat keluarga di
rumah.
“ Haa..ha..aku merasa lebih enjoy bila bisa ngobrol dengan anak anak muda, apalagi bila mereka itu tergolong pinter, punya wajah
cakep (berwajah
cantik dan ganteng). Mereka bisa menyamai posisiku. Ya inilah fenomena
baruku, dimana aku mengalami krisis rasa percaya diri yang hilang- merasa diri masih muda
dan masih laku. Kalau semakin banyak
anak-anak muda yang
cantik dan ganteng mendekat
denganku itu sebagai indikator
bahwa pribadiku juga masih muda dan masih laku. Bagaimana kalau di rumah ?
Beberapa bulan belakangan, aku sempat memiliki perut buncit dan tubuh gendut. Aku nggak suka jadi begini dan aku merasa benci. Maka
aku kemudian melakukan diet
ketat. Bagaimana caranya ?
“
Caranya mudah saja, aku berusaha untuk
malas
makan. Apa saja yang aku makan..memoriku
memerintahkan pada mulutku nuntuk jadi malas makan. Setelah itu kalau makan
selalu serba
bersisa. Kalau dahulu
tidak- aku
nggak suka menyisakan makanan. Itu adalah mubazir dan mubazir itu adalah
temannya syaitan”.
Akhirnya
dalam waktu tiga bulan berat badanku turun drastik dan tubuhku berkurang beratnya 10 Kg. Setelah itu bentuk tubuhku terlihat
sangat ideal. Jadinya aku semakin suka bergayap- kalau aku
memakai
jean atau levis, maka aku aken terlihat
lebih gaul, lebih muda dan
lebih modern. Aku sering berteriak:
“Aku
sudah bosen tampak jelek dan tampak
miskin”. Demikian selorohku pada teman –teman sambil bercanda.
Namun
karena aku nggak begitu dekat dengan istri dan anak tentu saja mereka juga
nggak dekat dan cuek pada ku. Mereka malah lebih suka meledekku. Anak- anak
sering protes dan salah ngomong padaku:
“Mengapa
ayah sekarang terlihat lebih kurus dan lebih tua. Mata ayah juga terlihat merah kayak mata hewan ?” Dan istriku juga sering protes:
“Mengapa pribadimu
sekarang menjadi aneh,
lebih sensitif- mudah
marah. Kamu juga suka
bergaya. Aslinya kamu sudah
tua dan sudah banyak uban,
lho !!.
Sekarang kalau kamu tertawa tampak
pipimu yang keriput. Kamu nggak bagus melakukan diet ketat”.
Aku
paling nggak suka dikatakan tampak jelek, dan nggak laku lagi. Namun aku
membuktikan pada diri sendiri kalau penampilanku masih oke, masih gagah dan
masih muda. Ya...buktinya
di luar runah, belasan hingga puluhan remaja cakep dan gagah mengagumiku dan mau bersahabat dengaku. Aku
sangat marah- aku protes dan aku
membenci ke luargaku, mengapa mereka
terlihat menghinaku dan dengan senang hati bilang aku jelek.
“Mengapu
aku dibilang jelek segala, itu sangat
melukai hati dan harga diriku”.
Ternyata
aku memang merasa masih cakep,
yaa..ibarat anak ABG yang masih gaul. Aku juga punya salah, soalnya bila
aku pulang ke rumah, yang aku ingat bukan anak-anak ku. Apakah mereka sudah bikin pe-er atau mereka lalai dalam belajar. Namun yang selalu aku ingat adalah bagaimana aku
harus membuka internet, merespon ratusan BBM
dan Face book.
“Sekali
lagi bahwa yang pertama aku lakukan adalah merespon puluhan atau
mungkin ratusan komen teman-teman face-
booker yang juga berusia ABG- pokoknya banyak berusia muda.
Haa ha aku sendiri....aku
sendiri ternyata juga seorang ABG- Anak Baru Gede yang seusia dengan ayah mereka. Aku lagi mengalami fenomena pubertas kedua”
Istriku
tentu saja merasa nggak senang dengan cara-caraku yang terlihat mengabaikan anak-anaku namun sangat peduli pada orang lain. Meskipun orang-orang tersebut tetap berada dalam dunia maya- atau dunia fata morgana. Namun aku sangat pinter membela diri. Aku balik
menyerang celaan istri. Aku memang sejak semula menikah nggak pernah mencubit atau
melukai tubuh istri. Karena itu namanya adalah KDRT atau “Kekerasan Dalam Rumah Tangga”.
Semakin
tinggi emosi istriku semakin tinggi pula sakit hatiku. Aku mencari benda benda
kecil di seputarku dan aku hantamkan ke almari- hingga kacanya pecah-pecah. Kadang aku banting piring
hingga jadi pecah berantakan.
Raungan istri membuat suasana panik
dan anak anak jadi ketakutan.
Dan aku merasa jadi
hero dan nggak mau ditaklukan oleh wanita. Karena aku jago dengan teori bahwa pria yang lemah, dikuasai oleh
istri, maka kelak anak-anak mereka, bisa kehilangan jati
diri. Kalau anak laki- laki yang
ternyata kehilangan jati diri maka (maaf) mereka akan
memilih karir yang nggak sesuai dengan kodrat pria. Sementara anak wanita bisa menjadi nggak menghargai pria dan tidak tertarik buat menikah.
“Ya
teori
ya tinggal teori belaka.
Aku memang jago dengan ribuan teori”
Keharmonisan
Rumah Tangga Sempat Hilang
“Anak- anakku dimana kamu sekarang ? Mengapa kamu suka menjauhi ayahmu,
apa kamu nggak kangen lagi mendengar cerita ayah ?” Ya benar bahwa kedekatanku
dengan anak-anak nggak terasa seperti dulu. Mereka nggak terasa sebagai
anakku.
Bila
aku
ajak mereka buat jalan-
jalan sore, mungkin untuk mencari
semangkok bakso atau sepiring sate,
maka mereka
selalu menolak. Jadinya ini
bentuk buat
menunjukan protes atas tolakan anak anak aku tetap keluar dan gantinya aku ajak
siapa saja yang sudi menemani aku buat beli bakso dan makan sate. Akhirnya aku juga merasakan kepuasan sebagai orang
baik karena sudah mentraktir seseorang yang merasa lapar buat jajan. Namun rasa
puas tersebut aku rasa sebagai sebuah
“kepuasan bathin yang semu”.
Tentu
saja aku
merasa puas kalau anak-anak ku sendiri yang bisa aku ajak jalan bareng, makan bareng
dengan aku sebagai ayah mereka. Ya sudah lah kalau mereka menolak. Akhirnya aku jadi betah berada di luar
rumah.
Suasana
rumah terasa sangat hambar dan aku senang di luar rumah. Aku mengendarai
motorku, aku muter-
muter...yahh kadang- kadang juga bengong. Aku cari
kesibukan seperti ngobrol dari orang ke orang, hingga aku aku rasa
waktu
ini cepat berlalu. Sebaliknya kalau aku
berada di rumah:
“Wahhh....
mengapa waktu terasa lambat
bergerak. Aku merasa bosan, karena yang aku temui hanyalah istriku yang juga
akrab dengan laptop menyelesaikan tugas tugasnya sebagai guru dan aku merasa
enggan duduk di sampingnya dan aku merasa risih dekatya”. Aku
telah merasakan dia sebagai orang asing.
Pada hal saat berpacaran aku selalu merindukan wajahnya, merindukan suara dan canda-tawanya. Malah
saat berpacaran aku sering menghayal
mencium pipinya lama-lama.
Namun sekarang aku merasa malas
dan bosan dengannya. Aroma tubuhnya nggak ada lagi dan gaun yang dipakainya
sudah nggak menarik lagi.
Agaknya
dia juga merasa bosan denganku, karena aku dirasakannya sebagai laki-laki frigid, laki- laki yang paling dingin di dunia.
Ya sudahlah kami berdua sudah menjadi manusia yang paling
dingin di dunia. Pada dahulu aku
ditemukannya sebagai pria yang romantis,
lucu, humoris dan selalu bercanda sehingga rumah terasa hangat. Namun sekarang
aku dirasakannya sebagai pribadi yang dingin, aku hanya hangat dengan orang
orang di luar namun kalau di rumah aku berubah menjadi pribadi dengan wajah yang serius. Anak-anakku juga
tumbuh menjadi remaja dan juga sibuk dengan dunia mereka sendiri. Kadang-kadang aku temui anakku yang laki-laki sedang tertawa sendiri:
Oh tidak dia tertawa karena lagi lagi
berdialog (chatting) dengan temannya di dunia facebook atau kalau
ia bosan maka ia akan tenggelam dengan game on-line. Aku rindu mengajaknya buat muter
muter dengan sepeda motor dan jawabnya adalah selalu:
“Tidak, tidak saya tidak mau pergi dengan ayah...pergilah ayah sendiri !!”.
Anak
perempuanku juga demikian. Ia tenggelam
dengan dunianya sendiri. Dia
juga chatting berjam-jam sepanjang hari hingga
matanya menjadi kesulitan buat mellihat dan hingga ia butuh kacamata minus karena ternyata susah melihat buat jarak yang agak
jauh (rabun
jauh). Aku juga kangen mengajak dia untuk
menelusuri jalan-jalan desa seperti dulu, agar dia bisa melihat hijaunya dedaun,
agar matanya sembuh. Jawabnya adalah:
“Tidak, tidak, saya nggak mau pergi dengan ayah,
pergilah ayah sendirian”.
Ah
sejak kapan kedua buah hatiku menjauhiku. Bukankah aku begitu lama menunggu
anak laki-laki ku buat lahir
kedunia. Dahulu kelahirannya sangat kami rindukan. Kami sempat merasa sulit untuk menunggu kelahiran
buah hati.
Ada lamanya enam tahun
kami menunggu kelahiran anak
laki-laki kami. Dan setelah ia terlahir aku rela begadang, menjaga
dia bisa tertidur dalam buayan. Bila ia rewel maka aku gendong dan aku
dendangkan lagi hingga ia bisa tertidur lagi. Selama ia bayi hingga balita,
tidurku amat sedikit dan aku rela mengayunkan ia agar terlelap nyenyak.
Demikian
juga dengan anak perempuan yang menjauhi diri dariku. Pada hal saat kecil atau beberapa bulan sebelumnya kami begitu
dekat satu sama lain.
Waktu kecil, ia sering aku ajak bermain air di anak sungai
dan atau bermain
ikan. Atau aku carikan buku dan pewarna untuk mewarnai gambar-gambar hingga ia bisa tertawa dengan riang dan gembira. Bila ia kelaparan maka aku
buru-buru menyiapkan
susu atau nasi tim buat makannya. Namun mengapa kemudian hatinya
jauh dariku.
Sejak
mereka berdua telah
mempunyai kamar masing-masing, memang
aku sudah jarang mencium mereka hingga aku jadi lupa seperti apa aroma pipi dan
kulitnya yang bening. Kata tetangga dan banyak orang bahwa aku beruntung
memiliki dua orang anak
yang wajahnya cukup cantik dan tampan. Mereka berdua punya kulit putih dan hidung
mancung, juga tinggi
tubuh mereka cukup semampai. Teman-
teman mereka di sekolah sering bertanya:
“Apa
kamu asli orang Indonesia ? Mengapa
kulitmu cerah, bersih dan hidungmu mancung ?” Ya kulit
putih dan hidung mancung itu mereka akui sebagai warisan dari ibuku dari Lubuk
Alung. Aku selalu jadi bosan
kalau pulang cepat ke rumah. Aku lebih
betah berada lama-lama di
kantor. Apa kerjaku di sana ?
“Ya
aku hanya sekedar bercanda
dengan teman dan murid muridku hingga mereka merasa gembira. Atau kadang- kadang aku asiik membalas status
facebook dari teman teman facebook”.
Kadang istriku
datang dengan wajah sewot dan penuh curiga. Aku mencoba untuk tersenyum di depan orang orang dan tetap bersikap
seramah mungkin dan dibalik itu darahku menjadi mendidih karena merasa dimata-matai oleh istri:
“Seolah-olah aku ini adalah seorang penjahat besar atau
lagi sedang berselingkuh. Begitu sampai di rumah semuanya aku ledakan dalam
bentuk kemarahan besar. Kalau
perlu aku
ambil kursi plastik
dan aku hantamkan ke dinding atau ke rak-rak
piring hingga menimbulkan suara gaduh dan pecahnya beberapa gelas dan piring
kaca. Itu gunanya agar anakku dan istriku merasa jera buat mengganggu fikiranku”. Aku merasa lega namun degup jantungku menjadi semakin kencang dan inilah
pemicu gejala hypertensi atau darah tinggiku.
Namun
ternyata mereka tidak jera dan tidak takut dengan kemarahanku. Anak perempuanku
pernah marah besar padaku dengan menangis dan berteriak-teriak. Yakhh mau aku apakan. Tidak mungkinlah
fisik mereka aku cederai-aku
pukul, aku gebuk, dan aku bukan seorang ayah yang berkarakter ganas. Cuma saja
saat itu aku hanyalah seorang ayah yang lagi dilanda kehilangan identitas diri,
takut menjadi tua dan juga tidak suka diejek sebagai pria tua yang jelek.
Memukul anak dan keluarga aku hindari, karena itu namanya
adalah kekersan dan nggak bagus.
Jadinya dia
hanya aku hardik sekeras mungkin dengan bahasa yang
sangak kasar yang nggak pernah mereka dengar dan semuanya menangis.
“Dan
ha..haaa aku merasa sangat jago. Tetapi
apakah aku menang ? Tidak aku menjadi sangat stress dan susah buat berkonsentrasi. Aku jadi sakit hypertensi dan sempat pergi ke UGD (Unit
Gawat Darurat) minta bantuan team medis untuk mengatasi problem ketegangan fikiranku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them