KEMEROSOTAN DAYA TARIK SEKOLAH
Oleh : Marjohan
Guru SMA Negeri 3 Batusangkar
Sampai sekarang, agaknya pendidikan masih dianggap sebagai investasi nasional. Investasi terhadap manusia dengan kata lain dapat dikatakan dengan istilah “investasi dalam kemampuan manusia” atau dalam istilah yang lebih umum adalah “sumber daya manusia”.
Suatu negeri tetap miskin karena investasi dalam kemampuan manusianya juga kecil. Untuk mengentaskan keadaan ini sangat diperlukan peningkatan dan pengembangan potensial dan tepatnya adalah peningkatan keterampilan dan pengetahuan dari segenap warganya.
Keadaan dan eksistensi negara ini pada masa datang sangat ditentukan oleh investasi sumber daya manusia sekarang ini dapat kita sorot ke dalam dunia pendidikan.
Ada kecenderungan pemerosotan daya tarik sekolah dalam kalangan pelajar. Semoga saja pandangan ini tidak terlalu mengada-ada. Banyak fakta-fakta umum yang dapat menyokong pendapat ini seperti makin banyaknya anak-anak sekolah yang berkeliaran dimana-mana pada jam belajar efektif, pelaksanaan disiplin yang macet, rendahnya perhatian masyarakat untuk menyerbu fasilitas pendidikan dibandingkan dengan fasilitas hiburan dan masih senangnya hampir sebagian besar orang yang bersikap bermalas-malasan.
Kemerosotan daya tarik sekolah penyebabnya dapat ditinjau dari beberapa segi, seperti dari segi sekolah, rumah, masyarakat dan lain-lain. Walau bagaimana setiap segi ini saling mempengaruhi dan memberikan dampak negatif.
Meskipun telah banyak orang membahas tentang berbagai kritikan termasuk kritikan tentang metode mengajar namun belum tampak reaksi positif secara menyeluruh. Sampai saat sekarang metode mengajar lama masih cukup banyak digandrungi oleh guru-guru meskipun mereka telah puluhan kali mengikuti penataran-penataran dan hampir tiap saat disuguhi teori-teori.
Bagaimana keadaan metode mengajar gaya lama? Yaitu metode yang membuat murid cenderung menghafal teks demi teks catatan yang diberikan oleh guru, apakah mereka memahami atau tidak. Pelaksanaan metode lama ini telah berlangsung cukup lama. Mengajar dengan metode yang demikian cenderung bersifat dogmatik dan otoriter. Cara dari metode ini sedikit mendorong murid untuk bertanya dan bersikap kritis atau tertarik dalam belajar mandiri di luar sekolah. Inilah penyebabnya kenapa sekarang murid-murid, malah juga sampai kepada mahasiswa cenderung membisu dan suka sebagai penonton dalam dinamika kehidupan. Dan ini pulalah penyebabnya kenapa banyak generasi muda suka kebingungan dalam mengisi hari-hari kosong mereka.
Suasana mengajar pada berbagai tingkat sekolah, dari tingkat SD sampai SLTA dan barangkali juga di tingkat perguruan tinggi dengan gaya “konsep bank” atau gaya hubungan “cerek dan cangkir”. Gaya mengajar ini cenderung untuk melemahkan kebebasan berpikir dan menumbuhkan sikap mencari serta berpengalaman, yang diperlukan dalam perkembangan.
Suasana belajar murid cenderung menunggu perintah dari guru. Buku-buku pegangan baru dibaca kalau ada perintah. Karena sering guru lupa memberi aba-aba untuk membaca, maka rata-rata buku pegangan masih utuh. Malahan buku yang sengaja dipersiapkan oleh pemerintah cenderung untuk menumpuk-numpuk di pustaka atau di rumah karena budaya malas membaca. Dalam menguasai pelajaran, caya yang cukup jitu dipakai adalah lewat cara menghafal. Dan ini tampak cukup merata untuk berbagai tingkat sekolah, sehingga suasana belajar yang demikian hanya membuat murid untuk mencapai target lulus saja dan memperoleh ijazah, bukan untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan yang harus dibuktikan. Melihat gejala semakin kurang berkualitasnya lulusan sekarang, sehingga ada orang yang suka berkelakar mengatakan bahwa “ijazah itu hanya laku sampai di gerbang sekolah saja” dengan arti kata belum dapat diandalkan dalam kehidupan.
Situasi sekolah sekarang yang cukup mengecewakan telah membuat para lulusan tidak atau kurang berkualitas. Situasi sekolah yang mengecewakan ini adalah akibat, sekali lagi, bertahannya gaya mengajar metode lama. Proses belajar mengajar yang bersifat “text book” dan malah akibat murid belajar dengan sedikit buku atau tanpa buku pegangan sama sekali. Buktikanlah dalam kehidupan setiap hari kita melihat cukup banyak pelajar pergi sekolah melenggang saja atau Cuma membawa sehelai catatan “gado-gado” dan melipatnya ke dalam kantong. Kemudian guru dan murid cenderung bermalas-malas, mungkin akibat pemahaman kurikulum atau kurikulum itu sendiri cukup kabur dan guru kurang terlatih untuk menstimulasi aktivitas murid. Kenapa sekarang jarang guru yang bersikap profesional ideal? Ini bisa jadi disebabkan karena mereka miskin dengan ilmu, wawasan dan pengetahuan, sehingga ada saja murid yang berani mengatakan bahwa sebagian kecil guru ilmunya cuma “tua semalam” dari murid-murid.
Beberapa kritikan terhadap pendidikan yang menyebabkan semakin merosotnya daya tarik sekolah adalah sebagai berikut: Pengajaran yang serba bersifat Text-Book dan teori tanpa praktek. Populasi kelas yang cukup atau terlalu ramai dengan pengajaran cenderung melupakan program pengayaan atau perbaikan, kalaupun ada itu cuma agak berbau omong kosong saja. Murid-murid terlihat miskin dengan berbagai aktivitas pendidikan. Kurangnya penyediaan kebutuhan dan kapasitas untuk remaja. Proses belajar mengajar terlalu banyak didominasi oleh berbagai ujian, ada kalanya guru mengadakan ujian palsu karena kehabisan teknik mengajar. Dan tidak ada kegiatan ekstra kurikuler yang bermanfaat dan dapat memperkaya wawasan siswa untuk menghadapi dunia kerja dan kehidupan nyata kelak.
Kemerosotan daya tarik sekolah dapat pula disebabkan oleh gaya belajar murid-murid itu sendiri. Memang kita akui bawa gaya belajar ini dibentuk oleh faktor sekolah, rumah dan faktor sosial.
Gaya murid, dan bisa jadi juga mahasiswa, dalam menguasai pengetahuan adalah dengan cara melengkapi catatannya persis seperti kata-kata guru dan dalam ujian mereka berusaha keras untuk mencurahkan, mengungkapkannya lagi, dari hafalan. Ini merupakan penghalang serius dalam mengembangkan kreativitas berpikir. Disini tampak bahwa murid lebih tergantung pada ingatan atau hafalan dari pada memahami masalah dan mengembangkan alasan (logika) serta kekuatan analisa untuk menyelesaikan masalah dalam hidup.
Sudah menjadi pemandangan umum bagi kita untuk setiap musim ujian. Murid biasanya menyediakan beberapa hari saja dalam seminggu sebelum ujian untuk bekerja dan belajar intensif. Dalam menyerap ilmu mereka sering tergantung pada catatan dari pada buku-buku pegangan. Dan selanjutnya mereka tergantung pada hafalan daripada pemahaman.
Untuk mencapai kematangan pribadi murid, agaknya sangat diperlukan campur tangan atau bimbingan guru, terutama orang tua, untuk mengelola dan memanfaatkan waktu. Apa yang sering kita lihat dalam melewati hari-hati yang panjang sebelum ujian tiba, tentu tidak untuk semua murid, adalah mereka cenderung untuk membuang waktu tanpa tujuan. Sehingga kalau ada murid atau mahasiswa kita yang beruntung untuk belajar di negara Barat, dan negara maju lain, akan tercengang melihat sungguh serius dan rajin para pelajar di sana.
Agaknya kemerosotan daya tarik sekolah cukup menentukan kualitas sumber daya manusia, atau lulusan suatu sekolah. Kita lihat bahwa lulusan SLTA tentu saja tidak semuanya yang terus ke universitas rata-rata kurang stabil secara emosi, kurang terbimbing secara intelektual dan lemah dalam pemanfaatan waktu. Sehingga membuat sebagian besar mahasiswa banyak buang-buang waktu dan sedikit yang punya kesempatan untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Mereka tidak tahu kemana akan pergi dan tidak tahu apa yang akan dilakukan. Kalau begitu kita tidak perlu heran kalau banyak yang mengaku telah sarjana tetapi belum bisa membuktikan diri dalam kehidupan karena bisa jadi akibat “ijazah mereka hanya laku sampai ke gerbang kampus” saja.
Kemerosotan daya tarik sekolah dan untuk menambahkan ilmu untuk tingkat SLTA sudah mulai terasa ketika murid duduk di bangku kelas tiga. Rata-rata murid kelas tiga banyak belajar acuh tidak acuh dan sering belajar serampangan saja. Kemalasan yang mereka derita ini bisa jadi akibat bahwa umumnya mereka terganggu oleh anggapan masa depan yang kabur, tetapi suka masa bodoh, dan banyaknya pengangguran terdidik di seputar mereka. Kecuali kalau mereka suka menganalisa bahwa pengangguran terdidik yang menganggur itu adalah akibat kualitas diri masih rendah, selain suratan dari Ilahi, karena ilmu mereka baru hanya sebatas “text-book thinking” semata. Pendidikan memang penting bagi seseorang karena ia memberinya kesempatan untuk meningkatkan “income” dan tingkat kehidupan seperti fasilitas kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Untuk pendidikan lewat penguasaan pengetahuan dan skill dapat membuat kemungkinan peningkatan “output”. Untuk itu penting bagi seseorang untuk memiliki kebutuhan akan pendidikan dan sekolah. Kehilangan daya tarik terhadap sekolah dan pendidikan, selain disebabkan oleh berbagai faktor yang telah kita sebutkan di atas, juga disebabkan faktor orang tua. Murid-murid dengan perilaku negatif banyak datang dari keluarga dengan orang tua yang sibuk dan tidak mampu memberi perhatian. Dan kalau pun orang tua tidak sibuk, tetapi akibat mereka kelewatan dalam memberi perhatian dan pemanjaan, tanpa membantu anak dalam belajar dan mengelola waktu, telah membuat anak-anak mereka berkualitas jelek.
Kenapa daya tarik sekolah merosot bisa terjadi? Terhadap pertanyaan ini dapat kita dengar jutaan alasan dan keluhan. Dari sudut pandang murid, mereka punya alasan untuk mengeluh karena kondisi hidup dan sekolah yang tak memadai. Alasan atau keluhan ini adalah seperti: jarangnya mereka memiliki buku, fasilitas pustaka dan labor yang terbatas, tempat tinggal yang tidak memadai dan akibat sedikitnya kontak dengan guru dan guru bimbingan dan konseling. Keluhan dari segi guru adalah seperti: guru yang kurang terlatih, gaji yang kurang memadai sehingga banyak guru yang demam berhutang pada koperasi atau bank, kelas yang ramai, kurikulum yang belum layak, keadaan kelas yang dua shift, buku teks yang tidak menarik dan media mengajar yang sering tidak ada di dalam proses belajar mengajar.
Kini mengingat dan melihat tantangan hidup yang makin nyata agaknya kita mesti lebih serius dalam memperhatikan investasi manusia dalam arti peningkatan sumber daya manusia. Untuk itu sangat diperlukannya pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas ditentukan oleh guru yang cakap dan mahir. Sekolah tetap membutuhkan guru yang luas ilmunya, dapat beradaptasi, kompeten dan berbakti pada tugas. Di samping itu juga perlu sokongan orang tua. Malah tentu yang omong kosong bila sekolah berkualitas dan orang tua, dan juga masyarakat yang berkualitas menghasilkan murid serta mahasiswa yang berkualitas pula.
Oleh : Marjohan
Guru SMA Negeri 3 Batusangkar
Sampai sekarang, agaknya pendidikan masih dianggap sebagai investasi nasional. Investasi terhadap manusia dengan kata lain dapat dikatakan dengan istilah “investasi dalam kemampuan manusia” atau dalam istilah yang lebih umum adalah “sumber daya manusia”.
Suatu negeri tetap miskin karena investasi dalam kemampuan manusianya juga kecil. Untuk mengentaskan keadaan ini sangat diperlukan peningkatan dan pengembangan potensial dan tepatnya adalah peningkatan keterampilan dan pengetahuan dari segenap warganya.
Keadaan dan eksistensi negara ini pada masa datang sangat ditentukan oleh investasi sumber daya manusia sekarang ini dapat kita sorot ke dalam dunia pendidikan.
Ada kecenderungan pemerosotan daya tarik sekolah dalam kalangan pelajar. Semoga saja pandangan ini tidak terlalu mengada-ada. Banyak fakta-fakta umum yang dapat menyokong pendapat ini seperti makin banyaknya anak-anak sekolah yang berkeliaran dimana-mana pada jam belajar efektif, pelaksanaan disiplin yang macet, rendahnya perhatian masyarakat untuk menyerbu fasilitas pendidikan dibandingkan dengan fasilitas hiburan dan masih senangnya hampir sebagian besar orang yang bersikap bermalas-malasan.
Kemerosotan daya tarik sekolah penyebabnya dapat ditinjau dari beberapa segi, seperti dari segi sekolah, rumah, masyarakat dan lain-lain. Walau bagaimana setiap segi ini saling mempengaruhi dan memberikan dampak negatif.
Meskipun telah banyak orang membahas tentang berbagai kritikan termasuk kritikan tentang metode mengajar namun belum tampak reaksi positif secara menyeluruh. Sampai saat sekarang metode mengajar lama masih cukup banyak digandrungi oleh guru-guru meskipun mereka telah puluhan kali mengikuti penataran-penataran dan hampir tiap saat disuguhi teori-teori.
Bagaimana keadaan metode mengajar gaya lama? Yaitu metode yang membuat murid cenderung menghafal teks demi teks catatan yang diberikan oleh guru, apakah mereka memahami atau tidak. Pelaksanaan metode lama ini telah berlangsung cukup lama. Mengajar dengan metode yang demikian cenderung bersifat dogmatik dan otoriter. Cara dari metode ini sedikit mendorong murid untuk bertanya dan bersikap kritis atau tertarik dalam belajar mandiri di luar sekolah. Inilah penyebabnya kenapa sekarang murid-murid, malah juga sampai kepada mahasiswa cenderung membisu dan suka sebagai penonton dalam dinamika kehidupan. Dan ini pulalah penyebabnya kenapa banyak generasi muda suka kebingungan dalam mengisi hari-hari kosong mereka.
Suasana mengajar pada berbagai tingkat sekolah, dari tingkat SD sampai SLTA dan barangkali juga di tingkat perguruan tinggi dengan gaya “konsep bank” atau gaya hubungan “cerek dan cangkir”. Gaya mengajar ini cenderung untuk melemahkan kebebasan berpikir dan menumbuhkan sikap mencari serta berpengalaman, yang diperlukan dalam perkembangan.
Suasana belajar murid cenderung menunggu perintah dari guru. Buku-buku pegangan baru dibaca kalau ada perintah. Karena sering guru lupa memberi aba-aba untuk membaca, maka rata-rata buku pegangan masih utuh. Malahan buku yang sengaja dipersiapkan oleh pemerintah cenderung untuk menumpuk-numpuk di pustaka atau di rumah karena budaya malas membaca. Dalam menguasai pelajaran, caya yang cukup jitu dipakai adalah lewat cara menghafal. Dan ini tampak cukup merata untuk berbagai tingkat sekolah, sehingga suasana belajar yang demikian hanya membuat murid untuk mencapai target lulus saja dan memperoleh ijazah, bukan untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan yang harus dibuktikan. Melihat gejala semakin kurang berkualitasnya lulusan sekarang, sehingga ada orang yang suka berkelakar mengatakan bahwa “ijazah itu hanya laku sampai di gerbang sekolah saja” dengan arti kata belum dapat diandalkan dalam kehidupan.
Situasi sekolah sekarang yang cukup mengecewakan telah membuat para lulusan tidak atau kurang berkualitas. Situasi sekolah yang mengecewakan ini adalah akibat, sekali lagi, bertahannya gaya mengajar metode lama. Proses belajar mengajar yang bersifat “text book” dan malah akibat murid belajar dengan sedikit buku atau tanpa buku pegangan sama sekali. Buktikanlah dalam kehidupan setiap hari kita melihat cukup banyak pelajar pergi sekolah melenggang saja atau Cuma membawa sehelai catatan “gado-gado” dan melipatnya ke dalam kantong. Kemudian guru dan murid cenderung bermalas-malas, mungkin akibat pemahaman kurikulum atau kurikulum itu sendiri cukup kabur dan guru kurang terlatih untuk menstimulasi aktivitas murid. Kenapa sekarang jarang guru yang bersikap profesional ideal? Ini bisa jadi disebabkan karena mereka miskin dengan ilmu, wawasan dan pengetahuan, sehingga ada saja murid yang berani mengatakan bahwa sebagian kecil guru ilmunya cuma “tua semalam” dari murid-murid.
Beberapa kritikan terhadap pendidikan yang menyebabkan semakin merosotnya daya tarik sekolah adalah sebagai berikut: Pengajaran yang serba bersifat Text-Book dan teori tanpa praktek. Populasi kelas yang cukup atau terlalu ramai dengan pengajaran cenderung melupakan program pengayaan atau perbaikan, kalaupun ada itu cuma agak berbau omong kosong saja. Murid-murid terlihat miskin dengan berbagai aktivitas pendidikan. Kurangnya penyediaan kebutuhan dan kapasitas untuk remaja. Proses belajar mengajar terlalu banyak didominasi oleh berbagai ujian, ada kalanya guru mengadakan ujian palsu karena kehabisan teknik mengajar. Dan tidak ada kegiatan ekstra kurikuler yang bermanfaat dan dapat memperkaya wawasan siswa untuk menghadapi dunia kerja dan kehidupan nyata kelak.
Kemerosotan daya tarik sekolah dapat pula disebabkan oleh gaya belajar murid-murid itu sendiri. Memang kita akui bawa gaya belajar ini dibentuk oleh faktor sekolah, rumah dan faktor sosial.
Gaya murid, dan bisa jadi juga mahasiswa, dalam menguasai pengetahuan adalah dengan cara melengkapi catatannya persis seperti kata-kata guru dan dalam ujian mereka berusaha keras untuk mencurahkan, mengungkapkannya lagi, dari hafalan. Ini merupakan penghalang serius dalam mengembangkan kreativitas berpikir. Disini tampak bahwa murid lebih tergantung pada ingatan atau hafalan dari pada memahami masalah dan mengembangkan alasan (logika) serta kekuatan analisa untuk menyelesaikan masalah dalam hidup.
Sudah menjadi pemandangan umum bagi kita untuk setiap musim ujian. Murid biasanya menyediakan beberapa hari saja dalam seminggu sebelum ujian untuk bekerja dan belajar intensif. Dalam menyerap ilmu mereka sering tergantung pada catatan dari pada buku-buku pegangan. Dan selanjutnya mereka tergantung pada hafalan daripada pemahaman.
Untuk mencapai kematangan pribadi murid, agaknya sangat diperlukan campur tangan atau bimbingan guru, terutama orang tua, untuk mengelola dan memanfaatkan waktu. Apa yang sering kita lihat dalam melewati hari-hati yang panjang sebelum ujian tiba, tentu tidak untuk semua murid, adalah mereka cenderung untuk membuang waktu tanpa tujuan. Sehingga kalau ada murid atau mahasiswa kita yang beruntung untuk belajar di negara Barat, dan negara maju lain, akan tercengang melihat sungguh serius dan rajin para pelajar di sana.
Agaknya kemerosotan daya tarik sekolah cukup menentukan kualitas sumber daya manusia, atau lulusan suatu sekolah. Kita lihat bahwa lulusan SLTA tentu saja tidak semuanya yang terus ke universitas rata-rata kurang stabil secara emosi, kurang terbimbing secara intelektual dan lemah dalam pemanfaatan waktu. Sehingga membuat sebagian besar mahasiswa banyak buang-buang waktu dan sedikit yang punya kesempatan untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Mereka tidak tahu kemana akan pergi dan tidak tahu apa yang akan dilakukan. Kalau begitu kita tidak perlu heran kalau banyak yang mengaku telah sarjana tetapi belum bisa membuktikan diri dalam kehidupan karena bisa jadi akibat “ijazah mereka hanya laku sampai ke gerbang kampus” saja.
Kemerosotan daya tarik sekolah dan untuk menambahkan ilmu untuk tingkat SLTA sudah mulai terasa ketika murid duduk di bangku kelas tiga. Rata-rata murid kelas tiga banyak belajar acuh tidak acuh dan sering belajar serampangan saja. Kemalasan yang mereka derita ini bisa jadi akibat bahwa umumnya mereka terganggu oleh anggapan masa depan yang kabur, tetapi suka masa bodoh, dan banyaknya pengangguran terdidik di seputar mereka. Kecuali kalau mereka suka menganalisa bahwa pengangguran terdidik yang menganggur itu adalah akibat kualitas diri masih rendah, selain suratan dari Ilahi, karena ilmu mereka baru hanya sebatas “text-book thinking” semata. Pendidikan memang penting bagi seseorang karena ia memberinya kesempatan untuk meningkatkan “income” dan tingkat kehidupan seperti fasilitas kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Untuk pendidikan lewat penguasaan pengetahuan dan skill dapat membuat kemungkinan peningkatan “output”. Untuk itu penting bagi seseorang untuk memiliki kebutuhan akan pendidikan dan sekolah. Kehilangan daya tarik terhadap sekolah dan pendidikan, selain disebabkan oleh berbagai faktor yang telah kita sebutkan di atas, juga disebabkan faktor orang tua. Murid-murid dengan perilaku negatif banyak datang dari keluarga dengan orang tua yang sibuk dan tidak mampu memberi perhatian. Dan kalau pun orang tua tidak sibuk, tetapi akibat mereka kelewatan dalam memberi perhatian dan pemanjaan, tanpa membantu anak dalam belajar dan mengelola waktu, telah membuat anak-anak mereka berkualitas jelek.
Kenapa daya tarik sekolah merosot bisa terjadi? Terhadap pertanyaan ini dapat kita dengar jutaan alasan dan keluhan. Dari sudut pandang murid, mereka punya alasan untuk mengeluh karena kondisi hidup dan sekolah yang tak memadai. Alasan atau keluhan ini adalah seperti: jarangnya mereka memiliki buku, fasilitas pustaka dan labor yang terbatas, tempat tinggal yang tidak memadai dan akibat sedikitnya kontak dengan guru dan guru bimbingan dan konseling. Keluhan dari segi guru adalah seperti: guru yang kurang terlatih, gaji yang kurang memadai sehingga banyak guru yang demam berhutang pada koperasi atau bank, kelas yang ramai, kurikulum yang belum layak, keadaan kelas yang dua shift, buku teks yang tidak menarik dan media mengajar yang sering tidak ada di dalam proses belajar mengajar.
Kini mengingat dan melihat tantangan hidup yang makin nyata agaknya kita mesti lebih serius dalam memperhatikan investasi manusia dalam arti peningkatan sumber daya manusia. Untuk itu sangat diperlukannya pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas ditentukan oleh guru yang cakap dan mahir. Sekolah tetap membutuhkan guru yang luas ilmunya, dapat beradaptasi, kompeten dan berbakti pada tugas. Di samping itu juga perlu sokongan orang tua. Malah tentu yang omong kosong bila sekolah berkualitas dan orang tua, dan juga masyarakat yang berkualitas menghasilkan murid serta mahasiswa yang berkualitas pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
if you have comments on my writings so let me know them