Rabu, 14 Juni 2017

Mengapa Anak Laki-Laki Harus Lebih Kuat



Mengapa Anak Laki-Laki Harus Lebih Kuat

            Merupakan fenomena umum dan banyak yang tidak menyadari bahwa di berbagai sekolah di mulai dari sekolah rendah (SD) hingga tingkat SLTA (SMA/MA dan SMK), setiap semester saat penerimaan raport selalu ada pengumuman tentang para peraih juara kelas. Mayoritas sang juaranya adalah murid-murid perempuan. Juara 1, 2 dan 3 pada banyak diraih oleh murid perempuan, dan anak laki-laki yang biasa hanya segelintir saja. Apa ini semua maksudnya ?
            Bahwa murid perempuan terbiasa belajar lebih bersungguh-sungguh dibandingkan dengan murid-murid laki-laki. Terus memasuki perguruan tinggi populasi anak perempuan (mahasiswi) juga selalu lebih banyak dibandingkan anak laki-laki. Selanjutnya saat wisuda, jumlah mahasiswi juga jauh lebih banyak dibandingkan para kaum laki-laki (mahasiswa). Apa maksudnya ini ?
            Bahwa sejak berusia kecil secara umum anak laki-laki telah memperlihatkan prilaku yang kurang unggul dibandingkan anak perempuan. Perhatikanlah buku catatan anak perempuan. Bahwa buku catatan mereka lebih rapi dan lebih lengkap. Tas sekolah mereka berisi keperluan belajar yang juga lebih lengkap- learning readiness (kesiapan belajar) mereka lebih lebih besar daripada anak laki-laki. Dengan demikian mereka pantas lebih unggul dari anak laki-laki.
Belajar dengan buku catatan yang rapi tentu lebih menyenangkan. Sementara banyak anak laki-laki yang buku catatannya ditulis nggak lengkap dan asal-asalan. Kalau tugas ditagih oleh guru- sering beralasan bahwa tugas ketinggalan di rumah. Sebagai indikator bahwa mereka belajar sering kurang serius. Jadinya mereka terkesan mengikuti proses pembelajar dengan motivasi yang lemah dibandingkan anak perempuan.
Bagaimana kalau fenomena ketidak unggulan laki-laki dalam belajar berlanjut- tumbuh dan berkembang- dalam masyarakat ? Tentu pada akhirnya akan banyak laki-laki yang bertekuk lutut pada hegemoni kaum perempuan dalam bidang akademik. Kelak bila dewasa, bila laki-laki muda menikah- menjadi sepasang suami dan istri- maka sang perempuan (istri) akan menjadi pencari nafkah yang utama dan suami mereka akan “bapak rumah-tangga atau house husband”. Dia akan mengemis uang jajan setiap pagi pada sang istri. Dan dunia akan menjadi terbalik.
            Fenomena tentang ini saya baca pada artikel yang ditulis oleh Maureen Rice, yang berjudul “can love survive when a woman earns more than a man ?” Dia mengatakan bahwa dewasa ini, terutama di negara maju dan mungkin di negara berkembang, bahwa sangat banyak kaum perempuan yang bekerja dan gaji atau upah mereka sama banyak dengan uang upah/ gaji yang diterima oleh kaum laki-laki.
            Bukan hanya dengan perolehan “uang nafkah (gaji atau upah) yang sama”, malah juga ada sebagian perempuan yang mampu memperoleh pendapatan (uang) yang porsinya 5 kali lebih banyak dari penghasilan suami mereka. Memang di negara maju banyak perempuan- mungkin ada sekitar 19 %- yang mampu memperoleh income yang jauh lebih tinggi dari income suami mereka.
Melihat fenomena ini tentu saja ada yang bertanya-tanya tentang “bagaimana perasaan dan sikap suami terhadap kondisi baru ini (?). Yaitu kondisi atau status yang mungkin perempuan tersebut bisa menjadi “new role model” pagi para perempuan muda lain yang sedang gila-gilanya mencari  jadi diri dan mencari life style  buat menuju masa depan. Atau mereka malah akan mengalami relationship disaster- bencana dalam hubungan perkawinan mereka (?)           
            Arrijalu qawwamuna ‘alan-nisak”. Demikian firman Allah SWT dalam alQuran (4:34), yang berarti bahwa bahwa kaum laki-laki adalah pelindung (pemimpin) bagi perempuan. Para suami adalah pelindung bagi istri dan keluarganya. Maka akan terasa adanya rahmat- yaitu dalam bentuk ketenangan  atas harga diri. Namun kalau malah para perempuan yang lebih kuat- lebih dominan- maka akan terasa adanya bencana. Atau paling kurang adanya disruption- sedikit pergesekan pada perasaan suami. Karena terganggu egonya sebagai laki-laki, mereka merasa kehilangan harga diri.
            Kewibawaan laki-laki, sebagai pemimpin dan pelindung, akan tersandung oleh kelebihan-kelebihan yang dimiliki perempuan. Utamanya kelebihan atas “money, education level and communication ability. Perempuan tersebut pada akhirnya menjadi pengendali kewibawaan rumah tangga dan laki-laki- sang suami- akan menjadi orang yang gengsi atau wibawanya ditaklukan oleh wibawa perempuan/ istrinya.
            Di suatu tempat saya dengar ada seorang suami (berprofesi sebagai house husband atau bapak rumahtangga) ngambek dan dia kabur menuju rumah orangtua. Dia meninggalkan empat anaknya yang masih kecil-kecil begitu saja, hanya sekedar menitipkan ketetangga, saat sang istri pergi bekerja ke kantor.
            Itulah laki-laki, kadang-kadang dia ingin diperlakukan sebagai seorang bayi yang bertubuh besar. Ya susah juga untuk membujuk suami yang ngambek dari rumah untuk balik pulang karena ia punya kriteria atau persyaratan buat menjemputnya (memperlihatkan ego dan rasa harga dirinya). Setelah diadakan rapat keluarga dari kedua belah pihak, setelah diusut tentang sebab dan akibat mengapa hal itu terjadi- sang suami yang kerjanya serabutan- pribadinya rapuh- dan harga dirinya lagi terluka oleh ucapan dan beberapa hal kecil dari prilaku istrinya.
            Suami yang berhati rapuh ini ternyata lagi menderita penyakit “rendah diri”. Pekerjaannya tidak menentu dan jumlah uang yang dia peroleh tidak menentu- kadang banyak dan sering hanya sedikit yang hanya sekedar pembeli secangkir kopi pahit. Sementara kedudukan istri sebagai seorang pegawai di tempat yang cukup basah hingga bisa selalu membawa jumlah uang yang lebih. Secara tidak langsung dia merasa lebih terhormat di mata keluarga. Dia menjadi pencari nafkah utama buat keluarga dan anak-anak
            Kasus hubugan rumah tangga yang lain adalah akibat perbedaan status- yaitu tingkat pendidikan. Sepasang suami istri yang sebetulnya jumlah income yang mereka peroleh perbulan cenderung sama, malah kadang- kadang suami bisa membawa pulang jumlah uang yang berlebih. Namun jumlah uang berlebih itu belum berarti apa-apa buat istrinya. Kecuali kalau suaminya tamatan universitas dan bisa membawa uang lebih dan ini baru bisa diberi acungan dua jempol.
            Memang istrinya lulusan universitas dan bekerja dan suaminya hanya berpendidikan diploma dua. Dalam candaan sang istrinya selalu membanggakan status kesarjanaanya. Dia merasa dirinya lebih terdidik, lebih berkualitas. Memang suaminya hanya tersenyum dan dibalik senyuman itu sang suami memutuskan untuk mengakhiri perkawinan dengan segala resiko di meja pengadilan agama. Tidak lama setelah perceraian, sang suami meneruskan pendidikannnya ke strata sarjana dan kemudian memutuskan pernikahan keduanya setelah itu. Candaan dan perbedaan penddidikan dengan keunggulan istri juga memicu kejengkelan suami.
            Demikian juga halnya dengan kemampuan berkomunikasi. Meskipun sang suami uangnya lebih banyak dari istri dan juga karir suami lebih bagus, namun komunikasi istri lebih lincah. Ini juga berpotensi menimbulkan pergesekan hati. Ya laki-laki terlahir sebagai makhluk yang lebih ego. Dia cukup sulit untuk diberi nasehat apalagi sampai diceramahi/ digurui secara terang-terangan oleh sang istri.
            Begitulah jadinya banyak laki-laki kalau diberi saran atau masukan oleh sang istri dianggap sebagai tindakan yang mendikte, menggurui, menceramahi dan cerewet. Laki-laki yang kurang lincah dalam berkomunikasi pada akhirnya untuk mempertahankan perkawinan mereka dengan cara strategi banyak bungkam- malas untuk banyak omong pada istri. Akhirnya sang suami menjadi jago diam dan istri tidak punya tempat lagi buat curhat- curah pendapat di rumah.
            Perempuan yang pribadinya lebih unggul dibandingkan suami, selain mengganggu keharmonisan hubungan perkawinan dengan suami, juga ikut mempengaruhi pribadi anak-anak mereka, terutama tumbuh-kembang psikologi anak laki-laki mereka dalam mencari identitas diri.
            Dalam mencari identitas diri, anak laki-laki merefleksikan dirinya melalui diri ayahnya. Seorang bocah laki-laki tentu akan selalu ingin meniru kegiatan sang ayah. Ia ingin setinggi ayah, jago seperti ayah, tampan seperti ayah. Ia juga ingin sehebat dan sepopuler sang ayah. Namun apa jadinya setelah ia tahu bahwa sang ayah kalah unggul dibanding ibu dan akhirnya ayah bukanlah orang yang hebat dalam pandangannya.
            Dengan arti kata bahwa seorang ibu yang lebih “gede” pengaruhnya dibandingkan pengaruh ayah akan mempengaruhi nyali anak laki-lakinya, nyalinya lebih kecil. Selain itu, ayah dan anak laki-laki yang interaksi mereka kurang berkualitas- mungkin karena ayah jarang hadir bersama anak- juga akan mempengaruhi nyali anak laki-lakinya, nyalinya lebih kecil- penakut, banyak bengong, percaya diri kecil dan susah untuk mengambil keputusan.
            Banyak contoh dan peristiwa tentang ibu yang punya power dan otoriter yang berlebihan. Ini membuat pribadi anak-anak mereka tumbuh dengan kekacauan dalam mencari identitas diri. Sekali lagi, anak laki-laki menjadi kurang berani alias bernyali yang kecil. Anak perempuan juga bengung untuk menemukan laki-laki seperti apa buatnya.  
            Memang setiap orang punya kisah dan takdir kehidupan yang berbeda. Pada sebuah tempat, seorang anak laki-laki yang hidup bersama ibu yang super tegas- sementara ayahnya berada jauh di tempat lain, telah menumbuhkan dan mendidik anaknya dengan penuh disiplin dan peraturan yang kaku. Ada selusin “some do’s dan some don’ts” tertera didinding. Yang jelas sang anak laki-laki harus belajar dan belajar selalu, tidak boleh pergi hang-out ke rumah teman, itu berarti keluyuran dan buang-buang waktu.
            Sang anak laki-laki memang bisa masuk SD, SMP dan SMA yang berkualitas dan hampir tak punya waktu buat menikmati hobi dan bersosial- mnikmati soft skillnya. Hingga dia bisa melanjutkan kuliah ke perguruan favorite dimana dia sangat tertarik hanya buat belajar dan kurang membuka diri dalam bergaul serta beraktivitas. Begitu wisuda, menerima selembar ijazah kesarjanaannya dengan nilai akademik cukup bagus. Dia selanjutnya kebengonngan- nggak tahu- mau dibawa kemana ijazah sarjana tersebut. Ternyata semua perguruan tinggi tidak memberikan pekerjaan, hanya memberikan mimpi yang berisi teori-teori dan setelah mencukupi kredit semester dia menerima selembar ijazah.   
            Banyak orang yang hanya sekedar tahu dimana mau kuliah dan setelah itu bila selesai kuliah, jarang mereka tahu dimana mau bekerja atau pekerjaan apa yang mau dibikin. Apalagi perguruan tinggi hanya menawarkan jurusan yang kadang kala tidak begitu laku lagi dalam dunia pekerjaan. Namun bagi sebagian orang sangat memahami bahwa kuliah dan menuntut ilmu hanyalah sarana untuk mematangkan diri. Sementara untuk kehidupan sangat dipengaruhi oleh keterampilan bergaul, bukan oleh kemampuan akademik melulu. Jadinya nilai ijazah perlu didukung oleh soft-skill yaitu kemampuan berdaptasi, kemampuan berkomunikasi dan bergaul, kerja keras, dan nyali yang gede.
            Power ibu yang kelewatan monopoli, pinter dan tegas juga membuat jati diri anak laki-laki dan anak perempuannya jadi kacau balau. Sekarang kedua anak laki-laki sudah berusia melebihi kepala tiga, namun tidak memiliki keberanian untuk menikah, bagaimana menikah sebab saat remaja, mereka hampir tidak pernah membahas tentang jatuh cinta, dan bagaimana buat berpacaran. Karena itu semua adalah tabu. Namun saat sang ibu yang sudah berangkat tua dan ingin agar anak-anak mereka semuanya menikah agar mereka kelak bisa punya keturunan dan sebagai cucu buat ditimang- ditimang. Namun sudah terambat karena hati sang anak susah buat terbuka untuk kehadiran hati orang lain.
            Arrijalu qawwamuna ‘ala nisak- bahwa laki-lakilah yang sangat ideal untuk menjadi pelindungnya perempuan”.Namun merujuk pada perolehan prestasi akademik yang bertaburan sejak dari bangku SD, SMP, SMA hingga ke perguruan tinggi, lebih banyak diraih oleh kaum perempuan. Maka bisa jadi kelak bermunculan ratuhan, ribuan dan mungkin jutaan laki-laki yang kalah unggul pengaruhnya dibandingkan kaum perempuan. 
            “Wahai para pemuda....baik yang sedang belajar di bangku SLTA maupun yang lagi menuntut ilmu di perguruan tinggi, jadilah pemuda yang memiliki pribadi yang lebih kuat melebihi perempuan, terutama perempuan yang kelak menjadi istrimu !!! Kalau pribadi dan kualitas dirimu lebih lemah, maka rumah tanggamu akan mengalami masalah perkawinan. Anak-anak mu, terutama anak laki-lakimu akan bengong dalam mencari identitas dirinya”. Kalau demikian, apa yang harus dilakukan oleh kaum laki-laki agar bisa menjadi laki-laki yang lebih berkualitas ?
            Man jadda wa jadda. Siapa saja yang bersungguh-sunggu maka ia akan berhasil dalam setiap domain kehidupan.kalau dibikin rumus tentang bagaima lelaki yang berkualitas itu, ia harus memiliki kualitas yang ditandai oleh “head, heart and hand” yang berisi. Ia harus memilii kecerdasan, sholeh dan kuat.
            Para nabi dan rasul adalah manusia yang memiliki otak yang cerdas, hati dengan keimanan yang kuat dan tubuh yang sehat dan kuat. Dari biografi Nabi Muhammad SAW dapat kita ketahui bahwa pada masa kecil beliau memperoleh pengalaman yang sangat banyak dan juga diajar tentang rasa tanggung jawab, peduli dengan makhluk dan peduli dengan sesama manusia. Kualitas hati, pemikiran dan perbuatannya menjadi rujukan bagi kita- pemeluk agama Islam- dalam menjalani kehidupan ini.
            Para pemimpin dan banyak laki-laki sukses di Indonesia dan di dunia adalah mereka yang memiliki kualitas pemikiran, dan keuangan serta pengaruh yang jauh lebih kuat melebihi para istri mereka. Utamanya dalam bidang pengetahuan, keuangan, pengaruh atau kemampuan bargaul dan berkomunikasi. Artikel ini tidak bernada untuk menghasut agar para laki-laki untuk lebih unggul dan melecehkan kaum perempuan. Sekali lagi tidak bermaksud untuk merendahkan kaum perempuan. Tidak !!!
Namun mengajak mereka-para lelaki yang berusia muda- agar segera memiliki kualitas diri. Sebab kalau mereka kelak menikah maka mereka tentu harus menjadi pemimpin dan pelindung bagi keluarganya. Namun perempuan bukan harus menjadi orang yang lemah kualitasnya, kualitas laki-laki dan perempuan atau suami dan istri musti berimbang- menjadi laki-laki yang kuat dan perempuan yang hebat .
Dalam dunia moderen ini hubungan perkawinan dari laki-laki dan perempuan musti bersifat partnership, yaitu saling melengkapi dan saling bekerja sama. Mengurus anak dan rumah tangga bukan tanggung jawab perempuan, namun dikelola oleh kedua belah pihak. Jadi kita, sekali lagi, berharap agar pemuda, siswa dan mahasiswa untuk pedulis memilki kualitas diri yang mencakupi pemikiran, spiritual, pengalaman hidup, wawasan dan kemampuan bersosial. Dari sekarang mereka harus think smart dan work hard.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

if you have comments on my writings so let me know them

Penerimaan Siswa Baru "PPDB 2021-2022 SMAN 3 BATUSANGKAR"

  SMA NEGERI 3 BATUSANGKAR INFORMASI PEDAFTARAN PPDB 2021 -2022 1. Persyaratan PPDB Umum : 1. Ijazah atau surat keterangan Lulus 2. Kartu ke...